Anda di halaman 1dari 17

Uji Klinik Obat Herbal

Obat Herbal (Herbal Medicine)


• Luas dipakai di masyarakat karena dipromosikan/
diperdagangkan, direputasikan dan dicontohkan
penggunaannya.

• Masyarakat kita dan dunia menganut pluralisme dalam


pengobatan.

• Di Indonesia berstatus sebagai jamu, herbal terstandar,


dan fitofarmaka,
Berbagai Sebab Popularitas Pengobatan
Komplementer-Alternatif
• Sebab majemuk, dapat merupakan campuran
motivasi positif dan negatif; berbeda untuk
setiap orang, penyakit waktu, dan tempat.
• Motivasi positif: dirasa manjur dan aman,
mempunyai dimensi spiritual, bersifat holistik,
alamiah, peran aktif penderita, kesamaan
filosofi, masuk akal.
• Motivasi negatif: tak puas dengan pelayanan
konvensional; penolakan terhadap kemapanan,
ilmu dan technology; putus asa
Ketertarikan Terhadap Pengobatan Alternatif-
Konvensional
• Banyak penderita yang bertanya tentang khasiat
dan keamanan herbal.
• Dilaporkan adanya kegagalan terapi atau
timbulnya efek samping akibat interaksi obat
modern dengan obat herbal.
• Penyakit berlanjut, penderita terlambat untuk
disembuhkan dengan pengobatan konvensional
yang sudah diakui manfaatnya.
• Ada tekanan publik untuk mencakupkan
pengobatan komplementer-alternatif ke dalam
pengobatan formal, sementara bukti klinis yang
meyakinkan belum tersedia.
Peraturan Obat Herbal
• Dikategorikan sebagai supplement, karena
itu dipasarkan tanpa pembuktian khasiat
dan keamanan terlebih dahulu.
• Diberlakukan CPOB, agar tak
terkontaminasi dengan bakteri dan tak
dicampur dengan obat konvensional, dan
diketahui batas waktu kadaluarsa.
• Diberlakukan/sedang disusun
standardisasi bahan baku
Pandangan Terhadap Obat Herbal
• Indikasi penggunaan didasarkan pandangan
pribadi (opinion based- medicine) dan bukan
melalui pembuktian (evidence based medicine).
• Oleh karena itu khasiat dan keamanannya
diragukan.
• Efek nonspesifik (efek placebo) lebih menonjol
dari efek spesifik komponen herbal
• Obat herbal dekat dengan dunia kedokteran,
karena banyak obat konvensional yang berasal
dari tumbuhan, yang kemudian dikenali
kimianya melalui isolasi dan purifikasi
Penelitian Obat Herbal
• Produsen enggan membiayai riset yang menyeluruh
karena tak memperoleh hak paten.
• Guna melindungi konsumen dari klaim indikasi yang
salah atau efek samping, pemerintah yang harus
membiayai riset itu, dan dananya diambil dari pajak.
• Untuk pembuktian khasiat perlu dilakukan uji klinik
dengan menggunakan disain penelitian double-blind,
placebo-control, randomized clinical trial.
• Untuk pembuktian keamanan perlu dilakukan
pemantauan efek samping melalui pelaporan spontan
dan pharmacovigilance
• Karena harganya mahal perlu dilakukan analisis risiko-
manfaat, melalui kajian-kajian farmakoekonomik
Kritik Terhadap Uji Klinik Obat Herbal

• Tak berpembanding
• Tak dibandingkan dengan placebo
• Tak ada keterangan rinci tentang cara randomisasi
• Ketersamaran diragukan atau dilanggar
• Sampel kecil
• Kriteria inklusi dan eksklusi tak memadai
• Dropout tak dilaporkan
• Tak tersedia data uji klinik penggunaan jangka lama
FASE 1
Fase ini merupakan pengujian suatu obat baru untuk
pertama kalinya pada manusia.

Yang diteliti disini ialah keamanan dan tolerabilitas


obat, bukan efikasinya, maka dilakukan pada
sukarelawan sehat, kecuali untuk obat yang toksik,
dilakukan pada pasien karena alasan etik

Tujuan fase ini adalah menentukan besarnya dosis


maksimal yang dapat toleransi
FASE 2
• Fase ini dicobakan pada pasien sakit. Tujuannya adalah
melihat apakah obat ini memiliki efek terapi. Pada fase II
awal, pengujian efek terapi obat dikerjakan secara terbuka
karena masih merupakan penelitian eksploratif, karena itu
belum dapat diambil kesimpulan yang mantap mengenai
efikasi obat yang bersangkutan.

• Untuk menunjukkan bahwa suatu obat memiliki efek terapi,


perlu dilakukan uji klinik komparatif (dengan pembading)
yang membandingkannya dengan plasebo; atau jika
penggunaan plasebo tidak memenuhi persyaratan etik, obat
dibandingkan dengan obat standar (pengobatan terbaik
yang ada).
FASE 3
Uji klinik fase III dilakukan untuk memastikan bahwa suatu
obat-baru benar-benar berkhasiat (sama dengan penelitian
pada akhit fase II) dan untuk mengetahui kedudukannya
dibandingkan dengan obat standard.

Pada uji klinik fase III ini biasanya pembandingan dilakukan


dengan placebo, obat standard dengan dosis ekuiefektif, atau
obat lain yang indikasinya sama dengan dosis yang ekuiefektif.

Bila hasil uji klinik fase III menunjukan bahwa obat baru ini
cukup aman dan efektif, maka obat dapat diizinkan untuk
dipasarkan. Jumlah penderita yang diikut sertakan pada fase III
ini paling sedikit 500 orang
FASE 4
Fase ini sering disebut post marketing drug surveillance karena merupakan
pengamatan terhadap obat yang telah dipasarkan. Fase ini bertujuan
menentukan pola penggunaan obat di masyarakat serta pola efektifitas dan
keamanannya pada penggunaan yang sebenarnya.
Pada fase IV ini dapat diamati

(1) efek samping yang frekuensinya rendah atau yang timbul setelah
pemakaian obat bertahun-tahun lamanya,
(2) efektifitas obat pada penderita berpenyakit berat atau berpenyakit
ganda, penderita anak atau usia lanjut, atau setelah penggunaan
berulangkali dalam jangka panjang, dan
(3) masalah penggunaan berlebihan, penyalah-gunaan, dan lain-lain.
Pandangan Keliru Tentang Obat Herbal

• Testing of time, dijamin berkhasiat dan


aman karena sudah digunakan turun-
temurun, sehingga tak perlu riset klinik.
• Lebih cost-effectiveness, benefit-risk ratio
lebih baik dibanding dengan pengobatan
lainnya
• Pandangan keliru berasal dari penulisan
buku pengobatan komplementer-alternatif
oleh pengarang yang tak profesional.
Dasar Pemikiran Perlunya Plasebo
Sebagai Obat Pembanding
• Logika mengatakan bila setelah pemberian obat terjadi
perbaikan klinis, maka perbaikan klinis itu disebabkan
oleh pemberian obat itu (post hoc ergo propter hoc, after
this, therefore because of this)
• Akan tetapi perbaikan klinis dapat terjadi karena
beberapa faktor selain dari pemberian obat,
gejala/keluhan menghilang sendiri (self-limited course of
disease, gejala/keluhan hilang timbul, remisi spontan,
dan efek placebo)
• Dengan menggunakan plasebo sebagai pembanding,
maka dapat diukur besarnya perbaikan klinis karena
efek obat
Apakah Efek Plasebo itu?
• Adalah efek non-spesifik (perbaikan atau efek samping)
yang menyertai tindakan pengobatan.Dalam
pharmacotherapy ada yang dikenali sebagai placebo
enhancer, yaitu warna obat, ukuran, rasa, nyeri suntikan,
alat yang mengesankan, dan harga mahal.

• Efek plasebo tak terbatas pada pemberian obat dan cara


pengobatan, tetapi ditentukan pula oleh keharmonisan
hubungan penderita dan penyembuh.

• Sugesti yang menghasilkan ekspektasi dapat


meningkatkan keberhasilan pengobatan. Sugesti dapat
berasal dari kharisma/reputasi perorangan, kecanggihan
alat, institusi yang ternama.
Ketersamaran Dalam Uji Klinik
• Bertujuan untuk menghindari bias dalam
penilaian respons pengobatan.
• Ketersamaran diperoleh dengan cara
menyamakan bentuk,ukuran, warna, rasa, cara
pemberian dan sensasi yang ditimbulkannya,
dan interval pemberian, sedemikian rupa
sehingga si pemberi, pengamat, dan penderita
tak dapat membedakan obat mana yang ia
terima selama berlangsungnya penelitian.
Besar Sampel Uji Klinik
• Ditentuan berdasarkan perkiraan besar
perbedaan efek dua pengobatan. Makin besar
perbedaan efek,makin sedikit jumlah sampel
yang diperlukan. Makin kecil perbedaan efek,
makin besar jumlah sampel yang diperlukan.
• Perbedaan efek terapi dua macam obat
umumnya tidak besar, diperlukan sekitar 300
subyek perkelompok untuk menyatakan ada
atau tidaknya kemaknaan perbedaan itu

Anda mungkin juga menyukai