Anda di halaman 1dari 15

BAB

A. Pendahuluan
Farmakologi berasal dari bahasa Yunani yaitu pharmacon (obat) dan logos
(ilmu pengetahuan), dapat diartikan “ilmu pengetahuan tantang segala sesuatu
mengenai obat” (Sasmitapura, 1991).
Banyak definisi tentang farmakologi yang dirumuskan oleh para ahli, antara
lain: Farmakologi dapat dirumuskan sebagai kajian terhadap bahan-bahan yang
berinteraksi dengan sistem kehidupan melalui proses kimia, khususnya melalui
pengikatan molekul-molekul regulator yang mengaktifkan atau menghambat
proses-proses tubuh yang normal (Katzung, 2001).
Toksikologi adalah cabang farmakologi yang mengutarakan tentang efek-
efek yang tidak diinginkan dari bahan-bahan kimia pada sistem kehidupan mulai
dari suatu sel secara individu sampai dengan ekosistem yang kompleks.

B. Sejarah dan Perkembangan


Sejarah Farmakologi Sejarah farmakologi dibagi menjadi 2 periode yaitu
periode kuno dan periode modern. Periode kuno (sebelum tahun 1700) ditandai
dengan observasi empirik penggunaan obat yang dapat dibaca pada Materia
Medika. Catatan tertua dijumpai pada pengobatan Cina dan Mesir. Ada beberapa
ahli Farmakologi dari jaman dahulu yang patut untuk dikenal. Claudius Galen
(129–200 A.D.) adalah orang pertama yg mengenalkan bahwa teori dan
pengalaman empirik berkontribusi seimbang dalam penggunaan obat.
Theophrastus von Hohenheim (1493–1541 A.D.) atau Paracelsus menyatakan: All
things are poison, nothing is without poison; the dose alone causes a thing not to
be poison.” Johann Jakob Wepfer (1620–1695) menekankan bahwa the first to
verify by animal experimentation assertions about pharmacological or
toxicological actions. Periode modern dimulai pada abad 18-19 yaitu mulai
dilakukan penelitian eksperimental tentang perkembangan obat, tempat dan cara
kerja obat, pada tingkat organ dan jaringan. Rudolf Buchheim (1820–1879)
mendirikan the first institute of Pharmacology di University of Dorpat (Tartu,
Estonia). Oswald Schmiedeberg (1838–1921), bersama seorang internist,
Bernhard Naunyn (1839–1925), menerbitkan jurnal Farmakologi pertama. John J.
Abel (1857–1938) “The Father of American Pharmacology”, merupakan orang
Amerika pertama yang berlatih di Schmiedeberg‘s laboratorydan merupakan
pendiri dari the Journal of Pharmacology and Experimental Therapeutics yang
telah dipublikasikan dari tahun 1909 sampai sekarang (Noviani dan Nurilawati,
2017).

Gambar 1. Claudius Galen

Ada istilah regulasi obat yang bertujuan menjamin hanya obat yang efektif
dan aman, yang tersedia di pasaran. Tahun 1937 lebih dari 100 orang meninggal
karena gagal ginjal akibat eliksir sulfanilamid yang dilarutkan dalam etilenglikol.
Kejadian ini memicu diwajibkannya melakukan uji toksisitas praklinis untuk
pertama kali. Selain itu industri farmasi diwajibkan melaporkan data klinis tentang
keamanan obat sebelum dipasarkan. Tahun 1950-an, ditemukan kloramfenikol
dapat menyebabkan anemia aplastis. Tahun 1952 pertama kali diterbitkan buku
tentang efek samping obat. Tahun 1960 dimulai program Monitoring Efek
Samping Obat (MESO). Tahun 1961 terjadi bencana karena penggunaan
thalidomid, hipnotik lemah tanpa efek samping dibandingkan golongannya,
namun ternyata menyebabkan cacat janin. Studi epidemiologi di Utero
memastikan penyebabnya adalah thalidomid, sehingga dinyatakan thalidomid
ditarik dari peredaran karena bersifat teratogen (Noviani dan Nurilawati, 2017) .
Gambar 2. Oswald Schmiedeberg “Father of Modern Pharmacology”

Tahun 1962 regulasi obatlebih diperketat dengan diharuskan untuk


melakukan uji toksikologi sebelum diuji pada manusia. Setelah itu, sejak tahun
1970-an hingga 1990-an mulai banyak dilaporkan kasus efek samping obat yang
sudah lama beredar. Tahun 1970-an Klioquinol dilaporkan menyebabkan
neuropati subakut mielo-optik. Efek samping ini baru diketahui setelah 40 tahun
digunakan. Dietilstilbestrol diketahui menyebabkan adenocarcinoma serviks,
setelah 20 tahun digunakan secara luas. Selain itu masih banyak lagi penemuan
Efek Samping Obat (ESO) yang menyebabkan pencabutan ijin edar atau
pembatasan pemakaian. Berbagai kejadian ESO yang dilaporkan memicu
pencarian metode baru untuk studi ESO pada sejumlah besar pasien. Hal ini
memicu pergeseran dari studi efek samping ke studi kejadian ESO. Tahun 1990-
an dimulai penggunaan Farmakoepidemiologi untuk mempelajari efek obat yang
menguntungkan, aplikasi ekonomi kesehatan untuk studi efek obat, studi kualitas
hidup, dan lain-lain. Studi Farmakoepidemiologi semakin berkembang, dan pada
tahun 1996 dikeluarkanlah Guidelines for Good Epidemiology Practices for Drug,
Device, and Vaccine Research di Amerika Serikat (USA) (Noviani dan
Nurilawati, 2017) .
C. Ruang Lingkup
Dalam Farmakologi ada beberapa ilmu yang terkait yaitu: Farmakognosi,
Farmasi, Farmakope, Farmakodinamika, Farmakokinetika, Farmakoterapi,
Toksikologi, dan Farmasetika (Noviani dan Nurilawati, 2017) .
Dalam farmakologi dikenal beberapa istilah penting yang juga merupakan
bagian atau cabang dari farmakologi itu sendiri, di antaranya adalah :
1. Farmasi adalah ilmu yang mempelajari tentang cara membuat cara
mencampur, cara penyediaan dan mengenai formula obat (dosage form).
2. Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari identifikasi obat-obat. Ruang
lingkupnya mengenai dan menemukan bahan-bahan dari tumbuh-
tumbuhan dan organisme lain dengan melakukan pemeriksaan
makroskopis untuk dijadikan obat. Dalam hal ini termasuk penelitian
biokimia tanaman (biosintesis), jamur, sera dan vaksin.
3. Materia Medika adalah cabang atau bagian dari farmakologi yang
mempelajari sumber-sumber, diskripsi dan preparasi obat-obat. Istilah ini
jarang digunakan lagi.
4. Farmakoterapi adalah ilmu yang mempelajari penggunaan obat untuk
pengobatan penyakit. Dalam farmakoterapi, di samping penguasaan
farmakologi obat, diperlukan pula pengetahuan tentang patofiologi
penyakit.
5. Kemoterapi adalah penggunaan zat-zat kimia dalam pengobatan penyakit
infeksi. Istilah kemoterapi juga digunakan untuk penggunaan zat kimia
untuk pengobatan neoplasma.
6. Terapeutik dalam arti umum adalah suatu usaha atau tindakan yang
diambil dalam pengobatan penyakit. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani
yang berarti seni pengobatan (art of medicine). Farmakoterapi merupakan
bagian dari terapeutik disamping fisioterapi dan psikoterapi.
7. Farmakokinetik adalah ilmu yang mempelajari mekanisme kerja absorpsi,
distribusi, metabolime dan ekskresi obat. Jadi farmakokinetik mempelajari
nasib obat dalam tubuh atau pengaruh tubuh terhadap obat.
8. Farmakodinamik adalah ilmu yang mempelajari mekanisme kerja obat,
efek obat terhadap fungsi, reaksi biokimia dan struktur organ. Dapat
dikatakan farmakodinamik mempelajari pengaruh obat terhadap sel tubuh,
atau respon organisme hidup terhadap stimulasi kimi dalam keadaan tidak
ada penyakit.
9. Posologi adalah ilmu yang mempelajari tentang dosis obat, cara pemberian
(frekwensi, interval, dan lama pemberian), bentuk-bentuk sediaan obat dan
lain-lain.
10. Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari efek toksik dari berbagai
racun, zat kimia (termasuk obat) lainnya pada tubuh manusia yang dapat
menimbulkan penyakit stsu kemstian. Terutama dipelajari cara diagnosis,
pengobatan dan tindakan untuk pencegahan terjadinya kecacunan.
11. Farmakologi klinik adalah cabang ilmu farmakologi yang mempelajari
efek obat dan pengobatan pada manusia (scientific study of drug in man)
(Sasmitapura, 1991).

D. Kesimpulan
Farmasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Pharmakon yang berarti medicine
atau drug (obat). Sejarah farmakologi dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu: a)
periode kuno, dan b) periode modern. Pada periode kuno ditandai dengan
observasi empirik penggunaan obat. Sedangkan pada periode modern dilakukan
eksperimental tentang perkembangan obat. Dalam Farmakologi ada beberapa ilmu
yang terkait meliputi:Farmakognosi, Farmasi, Farmakope, Farmakodinamika,
Farmakokinetika, Farmakoterapi, Toksikologi, dan Farmasi.

E. Test
1. Apa yang dimaksud dengan Farmakologi?
2. Ceritakan secara singkat sejarah farmakologi?
3. Sebutkan dan jelaskan ilmu yang terkait dalam Farmakologi?
DAFTAR PUSTAKA
Katzung, B. G. (2001). “Farmakologi: Dasar dan Klinik Buku 1”. Salemba
Medika. Hal 3.

Noviani, N., Nurilawati, V. (2017). “Bahan Ajar Keperawatan Gigi:


Farmakologi”. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hal 4-6.

Sasmitapura, M. (1991). “Catatan Kuliah: Farmakologi Bagian 1”. Laboratorium


Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Hal 1-3.
PERTEMUAN
2

A. Farmakokinetik
Keseluruhan proses atau kejadian yang dialami molekul obat mulai saat
masuknya obat ke dalam tubuh sampai keluarnya obat tersebut dari dalam tubuh,
disebut proses farmakokinetik. Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib
obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat (Noviani dan Nurilawati, 2017).
Untuk mencapai tempat kerja suatu obat harus melewati berbagai membran
tubuh. Respon yang diinginkan dari suatu obat biasanya berkaitan dengan kadar
obat pada tempat kerjanya, sehingga tujuan terapi adalah untutk mempertahankan
kadar obat yang cukup pada tempat kerja obat tersebut. Tujuan pemberian obat
adalah untuk mempertahankan kadar obat yang cukup dalam darah yang akan
memberikan hasil yang kita inginkan (Sasmitapura, 1991).
Farmakokinetik mencakup 4 (empat) proses, yaitu proses absorpsi (A),
distribusi (D), metabolisme (M), dan ekskresi (E). Metabolisme atau
biotransformasi dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif sebagai proses
eliminasi obat (Noviani dan Nurilawati, 2017).
1. Absorpsi Obat
Absorpsi didefinisikan sebagai masuknya obat dari tempat pemberiannya ke
dalam plasma. Kecuali pemberian I.V. dan inhalasi, hampir semua obat harus
masuk ke dalam plasma sebelum mencapai tempat kerjanya dan oleh karenanya
obat harus mengalami absorpsi terlebih dahulu. Terdapat beberapa cara pemberian
obat yaitu:
a. Sublingual
b. Per oral
c. Per rektal
d. Pemakaian pada permukaan epitel (kulit, kornea, vagina, mukosa
hidung),
e. Inhalasi
f. Suntikan (subkutan, intramuskuler, intravena dan intratekal).
Ada kalanya absorpsi obat dikehendaki agar menjadi lebih lambat dengan tujuan
untuk mengurangi efek sistemik obat yang sedang digunakan untuk efek lokal,
atau untuk memperpanjang umur masa kerja obat dengan menjadikan obat
tersebut diabsorpsi perlahan-lahan untuk waktu yang panjang. Sifat-sifat fisik
suatu preparat obat dapat pula diubah sehingga mempengaruhi kecepatan
absorpsinya (Sasmitapura, 1991).
2. Distribusi Obat
Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik ke
jaringan dan cairan tubuh.Distribusi obat yang telah diabsorpsi tergantung
beberapa faktor yaitu:
a. Aliran darah. Setelah obat sampai ke aliran darah, segera terdistribusi ke
organ berdasarkan jumlah aliran darah. Organ dengan aliran darah terbesar
adalah jantung, hepar, dan ginjal. Sedangkan distribusi ke organ lain seperti
kulit, lemak, dan otot lebih lambat.
b. Permeabilitas kapiler. Distribusi obat tergantung pada struktur kapiler dan
struktur obat.
c. Ikatan protein. Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan
protein dapat terikat atau bebas. Obat yang terikat protein tidak aktif dan
tidak dapat bekerja. Hanya obat bebas yang dapat memberikan efek. Obat
dikatakan berikatan protein tinggi bila >80% obat terikat protein (Noviani
dan Nurilawati, 2017).
Cairan tubuh total berkisar antara 50-70% dari berat badan. Jumlah cairan tubuh
ini lebih sedikit pada wanita dibanding pada pria. Cairan tubuh dapat pula dibagi
menjadi :
 Cairan ekstraseluler yang terdiri atas plasma darah (kira-kira 4,5% dari
berat badan), cairan interstisial (16%) dan limfe (1-2%).
 Cairan Intraseluler (30-40% dari berat badan) merupakan jumlah cairan
daalam sel-sel tubuh.
 Cairan transeluler (2,5%) yang meliputi cairan serebrospinalis, intraokuler,
peritonial, pleura, sinovial dan sekresi alat cerna (Sasmitapura, 1991).
3. Metabolisme dan Eliminasi Obat
Metabolisme atau biotransformasi obat adalah proses tubuh mengubah
komposisi obat sehingga menjadi lebih larut air untuk dapat dibuang keluar tubuh.
Obat dapat dimetabolisme melalui beberapa cara yaitu: a) menjadi metabolit
inaktif kemudian diekskresikan; dan menjadi metabolit aktif, memiliki kerja
farmakologi tersendiri dan bisadimetabolisme lanjutan. Beberapa obat diberikan
dalam bentuk tidak aktif kemudian setelah dimetabolisme baru menjadi aktif
(prodrugs).Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di membran
endoplasmic reticulum (mikrosom) dan di cytosol. Tempat metabolisme yang lain
(ekstrahepatik) adalah: dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, dan kulit, juga di
lumen kolon (oleh flora usus). Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat
yang nonpolar (larut lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui
ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini obat aktif umunya diubah menjadi
inaktif, tapi sebagian dapat berubah menjadi lebih aktif, kurang aktif, atau menjadi
toksik. Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme adalah sebagai berikut.
a. Kondisi Khusus. Beberapa penyakit tertentu dapat mengurangi
metabolisme, antara lain penyakit hepar seperti sirosis.
b. Pengaruh Gen. Perbedaan gen individual menyebabkan beberapa orang
dapat memetabolisme obat dengan cepat, sementara yang lain lambat.
c. Pengaruh Lingkungan. Lingkungan juga dapat mempengaruhi metabolisme,
contohnya: rokok, keadaan stress, penyakit lama, operasi, dan cedera
d. Usia.Perubahan umur dapat mempengaruhi metabolisme, yaitu usiabayi
versus dewasa versus orang tua (Noviani dan Nurilawati, 2017).

4. Ekskresi
Ekskresi obat artinya eliminasi atau pembuangan obat dari tubuh. Sebagian
besar obat dibuang dari tubuh oleh ginjal dan melalui urin. Obat jugadapat
dibuang melalui paru-paru, eksokrin (keringat, ludah, payudara), kulit dan
traktusintestinal. Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat
diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya.
Ekskresi dalam bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat
melalui ginjal (Noviani dan Nurilawati, 2017).
Terdapat tiga proses utama yang penting pada ekskresi obat dan
metabolitnya melalui ginjal, yaitu:
1. Filtrasi glomerulus,
2. Sekresi dan reabsorpsi oleh tubuli.
3. Difusi pasif melalui epitel tubuli.
Fungsi ginjal mengalami kematangan pada usia 6-12 bulan, dan setelah dewasa
menurun 1% per tahun. Organ ke dua yang berperan penting, setelah ginjal, untuk
ekskresi obat adalah melalui empedu ke dalam usus dan keluar bersama feses.
Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anastetik umum (Sasmitapura,
1991).
Hal-hal lain terkait Farmakokinetik adalah sebagai berikut.
 Waktu Paruh. Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan sehingga
setengah dari obat dibuang dari tubuh. Faktor yang mempengaruhi waktu
paruh adalah absorpsi, metabolism dan ekskresi.Waktu paruh penting
diketahui untuk menetapkan berapa sering obat harus diberikan.
 Onset, puncak, dan durasi kerja obat. Onset adalah waktu dari saat obat
diberikan hingga obat terasa kerjanya. Waktu onset ini sangat tergantung
pada rute pemberian dan farmakokinetik obat. Puncak, adalah waktu di
mana obat mencapai konsentrasi tertinggi dalam plasma. Setelah tubuh
menyerap semakin banyak obat maka konsentrasinya di dalam tubuh
semakin meningkat sehingga mencapai konsentrasi puncak respon.
Durasikerjaobat adalah lama waktu obat menghasilkan suatu efek terapi
atau efek farmakologis (Noviani dan Nurilawati, 2017).

B. Beberapa Model Farmakokinetik


1. Model Satu Kompartemen
Model ini merupakan suatu model yang sangat sederhana dimana
manusia dipandang sebagai suatu ruangan berisi cairan homogen. Obat
diberikan secara IV yang selanjutnya akan mengalami metabolisme atau
ekskresi ke luar tubuh. Pada saat permulaan konsentrasi obat adalah :
Q
C (O) =Vd

Keterangan : Q = Jumlah Obat


Vd = Volume Kompartemen Tubuh
Untuk kebanyakan obat, kita menganggap bahwa kecepatan eliminasi
oleh metabolisme dan oleh ekskresi berbanding lurus secara proportional
dengan konsentrasi obat. Jadi kecepatan eliminasi total obat keluar tubuh setiap
waktu adalah sama dengan jumlah kecepatan metabolisme dan kecepatan
ekskresi.
Parameter yang penting diketahui yang berhubungan dengan eliminasi
obat adalah waktu paruh eliminasi atau t1/2. Waktu paruh dapat diartikan
sebagai waktu yang diperlukan untuk suatu obat konsentrasinya menjadi
separoh dari konsentrasi semula. Efek obat akan lebih panjang bila mempunyai
waktu paruh pendek. Waktu paruh ini bergantung pada konstante kecepatan
eliminasi (k.el) dan volume distribusi (Vd) obat yang bersangkutan
(Sasmitapura, 1991).
2. Model Dua Kompartemen
Pada model farmakokinetik ini jaringan-jaringan tubuhh disatukan
menjadi “kompartemen perifir”, sedangkan sirkulasi darah (plasma darah)
merupakan satu kompartemen yang disebut “kompartemen sentral”. Kedua
kompartemen ini saling berhubungan, tetapi molekul-molekul obat hanya dapat
masuk dan keluar tubuh melalui kompartemen sentral (Sasmitapura, 1991).
.
C. Kesimpulan
Keseluruhan proses atau kejadian yang dialami molekul obat mulai saat
masuknya obat ke dalam tubuh sampai keluarnya obat tersebut dari dalam tubuh,
disebut proses Farmakokinetik.Farmakokinetik mencakup 4 (empat) proses, yang
disingkat ADME yaitu: absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme (M), dan
ekskresi (E).
D. Test
1. Apa yang dimaksud dengan Farmakokinetik?
2. Sebutkan dan jelaskan 4 proses yang terjadi dalam farmakokinetik?
3. Sebutkan dan jelaskan model farmakokinetik?
DAFTAR PUSTAKA
Noviani, N., Nurilawati, V. (2017). “Bahan Ajar Keperawatan Gigi:
Farmakologi”. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hal 13, 21-23

Sasmitapura, M. (1991). “Catatan Kuliah: Farmakologi Bagian 1”. Laboratorium


Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Hal 6, 12, 21, 25,
30, 34, 37.
PERTEMUAN
3-4

A. Farmakodinamik
Farmakodinamik adalah bagian dari ilmu Farmakologi yang mempelajari
efekbiokimiawi dan fisiologi, serta mekanisme kerja obat. Tujuan mempelajari
Farmakodinamik adalah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi
obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respons
yang terjadi.Pengetahuan yang baik mengenai hal ini merupakan dasar terapi
rasional dan berguna dalam sintesis (pembuatan) obat baru (Noviani dan
Nurilawati, 2017).
Tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam farmakodinamik adalah :
1. Mekanisme kerja obat
2. Hubungan antara struktur dan aktivitas
3. Hubungan antara dosis dengan respon obat.
1. Mekanisme Kerja Obat
Pada umumnya efek obat timbul bila terjadi interaksi antara obat dengan
komponen makromolekul fungsional dari organisme. Setiap interaksi akan
mengubah komponen sel yang berhubungan, lalu dimulailah serangkaian
perubahan biokimia dan fisiologis yang merupakan ciri respon terhadap obat
tersebut. Konsep ini pertama kali dikemukakan oleh Ehrlich dan Langley pada
abad ke 19-20, dengan mengamati kerja dan sifat dari antiparasitik dan efek toksik
dari berbagai bahan organis sintetik. Tempat terjadinya interaksi obat dengan
bagian fungsional dari sel organisme disebut zat penerima (receptive substance)
dan lazimnya disebut reseptor (Sasmitapura, 1991).
Mekanisme kerja obat dipengaruhi oleh reseptor, enzim, dan hormon. Fase
farmakodinamik sendiri yang dipelajari adalah efek obat dalam tubuh atau
mempelajari pengaruh obat terhadap fisiologis tubuh. Kebanyakan obat pada
tubuh bekerja melalui salah satu dari proses interaksi obat dengan reseptor,
interaksi obat dengan enzim, dan kerja obat non spesifik (Noviani dan Nurilawati,
2017).
 Interaksi Obat dengan Reseptor
AJ Clark pada tahun 1920 mengembangkan analisis interaksi obat-reseptor,
di mana efek obat merupakan proporsi dari fraksi reseptor yang berintegrasi
dengan obat, dan efek maksimal obat timbul bila semua reseptor obat tersebut
berintegrasi. Obat yang berintegrasi dengan reseptor adalah dalam bentuk bebas.
Menurut Michaelis-Menten diperoleh persamaan sebagai berikut :
Efek maksimal (D)
Efek = KD+Efek maksimal

Anda mungkin juga menyukai