Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

TARGET INTERAKSI OBAT

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi molekuler

Dosen pengampu Apt.Aan Hanifah,S. Farm

Disusun oleh :

Kelompok 3

Ade Roudhotul Jannah (2101002)

Abdul faqih (2101001)

Inna Aola Nisauzzulfa (2101009)

Wafiq nurhalizah putri (2101023)

LABORATORIUM FARMASI

STIKes KHAS KEMPEK CIREBON

2023
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Farmakologi berakar dari cerita cerita rakyat dan tradisi masa lampau

ketika pengetahuan tentang taanaman yang berkhasiat obat diturunkan dari

generasi ke generasi. Sejak tahun 1240 SM, farmakologi berawal dari ranah

terapi alternative menjadi ilmu pengetahuan dimana standar obat ditetapkan dan

sistem pengukuran di kembangkan untuk mengukur dosis dan takaran obat.

Dikarenakan obat dapat sangat bervariasi baik dari segi khasiat maupun

kemurniannya, pemerintah akhirnya mengembangkan standar farmakologis

untuk memproduksi mengatur obat (Kamienski, 2015).

Farmakologi sebagai ilmu berbeda dari ilmu lain secara umum pada

keterkaitannya yang erat dengan ilmu dasar maupun ilmu klinik. Sangat sulit

mengerti farmakologi tanpa pengetahuan tentang fisiologi tubuh, biokimia, dan

pathogenesis penyakitnya dan ilmu kedokteran klinik.

Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan Farmasi, yaitu

ilmu mengenai cara membuat, memformulasi, menyimpan dan menyediakan

obat.

Farmakologi merupakan ilmu dasar yang berperan penting dalam

penemuan suatu obat yaitu pada tahap uji praklinik maupun uji klinik. Uji

praklinik tersebut meliputi uji aktifitas farmakologi, uji toksikologi, dan uji
farmakodinamika obat pada hewan percobaan. Uji praklinik tersebut bertujuan

menentukan batas aman dan keefektifan umtuk memperkirakan manfaat klinik

suatu obat baru. Sedangkan pada uji klinik, obat tersebut dilakukan evaluasi

pada manusia baik dalam kondisi sehat maupun sakit (Nugroho, 2012).

I.2 Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud farmakologi?

b. Apa yang dimaksud farmakologi molekuler?

c. Apa yang dimaksud dengan kanal ion?

d. Apa jenis-jenis kanal ion?

e. Bagaimana mekanisme kanal ion sebagai target aksi obat?

f. Apa saja contoh obat yang bereaksi dengan kanal ion?

I.3 Tujuan

a. Untuk memahami pengertian dari farmakologi.

b. Untuk memahami pengertian farmakologi molekuler.

c. Untuk memahami pengertian dari kanal ion.

d. Untuk mengetahui jenis kanal ion.

e. Untuk memahami mekanisme kanal ion sebagai target aksi obat.

f. Untuk mengetahui contoh obat yang bereaksi dengan kanal ion.


BAB II

TEORI UMUM

II.1 FARMAKOLOGI

A. Pengertian

Menurut Agung Nugroho dalam buku “Prinsip Aksi dan Nasib

Obat dalam Tubuh”, Farmakologi merupakan ilmu yang mempelajari

hubungan antara obat dengan mkahluk hidup. Farmakologi berasal dari

bahasa yunani yaitu pharmacos yang berarti senyawa bioaktif dan logos

yang berarti ilmu.

Menurut Mary Kamienski dalam buku “Farmakologi”,

farmakologi adalah suatu ilmu yang mempelajari bahan kimia obat pada

jaringan hidup tersebut dan bagaimana bahan kimia tersebut membantu

mediagnosis, mengobati, menyembuhkan dan mencegah penyakit atau

memperbaiki kelainan fisiologis pada jaringan hudup tersebut.

Menurut Arini Setiawati dalam buku “Farmakologi dan Terapi”,

farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup,

lewat proses kimia khususnya lewat reseptor.

Menurut Zullies ikawati dalam buku “Farmakologi Molekuler”,

farmakologi adalah ilmu yang mempelajari bagaimana suatu bahan

kimia / obat berinteraksi dengan sistem biologis, khususnya mempelajari

aksi obat di dalam tubuh.


II.2 FARMAKOLOGI MOLEKULER

A. Sejarah dan pengertian farmakologi Molekuler

Pada tahun 1985, para ilmuan penasaran mengapa keberadaan

beberapa protein tertentu menjadi begitu tinggi pada penyakit-penyakit

tertentu dan mereka juga ingin tahu bagaimana pengaruh obat terhadap

keberadaan tingginya protein. Seiring dengan itu, diketahui bahwa

beberapa gen terekskresi secara berbeda pada jaringan yang berbeda.

Diikuti dengan kemajuan teknik elektrofisiologi dengan perkembangan

tekhnologi dan DNA rekombinan yang memungkinkan cloning,

dimulailah era farmakologi molekuler (Ikawati, 2014).

Farmakologi molekuler adalah ilmu yang mempelajari interaksi

obat dengan makhluk hidup pada aras molekuler. Defenisi lain adalah

ilmu yang mempelajari aksi dan nasib obat dalam tubuh pada aras

molekuler. Ilmu tersebut menjadi penting karena interaksi obat dengan

organisme hidup bukan aksi yang sederhana melainkan suatu aksi yang

sederhana melainkan suatu aksi yang kompleks yang melibatkan sistem

seluler yang dinamik, terjadi pada tingkat molekuler, dan merupakan

suatu aksi yang melibatkan serangkaian peristiwa biokimia dalam

menimbulkan efek. Disamping itu ilmu tersebut digunakan sebagai dasar

dalam klasifikasi reseptor. Dalam kaitannya dengan klasifikasi reseptor,

farmakologi molekuler merupakan ilmu sentral dalam penemuan obat

baru. Bersama dengan ilmu kimia medicinal farmakologi molekuler dapat


digunakan dalam penemuan obat baru yang tentu saja melibatkan

hubungan struktur dan aktivitas (QSAR).

Ilmu farmakologi selain berkembang menjadi beberapa cabang

ilmu diatas, bisa menjadi luas yaitu mempelajari farmakologi pada tiap

sistem dalam tubuh misalnya farmakologi sistem syaraf, farmakologi

sistem kardiovaskuler, farmakologi sistem endokrin, farmakologi sistem

pernapasan, imunofarmakologi dan kemoterapeutika (Nugroho, 2012).

B. Mekanisme aksi obat

Satu prinsip dasar dari farmakologi adalah molekul obat dapat

mempengaruhi komponen organisme hidup sehingga dapat menghasilkan

efek atau respon. Obat dapat bekerja dalam tubuh apabila berinteraksi

atau berikatan dengan komponen tubuh dan berdasarkan apakah obat

tersebut diperantai oleh komponen tertentu dari sel (target obat spesifik).

Paul Eharlich (1854-1915), seorang ilmuwan asal Jerman, mengatakan “

Corpora Non Agunt Nisi Fixata ” atau suatu obat tidak akan bekerja jika

tidak berikatan dengan target aksinya. Dalam bekerja pada suatu

organisme hidup, mekanisme aksi obat dibedakan menjadi : (1) aksi non

spesifik, yaitu mekanisme aksi obat yang didasarkan sifat fisika kimiawi

yang sederhana, ( 2 ) aksi spesifik yaitu mekanisme yang melibatkan

interaksi dengan komponen spesifik organisme misalnya reseptor, enzim,

komponen genetik, kanal ion (Nugroho, 2012).


1. Aksi obat non-spesifik

Pertimbangan utama obat yang beraksi dengan mekanisme

fisika kimiawi non spesifik adalah bahwa obat tersebut tidak

menunjukkan efek yang lain pada dosis dimana obat tersebut

menghasilkan suatu aksi fisika kimiawi dalam miliu fisiologi yang

sesuai. Aksi obat non spesifik biasanya melibatkan dosis yang besar

dalam menimbulkan efek atau respon. Aksi obat non spesifik yang

berdasarkan sifat fisika adalah aksi yang berdasarkan osmolaritas,

massa fisis, absorpsi, radio aktivitas, radio opasitas atau muatan

listrik. Sedangkan yang berdasarkan sifat kimia adalah berdasarkan

asam basa, oksidasi, reduksi atau kelasi (Nugroho, 2012).

2. Aksi obat spesifik

Beberapa obat menghasilkan suatu efek setelah berikatan

atau berinteraksi dengan komponen organisme yang spesifik.

Komponen organisme tersebut biasanya berupa suatu protein.

Beberapa obat beraksi sebagai subtract yang salah atau sebagai

inhibitor untuk sistem transport atau enzim. Kebanyakan obat

menghasilkan efeknya dengan aksi pada molekul yang spesifik

dalam organisme, biasanya pada membrane sel. Protein tersebut

dinamakan reseptor, dan secara normal merespon senyawa kimia

endogen dalam tubuh. Senyawa kimia endogen tersebut adalah

subtansi transmitter sinapsis atau hormon. Sebagai contoh,


asetilkolin merupakan suatu subtansi transmitter yang dilepaskan

dari ujung syaraf autonom dan dapat mengaktifasi reseptor pada

otot polos skeletal, mengawali serangkaian kejadian yang

mengahasilkan kontraksi otot polos. Senyawa kimia (misalnya

asetilkolin) atau obat yang mengaktifasi reseptor dan menghasilkan

respon dinamakan agonis. Beberapa obat dinamakan antagonis

dapat berikatan dengan reseptor, tapi tidak menghasilkan suatu

efek. Antagonis menurunkan kemungkinan subtansi transmitter

(atau agonis yang lain) untuk berinteraksi dengan reseptor sehingga

lebih lanjut dapat menurunkan atau mengeblok aksi agonis tersebut

(Nugroho, 2012).

Uraian di atas mengisyaratkan bahwa target obat spesifik

adalah reseptor. Namun demikian, disamping reseptor terdapat

beberapa target aksi obat spesifik lainnya. Terdapat beberapa

komponen organisme yang digunakan sebagai target aksi obat

spesifik yaitu ; enzim, kanal ion, molekul pembawa dan reseptor

( Nugroho, 2012 ).

a. Aksi terhadap reseptor

Obat berinteraksi dengan bagian dari sel, ribosom

atau tempat lain yang disebut resptor. Reseptor dapat berubah

protein, asam bukleat, enzim, karbohidrat atau lemak.

Semakin banyak reseptor yang di duduki atau bereaksi


intensitas efek semakin meningkat. Jumlah obat yang

mengikat reseptor merupakan fungsi dari kadar obat dalam

plasma. Oleh karena itu, untuk meramalkan efek obat dapat

melalui penetapan kadar obat dalam plasma.

b. Aksi terhadap enzim

Beberapa obat atau zat kimia dapat menimbulkan

efek karena mengikat atau memperbanyak enzim yang

dikeluarkan oleh tubuh. Misalnya, obat kolinergik mengikat

enzim asetilkolin esterase, dan obat diabetes mellitus tertentu

memperbanyak sekresi insulin.

c. Aksi Terhadap Kanal Ion

Kanal ion merupakan kompleks protein yang

terdapat pada membran sel yang tersusun membentuk

porus/lubang dan berfungsi mengfasilitasi difusi ion

menyebrangi suatu membrane. Diketahui membrane sel

adalah senyawa fosfolipid yang membentuk halangan/barrier

yang bersifat hidrofobik dan muatan dielektrik rendah

sehingga menghalangi masuknya senyawa hidrofilik dan

senyawa bermuatan. Ia bisa dikatakan sebagai isolator listrik.

Adanya kanal ion akaan memberikan jalan bagi senyawa


hidrofilikdan senyawa bermuatan untuk menyebrangi

membran sel.

d. Aksi Terhadap Molekul Pembawa (Protein Transporter)

Transport molekul organik kecil dan ion menembus

membrane sel biasanya membutuhkan protein pembawa

karena molekul tersebut terlalu polar untuk memnembus

membrane sel, yang tersusun oleh dua lapisan lipid. Protein

pembawa mempunyai sisi aktif terhadap senyawa yang akan

dibawa dan bersifat spesifik. Protein pembawa pada

membrane berinteraksi membentuk sebuah kompleks dengan

substrat, selanjutnya terjadi perubahan konformasi protein

pembawa tersebut. Kemudian, terjadi translokasi kompleks

tersebut kesisi yang berlawanan, selanjutnya protein pembawa

tersebut melepaskan substrat. Protein pembawa selain

dijumpai pada membrane plasma juga dijumpai pada

membrane organel sel misalnya reticulum endoplasma dan

mitokondria. Protein pembawa dibedakan menjadi dua jenis

berdasarkan proses transpornya yaitu transporter pasif dan

transpoter aktif.
BAB III

TEORI KHUSUS

III.1 KANAL ION SEBAGAI TARGET AKSI OBAT

Keberadaan kanal ion pertama kali dihipotesiskan oleh ahli

biofisika dari Inggris, Alan Hodgkin dan Andrew Huxley, sebagai bagian

dari teori mereka mengenai impuls saraf yang dipublikasikan pada tahun

1952 dan memenangkan hadiah nobel. Keberadaan kanal ini kemudian

dikonfirmasikan pada tahun 1970-an menggunakan teknik perekaman

elektrik yang disebut “patch clamp” oleh Erwin Nehe dan Bert Sakmann

yang juga membawanya memenangkan hadiah nobel (Ikawati, 2014).

Kanal ion memainkan peranan penting dalam banyak tipe sel.

Beberapa penyakit trjadi disebabkan karena adanya disfungsi kanal ion,

antara lain penyakit aritmia jantung, diabetes, hipertensi, angina pektoris,

dan epilepsi. Kanal ion merupakan kompleks protein yang terdapat pada

membran sel yang tersusun membentuk porus/lubang dan berfungsi

memfasilitasi difusi ion menyebrangi suatu membran sel. Adanya kanal

ion akan memberikan jalan bagi senyawa hidrofilik dan senyawa bermuatan

untuk menyebrangi membran sel (Ikawati, 2014).

Komponen molekuler kanal teridentifikasi pertama kali dengan metode

kloning molekuler. Kanal ion tersusun dari beberapa sub-unit protein

membentuk suatu pori-pori. Lubang kanal disusun oleh subunit utama

(subunit a), yang menentukan infrastruktur kanal. Selain itu beberapa kanal
(kanal K+, Na+, dan Ca2+), mengandung protein pelengkap yang dapat

memodifikasi sifat kanal (Latifigana, 2012).

III.2 FUNGSI KANAL ION

Kanal ion terdapat pada hampir setiap sel. Kanal ion berfungsi

untuk transport ion, pengaturan potensial listrik melintasi membran sel,

serta sinyaling sel. Kanal ion berperan penting dalam proses normal

tubuh beberapa penyakit terkait dengan disfungsi kanal ion misal aritmia

jantung, diabetes, epilepsi, hipertensi, cystic fibrosis, dan lain-lain

(Latifigana, 2012).

III.3 KLASIFIKASI KANAL ION

Berdasarkan cara teraktivasinya, kanal ion dapat digolongkan

menjadi lima jenis, yaitu :

a. Kanal ion teraktivasi voltase (voltage-gated channels), kanal ion ini

berespons terhadap adanya perubahan potensial trans-membran. Kanal

ini akan membuka sebagai respons terhadap terjadinya depolarisasi dan

akan menutup jika terjadi hiperpolarisasi.

b. Kanal ion teraktivasi ligau (ligand-gated channels), kanal ini berespons

terhadap adanya molekul ligan spesifik yag berada di daerah

ekstrakurikuler tempat kanal berada. Kanal ini memiliki tempat ikatan

untuk ligan dan disebut juga reseptor kanal ion.


c. Kanal ion teraktivasi molekul intrasel atau signal, kanal yang

berespons terhadap suatu molekul yang berada di bagian intrasel yang

merupakan bagian dari proses signalling, misalnya terhadap second

messenger seperti Ca, cAMP, dan cGMP.

d. Kanal ion teraktivasi oleh kekuatan mekanik (stretch-activated

channel), kanal ini membuka dan menutup sebagai respons terhadap

kekuatan mekanis yang timbul dari peregangan atau pengerutan lokal

membran di sekitar kanal tersebut, misalnya jika sel tersebut

mengembang atau mengerut.

e. Kanal ion terkait protein G (G-protein-gated channel), kanal ini terkait

dengan protein G dan teraktivasi jika protein G teraktivasi.

Berdasarkan ion yang melintasi kanal, kanal ion dibedakan

menjadi kanal kalium, natrium, kalsium, dan klorida.

a. Kanal Kalium

Kanal kalium berperan untuk proses repolarisasi atau

hiperpolarisasi. Repolarisasi merupakan proses terjadinya kembali

perbedaan potensial aksi antara ekstraksel dengan intrasel. Dalam proses

potensial aksi sel, terbuka kanal ion kalium ini dipicu oleh depolarisasi yang

diakibatkan terbukanya ion natrium sebelumnya. Terbukanya ion kalium

menyebabkan repolarisasi sehingga menurunkan potensial aksi sel

(Nugroho, 2012).
Secara umum, kanal K dibagi menjadi empat keluarga besar yang

masing-masing terdiri dari 6, 4, dan 3 segmen transmembran, yaitu :

1. Kanal K teraktivase voltase (shaker-like) yang mengandung enam

daerah domain transmembran (S1-S6) dengan porus tunggal (Kv).

2. Kanal K inward rectifier yang mengandung hanya 2 domain

transmembran dengan porus tunggal (KIR).

3. Kanal K yang teraktivasi oleh calcium (Kca).

4. Kanal K dengan dua porus yang mengandung 4 domain transmembran

(K2p).

Kanal ion K terdapat pada sel-sel eksitabel dan noneksitabel.

Anggota kanal ion ini memainkan peranan penting pada berbagai proses

signaling seluler yang mengatur pelepasan neurotransmitter, denyut jantung,

pelepasan insulin, eksitabilitas saraf, transport elektrolit epithelial, kontraksi

otot polos, dan regulasi volume sel. Belakangan mulai diketahui fungsi dari

kanal K, khususnya Voltage-gated dalam proliferasi sel sehingga terlibat

juga dalam perkembangan kanker (Ikawati, 2014).

b. Kanal Natrium

Kanal natrium berperan dalam penghantaran potensial aksi dan

depolarisasi. Tebukanya kanal ion natrium menyebabkan depolarisasi

Sehingga potensial aksi sel akan meningkat. Depolarisasi adalah penurunan

perbedaan potensial aksi antara ekstrasel dengan intrasel (Nugroho, 2012).


Kanal ion Na bersifat selektif terhadap ion natrium dan dijumpai

pada sel-sel yang bisa tereksitasi (excitable cells), seperti sel saraf, otot, dan

sel neuroendokrin. Ia bertanggung jawab terhadap inisiasi dan propagasi

atau penghantaran potensial aksi pada tipe sel-sel tersebut. Namun, kanal Na

juga terekspresi dalam jumlah kecil pada sel-sel yang tidak tereksitasi,

walaupun peran fisiologis kanal ini pada tipe sel tersebut belum banyak

diketahui (Ikawati, 2014).

c. Kanal Kalsium

Kanal kalsium berperan dalam kontraksi otot, proses eksotsitosis,

dan pelepasan neurotransmitter. Terbukanya kanal ion kalsium akan

memacu ketiga proses tersebut (Nugroho, 2012).

Kanal Ca teraktivasi voltase merupakan jalur utama masuknya ion

Ca ke dalam sel pada berbagai jenis tipe sel dan mengatur berbagai proses

intraseluler sel, seperti kontraksi, transkripsi gen, pelastisitas sinaptik, dan

pengeluaran hormon atau neurotransmitter. Kanal ini pertama kali

teridentifikasi pada tahun 1953 oleh Fatt dan Katz pada otot binatang

Crustacean, sedangkan kanal Ca pada mamalia pertama kali dipurivikasi

dari otot rangka setelah dilabel dengan suatu radioligan, yaitu dihidropiridin,

fenilalkilamin, dan benzotiazepin pada tahun 1980-an. Selanjutnya kanal Ca

juga ditemukan pada otot jantung, otot polos, dan hampir disemua jaringan

eksitabel (Ikawati, 2014).


Ca merupakan second messenger yang sangat banyak digunakan

pada berbagai fungsi sel. Konsentrasi Ca dalam sitosol sangat kecil (10-20

nM), sedangkan pada kompartemen ekstrasel sebesar 1-2 mM. didalam sel,

Ca tersimpan didalam retikulum endoplasma (pada sel saraf) atau di

reticulum sarcoplasma (pada sel otot). Pembukaan kanal Ca menyebabkan

naiknya kadar Ca intraseluler sampai 100 µM, yang dapat memicu berbagai

proses seluler, seperti peristiwa kontraksi otot, pelepasan neurotransmitter

dari sel saraf, dan eksositosis pada sel sekretori ( seperti pelepasan histamin

dari sel mast atau insulin dari sel β di pankreas) (Ikawati, 2014).

d. Kanal Klorida

Kanal klorida berperan dalam menjaga aliran osmotik, dan

hiperpolarisasi sel. Jika kanal ion klorida terbuka maka klorida cenderung

masuk kedalam sel, terjadi hiperpolarisasi sehingga menurunkan potensial

aksi sel. (Nugroho, 2012).

Kanal Cl- berperan penting dalam mengontrol komposisi ion dalam

sitoplasma dan volume sel. Fungsi ini dijalankan bersama dengan berbagai

transporter ion lainnya, seperti pompa, kontrasporter, dan kanal ion lain.

Seperti diketahui pH (derajat keasaman) sitoplasmik sel harus dikontrol

secara ketat. Hal ini merupakan aktivitas penukar Na/H dan NaHCO 3 / HCl

yang juga mempergunakan kanal Cl- secara paralel untuk mengembalikan

ion Cl- selain itu, beberapa sel juga membutuhkan proton ATPase yang juga

memerlukan peran kanal Cl untuk menjaga netralitas sitoplasmiknya.


Karena itu, kanal ion Cl- ini sangat penting untuk mengatur komposisi ionik

(Ikawati, 2014).

Dalam hal pengaturan volume sel kanal ion Cl- juga berperan

penting jika suasana ekstrasel menjadi hipotonis, sel akan memberikan

respon untuk menjaga isotonisitasnya. Peristiwa ini melibatkan pembukaan

secara parallel kanal K+ dan kanal Cl- yang teraktivasi oleh kekuatan

mekanik berupa pembengkakan (swelling). Pembukaan kanal Cl-

menyebabkan Cl- keluar dari sel yang membengkak, diikuti oleh kation dan

air sehingga dapat dicapai kondisi isotonis dan volume tertentu. Fungsi

kanal seperti ini berperan penting terutama pada sel-sel sekretori, seperti sel

pada epithelia mukosa dan pada ginjal (Ikawati, 2014).

Fungsi kanal Cl berikutnya adalah pengaturan eksitabilitas listrik

membrane sel. Kanal Cl yang teraktivasi oleh voltase banyak dijumpai pada

sel otot rangka, otot polos, dan sel saraf. Pembukaan kanal ion Cl -

mengakibatkan aliran ion Cl- masuk kedalam sel sehingga menyebabkan

hiperpolarisasi. Karena itu, inaktivasi kanal ion Cl - dapat menyebabkan

hipereksitabilitas pada otot rangka. Misalnya, adanya mutasi kanal Cl,

khususnya ClC-1 dapat menyebabkan terjadinya hiperreksitasi otot yang

menjadikan otot mengalami myotonia (kekejangan otot) (Ikawati, 2014).


III.4 MEKANISME KERJA

Berdasarkan mekanismenya, obat dengan target aksi kanal ion

dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. Pengeblok Kanal

Obat golongan ini mengeblock kanal ion secara fisik sehingga

menghambat transport ion pada membrane. Anastesi lokal beraksi dengan

cara mengeblock voltage-gated Na+ channels sehingga menyebabkan

transport ion natrium ke dalam sel terhambat. Hal ini menyebabkan

terhambatnya proses depolarisasi sehingga menurunkan potensial aksi

sel. Padahal potensial aksi tersebut dibutuhkan dalam penghantaran

impuls rasa sakit (Nugroho, 2012).

2. Modulator kanal

Obat golongan ini bekerja dengan cara memodulasi kanal ion sehingga

menyebabkan kanal ion terbuka atau tertutup. Obat ini mempunyai sisi

aktif sendiri (selain sisi aktif agonis) pada kanal ion (Nugroho, 2012).

III.5 CONTOH-CONTOH OBAT

1. Kanal Natrium

Fenitoin dan karbamazepin → memperlama proses inaktivasi

kanal → ion Na+ kembalinya kanal Ka bentuk aktif diperlama / mengurangi

firing rate → sel saraf tidak mudah di pick → mencegah kejang.


Anastesi lokal (kokain, lidokain, prokain) → melintasi membran

→ berikatan dengan sitoplasmik kanal Na+ → kanal teraktivasi → blockade

kanal menghambat transmisi impuls rasa sakit.

2. Kanal Kalium

Beberapa senyawa peptide yang di isolasi dari bisa kalajengking

dan anemone laut dilaporkan dapat mengeblock kanal Kv1.3 dan

menghambat aktivasi sel T limfosit. Beberapa senyawa mempeptida seperti

dihidroquinolin10, pepiridin11, dan alkoksipsoralen12 juga terbukti dapat

memblock kanal Kv1.3 dan menghambat aktivitas sel T limfosit manusia

secara in vitro.

Kanal kalium tersebut menjadi target aksi bagi obat-obat antiaritmia

kelas III seperti amiodaron, pretilium, betanidin, klofilium, sotalol,

ibutilid, dofetilid, dan lain lain. Dengan cara memblock kanal K + tipe Kv

dan aliran K+ keluar selama fase plateau potensial aksi sehingga

memperlama durasi potensial aksi dengan menghambat depolarisasi.

Pembukaan kanal kalium ini akan menyebabkan efflux K + keluar

sel sehingga terjadi terpolarisasi membrane. Hiperpolarisasi membran akan

mencegah pembukaan kanal Ca sehingga mengurangi masuknya Ca, dan

pada gilirannya meralaksasi otot polos vaskuler dan miokardial. Dalam

terapi, kanal ini dikembangkan sebagai target aksi obat antihipertensi,


seperti minoksidil, kromakalim, aprikalim, pinasidil, dan lain lain dengan

aksi sebagai pembuka kanal (Ikawati, 2014).

3. Kanal Kalsium

Secara farmakologi, sifat-sifat ketiga keluarga kanal Ca sangat

berbeda. Karena lokasinya yang banyak berada di otot jantung, kanal Ca

tipe Cav1 merupakan target molekuler dari obat pemblock kanal Ca yang

banyak digunakan dalam terapi penyakit kardiovaskular. Obat-obat ini

bekerja pada tiga tempat ikatan / reseptor yang terpisah, tetapi terhubung

secara alosterik. Golongan fenil / alkilamin seperti Verapamil merupakan

pemblock kanal secara intraseluler yang akan memasuki pori dari sisi

sitoplasmik dan kemudian mengeblocknya. Obat golongan dihidropiridin,

seperti bifedipin, amlodipin, bikardipin dan lain lain bereaksi secara

alosterik menggeser kanal dari bentuk terbuka menjadi tertutup, sedangkan

golongan benzodiazepin seperti deltiazem mengikat sisi reseptor ketiga dari

kanal ion tersebut pada sisi ekstraseluler. Blockade atau penutupan kanal Ca

menyebabkan berkurangnya kadar Ca intraseluler sehingga menurunkan

kekuatan kontraksi otot jantung, menurunkan kebutuhan otot jantung akan

oksigen, dan menyebabkan vasodilatasi otot polos pembuluh darah sehingga

mengurangi tekanan arteri dan intraventrikular.

Keluarga kanal Cav3 atau tipe T terlibat dalam beberapa

jenis gangguan jantung dan jenis epilepsy tertentu, khususnya epilepsy


jenis petit mal. Peningkatan aktivitas kanal tipe T pada jaringan

thalamokortikal di otak dapat memicu gelombang muatan yang terkait

dengan terjadinya petit mal. Karena itu, kanal ini menjadi target

molekuler obat antiepilepsi petit mal yang cukup luas dipakai secara

klinis, yaitu etosuksimid. Obat antiepilepsi lain, seperti zonisamid dan

valproat, juga dapat beraksi pada kanal ini walaupun masih memiliki

target aksi yang lain. Senyawa lain yang cukup selektif mengeblok

kanal ini adalah mibefradil dan suatu peptide kurtoksin.

4. Kanal Klorida

Beberapa kanal Cl telah dikembangkan menjadi target aksi

agen-agen farmakologis, diantaranya Cystic Fibrosis Transmembrane

Conductance Regulator (CFTR) dan CLC-2. Kanal CFTR merupakan

kanal Cl yang teraktivasi oleh cAMP dan banyak dijumpai pada sel-sel

epithelial berbagai organ, seperti paru-paru, intestinal, pancreas, testis,

serviks, dan lain-lain. Kanal ini berperan dalam transport cairan

transepitelial. Adanya mutasi yang menyebabkan disfungsi kanal ini

berkontribusi dalam patofisiologi penyakit cystic fibrosis. Pada penyakit

ini terjadi mutasi gen CFTR yang merupakan jenis mutasi yang paling

banyak dijumpai, yakni kanal menjadi tidak berfungsi mengalirkan ion

Cl. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menemukan obat yang

dapat mengoreksi disfungsi tersebut dengan mengembangkan activator


kanal CFTR, antara lain golongan phenylglicine dan sulfonamide dan

antihipertensi golongan dihidropiridin.

Selain CFTR, salah satu kanal Cl yang telah

dikembangkan menjadi target aksi obat lainnya adalah kanal CLC-2.

Kanal ini terdapat pada sel-sel epitel usus dan berperan pula untuk

transport cairan ke lumen usus. Konstipasi idiopatik kronis dapat

disebabkan karena fungsi kanal tersebut kurang optimal. Karena itu,

dikembangkanlah obat activator kanal yang bekerja

mengaktifkan/membuka kanal Cl tipe CLC-2 sehingga meningkatkan

pergerakan cairan ke usus, yang pada gilirannya akan mengurangi

konsistensi feses. Obat itu adalah lubiproston yang dalam uji klinik,

dapat meningkatkan pergeerakan usus spontan dengan efek samping

yang dapat ditoleransi (Ikawati, 2014).


BAB IV

PENUTUP

IV.1 KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pembahasan di bab-bab sebelumnya,

dapat di peroleh kesimpulan bahwa :

1. Farmakologi molekuler adalah ilmu yang mempelajari interaksi obat

dengan makhluk hidup pada aras molekuler.

2. Ada empat target aksi obat yaitu, reseptor, enzim, kanal ion, dan

molekul pembawa.

3. Kanal ion merupakan kompleks protein yang terdapat pada membran sel

yang tersusun membentuk porus/lubang dan berfungsi mengfasilitasi

difusi ion menyebrangi suatu membrane

4. Kanal ion berfungsi untuk transport ion, pengaturan potensial listrik

melintasi membran sel, serta sinyaling sel.

5. Berdasarkan ion yang melintasi, kanal ion terbagi empat yaitu

kanal kalium, natrium, kalsium, dan klorida.

6. Berdasarkan mekanismenya, obat dengan target aksi kanal ion

dibedakan menjadi dua yaitu, pengeblok kanal dan modulator

kanal.

7. Obat-obatan yang bekerja pada kanal ion berbeda-beda pada tiap

kanalnya.
IV.2 SARAN

Di harapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai aksi obat

terhadap kanal ion agar mempermudah penemuan obat baru yang

berkaitan dengan kanal ion.


DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Agung. 2012. “PRINSIP AKSI DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH”.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Ikawati, Zullies. 2014. “FARMAKOLOGI MOLEKULER”. Yogyakarta : Gadjah Mada


University Press.

Kamienski, Mary. 2015. “FARMAKOLOGI”. Yogyakarta : Rapha Publishing.

Latifagana, Vebri. 2012. “FARMAKOLOGI MOLEKULER”.


https://www.scribd.com/doc/107163376/makalah-farmakologi-molekuler . Di
akses pada tanggal 14 Mei 2016.

Gunawan, dkk. 2007. “FARMAKOLOGI DAN TERAPI EDISI V”. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai