Anda di halaman 1dari 18

PERCOBAAN 1

INJEKSI RANITIDIN
Teori :
Sediaan injeksi adalah sediaan steril, berupa larutan, suspensi, emulsi atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara
merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir(1). Sediaan injeksi
merupakan sediaan steril yang bebas dari kontaminasi pirogenik, endotoksin, partikulat, stabil
secara fisika, kimia, dan mikrobiologi, isotonis, dan isohidris(2). Salah satu sedian injeksi
berupa ampul. Ampul merupakan wadah berbentuk silindris yang terbuat dari gelas yang
memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar(1). Adapun syarat sediaan steril adalah
sterilitas, bebas kontaminasi pirogenik dan endotoksin, bebas partikulat, stabil secara fisika,
kimia, dan mikrobiologi, isotonis, dan isohidris(2).
Ranitidin dan antasida merupakan obat antiulcer yang paling banyak digunakan dalam
(3)
terapi gastritis . Ranitidin Hidroklorida merupakan antagonis reseptor histamin H2 secara
selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung,
sehingga pada pemberian ranitidin HCl sekresi asam lambung akan dihambat. Obat ini
digunakan secara luas untuk tukak duodenum, tukak lambung, zollinger-Ellison syndrome,
gangguan refluks lambung-esofagus, dan erosi esophagus(1).
Daya hambat ranitidin terhadap sekresi asam lebih kuat dari simetidin. Alasan Ranitidin
dibuat sediaan injeksi adalah untuk mempercepat reaksi obat didalam tubuh . Sediaan injeksi
akan lebih cepat diserap oleh tubuh karena langsung berhubungan dengan pembuluh darah(4).
1. Osmolaritas(5)
Osmolaritas larutan secara teoritis dinyatakan dalam osmol per liter (Osmol per
L) larutan dan banyak digunakan secara luas dalam praktek klinis karena osmol
dinyatakan dalam osmol sebagai fungsi volume. Osmolaritas tidak dapat diukur, tetapi
dihitung secara teoritis dari pengukuran osmolalitas secara eksperimen.
Kadang-kadang osmolaritas dihitung secara teoritis dari konsentrasi molar:

Gambar 1. Rumus Osmolaritas Teoritis

vi adalah jumlah partikel hasil disosiasi satu molekul zat terlarut yang ke-i; ci
adalah konsentrasi molar zat terlarut yang ke-i dalam larutan. Sebagai contoh,
osmolaritas larutan yang dibuat dengan melarutkan 1 g vankomisin dalam 100 mL
larutan natrium klorida 0,9 % dapat dihitung sebagai berikut:

Gambar 2. Perhitungan Osmolaritas Larutan

Hasil menunjukkan bahwa larutan tersebut agak hiper-osmotik karena


osmolalitas darah berada diantara 285 dan 310 mOsmol per kg. Apabila larutan yang
ditentukan secara eksperimen mempunyai nilai osmolalitas sebesar 255 mOsmol per
kg, maka larutan tersebut bersifat hipo-osmotik. Contoh tersebut di atas
menggambarkan bahwa nilai osmolaritas yang dihitung secara teoritis dari konsentrasi
larutan sebaiknya diinterpretasikan secara hati-hati dan mungkin tidak mewakili sifat
osmotik larutan injeksi.

2. Ranitidin HCl(5)
Struktur Kimia

Rumus Molekul C13H22N4O3S


Sinonim Ranitidine Hydrochloride
Nama Kimia N-[2-[[[5-[(Dimetilamino)metil]-2-furanil]metil]tio]etil]-N’-
metil-2-nitro-1,1-etenadiamina, hidroklorida
Berat Molekul 314,4
Pemerian Serbuk hablur, putih sampai kuning pucat; praktis tidak
berbau; peka terhadap cahaya dan kelembapan. Melebur pada
suhu lebih kurang 140° disertai peruraian.
Kelarutan Sangat mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol.
Titik Leleh 70°C
Stabilitas Ranitidine hidroklorida sensitive terhadap cahaya dan
• Panas kelembaban. Ketika 3 ml larutan berair ranitidin hidroklorida
• Hidrolisis 0,1% direbus selama 20 menit dengan 1 ml, baik IN asam
• Cahaya sulfat atau IN natrium hidroksida, 15% dan 84,4% dari
konsentrasi awal ranitidine akan hilang. Cara HPLC fase
terbalik yang menunjukkan stabilitas dapat dikembangkan
untuk mengukur ranitidine hidroklorida dalam tablet dan
injeksi. Untuk penurunan orde pertama dari ranitidine
hidroklorida dalam larutan pada pH 11 pada suhu 60° selama
4 jam diperlukan waktu paruh 60 menit.
Inkompatibilitas Kekeruhan putih, kabut, atau endapan segera terbentuk ketika
2ml injeksi ranitidine hidroklorida (50 mg/2ml, Glaxo)
dicampur dengan 1 ml injeksi methotrimeprazine (25 mg/ml,
Rhône-Paulene), alkaloid opium (20mg/ml , Roche), atau
fenobarbiton natrium (120 mg/mL. Abbott) pada 25 di bawah
lampu neon. Ketika larutan ranitidin hidroklorida dicampur
dengan 1 ml injeksi diaorpam (10 mg/ml, Roche), hidroksizin
hidroklorida (30 mg/ml, Pfizer), atau lorazepam (4 mg/mL,
Wyeth), lapisan kabut sementara, yang menghilang selama
pencampuran vortex, diamati. Sembilan belas obat lain,
termasuk morfin sulfat (10 mg/ml, A&H), secara fisik
kompatibel dengan larutan ranitidin hidroklorida selama satu
jam.
Kesimpulan :
Bentuk zat aktif yang digunakan (basa/asam/garam/ester) : asam
Bentuk sediaan (lar/susp/emulsi/salep/krim/gel) : injeksi
Kemasan : Simpan larutan dalam dosis tunggal atau dosis ganda dalam wadah gelas
tipe I, terlindung dari cahaya. Simpan dibawah 30. Tidak boleh dibekukan.

3. Cara Sterilisasi
Perkembangan teknologi modern menuntut adanya prosedur tambahan, antara
lain termasuk embus bentuk (pada suhu tinggi), bentuk panas basah selain dari uap
jenuh dan iradiasi ultra violet, serta pengisian berkesinambungan pada proses aseptik.
Pemilihan proses yang sesuai untuk suatu bentuk sediaan atau komponen memerlukan
pengetahuan yang tinggi tentang teknik sterilisasi dan informasi yang berkenaan
dengan tiap efek dari proses pada bahan yang sedang disterilkan.
a. Sterilisasi Uap
Proses sterilisasi termal menggunakan uap jenuh di bawah tekanan berlangsung
di suatu bejana yang disebut otoklaf, dan mungkin merupakan suatu proses
sterilisasi yang paling banyak digunakan (suatu siklus otoklaf yang ditetapkan
dalam farmakope untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit pada suhu
121° kecuali dinyatakan lain). Prinsip dasar kerja alat adalah udara di dalam bejana
sterilisasi digantikan dengan uap jenuh, dan hal ini dicapai dengan menggunakan
alat pembuka atau penutup khusus. Untuk mengganti udara secara lebih efektif dari
bejana sterilisasi dan dari bahan yang disterilisasi, siklus sterilisasi dapat meliputi
tahap evakuasi udara dan uap. Rancangan atau pemilihan suatu siklus untuk produk
atau komponenen tertentu tergantung pada beberapa faktor, termasuk ketakstabilan
panas bahan pengetahuan tentang penetrasi panas ke dalam bahan, dan faktor lain
yang tercantum dalam program validasi.
b. Sterilisasi Panas Kering
Proses sterilisasi termal untuk bahan yang tertera di Farmakope dengan
menggunakan panas kering biasanya dilakukan dengan suatu proses bets di dalam
suatu oven yang dirancang khusus untuk tujuan itu. Oven modern dilengkapi
dengan udara yang dipanaskan dan disaring, didistribusikan secara merata ke
seluruh bejana dengan cara sirkulasi atau radiasi menggunakan sistem semprotan
dengan peralatan sensor, pemantau dan prngendali parameter kritis. Validasi
sterilisasi panas kering dilakukan dengan cara yang sama seperti sterilisasi uap.
Unit yang digunakan untuk sterilisasi komponen seperti wadah untuk larutan
intravena, harus dijagan agar dapat dihindari akumulasi partikul di dalam bejana
sterilisasi. Rentang suhu khas yang dapat diterima di dalam bejana sterilisasi
kosong adalah lebih kurang 15°, jika alat sterilisasi beroperasikan pada pada suhu
lebih kurang 250°.
c. Sterilisasi Gas
Pilihan untuk menggunakan sterilisasi gas sebagai alternatif dari sterilisasi
termal sering dilakukan jika bahan yang akan disterilisasi tidak tahan suhu panas
pada proses sterilisasi uap atau panas kering. Bahan aktif yang umumnya
digunakan pada sterilisasi gas adalah etilen oksida dengan kualitas mensterilkan
yang dapat diterima. Keburukan dari bahan aktif ini antara lain sifatnya yang sangat
mudah terbakar, walaupun sudah dicampur dengan gas inert yang sesuai; bersifat
mutagenik, dan kemungkinan adanya residu toksik di dalam bahan yang
disterilkan, terutama yang mengandung ion klorida. Proses sterilisasi pada
umumnya berlangsung di dalam bejana bertekanan yang dirancang sama seperti
otoklaf, tetapi dengan tambahan bagian khusus yang hanya terdapat pada alat
sterilisasi yang menggunakan gas. Fasilitas yang menggunakan bahan sterilisasi
seperti ini harus dirancang sedemikian rupa hingga mampu mengeluarkan gas
sesudah proses sterilisasi, mampu untuk memantau mikroba yang masih hidup, dan
mengurangi paparan gas yang sangat berbahaya terhadap petugas yang menangani
alat tersebut.

Alat dan Bahan :


Alat:
No Nama alat Jumlah Cara sterilisasi (lengkap)(6)
1 Batang pengaduk 2 Oven, 170°C, 2 jam
2 Corong 1 Oven, 170°C, 2 jam
3 Erlenmeyer 1 Autoclave, 121°C, 15 menit
4 Gelas beaker 3 Autoclave, 121°C, 15 menit
5 Gelas ukur 1 Autoclave, 121°C, 15 menit
6 Kaca arloji 4 Oven, 170°C, 2 jam
7 Karet pipet tetes 3 Autoclave, 121°C, 15 menit
8 Pipet tetes 3 Oven, 170°C, 2 jam

Wadah:
No Nama alat Jumlah Cara sterilisasi (lengkap)(6)
1 Karet vial 2 Air mendidih selama 30 menit
2 Vial 2 Oven, 170°C, 2 jam

Bahan(7):
1. Ranitidin HCl
2. NaCl
3. Na2HPO4
4. KH2PO4
5. Aqua proinjeksi

Formulasi
No Nama bahan Jumlah Cara sterilisasi (lengkap)(6)
1 Ranitidin HCl … gram Sterilisasi akhir dg filter membran
2 NaCl … gram autoclave, 121°C, 15 menit
3 Na2HPO4 … gram Sterilisasi Sinar gamma
4 KH2PO4 … gram -
4 Aqua proinjeksi Add … mL Autoclave, 121°C, 15 menit

Perhitungan
A. Perhitungan Formulasi
Jumlah mL sediaan : … mL
No. Bahan Jumlah (%) Untuk Sediaan … mL
1. Ranitidin HCl 2,5 … gram
2. Na2HPO4 … … gram
3. NaH2PO4 … … gram
4. NaCl … … gram
= … mL – (Na2HPO4 + NaH2PO4
+ NaCl ) gram
5. Aquades Ad 100%
= … mL – … gram
= … mL

B. Perhitungan Dapar
Rumus pH :
[Garam]
pH = pKa + log
[Asam]

pH target : …
Dapar : fosfat
pKa : …
BM Na2HPO4 : … M
BM NaH2PO4 : … M
Kapasitas dapar (β) : 0,01 (kapasitas dapar umum)
[Na2HPO4]
• pH = pKa + log
[NaH2PO4]

[Na2HPO4]
pH = pKA + log
[NaH2PO4]

[Na2HPO4]
log = pH-pKa
[NaH2PO4]
[Na2HPO4]
log = x (nilai x didapat dari hasil pH-pKa)
[NaH2PO4]

[Na2HPO4]
= antilog x
[NaH2PO4]

[Na2HPO4] = antilog x [NaH2PO4]

• C = [Na2HPO4] + [NaH2PO4]

• pKa = 7,21
Ka = 10-7,21
Ka = 6,166 × 10-8

• pH =7
[H+] = 10-7
[H+] = 1 × 10-7

Ka[H2O+ ]
• β = 2,303 C + 2
(Ka+ [H2O ])

(Mencari nilai C)

• Konsentrasi Asam
C = x [NaH2PO4]
(Mencari nilai [NaH2PO4])

• Konsentrasi Garam
[Na2HPO4] = antilog x [NaH2PO4]
(Mencari nilai [Na2HPO4])

Massa Asam dan Garam


• Massa Asam NaH2PO4
MA = mA/Mr × 1000/V (dalam mL)
• Massa Garam Na2HPO4
MG = mG/Mr × 1000/V (dalam mL)
C. Perhitungan Tonisitas
Liso
Na2HPO4 = 3,4
NaH2PO4 = 4,3
Liso
• ENa2HPO4 = 17
BM
Liso
• ENaH2PO4 = 17
BM
Jumlah Zat Dalam
No. Zat E Kesetaraan NaCl
100 mL (%)
1. Ranitidin HCl … 2,5% 2,5% × … = … %
2. Na2HPO4 … …% …% × … = …%
3. NaH2PO4 …. …% …% × … = …%
Total …%
Solution … mL

Diketahui bahwa larutan Hipotonis (<0,9%) /Isotonis (= 0,9%) /Hipertonis


(>0,9%) karena kesetaraan HCl bernilai …%
Maka (jika hipotonis) :
0,9% - … %
= …% × … mL (mL sediaan tujuan)
= … mg NaCl (Penambahan NaCl)
= …/100 mL NaCl
= …% NaCl (% Penambahan NaCl)

D. Osmolaritas
Rumus
Osmolaritas atom X = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑧𝑎𝑡 (𝑔𝐿)𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑚𝑜𝑙𝑒𝑘𝑢𝑙 𝑥 1000 𝑥 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛
Osmolaritas atom Y = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑧𝑎𝑡 (𝑔𝐿)𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑚𝑜𝑙𝑒𝑘𝑢𝑙 𝑥 1000 𝑥 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛
Osmolaritas total = Y + X = … mOsmol/L
Sediaan bersifat hipotonis/isotonis/hipertonis
Metode(6):

Disiapkan alat, wadah dan bahan yang diperlukan.

Grey Area Disterilkan sesuai prosedur:


(Ruang
Sterilisasi)
Dicuci alat, wadah dan bahan, dikeringkan dan dibungkus
dengan kertas perkamen 2 lapis.

Sebelum disterilkan, dikalibrasi gelas beker 100ml menjadi


50ml.

Disterilkan alat, wadah dan bahan dengan menggunakan


metode panas basah (autoclave, 121°C, 15 menit) : gelas
beker, kaca arloji, pipet tetes, gelas ukur, batang pengaduk,
erlenmeyer dan vial.

Dibuat aqua proinjeksi : disterilkan 100ml aquades dengan


autoclave, 121°C, 15 menit.

Setelah disterilkan, semua alat dan wadah dimasukkan ke


dalam white area, transfer box.

Ruang Ditimbang bahan-bahan menggunakan kaca arloji.


Penimbangan

Di-addkan aqua proinjeksi dengan gelas ukur sampai … ml

White Area Disiapkan aqua proinjeksi.


(Ruang
Pencampuran)
Dilarutkan Ranitidin HCl ke dalam gelas beker dengan aqua
proinjeksi secukupnya, diaduk hingga homogen dengan
batang pengaduk.
Dilarutkan masing-masing bahan eksipien dalam gelas
beker dengan aqua proinjeksi secukupnya, diaduk hingga
homogen dengan batang pengaduk.

Dihomogenkan campuran larutan, kemudian larutan


ditambahkan aqua proinjeksi sampai mencapai 80% dari
total volume sediaan.

Dilakukan pengecekan pH menggunakan pH indikator


universal.

Bila pH belum mencapai nilai yang diharapkan, maka


ditambahkan NaOH hingga pH larutan mencapai 6, lalu
digenapkan dengan aqua proinjeksi.

Dimasukkan satu-persatu larutan eksipien ke dalam larutan


zat aktif, diaduk hingga homogen dengan batang pengaduk.

Disaring larutan sediaan menggunakan membran filter


(0,45µm) dan ditampung dengan erlenmeyer.

Diisi setiap vial dengan sediaan sebanyak … ml, ditutup


vial aluminium foil.

Dibawa vial ke ruang penutupan melalui transfer box.

White Area Ditutup vial yang sudah terisi dengan tutup karet vial, lalu
(Ruang diseal dengan aluminium foil.
Penutupan Grade
C)

Grey Area Disimpan sediaan didalam gelas kimia yang telah dilapisi
(Ruang kapas.
Sterilisasi)
Botol yang sudah disterilisasi dibawa ke ruang evaluasi
untuk dilakukan evaluasi pada sediaan.

Grey Area Dilakukan evaluasi sediaan.


(Ruang Evaluasi)

Diberi etiket dan brosur.

Dikemas dalam wadah sekunder.

Evaluasi Sediaan(5)
1. Volume Terpindahkan
Uji volume terpindahkan dirancang sebagai jaminan bahwa cairan oral yang
dikemas dengan volume yang tertera pada etiket tidak lebih dari 250 mL, yang
tersedia dalam bentuk sediaan cair atau sediaan cair yang dikonstitusi dari bentuk
padat dengan penambahan bahan pembawa tertentu dengan volume yang ditentukan,
jika dipindahkan dari wadah asli, akan memberikan volume terpindahkan sediaan
seperti tertera pada etiket. Uji volume terpindahkan tidak ditujukan untuk sediaan
wadah dosis tunggal, jika dalam monografi tertera keseragaman sediaan.
2. Penetapan pH
Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH meter) yang
sesuai, yang telah dibakukan sebagaimana mestinya, yang mampu mengukur harga
pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektrode indikator yang peka, elektroda kaca,
dan elektrode pembanding yang sesuai.
Alat yang digunakan harus mampu menunjukan potensial dari pasangan
elektrode dan untuk pembakuan pH menggunakan potensial yang dapat diukur oleh
sirkuit dengan menggunakan “pembakuan”, ”nol”, ”asimetri”, atau “kalibrasi” dan
harus mampu mengontrol perubahan dalam milivolt per perubahan unit pada
pembacaan pH melalui kendali “suhu” dan/ atau kemiringan. Pengukuran dilakukan
pada suhu 25°± 2°, kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi.
Jika pH meter dibakukan menggunakan larutan dapar dalam air, kemudian
digunakan untuk mengukur “pH” larutan atau suspensi dalam pelarut bukan air, maka
tetapan pengionan dari asam atau basa, tetapan dielektrik dari medium, potensial
sambungan cairan (yang dapat memberikan kesalahan lebih kurang 1 unit pH), dan
respons ion hidrogen dari elektrode kaca, semua akan berubah. Oleh karena itu, harga
yang diperoleh dengan larutan yang sifatnya hanya mengandung sebagian air, dapat
dianggap hanya sebagai harga pH.
3. Kejernihan Larutan
Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh seseorang yang
memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan cahaya yang baik, terhalang
terhadap refleksi ke dalam matanya, dan berlatar belakang hitam dan putih, dijalankan
dengan suatu aksi memutar, harus benar-benar bebas dari partikel kecil yang dapat dilihat
dengan mata.
4. Uji Sterilitas
Larutan uji + media perbenihan, inkubasi pada 20oC – 25oC
Metode uji: Teknik penyaringan dengan filter membran (dibagi menjadi 2 bagian)
lalu diinkubasi
5. Uji Pirogen
Uji pirogen dimaksudkan untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang
dapat diterima oleh pasien pada pemberian sediaan infus. Pengujian meliputi pengukuran
kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji secara intravena.
6. Uji Penetapan Kadar
Pipet sejumlah volume infus setara dengan kurang lebih 90 mg natrium klorida,
masukkan ke dalam wadah dari porselen dan tambahkan 140 ml air dan 1 ml
diklorofluoresein LP. Campur dan titrasi dengan perak nitrat 0,1 N LV hingga perak
klorida menggumpal dan campuran berwarna merah muda lemah. 1ml perak nitrat 0,1 N
setara dengan 5,844 mg NaCl.
7. Uji Kebocoran
Uji kebocoran dilakukan dengan membalikkan botol sediaan injeksi dengan mulut
botol menghadap ke bawah. Diamati ada tidaknya cairan yang keluar menetes dari botol.

DAFTAR PUSTAKA
1. Alaydrus, S., Nikmah, Ef. 2018. Analisis Kadar Ranitidin Injeksi Ditinjau Dari
Lamanya Penyimpanan Menggunakan Metode Spektrofotometri Uv-Vis. Jurnal
Farmasi Indonesia AFAMEDIS. 1(1): 45.
2. Dewantisari, D., Musfiroh, I. 2020. Strategi Peningkatan Objektivitas Hasil Uji
Inspeksi Visual Sediaan Injeksi: Review. Majalah Farmasetika. 5(2): 64-65.
3. Oka, RV., Kamaluddin., Harahap, DH. 2018. Rasionalitas Penggunaan Ranitidin pada
Pasien Gastritis di Puskesmas Alang-alang Lebar Palembang. Majalah Kedokteran
Sriwijaya Th 50. 50(3) : 134-135.
4. Sholihah, NA., Oetari., Sunarti. 2019. Efektivitas Biaya Penggunaan Omeprazole Dan
Ranitidin Pada Pasien Gastritis. Jurnal Kesehatan, Kebidanan, dan Keperawatan VIVA
MEDIKA. 12(1): 87.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
6. Sesilia, E. 2016. Praktikum Teknologi Sediaan Steril. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
7. Rowe, RC., Sheskey, PJ., Quinn, ME. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients,
6th Edition. Washington D.C : Pharmaceutical Press and American Pharmacists
Association.
Logbook

Aktivitas

Asisten/ Dosen Praktikan

Nama Nama
Logbook

Aktivitas

Asisten/ Dosen Praktikan

Nama Nama
Logbook

Aktivitas

Asisten/ Dosen Praktikan

Nama Nama
Logbook

Aktivitas

Asisten/ Dosen Praktikan

Nama Nama
Logbook

Aktivitas

Asisten/ Dosen Praktikan

Nama Nama

Anda mungkin juga menyukai