arti obat dan Logos yang artinya ilmu.[1] Jadi secara harfiah, farmakologi dapat ditafsirkan sebagai suatu ilmu
yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada sistem biologis. Terutama tentang obat yang berkaitan dengan
respons bagian-bagian tubuh terhadap sifat obat, pengaruh sifat fisika-kimiawinya terhadap tubuh, kegunaan
obat bagi kesembuhan dan nasib yang dialami obat dalam tubuh.[2] Artinya farmakologi ini akan menelaah efek-
efek dari senyawa kimia pada jaringan hidup makhluk hidup.[3]
Sejarah farmakologi
Farmakologi adalah ilmu yang sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Riwayatnya yang begitu panjang,
membuat sejarah farmakologi dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu periode kuno dan periode modern.
Sejarah farmakologi periode kuno dimulai dari sebelum tahun 1700, ditandai dengan adanya observasi empirik
yang dilakukan oleh manusia terhadap penggunaan obat. Sejarah ini tercatat dalam Materia Medika yang
disusun oleh Dioscorides (Pedanius).
Sebelum masa ini, catatan mengenai penggunaan obat-obatan juga ditemukan di zaman Cina dan Mesir kuno.
Sejarah farmakologi modern dimulai pada abad 18-19. Periode ini ditandai dengan dimulainya penelitian
tentang perkembangan obat, serta tempat dan cara kerja obat pada tingkat organ maupun jaringan.
Rudolf Buchheim (1820-1879) yang merupakan pendiri fakultas farmasi pertama di dunia. Fakultas tersebut
didirikan di Universitas Dorpat, Tartu, Estonia.
Oswald Schmeideberg (1838-1921), salah satu dari penulis jurnal farmakologi pertama di dunia
Bernhard Naunyn (1839-1925), yang bersama Oswald menulis jurnal farmakologi pertama di dunia
John J. Abel (1857-1938), bapak farmasi Amerika Serikat, pendiri The Journal of Pharmacology and
Experimental Therapeutics, yang sampai sekarang masih digunakan sebagai acuan di dunia farmakologi.
Dilansir dari bahan ajar farmakologi terbitan Kementerian Kesehatan RI, ilmu farmakologi bisa dibagi menjadi
beberapa cabang. Masing-masingnya memiliki fokus sudut pandang yang berbeda dalam melihat hubungan
penggunaan obat pada makhluk hidup.
Seiring dengan perkembangan yang ada, berikut ini cabang yang ada dalam ilmu farmakologi.
1. Farmakognosi
Farmakognosi adalah cabang ilmu farmasi yang mempelajari obat yang berasal dari tanaman, mineral, dan
hewan.
Contoh hasil penelitian yang dihasilkan dari cabang ilmu ini antara lain:
Penggunaan ginko biloba sebagai penguat daya ingat
Bawang putih sebagai antikolesterol
Tingtur hyperici sebagai antidepresi
Ekstrak fever few sebagai pencegah migrain
2. Biofarmasi
Ilmu biofarmasi mempelajari bentuk-bentuk obat yang paling efektif diserap tubuh sehingga bisa menimbulkan
efek menyembuhkan.
Tidak semua penyakit bisa disembuhkan dengan puyer atau obat tablet. Sebagian ada yang hanya bisa sembuh
oleh salep, obat tetes, atau bahkan obat sirup.
Beberapa jenis obat juga hanya bisa disimpan dalam bentuk kapsul agar bisa terserap dengan baik oleh tubuh.
Sementara itu, jenis obat lainnya tidak akan efektif apabila diberikan dalam bentuk oles.
Jadi cabang ilmu ini membahas soal bentuk obat dan jenis bahan aktif yang paling efektif untuk menyembuhkan
suatu penyakit.
Ilmu biofarmasi juga akan membahas lebih jauh soal ketersediaan obat di dalam tubuh setelah dikonsumsi, serta
efeknya bagi kesehatan.
3. Farmakokinetika
Sementara itu, farmakokinetika mempelajari reaksi tubuh dalam menerima obat-obatan. Reaksi yang dimaksud
adalah soal:
4. Farmakodinamika
Cabang ilmu farmakologi yang satu ini mempelajari tentang cara kerja obat terhadap organisme hidup. Orang
yang mendalami farmakodinamika juga akan mempelajari lebih jauh soal reaksi fisiologis obat di tubuh manusia
dan efek terapinya.
5. Toksikologi
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari efek racun dari obat terhadap tubuh. Cabang ilmu ini sebenarnya
berhubungan erat dengan farmakodinamika, karena efek terapi obat tidak bisa dipisahkan dari efek racunnya.
6. Farmakoterapi
Farmakoterapi adalah cabang ilmu yang mempelajari penggunaan obat untuk menyembuhkan suatu penyakit
ataupun gejala-gejala yang ditimbulkan.
Sementara itu, jika obat berasal dari tanaman, maka terapi yang dilakukan disebut sebagai fitoterapi.
8. Farmakovigilans
Cabang ilmu farmakologi yang terakhir adalah farmakovigilans. Farmakovigilans adalah proses untuk
memantau dan mencari efek samping dari obat-obatan yang telah dipasarkan.
Melihat banyaknya cabang ilmu dari farmakologi, tidak heran saat ini semakin banyak orang yang berminat
untuk mempelajarinya lebih jauh.
Pentingnya Informasi Obat untuk Kesembuhan
Informasi obat dianjurkan untuk diketahui dan dipahami dengan baik terkait adanya kecenderungan bahwa
masyarakat melakukan Swamedikasi; upaya yang dilakukan oleh individu yang bertujuan untuk mengobati
segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obatan yang dapat dibeli bebas di apotek atas inisiatif sendiri tanpa
nasehat dokter, melakukan pengobatan mandiri, tanpa melalui dokter ketika sedang sakit.
Swamedikasi yang dilakukan tanpa didasari pengetahuan dan pemahaman tentang obat, khususnya informasi
obat yang relatif mudah dipahami, dapat berakibat fatal, bukannya kesembuhan yang diperoleh, tetapi
kecelakaan atau insiden akibat obat, yaitu keracunan, salah indikasi, dan lain sebagainya.
1. Komposisi
Komposisi adalah informasi tentang zat aktif yang terkandung dalam obat-obatan. Komposisi dapat berupa zat
tunggal, misalnya parasetamol dan vitamin C. Komposisi juga dapat berupa kombinasi dari berbagai macam zat
aktif dan bahan tambahan lain, misalnya obat flu (fenilpropanolamin + klofeniramin maleat + parasetamol +
salisilamid), multivitamin, dan mineral.
2. Indikasi
Indikasi adalah informasi yang menjelaskan tentang khasiat obat, misalnya parasetamol memilki indikasi atau
khasiat sebagai penurun panas dan penghilang rasa sakit.
Sebagai tambahan, jika obat yang dikonsumsi termasuk antibiotik dan ditulis diminum 3 kali sehari, kamu harus
benar-benar membagi 24 jam dibagi 3, yaitu diminum setiap 8 jam sekali. Sebagai contoh, kamu mulai minum
obat jam 6 pagi, minum obat selanjutnya pada jam 2 siang, dan selanjutnya di jam 10 malam.
Konsumsi obat juga tidak boleh disatukan dengan konsumsi di jam berikutnya, apabila kamu lupa untuk
mengonsumsi obat. Sebagai contoh, 2 x 1 tablet/kapsul/sendok teh (setiap 12 jam); dalam waktu 12 jam
(periode), minum 2 kali (frekuensi) dengan jumlah 1 tablet/kapsul/sendok teh (dosis)
6. Farmakologi
Poin ini membahas cara atau mekanisme obat bekerja. Bagi konsumen, informasi ini tidak terlalu penting, tetapi
biasanya menjadi sangat penting bagi tenaga medis yang menggunakan obat untuk pemakaian tertentu
8. Interaksi Obat
Informasi ini memuat sejumlah obat atau makanan yang tidak boleh dikonsumsi bersamaan dengan obat yang
ada di brosur karena dapat terjadi efek-efek yang tidak diinginkan. Jadi, jangan bingung jika terdapat tulisan,
“interaksi: parasetamol”. Itu artinya, kamu tidak boleh mengonsumsi parasetamol selama mengonsumsi obat
tersebut.
Meski terlihat sepele, arti tulisan di kemasan obat sangat penting untuk kamu baca dan pelajari dengan cermat.
Kamu tidak boleh asal dalam mengonsumsi obat tertentu. Jika ada yang membuatmu bingung dan ragu, segera
tanyakan kepada dokter atau apoteker mengenai obat yang akan dikonsumsi.
Nomor Izin Edar (NIE) atau Registrasi Obat, yaitu tanda yang menunjukkan obat telah mendapatkan izin
dari pemerintah untuk diedarkan di Indonesia sehingga obat dijamin aman, berkhasiat dan bermutu.
Masa kedaluwarsa, yaitu waktu yang menunjukkan batas akhir obat masih berkhasiat dan aman digunakan.
Penulisan dapat berupa tanggal, bulan, dan tahun atau hanya bulan dan tahun.
Tanda peringatan dan perhatian, yaitu hal hal yang perlu diperhatikan pada saat menggunakan obat,
misalnya jangan digunakan saat menyetir kendaraan.
Pengertian Kontraindikasi dan yang Perlu Diperhatikan Saat Mengonsumsi Obat
Saat kita sakit dan diharuskan mengonsumsi obat tertentu, kita menemukan berbagai peringatan yang tertulis
dalam kemasan obat. Peringatan-peringatan saat mengonsumsi obat ini dipaparkan dalam buku berjudul Seri
Kesehatan Umum: Pencegahan Dini Gangguan Kesehatan yang disusun oleh Dr. dr. Anies M.Kes PKK (2005:
66).
Dalam buku tersebut dipaparkan bahwa setiap obat memiliki indikasi, kontraindikasi, efek samping serta takaran
obat yang dianjurkan. Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas dapat membahayakan. Kita harus
memperhatikan dan mengetahui pengertian dari kontraindikasi.
Oleh karena itu, sebelum mengonsumsi obat kita perlu memperhatikan apa saja kontraindikasi yang tertulis
dalam kemasan obat yang akan kita gunakan. Jika peringatan kontra indikasi kita abaikan, tidak menutup
kemungkinan penyakit yang diderita akan bertambah parah atau bahkan menambah komplikasi penyakit baru di
tubuhmu.
Peringatan kontra indikasi penting untuk diperhatikan agar kamu tidak salah tindakan untuk mengatasi penyakit
yang diderita. Dengan mengetahui arti dari kontra indikasi yang terdapat dalam kemasan obat, dapat
membuatmu akan lebih berhati-hati dalam memilih obat. Agar tidak salah memilih obat, dianjurkan untuk
konsultasi ke dokter dan mengonsumsi obat berdasarkan resep dokter.
Jenis-Jenis Kontraindikasi
Kontraindikasi terbagi menjadi dua, yaitu kontraindikasi relatif dan kontraindikasi absolut. Berikut adalah
penjelasan dan pengertian seputar kedua kontraindikasi tersebut.
1. Kontraindikasi Relatif
Pengertian kontraindikasi relatif adalah suatu kondisi yang membuat pengobatan atau prosedur tertentu mungkin
tidak disarankan. Hal ini merupakan bentuk kehati-hatian ketika dua obat atau prosedur digunakan secara
bersama-sama. Namun, pengobatan atau prosedur tertentu mungkin dapat digunakan jika manfaatnya lebih
besar dari risikonya, misalnya sinar-X tidak dianjurkan kepada ibu hamil, kecuali jika benar-benar sangat
diperlukan.
2. Kontraindikasi Absolut
Pengertian kontraindikasi absolut adalah suatu kondisi yang membuat pengobatan atau prosedur tertentu benar-
benar tidak disarankan. Hal ini karena suatu prosedur atau zat yang digunakan dapat menyebabkan situasi yang
mengancam jiwa pasien. Oleh karena itu, prosedur atau obat tersebut benar-benar harus dihindari oleh pasien,
misalnya kontraindikasi aspirin pada anak-anak karena kemungkinan menyebabkan sindrom Reye yang
berbahaya.
Contoh-Contoh Kontraindikasi
Berikut adalah beberapa contoh kontraindikasi dalam obat paracetamol dan pemberian vaksin.
1. Kontraindikasi Parasetamol
Parasetamoi merupakan obat yang tergolong sangat aman, bahkan bisa digunakan oleh ibu hamil dan menyusui.
Parasetamol juga sering dikombinasikan dengan jenis obat lainnya. Meskipun demikian, terdapat beberapa
kontraindikasi parasetamol yang perlu diperhatikan.
Kontraindikasi parasetamol adalah penggunaannya tidak disarankan untuk penderita gangguan hati dan orang
dengan alergi terhadap obat ini. Meskipun parasetamol adalah obat yang sangat aman, obat ini dapat
menyebabkan beberapa jenis alergi pada 0,01 persen penggunanya. Konsumsi parasetamol juga dapat
meningkatkan risiko gangguan hati, khususnya jika dikonsumsi berlebihan atau tanpa anjuran dan pengawasan
dari dokter.
2. Kontraindikasi Vaksin
Pemberian vaksin juga perlu memerhatikan kontraindikasinya, yaitu kondisi penerima vaksin yang berpotensi
meningkatkan risiko terjadinya reaksi merugikan yang serius. Kontraindikasi terhadap vaksin merupakan
kondisi ketika vaksin tidak boleh diberikan. Namun, sering kali sebagian besar kontraindikasi vaksin bersifat
sementara, sehingga vaksinasi dapat dilakuan di kemudian hari, tepatnya ketika kondisi yang mengarah pada
kontraindikasi tidak ada lagi.
Penderita gangguan kekebalan tubuh yang parah umumnya tidak boleh menerima vaksin dari virus hidup.
Wanita hamil umumnya tidak boleh menerima vaksin virus hidup yang dilemahkan.
Penderita ensefalopati tidak boleh menerima vaksin mengandung pertusis, jika dalam kurun waktu 7 hari
sebelumnya telah menerima dosis vaksin mengandung pertusis yang bukan disebabkan penyebab lain yang
dapat diidentifikasi.
Penyakit imunodefisiensi kombinasi parah (SCID) dan riwayat intususepsi merupakan kontraindikasi
untuk vaksin rotavirus.
Istilah kontraindikasi sering kali dikaitkan dengan indikasi dan efek samping obat. Untuk lebih jelasnya, berikut
adalah perbedaan dari efek samping, indikasi, dan kontraindikasi pada obat.
Sebagai contoh, obat parasetamol indikasinya adalah untuk mengobati rasa sakit atau demam. Tergantung
kepada jenis paracetamol yang dipilih, indikasinya bisa lebih spesifik, misalnya paracetamol pada obat anak
diindikasikan untuk menurunkan demam yang dialami anak-anak.
Singkatnya, efek samping adalah efek negatif yang mungkin terjadi, sedangkan indikasi adalah manfaat
penggunaan obat, sementara kontraindikasi adalah kondisi yang menyebabkan seseorang tidak dianjurkan
mengonsumsi obat. Dengan mengenal istilah-istilah tersebut, kamu diharapkan dapat lebih berhati-hati dalam
mengonsumsi obat-obatan, khususnya yang dijual bebas.
Sementara itu, salah satu kontraindikasi ibuprofen adalah asma. Artinya, pengidap asma tidak disarankan
menggunakan ibuprofen untuk mengatasi kondisi serupa karena bisa memicu kekambuhan.
Sebagai contoh, konsumsi ibuprofen dapat menyebabkan efek samping seperti diare, heartburn, mual, dan sesak
napas. Namun, efek yang muncul mungkin akan berbeda pada setiap orang. Berbeda dengan larangan medis
yang menekankan bahwa konsumsi obat ibuprofen pada pengidap asma sudah teruji klinis dapat menyebabkan
kekambuhan.
Kesimpulan
Kontraindikasi adalah kondisi yang membuatmu tidak dapat menjalani pengobatan atau prosedur medis
tertentu.
Kontraindikasi dapat bersifat sementara, seperti dalam vaksinasi.
Kontraindikasi berbeda dengan indikasi dan efek samping.