Anda di halaman 1dari 46

MODUL

FARMAKOLOGI DASAR

Tim Penyusun :

apt.Humaira Fadhilah, M.Farm

apt.Dra. Magdalena Niken, M.Si.

PROGRAM STUDI D-III FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA DHARMA HUSADA
TANGERANG
2021
BAB.I

SEJARAH PERKEMBANGAN FARMAKOLOGI


A. Definisi Farmakologi :
ilmu yang mempelajari bagaimana suatu bahan kimia/obat berinteraksi dengan
sistem biologis, khususnya mempelajari aksi obat di dalam tubuh.

B. Tugas khas farmakologi dan toksikologi :


1. Pengujian bahan obat yang potensial pada hewan dan pada manusia apabila
menurut percobaan pada hewan, pengujian klinik bermanfaat dan tampak tidak
berbahaya
2. Perbaikan obat yang sudah diketahui
3. Pencarian kemungkinan untuk mengatasi dan melawan keracunan
4. Penjelasan farmakokinetik dan mekanisme kerja

C. Pembagian Farmakologi :

1. Farmakokinetika

2. Farmakodinamika

3. Toksikologi

D. Sejarah Perkembangan Farmakologi :

a. Periode kuno (sebelum th 1700)

Periode ini ditandai dengan observasi empirik oleh manusia terhadap penggunaan
obat. Bukit atau pencatatannya dapat dilihat di Materia Medika yang disusun oleh
Dioscorides (Pedanius). Sebelumnya, catatan tertua dijumpai pada pengobatan Cina
dan Mesir

1. Claudius Galen (129–200 A.D.) adalah orang pertama yg mengenalkan bahwa teori
dan pengalaman empirik berkontribusi seimbang dalam penggunaan obat

2. Theophrastus von Hohenheim (1493–1541 A.D.), atau Paracelsus , adalah pionir


penggunaan senyawa kimia dan mineral, yang dikenal juga dengan bapak
toksikologi.

3. Johann Jakob Wepfer (1620–1695), peneliti pertama yang melibatkan hewan


percobaan dalam ilmu farmakologi dan toksikologi
b. Periode modern
Pada abad 18-19, mulai dilakukan penelitian eksperimental tentang nasib obat,
tempat dan cara kerja obat, pada tingkat organ dan jaringan
a. Rudolf Buchheim (1820–1879) , mendirikan Institute of Pharmacology pertama
di The University of Dorpat (Tartu, Estonia) tahun 1847.
b. Oswald Schmiedeberg (1838–1921), bersama seorang internist, Bernhard
Naunyn (1839–1925), menerbitkan jurnal farmakologi pertama
c. John J. Abel (1857–1938), The “Father of American

Pharmacology”
MODUL
FARMAKOLOGI DASAR

Tim Penyusun :

apt.Humaira Fadhilah, M.Farm

apt.Dra. Magdalena Niken, M.Si.

PROGRAM STUDI D-III FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA DHARMA HUSADA
TANGERANG
2021
BAB.II
HUBUNGAN FARMAKOLOGI DENGAN ILMU-ILMU TERKAIT

Definisi dan Pengertian Farmakologi :


Farmakologi berasal dari :
1. Kata “Farmakon” Yang berarti : “obat” dalam arti sempit, dan dalam makna
luas adalah : “Semua zat selain makanan yg dapat mengakibatkan perubahan
susunan atau fungsi jaringan tubuh”.
2. Logos yaitu : ilmu.
Singkatnya Farmakologi ialah : Ilmu yang mempelajari cara kerja obat didalam
tubuh. Banyak definisi tentang farmakologi yang dirumuskan olah para ahli, antara
lain :

cabang ilmu farmakologi yang berkembang menjadi cabang ilmu baru, antara lain :

1. Farmakognosi

Mempelajari pengetahuan dan pengenalan obat yang berasal dari tanaman dan zat –
zat aktifmya, begitu pula yang berasal dari mineral dan hewan.

2. Biofarmasi

Meneliti pengaruh formulasi obat terhadap efek terapeutiknya

3. Farmakokinetika

a. Meneliti perjalanan obat mulai dari saat pemberiannya, bagaimana absorpsi dari
usus, transpor dalam darah dan distribusinya ke tempat kerjanya dan jaringan lain.

b. Bagaimana perombakannya ( biotransformasi ) dan akhirnya ekskresinya oleh


ginjal.

c. Singkatnya farmakokinetika mempelajari segala sesuatu tindakan yang dilakukan


oleh tubuh terhadap obat.
4. Farmakodinamika

Mempelajari kegiatan obat terhadap organisme hidup terutama cara dan mekanisme
kerjanya, reaksi fisiologi, serta efek terapi yang ditimbulkannya. Singkatnya
farmakodinamika mencakup semua efek yang dilakukan oleh obat terhadap tubuh

5. Toksikologi

adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan sebetulnya
termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek terapi obat
barhubungan erat dengan efek toksisnya

6. Farmakoterapi

Mempelajari penggunaan obat untuk mengobati penyakit atau gejalanya

7. Farmakogenetik / Farmakogenomik

Farmakogenetik adalah ilmu yang mempelajari efek dari variasi genetik pada gen
tunggal terhadap respon obat sedangkan farmakogenomik adalah ilmu yang

mempelajari efek dari variasi genetik pada keseluruhan gen (genom) terhadap respon
obat

8. Farmakovigilans (Pharmacovigilance)Pharmacovigilance adalah suatu proses yang


terstruktur untuk memantau dan mencari efek samping obat (adverse drugs reaction)
dari obat yang telah dipasarkan. Data-data diperoleh dari sumber-sumber seperti
Medicines Information

9. Toxicology and Pharmacovigilance Centres

Yang lebih relevan dan bernilai pendidikan dalam manajemen keamanan obat

Obat – obat yang digunakan pada terapi dapat dibagi dalam tiga golongan besar sebagai
berikut :

1. Obat farmakodinamis
Yang bekerja terhadap tuan rumah dengan jalan mempercepat atau memperlambat
proses fisiologi atau fungsi biokimia dalam tubuh, misalnya hormon, diuretika,
hipnotika, dan obat otonom
2. Obat kemoterapeutis
Dapat membunuh parasit dan kuman di dalam tubuh tuan rumah. dan berkhasiat sangat
besar membunuh sebanyak mungkin parasit (cacing, protozoa) dan mikroorganisme
(bakteri, virus). Obat – obat neoplasma (onkolitika, sitostatika, obat–obat kanker) juga
dianggap termasuk golongan ini

3. Obat diagnostik

Merupakan obat pembantu untuk melakukan diagnosis (pengenalan penyakit) misalnya


untuk mengenal penyakit pada saluran lambung-usus digunakan barium sulfat dan
untuk saluran empedu digunakan natrium propanoat dan asam iod organik lainnya.
MODUL FARMAKOLOGI
DASAR

Tim Penyusun :

apt.Humaira Fadhilah, M.Farm

apt.Dra. Magdalena Niken, M.Si.

PROGRAM STUDI D-III FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA DHARMA HUSADA
TANGERANG
2021
BAB.III

TAHAPAN KERJA OBAT DALAM TUBUH

Obat – obat yang digunakan pada terapi yaitu :

1. Obat farmakodinamis

Yang bekerja terhadap tuan rumah dengan mempercepat atau


memperlambat proses fisiologi atau fungsi biokimia dalam tubuh,
misalnya hormon, diuretika, hipnotika, dan obat otonom.

2. Obat kemoterapeutis

Dapat membunuh parasit dan kuman di dalam tubuh tuan rumah dan
berkhasiat sangat besar membunuh sebanyak mungkin parasit (cacing,
protozoa) dan mikroorganisme (bakteri, virus). Obat – obat neoplasma
(onkolitika, sitostatika, obat– obat kanker)

3. Obat diagnostik

Yaitu obat pembantu untuk melakukan diagnosis misalnya untuk


mengenal penyakit pada saluran lambung- usus digunakan barium sulfat
dan untuk saluran empedu digunakan natrium propanoat dan asam iod
organik lainnya.
Kata “indikasi” yaitu berarti pertanda atau alasan. Dalam definisi yang pertama, orang dengan
kondisi tertentu menampilkan indikasi atau tanda-tanda bahwa mereka harus diperlakukan dengan
cara tertentu, baik dengan diberi pengobatan atau menjalani terapi tertentu seperti operasi.

adalah reaksi yang tidak diinginkan yang terjadi ketika kita mengonsumsi suatu obat.
Seperti rambut rontok disebabkan oleh kemoterapi dan kelelahan yang disebabkan oleh
terapi radiasi, dll

kontraindikasi adalah kondisi yang menyebabkan seseorang tidak dianjurkan

mengonsumsi obat tersebut karna dapat membahayakan orang tersebut .

adalah situasi di mana suatu obat mempengaruhi aktivitas obat lain yang digunakan
secara bersamaan, yang dapat meningkatkan atau menurunkan efeknya, atau
menghasilkan efek baru yang tidak diinginkan atau direncanakan.

adalah tingkat merusaknya suatu zat jika dipaparkan terhadap organisme . Toksisitas
dapat mengacu pada dampak terhadap seluruh organisme, seperti hewan, bakteri, atau
tumbuhan, dan efek terhadap substruktur organisme, seperti sel ( sitotoksisitas) atau
organ tubuh seperti hati ( hepatotoksisitas).

adalah takaran obat yang menimbulkan efek farmakologi (khasiat) yang tepat dan
aman bila dikonsumsi oleh pasien.

adalah takaran dosis tertinggi yang masih boleh diberikan kepada pasien dan tidak
menimbulkan keracun
adalah dosis yang digunakan sebagai pedoman umum dalam pengobatan dan
sifatnya tidak mengikatobat.

adalah waktu dari saat obat diberikan hingga mencapai kadar yang optimal dalam
plasma dalam tubuh dan menghasilkan efek terapi. Onset sangat tergantung pada rute
pemberian dan farmakokinetik obat.

adalah lama obat menghasilkan suatu efek terapi.

adalah rentang waktu dimana kadar obat dalam plasma pada fase eliminasi menurun
sampai setengahnya.

yaitu perbandingan antara ED 50 dan LD 50 . Dosis yang menghasilkan efek pada 50%
dari jumlah binatang dan dosis yang mematikan 50% dari jumlah binatang. Indeks terapi
merupakan ukuran keamanan untuk menentukan dosis obat.

adalah pencegahan atau perlindungan sebelum terjadinya suatu penyakit.

Usaha atau daya menyembuhkan suatu penyakit atau suatu kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar
kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.

adalah penyakit atau gejala yang mempengaruhi tubuh secara um


MODUL FARMAKOLOGI
DASAR

Tim Penyusun :

apt.Humaira Fadhilah, M.Farm

apt.Dra. Magdalena Niken, M.Si.

PROGRAM STUDI D-III FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA DHARMA HUSADA
TANGERANG
2021
BAB. IV
FARMAKOKINETIK

Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap
obat.
Farmakokinetika mencakup 4 proses :
1. Absorpsi
2. Distribusi
3. Metabolisme
4. Ekskresi

Proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah. Bergantung pada cara
pemberian, tempat pemberian obat adalah : Saluran cerna (mulut sampai dengan rektum),
kulit, paru, otot.

MACAM-MACAM CARA PEMBERIAN OBAT :

1. PER ORAL
Tempat absorpsi utama : usus halus karena memiliki permukaan absorpsi yang sangat luas
yaitu 200 m2
2. DIBAWAH LIDAH
Hanya untuk obat yang sangat larut dalam lemak karena luas permukaannya kecil
sehingga obat harus melarut dan di absorpsi denagn sangat cepat . Ex : nitrogliserin

3. REKTAL
Untuk pasien yang tidak sadar atau muntah. 50% darah dari rektum melalui vena port
sehingga eliminasi lintas pertama oleh hati hanya 50%. Absorpsi sering tidak teratur dan
tidak lengkap , iritasi mukosa umum

Gambar. Macam macam cara pemberian obat


Absorpsi sebagian besar obat secara difusi pasif. Sebagai barier absorpsi adalah membran sel
epitel saluran cerna : lipid bilayer. Agar dapat melintasi membran sel, molekul obat harus
mempunyai kelarutan lemak (setelah terlebih dahulu larut dalam air).

Penetrasi senyawa melalui membran dapat terjadi :

a. Difusi (difusi pasif)

b. Difusi terfasilitasi (melalui membran)

c. Transpor aktif

d. Pinositosis, fagositosis, persorpsi

Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat :

1. Sifat fisikokimia bahan obat

2. Besar partikel dan permukaan jenis

3. Sediaan obat

4. Dosis

5. Rute pemberian dan tempat pemberian

6. Waktu kontak dengan permukaan absorpsi

7. Besarnya luar permukaan yang mengabsorpsi

8. Nilai Ph dalam darah yang mengabsorpsi

9. Integritas membran

10. Aliran darah organ yang mengabsorpsi

Gambaran Proses

Dalam darah, obat akan diikat oleh protein plasma dengan berbagai ikatan lemah (ikatan
hidrofobik, van der waals, hidrogen dan ionik). Ada beberapa macam protein plasma :
1. Albumin

ALBUMIN : mengikat obat-obat asma dan obat obat netral (misalnya steroid) serta
bilirubin dan asam asam lemak

2. α-glikoprotein

α-glikoprotein : mengikat obat-obat basa

3. CBG

CBG (Corticosteroid binding globulin ) : khusus mengikat kortikosteroid

4. SSBG

SSBG (sex steroid binding globulin) : mengikat hormon kelamin


Obat yang terikat pada protein plasma akan dibawa oleh darah ke seluruh tubuh. Obat bebas
akan keluar ke jaringan : ke tempat kerja obat, ke jaringan tempat depotnya, ke hati dan ke
ginjal .
Obat yang larut lemak akan berdifusi melintasi membran sel dan masuk ke dalam sel, tetapi
karena perbedaan Ph di dalam sel dan diluar sel maka obat asam lebih banyak diluar sel dan
obat basa lebih banyak di dalam sel
Ikatan obat dengan protein plasma :

1. Ikatan bersifat reversibel

2. Jika obat bebas telah keluar ke jaringan, obat yang terikat protein akan menjadi bebas
sehingga distribusi berjalan terus sampai habis

3. Ikatan dengan protein plasma kuat untuk obat yang lipofilik dan lemah untuk obat
yang hidrofilik
Ikatan dengan protein plasma ini penting terutama untuk obat-obat yang lipofilik agar dapat
dibawa oleh darah ke seluruh tubuh karena obat lipofilik jika tidak terikat protein akan segera
berdifusi ke luar dari pembuluh darah.

5. CBG

CBG (Corticosteroid binding globulin ) : khusus mengikat kortikosteroid

6. SSBG

SSBG (sex steroid binding globulin) : mengikat hormon kelamin

Obat yang terikat pada protein plasma akan dibawa oleh darah ke seluruh tubuh. Komplek obat-
protein terdisosiasi dengan sangat cepat. Obat bebas akan keluar ke jaringan ke tempat kerja
obat, ke jaringan tempat depotnya, ke hati di mana obat mengalami metabolisme menjadi
metabolit yang dikeluarkan melalui empedu atau masuk kembali ke dalam darah dan ke ginjal
dimana obatmetabolitnya diekskresi ke dalam urin.
Ikatan obat dengan protein plasma :

1. Ikatan bersifat reversibel

2. Jika obat bebas telah keluar ke jaringan, obat yang terikat protein akan menjadi
bebas sehingga distribusi berjalan terus sampai habis

3. Ikatan dengan protein plasma kuat untuk obat yang lipofilik dan lemah untuk
obat yang hidrofilik
Ikatan dengan protein plasma ini penting terutama untuk obat-obat yang lipofilik agar
dapat dibawa oleh darah ke seluruh tubuh karena obat lipofilik jika tidak terikat protein
akan segera berdifusi ke luar dari pembuluh darah.

Volume distribusi (Vd)

Volume di mana obat terdistribusi dalam kadar plasma. Sawar darah otak (Blood-brain
barrier). Sawar antara darah dan otak. Obat yang larut baik dalam lemak yang dapat
melintasi sawar darah otak. Akan tetapi obat larut lemak yang substrat P-gp atau MRP
akan dikeluarkan oleh P-gp atau MRP yang terdapat pada membran sel endotel
pembuluh kapiler otak (sawar darah otak). P-gp berfungsi : melindungi otak dari obat
yang efeknya merugikan.

Sawar uri (placental barrier)

Terdiri dari satu lapis sel epitel vili dan satu lapis sel endotel kapiler dari fetus, mirip
sawar saluran cerna. Obat yang dapat diabsorpsi melalui pemberian oral juga dapat
masuk fetus melalui sawar urin. P-gp berfungsi : melindungi fetus dari obat yang
efeknya merugikan.

Metabolisme obat terjadi di hati yaitu di membran endoplasmic reticulum (mikrosom)


dan di cytosol. Selain itu bisa di dinding usus, ginjal, parum darah, otak dan kulit, juga
di lumen kolon (flora usus).

Tujuan metabolisme :

1. Mengubah obat yang non polar (larut lemak) menjadi polar (larut air) agar
dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu.

2. Pada umumnya mengubah obat aktif menjadi inaktif tetapi sebagian berubah menjadi
lebih aktif, kurang aktif, toksik
REAKSI METABOLISME

REAKSI FASE I
Terdiri
dari :
a. Oksi Mengubah obat menjadi lebih polar dengan
das akibat menjadi inaktif, lebih aktif atau kurang
i aktif
b. Reduksi
c. Hidrolisis
REAKSI FASE II

Merupakan reaksi konjugasi dengan substrat


endogen : Asam glukuronat
Asam Hasilnya menjadi sangat polar sehingga hampir
sulfat selalu tidak aktif

Asam
asetat
Asam
amino

Reaksi metabolisme yang terpenting :

1. Reaksi oksidasi : enzim cytochrome P450 , terjadi di hati

2. Reaksi glukuronidasi : enzim UDP-glukuronil transferase (UGT), terjadi di


hati, usus halus, ginjal, paru dan kulit

Metabolisme obat akan terganggu pada penyakit hati seperti sirosis, hati berlemak dan
kanker hati. Enzim metabolisme fase i dan fase ii mencapai kematangan setelah tahun

pertama kehidupan.

Organ yang terpenting untuk ekskresi obat ginjal. Obat di ekskresikan melalui ginjal
dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi dalam bentuk utuh atau
bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat melalui ginjal. Ekskresi melalui ginjal
melibatkan 3 proses filtrasi glomerulus, sekresi aktif di tubulus proksimal dan reabsorpsi
pasif di sepanjang tubulus

1. Filtrat glomerulus
Menghasilkan ultrafiltrat yaitu plasma minus protein jadi semua obat bebas akan keluar dalam
ultrafiltrat sedangkan yang terikat protein tetap tinggal dalam darah
A. Reabsorpsi pasif
Reabsorpsi pasif Terjadi di sepanjang tubulus dalam bentuk nonion obat yang larut
lemak. Ekskresi melalui ginjal akan berkurang jika terdapat gangguan fungsi ginjal.
Pengurangan fungsi ginjal dapat dihitung berdasarkan pengurangan klirens kreatinin.
Pengurangan dosis obat pada gangguan fungsi ginjal dapat dihitung. Ekskresi obat
yang kedua melalui empedu ke dalam usus dan keluar bersama feses. Obat dan
metabolit yang larut lemak dapat direabsorpsi kembali ke dalam tubuh dari lumen
usus. Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anestetik umum. Ekskresi
dalam saliva : kadar obat dalam saliva sama dengan kadar obat bebas dalam plasma
maka saliva dapat digunakan untuk mengukur kadar obat jika sukar untuk
memperoleh darah. Ekskresi ke rambut dan kulit : mempunyai kepentingan
forensik
BAB V
FARMAKODINAMIK

A. Definisi Farmakodinamik
Yaitu Ilmu yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat serta mekanisme
kerjanya.
Tujuan :

1. Untuk meneliti efek utama obat

2. Mengetahui interaksi obat dengan sel

3. Mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respon


yang terjadi

Efek obat dalam tubuh terbagi atas dua :

1. Efek yang diharapkan

2. Efek yang tidak diinginkan

a. Efek samping obat (ngantuk, pusing, gangguan gastrointestinal

b. Toksik
Terjadi efek obat karena Interaksi obat dengan reseptor (komponen makromolekul
fungsional) pada sel organisme.

Hasil interaksi obat dengan tubuh :

1. Mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh

2. Memodulasi fungsi tubuh


Respons obat

Respon obat dipengaruhi oleh dosis obat yang diberikan, semakin


tinggi dosis yang diberikan maka semakin besar responnya dan
sebaliknya.

Faktor yang mempengaruhi respon obat :

1. Konsentrasi obat dalam tubuh berbeda, intensitas berbeda, variasi


efek individual

2. Sensitifitas dan responsifitas respon obat berbeda Hal-hal yang


memodifikasi respon obat :
1. Ukuran tubuh pasien
2. Usia pasien
3. Faktor genetik
4. Faktor nutrisi
5. Ras
6. Penyakit yang diderita dan Interaksi obat

Reseptor

Reseptor adalah sebuah protein yang ada pada permukaan sel,


organel dalam sel dan dalam sitoplasma. Jumlah reseptor terbatas
dalam sebuah sel

Ketika obat terikat dengan reseptor akan terjadi :

1. Saluran ion terbuka atau tertutup

2. Pembawa berita biokimia (Camp, Ca++) diaktifkan, pembawa


berita biokimia mengawali serangkaian reaksi kimia di dalam
sel yang mengubah sinyal yang distimulasi oleh obat

3. Fungsi sel normal secara fisik dihambat (pembentukan


dinding sel)

4. Fungsi sel ditingkatkan (peningkatan transkripsi DNA oleh


steroid)

Cara kerkja obat :

1. Teori reseptor
2. Anti metabolit

3. Inhibitor enzim

4. Mempengaruhi aksi di membran sel

5. Efek sitotoksik

6. Mengganti defisiensi

1. Teori reseptor
Reseptor obat adalah suatu makromolekul target khusus berada pada
permukaan sel atau intraseluler, yang mengikat suatu obat atau
menimbulkan kerja farmakologik.

Agonist

Efek yang ditimbulkan obat bila berikatan dengan reseptornya


seperti efek substansi alamiah

Contoh : asetilkolin + reseptor : terjadi kontraksi otot polos

Antagonist

Efek yang ditimbulkan obat bila berikatan dengan


berlawanan dengan substansi alamaih

Contoh : atropin + reseptor yang sama : tidak terjadi kontraksi otot


lurik

2. Antimetabolit

3. Inhibitor enzim
Obat menghambat kerja enzim sehingga proses tertentu
terganggu

Contoh : obat diuretik : menghambat kerja enzim yang


bekerja di tubulus ginjal untuk mereabsorbsi air - diuresis
akan meningkat
4. Mempengaruhi Aksi di Membran Sel

1. Efek sitotoksik

Obat yang membunuh sel bakteri atau sel kanker tanpa


menganggu inangnya (sel pasien). Contoh : antibiotik atau
obat kanker
2. Mengganti defisiensi
Pemberian secara langsung suatu zat tertentu untuk
menghindari defisiensi dan pemberiannya bisa seumur hidup
tergantung penyebab defisiensinya.

Contoh :

Defisiensi insulin : diabetes

melitus Defisiensi fe : anemia

Defisiensi hormon tiroid : hipotiroidisme

Klasifikasi efek samping

Reaksi tipe a : berhubungan dengan farmakologi obat normal ,


dosis obat dan dapat di prediksi

Reaksi tipe b : tidak berhubungan dengan farmakologi dan


dosis obat yang normal serta tidak dapat diprediksi
Reaksi tipe b

BAB VI
INTERAKSI OBAT

Interaksi obat secara farmakodinamik dan farmakokinetik

berarti saling pengaruh antar obat sehingga terjadi perubahan efek. Interaksi yang
terjadi di dalam tubuh dapat dibedakan menjadi dua , yaitu interaksi
farmakodinamik dan interaksi farmakokinetik .

A. Interaksi farmakokinetik
adalah interaksi antara dua atau lebih obat yang diberikan bersamaan dan saling
mempengaruhi dalam proses ADME sehingga dapat meningkatkan atau
menurunkan salah satu kadar obat dalam darah .
1. Interaksi dalam mekanisme absorbsi
Proses ini melibatkan difusi obat dari daerah dengan kadar tinggi ke daerah
dengan kadar obat lebih rendah. Absorpsi obat secara transport aktif lebih
cepat dari pada secara transport pasif.

 Mekanisme Interaksi akibat obat absobsi


1. Kompleksasi dan absorbsi ( interaksi langsung )
2. Perubahan Ph saluran pencernaan.
3. Perubahan motilitas atau laju pengosongan lambung.
4. Penghambatan enzim pencernaan.
5. Perubahan flora saluran pencernaan.

2. Interaksi mekanisme distribusi (kompetisi dalam ikatan protein


plasma)
Suatu obat diabsorbsi ke dalam aliran darah maka akan bersikulasi dengan cepat ke
seluruh tubuh wsktu sirkulasi rata-rata 1 menit.
Beberapa contoh obat yang berinteraksi di dalam proses distribusi yang memperebutkan
ikatan protein adalah sebagai berikut:
 Warfarin - Fenilbutazon
Kedua obat ini terikat kuat pada protein plasma , tetapi fenilbutazon memiliki afinitas
yang lebih besar , sehingga mampu menngeser warfarin dan jumlah / kadar warfarin
bebas meningkat . Aktivitas antikoagulan meningkat , terjadi resiko pendarahan.
 Warfarin – Kloralhidrat
Metabolit utama dari kloralhidra adalah asam trikoloasetat. Kloralhidra mendesak
warfarin dari ikatan protein sehingga meningkatkan respon antikoagulan.

3. Interaksi dalam mekanisme metabolism hapatik

Interaksi obat terjadi karena adanya suatu obat yang merangsang


metabolisme obat lain.

Peningkatan aktivitas enzim ini dapat disebabkan oleh :


 Peningkatan sintesis enzim
 Penurunan kecepatan degradasi enzim

Akibat induksi enzim adalah peningkatan metabolisme obat , yang


terjadi karena 3 kemungkinan , yaitu:
- Obat merangsang metabolismenya sendiri
- Obat mempercepat metabolisme obat lain yang diberikan
bersamaan
- Obat merangsang metabolisme sendiri dan juga metabolisme
obat lain

4. Interaksi dalam mekanisme ekskresi


– Interaksi obat dengan perubahan pH urin.
– Fraksi obat yang diekskresikan melalui ginjal cukup besar , lebih
dari 30 %.
– Obat berupa basa lemah dengan pKa 7,5 – 10 atau asam lemah
dengan pKa 3,0 – 7,5

Untuk obat basa , seperti amfetamin , sebagian besar berada dalam bentuk tak
ter-ion dalam urin basa , sehingga banyak yang terabsorbsi ke dalam darah ,
yang akibatnya dapat meperlama aktivitasnya.
obat yang bersifat asam , seperti salisilat , sulfonamide , fenobarbital , lebih
cepat terkekskresi bila urin alkalis ( pH tinggi ) . Oleh karena itu pemberian
bersama – sama obat ini dengan obat yang meningkatkan pH urin , seperti
diuretik penghambat

Interaksi obat dengan perubahan transpor aktif


Proses ini mungkin melibatkan system enzim di dalam ginjal . Obat – obat
tersebut diangkut dari darah melintasi sel – sel tubuli proksimal dan masuk
ke urin , melalui transpor aktif.

B. Interaksi farmakodinamik
adalah interaksi antar obat ( yang diberikan bersamaan ) yang bekerja
pada reseptor yang sama sehingga menimbulkan efek sinergis atau
antagonis

Tipe-tipe interaksi
 Interaksi aditif atau sinergistik dua obat memiliki efek farmakologi
yang sama.
 Interaksi antagonistic pasangan obat memiliki aktivitas yang saling
berlawanan
 Interaksi karena gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

a. Interaksi obat dalam obat

Interaksi ini biasanya terjadi ketika seseorang mengkonsumsi beberapa


jenis obat dalam waktu yang bersamaan. Interaksi obat dengan obat lain
dapat menyebabkan penurunan konsentrasi dari obat tersebut. Efek ini
sangat merugikan bila terjadi pada antibiotik. Penurunan konsentrasi dari
antibiotik yang digunakan, dapat menyebabkan konsentrasi dari antibiotik
yang digunakan, dapat menyebabkan terjadinya resistensi. Pada obat-obat
yang memiliki indeks terapi yang sempit seperti Teofilin, peningkatan
konsentrasi dapat menimbulkan efek toksik pada tubuh. Efek lain yang
juga dapat terjadi adalah efek antagonis. Efek ini dapat terjadi jika obat-
obat yang dikonsumsi memiliki efek yang berlawanan

Faktor yang mempengaruhi interaksi obat dengan makanan


1. Pengosongan lambug
Besarnya peranan usus halus dalam hal ini, tentu saja cepatnya
makanan masuk ke dalam usus akan amat mempengaruhi kecepatan
jumlah obat yang di absorbsi.
2. Vitamin
Vitamin merupakan bagian penting dari makanan dan dibutuhkan
untuk sintesis protein dan lemak, keduanya merupakan komponen vital
dari system enzim yang memetabolisasi obat. Oleh karena itu tidak
mengherankan bahwa perubahan dalam level vitamin, terutama
defisiensi menyebabkan perubahan dalam kapasitas
memetabolisasi obat
3. Mineral
Unsur-unsur yang telah terbukti mempengaruhi metabolisme obat ialah
besi, kalium, kalsium, magnesium, zink, tembaga, selenium dan
iodium. Makanan yang tidak mengandung magnesium juga secara
nyata mengurangi kandungan lisofosfatidikolin, suatu efek yang juga
berhubungan dengan berkurangnya kapasitas memetabolisme hati.

C. FASE – FASE DALAM INTERAKSI OBAT DENGAN


MAKANAN
1. Fase farmasetis merupakan fase awal dari hancur dan
terdisolusinya obat.
2. Fase farmakokinetik adalah ADME (absorbsi , distribusi ,
metabolisme , ekskresi). Interaksi obat dan makanan paling
signifikan terlibat dalam proses absorbs.

Contoh interaksi makanan yang dapat meningkatkan interaksi obat


 Carbamazepin
 HCT
 Phenytoin

Contoh interaksi makanan yang dapat menurunkan absorbsi


 Acetaminophen
 Digoxin

Interaksi pada proses distribusi , ada 2 macam mekanisme :


1. Interaksi obat dengan makanan pada ikatan protein plasma
(farmakokinetik)

2. Interaksi obat dengan makanan pada reseptor (farmakodinamik)

Dampaknya merugikan karena dapat mengakibatkan kadar obat bebas


naik sehingga terjadi toksis.

Interaksi pada proses metabolisme


Peran metabolisme obat pada dasarnya obat aktif larut dalam lemak diubah
menjadi tidak aktif sehingga mudah di keluarkan dari tubuh. Dimana enzyme
cytochrome P-450 memegang peranan.

Beberapa contoh interaksi pada proses metabolisme :


o Asetaminophen ( paracetamol ) + charbroiled food mengakibatkan
kadar asetaminophen dalam darah rendah , demikian juga pada
perokok.
o Nifedipin + grapefruit juice mengakibatkan kadar nifedipine dalam
darah tetap tinggi dan efeknya jauh lebih lama.

Interaksi obat dengan nutrisi


dimana bukti terdokumentasi bahwa obat mengubah kemanjuran agen gizi.

CONTOH INTERAKSI :
1. Amygdalin + Ascorbic Acid ( vitamin C )
Vitamin C dapat meningkatkan hidrolisis amygdalin sehingga
mengakibatkan tingkat beracun sianida .
2. Ascorbic Acid ( Vitamin C ) + Salicylates
Aspirin mungkin mengurangi penyerapan asam askorbat sekitar sepertiga.
3. Betacarotene + Colchicine
Efek yang diinginkan dari suplementasi betakaroten dapat di kurangi pada
mereka yang memakai colchicine .
4. Calcium Compound + Proton Pump Inhibitor
Sebuah studi pada wanita lanjut usia menemukan bahwa omeprazole
mengurangi
Penyerapan kalsium dari dosis tunggal kondisi underfasting kalsium karbonat
5.Folic Acid + Sulfasalazine
Sulfasalazine dapat mengurangi penyerapan asam folat.
6. Iron Compound + Antacids
Penyerapan zat besi dan respon hematologi yang diharapkan besi dapat
dikurangi dengan penggunaan bersamaan antasida.
7. Zinc Compounds + Iron Compounds
Pemberian zat besi dengan seng dapat mengurangi bioavailabilitas besi lain
dan atau seng , namun penelitian lain menunjukkan bahwa dikombinasikan
suplementasi adalah nilai dalam mengurangi kekurangan mikronutrien
tersebut.
8. Vitamin + Orlistat
Orlistat menurunkan penyerapan betakaroten tambahan dan vitamin E . Ada
beberapa bukti yang menunjukkan bahwa beberapa pasien mungkin memiliki
tingkat vitamin D yang rendah saat menggunakan orlistat , bahkan juga
ketika mereka menggunakan multivitamin.

INTERAKSI OBAT DENGAN PENYAKIT


Memiliki fungsi untuk menyembuhkan penyakit . Namun pada pasien yang
memiliki beberapa penyakit , pemilihan obat harus lebih diperhatikan agar
tidak terjadi interaksi.
B VII.

ANTIBIOTI

Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang
mempunyai khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan
toksisitasnya pada manusia relatif kecil. Obat yang digunakan untuk membasmi
mikroba harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin di mana obat
tersebut harus bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak
toksik untuk hospes

Aktivitas dan Spektrum


Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotik yang bersifat menghambat
pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan ada pula yang
bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid yaitu:
1. Antimikroba yang berspektrum sempit: hanya efektif untuk jenis bakteri gram
positif atau negatif saja. Contoh penisilin G, penisilin V, eritomisin,
klindamisin, kanamisin, dan asm fusidat efektif terutama terhadap bakteri gram
positif saja, sedangkan streptomisin, gentamisin, polimiksin B, dan asam
nalidiksat khusus terhadap kuman gram negatif.

2. Antimikroba yang berspektrum luas: efektif untuk berbagai jenis mikroba.


Contoh tetrasiklin aktif terhadap beberapa jenis bakteri gram positif, gram
negatif, rickettsia, dan Chlamydia

Walaupun suatu antimikroba berspektrum luas efektivitas klinisnya belum


tentu seluas spektrumnya karena efektivitas maksimal diperoleh dengan
menggunakan obat terpilih untuk menghadapi infeksi yang sedang dihadapi.
Mekanisme Kerja:

Antibiotika bekerja dengan menghambat: metabolisme sel mikroba (saingan),


sintesis dinding sel mikroba, keutuhan membran sel mikroba, sintesis protein sel
mikroba dan sintesis asam nukleat sel mikroba.

Gambar 2.1.1 Memperlihatkan mekanisme kerja obat antibiotik


Mekanisme kerja antibiotika (Lullmann, Color Atlas of Pharmacology,
267)

1. Menghambat metabolisme sel mikroba


Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Bila

intesis asam folat dari PABA dihambat oleh antimikroba maka kelangsungan
hidupnya akan terganggu. Dengan mekanisme kerja ini diperoleh efek
bakteriostatik. Contoh obat: sulfonamide, trimetoprim, asam p-aminosalisilat,
dan sulfonamide.

2. Menghambat sintesis dinding sel mikroba


Contoh obat: penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin, dan sikloserin.
Dinding sel terdiri dari polipeptidoglikan, bila sintesis polipeptidoglikan
dihambat maka dapat menyebabkan dinding sel lisis oleh karena tekanan
osmosis dalam sel yang lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan diluar sel.

3. Mengganggu keutuhan membran sel mikroba


Kerusakan membran sel menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting
dari dalam sel mikroba, seperti protein, asam nukleat, nukleotida, dan lain-
lain. Contoh obat polimiksin, gol polien serta berbagai antimikroba
golongan kemoterapetik.

4. Menghambat sintesis protein sel mikroba


Untuk kehidupannya sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein. Obat
antibiotik diatas menghambat pembentukan protein, atau mengakibatkan
terbentuknya protein yang abnormal dan nonfungsional. Contoh obat:
aminoglikosida, makrolid, linkomisin, tetrasiklin, dan kloramfenikol.

5. Menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba.


Contoh obat rifampisin, dan golongan kuinolon.
Resistensi

Antibiotik yang digunakan pada penyakit infeksi kuman adakalanya tidak bekerja
lagi terhadap kuman-kuman tertentu yang ternyata memiliki daya tahan kuat dan
menunjukkan resistensi terhadap obat tersebut.Secara garis besar kuman dapat
menjadi resisten terhadap suatu antimikroba melalui 3 mekanisme:

1. Obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya di dalam sel mikroba

karena:menghilang atau bermutasinya porin pada kuman gram negatif,


kuman mengurangi mekanisme transpor aktif yang memasukkan
antimikroba(AM) ke dalam sel (gentamisin), mikroba mengaktifkan pompa
efluks yang untuk membuang keluar AM dalam sel (tetrasiklin).

2. Inaktivasi obat
Mekanisme ini sering mengakibatkan terjadinya resistensi terhadap golongan
aminoglikosida dan beta laktam (penisilin dan sefalosporin) karena mikroba
mampu membuat enzim yang merusak kedua golongan AM tersebut (enzim
penisilinase).

3. Mikroba mengubah tempat ikatan AM.


Mekanisme ini terlihat pada S. Aureus yang resisten terhadap metisilin
(methicillin resistan S. aureus = MRSA). Kuman ini mengubah penisilin
binding proteinnya (PBP) sehingga afinitasnya menurun terhadap metisilin dan
antibiotika beta laktam yang lain.
Penyebaran resistensi pada mikroba dapat terjadi secara vertikal (diturunkan ke
generasi berikutnya) atau yang sering terjadi ialah secara horizontal dari suatu sel
donor. Bagaimana resitensi dipindahkan dapat dibedakan 4 cara, yaitu:

1. Mutasi: proses ini terjadi secara spontan, acak dan tidak tergantung dari ada
atau tidaknya paparan terhadap AM. Mutasi terjadi akibat perubahan pada gen
mikroba mengubah binding site AM, protein transport, protein yang
mengaktifkan obat dan lain-lain.
2. Transduksi: keadaan suatu mikroba menjadi resisten karena mendapat DNA
dari bakteriofag (virus yang menyerang bakteri) yang membawa DNA dari
kuman lain yang memiliki gen resisten terhadap antibiotic tertentu. Mikroba
yang sering mentransfer resisten dengan cara ini adalah S. aureus.

3. Transformasi: transfer resistensi terjadi karena mikroba mengambil DNA


bebas yang membawa sifat resisten dari sekitarnya. Transformasi sering
menjadi cara transfer resistensi terhadap penisilin pada pneumokokus dan
Neisseria.
4. Konyugasi: transfer yang resisten di sini terjadi langsung antara 2 mikroba
dengan suatu “jembatan” yang disebut pilus seks. Dapat terjadi antara kuman
yang spesiesnya berbeda, lazim terjadi antar kuman gram negatif dan sifat
resitensi dibawa oleh plasmid (DNA yang bukan kromosom).

5. Transformasi: transfer resistensi terjadi karena mikroba mengambil DNA


bebas yang membawa sifat resisten dari sekitarnya. Transformasi sering
menjadi cara transfer resistensi terhadap penisilin pada pneumokokus dan
Neisseria.

faktor-faktor yang memudahkan berkembangnya resistensi di klinik


adalah sebagai berikut :
1. Penggunaan antimikroba yang sering. Terlepas dari penggunaannya rasional
atau tidak, antibiotika yang sering digunakan biasanya akan berkurang
efektivitasnya. Karena itu penggunaan antibiotika yang irrasional perlu
dikurangi sedapat mungkin.
2. Penggunaan antibiotika yang irrasional terutama di rumah sakit merupakan
faktor penting yang memudahkan berkembangnya resistensi kuman.
3. Penggunaan antimikroba baru yang berlebihan. Beberapa contoh
antimikroba yang relatif cepat kehilangan efektivitasnya adalah
siprofloksasin dan kotrimoksazol.
4. Penggunaan antibiotika untuk jangka waktu lama memberi kesempatan
bertumbuhnya kuman yang lebih resisten.
5. Penggunaan antibiotika untuk ternak sebagai perangsang pertumbuhan.
Kadar antibiotika yang rendah pada pakan ternak memudahkan tumbuhnya
kuman-kuman yang resisten.
6. Lain-lain
7. Kemudahan transportasi modern, perilaku seksual, sanitasi yang buruk, dan
kondisi perumahan yang tidak memenuhi syarat.

Efek Samping :

1. Reaksi alergi
Reaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan melibatkan
sistem imun tubuh hospes. Terjadinya tidak tergantung pada besarnya dosis
obat.

2. Reaksi idiosinkrasi
Gejala ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secara genetik terhadap
pemberian anti mikroba tertentu. Sebagai contoh 10% pria berkulit hitam akan
mengalami anemia hemolitik berat bila mendapat primakuin. Ini disebabkan
mereka kekurangan enzim glukosa-6-fosfat-dehidrogenase (G6PD).

3. Reaksi toksik
Efek toksik pada hospes ditimbulkan oleh semuajenis antimikroba. Tetrasiklin
dapat mengganggu pertumbuhan tulang dan gigi. Dalam dosis besar obat ini
bersifat hepatotoksik.

4. Perubahan biologik dan metabolik


Penggunaan antimikroba berspektrum luas dapat mengganggu keseimbangan
ekologi mikro-flora normal tubuh sehingga jenis mikroba yang meningkat
populasinya dapat menjadi patogen. Pada beberapa keadaan perubahan ini
dapat menimbulkan super infeksi, yaitu suatu infeksi baru yang terjadi akibat
terapi infeksi primer dengan suatu AM.

Kombinasi Antimikroba

Penggunaan kombinasi dua atau lebih antimikroba tidak dianjurkan, terapi terarah
lebih disukai, tetapi beberapa kombinasi dapatlah bermanfaat, yaitu:

1. Pengobatan infeksi campuran


Beberapa infeksi tertentu dapat disebabkan oleh lebih dari satu mikroba yang
peka terhadap antimikroba yang berbeda.

2. Pengobatan infeksi berat yang etiologinya belum jelas.


Beberapa infeksi berat, seperti septikemia, meningitis purulenta dan infeksi berat
lainnya memerlukan kombinasi antimikroba, karena keterlambatan pengobatan
dapat membahayakan jiwa pasien. Kombinasi diberikan dengan dosis penuh, bila
pemeriksaan mikrobiologi telah didapat maka AM yang tidak diperlukan dapat
dihentikan penggunaannya.

3. Mendapatkan efek sinergi


Bila kombinasi antimikroba menghasilkan efek yang lebih besar dibandingkan
efek aditif saja.

4. Memperlambat timbulnya resistensi


Khususnya untuk infeksi menahun, seperti TBC, lepra, dan HIV.
5. Untuk mengatasi resistensi Amoksisilin dan asam klavulanat.

6. Untuk mengurangi toksisitas


Trisulfa dan sitostatika, karena dosis masing2 komponen dapat dikurangi.

B. ANTIBIOTIKA

Dibawah ini akan dibahas secara berturut-turut Beta-Laktam (Penisilin dan


Sefalosporin), Kloramfenikol, Tetrasiklin, Aminoglikosida, Makrolida, dan
Linkomisin.

1. Penisilin
Penisilin berasal dari jamur Penisilium notatum yang pertama kali ditemukan tahun
1929 oleh Alexander Fleming. Penisilin digolongkan ke dalam antibiotik beta-laktam
karena mempunyai ciri terdapat cincin beta-laktam di dalam struktur kimianya, yang
berperan penting dalam aktivitas biologis senyawa ini.

Mekanisme Kerja

semua antibiotik golongan beta-laktam, kerja penisilin menghambat pertumbuhan bakteri


dengan jalan menghambat tahap spesifik dalam sintesis dinding sel bakteri. Dinding
merupakan lapisan luar yang kaku dari sel bakteri, lapisan ini menutupi keseluruhan
membran sitoplasma. Fungsi dari dinding sel adalah mempertahankan bentuk sel dan
mencegah terjadinya lisisnya pecah sel bakteri yang dikarenakan perbedaan tekanan
osmotik yang tinggi antara cairan di dalam sel dan cairan di luar sel.

Resistensi
Resistensi terhadap penisilin dan antibiotik beta-laktam lainnya disebabkan oleh
salah satu dari empat mekanisme umum.

1. Inaktivasi antibiotik oleh enzim betalaktamase yang dihasilkan bakteri.


Enzim betalaktamase merusak cincin beta-laktam dari antibiotik yang
menyebabkan hilangnya aktivitas antibakteri dari antibiotik tersebut.

2. Modifikasi struktur PBP pada bakteri sehingga menyebabkan antibiotik


betalaktamase tidak mampu berikatan dan menghambat protein tersebut.

3. Kerusakan penetrasi obat ke dalam PBP bakteri gram negatif. Kurangnya


penetrasi antibiotik ke dalam sel bakteri menyebabkan rendahnya kadar
penisilin di dalam sel bakteri, sehingga memengaruhi kemampuan antibiotik
dalam menghambat sintesis dinding sel bakteri. Hal ini hanya terjadi pada
bakteri gram negatif

Farmakokinetik

Absorbsi obat yang diberikan secara oral berbeda-beda. Absorbsi obat


tergantung pada stabilitas pada asam dan ikatan proteinnya. Metisilin dirusak oleh
asam lambung, sedangkan nafsilin absorbsinya secara oral tidak menentu, hal ini
menyebabkan kedua obat tersebut tidak cocok diberikan secara oral.

Penggunaan Klinis

Penisilin merupakan antibiotik yang paling efektif dan paling luas


penggunaannya. Penisilin oral, kecuali amoksisilin sebaiknya tidak dikonsumsi
setelah makan untuk mengurangi ikatan pada protein makanan dan inaktivasi oleh
asam lambung. Kadar dalam darah dapat ditingkatkan dengan pemberian bersama
probenesid 0,5 g peroral sehingga mengurangi eliminasi penisilin melalui ginjal.

1. Benzil penisilin (penisilin G)


Benzil penisilin mempunyai efek bakterisid yang kuat, dengan spektrum kerja
yang sempit terutama pada bakteri gram positif. Benzil penisilin digunakan
pada radang paru, radang otak, profilaksis penyakit sifilis, endokarditis, dan
gonorea. Benzil penisilin bersifat tidak tahan asam sehingga penggunaannya
hanya melalui rute parenteral. sehingga sering dikombinasikan dengan
probenesid untuk mengurangi eliminasinya melalui ginjal.
2. Kloksasilin
Kloksasilin merupakan derivat turunan penisilin yang tahan asamdan enzim
betalaktamase. Sifat kloksasilin yang tahan asam menyebabkan obat ini dapat
digunakan secara oral. Kloksasilin mempunyai spektrum kerja yang sempit.
Sifat farmakokinetik kloksasilin adalah absorbsi secara oral sekitar 50,
berikatan dengan protein plasma lebih dari 90 , waktu paruh 30-60 menit.
3. Ampisilin
Ampisilin merupakan antibiotik golongan penisilin yang mempunyai
spektrum kerja luas, yang aktif pada bakteri gram positif dan bakteri gram
negatif. Ampisilin digunakan pada infeksi saluran napas, saluran cerna,
saluran kemih, kulit, gonore, dan infeksi pada bagian lunak, seperti otot.

4. Amoksisilin
Amoksisilin mempunyai aktivitas yang sama dengan ampisilin. Sifat
farmakokinetik amoksisilin adalah absorbsi per oral sebesar 80%, berikatan
dengan protein plasma sebesar 20% dan mempunyai waktu paruh 1-2 jam.
Dosis amoksisilin adalah 250-500 mg yang diberikan 3 kali sehari.

Efek Samping

Reaksi efek samping yang terpenting dari golongan penisilin adalah reaksi alergi
karena hipersensitasi, shok anafilaksis, diare, mual, muntah, nefrotoksisitas, dan
neurotoksisitas.

Wanita Hamil Dan Laktasi

Penggunaan penisilin dianggap relatif aman bagi wanita hamil dan menyusui.

Interaksi

Lama kerja antibiotika golongan penisilindipengaruhi oleh probenesid, sulfin


pirazon, asetosal, dan indometasin. Efek penisilin dikurangi oleh antibiotik
bakteriostatik, seperti tertrasiklin, kloramfenikol, dan makrolida.

2. Sefalosporin

Sefalosporin termasuk antibiotika beta laktam yang struktur, khasiat dan sifat yang
mirip dengan penisilin. Sefalosporin dihasilkan oleh Cephalosporium acremonium.
Inti dasar sefalosporin adalah asam 7-aminosefalosporanat (7-ACA).

Aktivitas Dan Mekanisme Kerja

Sefalosporin mempunyai spektrum kerja yang luas, dan berkhasiat bakterisid pada
fase pertumbuhan kuman. Mekanisme kerja sefalosporin ialah menghambat
sintesis dinding sel mikroba.

Penggolongan

Menurut khasiat antimikrobanya dan resistensinya terhadap enzim betalaktamase


sefalosporin digolongkan menjadi:

1. Generasi 1: Aktif terhadap cocci gram positif, tidak tahan terhadap


betalaktamase Contoh: sefalotin, sefazolin, sefradin, sefaleksin, dan
sefadroksil

2. Generasi 2: Lebih aktif terhadap kuman gram negatif, termasuk H. influenzae,


proteus, klebsiella, gonococci, dan kuman yang resisten terhadap amoksisilin.
Agak tahan terhadap betalaktamase. Khasiat terhadap kuman gram positif
lebih kurang sama dengan generasi 1. Contoh: sefaklor, sefamandol,
sefmetazol, dan sefuroksim.

3. Generasi 3: Aktivitas terhadap kuman gram negatif lebih kuat dan lebih luas
meliputi pseudomonas dan bacteroides. Lebih resisten terhadap
betalaktamase. Contoh: sefoperazon, sefotaksim, seftizoksim, seftriakson,
sefotiam, sefiksim, dan sefprozil.

4. Generasi 4: Sangat resisten terhadap betalaktamase, dan sefepim sangat aktif


terhadap pseudomonas. Contoh: sefepim, sefpirom.

Resistensi
Dapat timbul dengan cepat, sehingga digunakan hanya untuk infeksi berat.

Efek Samping

Umumnya sama dengan obat golongan penisilin, hanya lebih ringan, seperti
gangguan lambung, usus, alergi, nefrotoksisitas (terutama generasi 1).

Wanita Hamil Dan Laktasi

Obat-obat generasi 1, seperti sefaklor, sefotaksim, seftriakson, dan seftazidim


dianggap aman bagi bayi, obat lainnya belum terdapat kepastian keamanannya.

Farmakokinetik

1. Absorbsi sefalosporin melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap.


2. Di dalam darah antibiotik golongan sefalosporin berikatan dengan protein
plasma sebesar 14-90%, dengan waktu paruh 30-150 menit.
3. Distribusi obat ke dalam jaringan dan cairan tubuh baik kecuali pada otak dan
mata, kecuali sefotaksim.
4. Ekskresi antibiotik golongan sefalosporin melalui ginjal, sembilan puluh persen
obat dieliminasi dalam bentuk utuh. Ekskresi diginjal melalui filtrasi glomerulus
dan sekresi tubuler.
Zat Tersendiri

1. Sefaleksin

Derifat sefalosporin ini tahan asam dan kurang peka terhadap enzim penisilinase.
penggunaannya terhadap stafilokokus yang resisten terhadap penisilin. Tidak aktif
terhadap kuman yang memproduksi sefalosporinase

1. Sefuroksim

Sefuroksi aktif terhadap kuman gram positif dan sejumlah kuman gram negatif,
seperti H. influenzae, Proteus sp, dan klebsiella. Sefuroksim digunakan pada
infeksi sedang hingga berat dari saluran pernapasan bagian atas dan gonore
dengan kuman yang memproduksi laktamase.
2. Sefotaksim

Sefotaksim mempunyai aktivitas anti betalaktamase yang kuat dan khasiat


anti peseudomonas yang sedang. Sefotaksim digunakan untuk infeksi bakteri
gram negatif. Dosis sefotaksi 1 gram yang diberikan satu kali sehari.
3. Kloramfenikol
Kloramfenikol berasal dari jamur Streptomyces venezuela dan pertamakali
disintesis pada tahun 1949.

Indikasi
Kloramfenikol hampir tidak digunakan lagi karena toksisitasnya yang kuat,
resistensi dan tersedianya obat-obat lain yang lebih efektif. Bila tidak ada pilihan
lain kloramfenikol digunakan untuk demam tifoid Salmonella typhi, meningitis H.
Kontraindikasi

Kloramfenikol dikontraindikasikan pada neonatus, pasien dengan gangguan hati,


dan pasien yang hipersensitif terhadap kloramfenikol.

Resistensi

Bakteri menghasilkan asetiltransferase yang dapat menginaktifasi obat ini.

Efek Samping

1. Gangguan GIT, seperti mual, muntah, diare, kandidiasis oral.


2. Gangguan sumsum tulang, seperti anemia aplastik (ireversibel) yang
merupakan reaksi idiosinkrasi yang tidak berhubungan dengan dosis.
3. Toksisitas pada bayi baru lahir sehingga menyebabkan gray baby syndrome
dengan ciri-ciri muntah, tonus otot menurun, hipotermi, perubahan warna
menjadi kelabu, dan kolaps.

Wanita Hamil dan Laktasi

Dapat menimbulkan cyanosis dan grey baby sindrom.

Interaksi

Kloramfenikol dapat memperpanjang waktu paruh fenitoin, tolbutamid,


klorpropamid, dan warfarin. Kloramfenikol juga dapat mengantagonis kerja
bakterisidal penisilin dan aminoglikosida.

Dosis

Dosis yang digunakan untuk kloramfenikol adalah 50-100 mg/kg/hari yang


terbagi dalam 4 dosis yang terpisah.

Zat Tersendiri

Tiamfenikol

Tiamfenikol merupakan antibiotik yang masuk dalam golongan kloramfenikol. Absorbsi


tiamfenikol baik dengan ikatan pada protein plasma sebesar 10, waktu paruh 2 jam, dan
diekskresikan dalam kondisi utuh melalui ginjal.

4. Tetrasiklin

Tetrasiklin merupakan suatu kelompok besar obat dengan struktur dasar dan
aktivitas yang serupa. Tetrasiklin dihasilkan oleh streptomyces aureofaciens
(klortetrasiklin) dan streptomyces rimosus (oksitetrasiklin).

Resistensi

Resistensi terhadap antibiotik tetrasiklin terjadi karena bakteri kehilangan


mekanisme transport aktif terhadap tetrasiklin atau berkurangnya permeabilitas
terhadap tetrasiklin. Hal ini menyebabkan rendahnya kadar tetrasiklin didalam sel
dan mengurangi efektivitasnya.

Efek Samping

Efek samping pada penggunaan tetrasiklin secara oral mual, muntah, suprainfeksi,
dan lain-lain. Efek lainnya penyerapan pada tulang dan gigi yang baru terbentuk
sehingga dapat menyebabkan kelainan bentuk dan hambatan pertumbuhan. Efek
lainnya adalah hepatotoksik, nefrotoksik, dan fotosensitasi.

Wanita Hamil Dan Laktasi

Karena menghambat pertumbuhan tulang dan kalsifikasi gigi, tetrasiklin tidak


boleh digunakan setelah bulan keempat masa kehamilan dan anak-anak di bawah
8 tahun.

Interaksi

Tidak boleh digunakan bersama antasida dan susu karena membentuk kompleks
tak larut sehingga memengaruhi jumlah obat yang diabsorbsi kecuali doksisiklin
dan minoksiklin.

Zat Tersendiri :

1. Tetrasiklin
Tetrasiklin diindikasikan untuk infeksi saluran napas, acne, infeksi saluran kemih,
Helicobacter pylori, dan disentri basiler. Dosis yang digunakan untukinfeksi umum
adalah 250-500 mg empat kali sehari, sedangkan untuk klamidia adalah 500 mg empat
kali sehari
2. . Doksisiklin
Doksisiklin berkhasiat bakteriostatis terhadap kuman yang resisten terhadap tetrasiklin
dan atau penisilin

5. Aminoglikosida

Antibiotik golongan aminoglikosida dihasilkan oleh jenis fungi streptomyces dan


micromonospora. Semua turunannya mengandung gula amino yang saling terikat
dengan ikatan glikosida.

Penggolongan

Antibiotik golongan aminoglikosida digolongkan menjadi :

1. Antibiotik yang mengandung satu molekul gula amino: streptomisin.

2. Antibiotik yang mengandung dua molekul gula amino yang dihubungkan oleh
molekul sikloheksana: kanamisin dan turunannya (amikasin, dibekasin),
gentamisin dan turunannya (netilmisin, tobramisin).

3. Antibiotik yang mengandung tiga molekul gula amino: neomisin, framisetin, dan
paromomisin.

Aktivitas Dan Mekanisme Kerja

Aminoglikosida bersifat bakterisid dan merupakan antimikroba dengan spektrum


luas terutama pada bakteri gram negatif. Mekanisme kerja aminoglikosida
menghambat sintesis protein kuman dengan cara ini terikat pada ribosom subunit
30s dan menyebabkan salah baca kode genetik yang menyebabkan terganggunya
sintesis protein.

Indikasi

Streptomisin dan kanamisin digunakan untuk tuberkulosis, pes, tularemia secara


intramuskuler. Gentamisin digunakan untuk sepsis dan pneumonia yang resisten
terhadap obat-obat lain secara intramuskular, meningitis secara intratekal, dan
tobramisin untuk pseudomonas. Gentamisin, tobramisin, framisetin, dan neomisin
digunakan secara topikal.

Kontraindikasi

Antibiotik golongan aminoglikosida dikontraindikasikan pada pasien usia lanjut


dan pasien yang menderita gangguan ginjal.

Resistensi

Mekanime terjadinya resistensi pada antibiotika golongan aminoglikosida adalah:

1. mikroorganisme memproduksi enzim yang mampu menginaktivasi


aminoglikosida;

2. kegagalan penetrasi aminoglikosida kedalam kuman yang dikarenakan


terjadinya mutasi atau hilangnya protein porin dan protein transport yang
berperan penting dalam masuknya aminoglikosida kedalam sel
mikroorganisme;

3. rendahnya afinitas obat pada ribosom yang disebabkan mutasi dari protein
ribosom tersebut.
Efek Samping

Efek samping dari antibiotik golongan aminoglikosida adalah:

1. Alergi: demam, rash kulit, dan lain-lain;


2. Iritasi dan toksik yang berupa nyeri pada tempat suntikan, ototoksik,
nefrotoksik, neurotoksik;
3. Perubahan biologik berupa perubahan mikroflora tubuh.

Wanita Hamil dan Laktasi

Aminoglikosida dapat melintasi palsenta dan menyebabkan kerusakan ginjal dan


menyebabkan ketulian pada bayi.

Interaksi

Antibiotik golongan aminoglikosida berinteraksi dengan

1. Penisilin anti pseudomonas (karbenisilin, tikarsilin, mezlosilin, azlosilin, dan


piperasilin), dalam dosis besar dapat menginaktivasi aminoglikosida sehingga
harus diberikan secara terpisah.

2. Obat pelumpuh otot yang dapat terjadi paralisis pernapasan.

3. Metoksifluran, sefaloridin, amfoterisin B, siklosporin, atau indometasin


meningkatkan nefrotoksisitas, bila diberikan bersamaan dengan
aminoglikosida.

4. Menurunkan absorbsi digoksin oleh neomisin.

Zat Tersendiri :

a. Streptomisin

Streptomisin tidak diabsorbsi secara oral. Selain itu, distribusi ke dalam jaringan
dan cairan serebrospinal burk. Ikatan protein plasma streptomisin sebesar 35
dengan waktu paruh 2-3 jam.

b. Streptomisin diindikasikan untuk TBC yang resisten terhadap obat lain, dan
diberikan secara intramuskular.

c. Efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik dan ototoksik.

d. Dosis streptomisin pada pasien TBC 0,5-1 secara intramuskuler setiap hari.
Sampar oleh yersinia pestis 1-2 gram satu kali sehari secara intramuskuler
1. Gentamisin

a. Gentamisin diindikasikan untuk infeksi pseudomonas, proteus, dan


stafilokokus yang resisten terhadap penisilin dan metsilin.

b. Efek samping gentamisin lebih ringan dari pada streptomisin dan kanamisin.

2. Amikasin
a. Amikasin didistribusikan dengan baik ke dalam organ dan cairan tubuh
kecuali pada cairan serebrospinal. Distribusi ke dalam cairan serebrospinal
meningkat ketika terjadi peradangan mada otak.

b. Amikasin diindikasikan untuk infeksi pseudomonas, basil gram negatif,


dan bakteri yang resisten terhadap gentamisin dan tobramisin.

c. Efek samping amikasin relatif lebih ringan dibandingkan obat-obat


golongan aminoglikosida lainnya.

3. Neomisin

a. Neomisin tidak digunakan secara parenteral karena toksisitasnya yang kuat.


b. Absorbsi neomisin peroral sebesar3% sehingga digunakan
untuk pengobatan secara lokal.
c. Neomisin diindikasikan untuk sterilisasi usus pra bedah, konjungtivitis dan
otitis media (dikombinasikan dengan antimikroba lain).

d. Efek samping dari neomisin adalah malabsorbsi pada penggunaan dalam


jangka waktu yang lama.

6. Makrolida dan Linkomisin

Makrolida merupakan suatu kelompok senyawa dengan ciri mempunyai cincin


lakton di mana terkait gula-gula deoksi. Obat yang merupakan prototipe golongan
ini adalah eritromisin yang diambil dari Streptomyces erytheus. Kelompok
antibiotika ini terdiri dari eritromisin dengan derivatnya klaritomisin, roxitromisin,
azitromisin, dan diritromisin, spiramisin.

Aktivitas dan Mekanisme Kerja

Golongan makrolida bersifat bakteriostatis terhadap bakteri gram positif.


Mekanisme kerja golongan ini menghambat sintesis protein kuman dengan
cara berikatan secara reversibel dengan ribosom subunit 50s.
1. Eritromisin

a. . Eritromisin merupakan pilihan pertama pada infeksi paru yang


disebabkan oleh Legionella pneumophila, Mycoplasma pneumonia.
Selain itu, eritromisin diindikasikan untuk infeksi usus yang
disebabkan Campylobacter jejuni, infeksi saluran napas,
kulit, dan lain-lain.
b. Efek samping eritromisin berupa gangguan saluran cerna, nyeri
kepala, reaksi kulit, gangguan fungsi hati, dan pada dosis tinggi dapat
menimbulkan ketulian yang reversible bila obat dihentikan.
c. Eritromisin dapat meningkatkan toksisitas karbamazepin,
kortikosteroid, siklosporin, digoksin, warfarin, terfenadin, astemizol,
dan teofillin karena menghambat aktivitas cytochrom P450 di hati.
Kombinasi dengan terfenadin dan astemizol menyebabkan aritmia
jantung.
d. Eritromisin relatif aman diberikan selama kehamilan dan laktasi.Dosis
oral eritromisin basa, stearat, atau estolate adalah 0,25-0,5 gram setiap
6 jam. Dosis eritromisin etilsuksinat adalah 0,4-0,6 gram setiap 6 jam.
e. Eritromisin dapat meningkatkan toksisitas karbamazepin,
kortikosteroid, siklosporin, digoksin, warfarin, terfenadin, astemizol,
dan teofillin karena menghambat aktivitas cytochrom P450 di hati.
Kombinasi dengan terfenadin dan astemizol menyebabkan aritmia
jantung.
f. Eritromisin relatif aman diberikan selama kehamilan dan laktasi.
g. Dosis oral eritromisin basa, stearat, atau estolate adalah 0,25-0,5 gram
setiap 6 jam. Dosis eritromisin etilsuksinat adalah 0,4-0,6 gram setiap
6 jam.
2. Azitromisin

a. Farmakokinetik

- Azitromisin diabsorbsi cepat dalam saluran cerna, namun


absorbsinya terganggu bila diberikan bersama makanan.
- Azitromisin terdistribusi dengan baik pada jaringan dan sel fagosit.
- Waktu paruh azitromisin jam.
b. Azitromisin diindikasikan pada infeksi saluran napas, kulit, otot, infeksi
saluran kemih, dan juga infeksi Mycobacterium avium pada pasien
HIV.
c. Dosis azitromisin adalah 250-1000 mg per hari
3. Spiramisin

a. Farmakokinetik

- Absorbsi spiramisin pada penggunaan oral tidak konstan.


- Di dalam darah spiramisin berikatan dengan protein plasma sebesar 30%.
- Waktu paruh spiramisin 4-8 jam tergantung dari dosis.
b. Spiramisin diindikasikan untuk infeksi mulut tenggorokan dan saluran
napas. Selain itu, jugamerupakan pengobatan alternatif untuk infeksi
infeksi toxoplasmosis.
c. Efek samping spiramisin relatif ringan.
d. Spiramisin tidak dianjurkan digunakan selama laktasi.

4. Klindamisin

a. Farmakokinetik

- Pada penggunaan oral absorbsi klindamisin sampai 90%.


- Waktu paruh klindamisin 3 jam.
- Klindamisin terdistribusi baik ke cairan tubuh, jaringan dan tulang
kecuali CSS walaupun dalam kondisi meningitis.
- Klindamisin dimetabolisme pada hati dan diekskresikan melalui
ginjal dan hati.
b. Klindamisin diindikasikan untuk acne (topikal), infeksi anaerob berat,
luka tusuk pada abdomen dan usus, infeksi saluran genital wanita, dan
pneumonia karena aspirasi.

c. Efek samping klindamisin meliputi gangguan diare, mual, rash kulit,


gangguan fungsi hati, neutropenia, dan koli

Anda mungkin juga menyukai