Anda di halaman 1dari 16

MEDFARM: Jurnal Farmasi dan Kesehatan, Vol 1, No 3, 2022, Hal, 1 – 16

e-ISSN : 2715-9957
p-ISSN: 2354-8487

PENETAPAN KADAR PARACETAMOL PADA SEDIAAN


SUPPOSITORIA DENGAN MENGGUNAKAN
SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis
Aprias Rupiani1, Bayu Rizky Ramadhan2, Tila Azzahra Mumtaz3, Hurin
Layyinatus Shifa4, Dea Oktaviana5, Shafa Nusryabani6
1),2,)3),4),5),6)Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura
e-mail:
1) I1021211014@student.untan.ac.id
2) I1021211026@student.untan.ac.id
3) I1021211059@student.untan.ac.id
4) I1021211083@student.untan.ac.id
5) I1021211089@student.untan.ac.id
6) I1021211104@student.untan.ac.id

ABSTRAK
Dalam industri farmasi, pengendalian mutu merupakan bagian dari Good
Manufacturing Practice (GMP) untuk memastikan bahwa suatu produk memiliki
kualitas yang sesuai dengan tujuan penggunaannya, sehingga produk tersebut
ditempatkan di pasar untuk memenuhi persyaratan GMP. Dalam permintaan
tersebut perlu ditetapkan kadar parasetamol dalam tablet sesuai dengan
persyaratan Farmakope Indonesia (FI) Versi IV 1995 tidak kurang dari 90% dan
tidak lebih dari 110%. Kandungan bahan aktif parasetamol dalam sediaan tablet
adalah 500 mg. Kadar yang tidak sesuai dengan yang ditetapkan untuk suatu
senyawa obat akan mempengaruhi efek terapeutik yang diharapkan dan dapat
menimbulkan hal-hal yang tidak baik, yang ditunjukkan dengan terjadinya efek
samping yang tidak diinginkan atau efek toksik yang dapat merugikan konsumen
obat tersebut. Oleh karena itu, penentuan konsentrasi parasetamol sangat penting
untuk mengetahui keakuratan konsentrasi parasetamol dalam sediaan tablet
tersebut. Metode yang digunakan untuk menentukan konsentrasi parasetamol
pada percobaan kali ini adalah spektrofotometri UV-Visible. Spektrofotometri
UV-Visible adalah metode yang tidak standar. Oleh karena itu, sebelum metode
yang digunakan untuk menentukan konsentrasi diterapkan dalam uji
laboratorium, terlebih dahulu harus dilakukan validasi. Tujuan dari praktikum ini
ialah untuk dapat mengetahui kadar parasetamol dalam sediaan suppositoria dan
mengetahui disolusi dan degradasi parasetamol dalam sediaan suppositoria
berdasarkan pengukuran berdasarkan pengukuran menggunakan
Spektrofotometri UV-Vis.

Kata Kunci : parasetamol, suppositoria, spektrofotometri

ABSTRACT

In the pharmaceutical industry, quality control is part of Good Manufacturing Practice


(GMP) to ensure that a product has a quality suitable for its intended use, so that the
MEDFARM: Jurnal Farmasi dan Kesehatan, Vol 1, No 3, 2022, Hal, 1 – 16
e-ISSN : 2715-9957
p-ISSN: 2354-8487

product is placed on the market to meet GMP requirements. In this request, it is necessary
to determine the level of paracetamol in tablets in accordance with the requirements of the
Indonesian Pharmacopoeia (FI) Version IV 1995, not less than 90% and not more than
110%. The content of the active ingredient paracetamol in tablet preparations is 500 mg.
Levels that are not in accordance with those set for a drug compound will affect the expected
therapeutic effect and can cause things that are not good, which is indicated by the
occurrence of unwanted side effects or toxic effects that can be detrimental to consumers of
the drug. Therefore, determining the concentration of paracetamol is very important to
determine the accuracy of the concentration of paracetamol in these tablets. The method
used to determine the concentration of paracetamol in this experiment is UV-Visible
spectrophotometry. UV-Visible spectrophotometry is a non-standard method. Therefore,
before the method used to determine the concentration is applied in laboratory tests, it must
first be validated. The purpose of this practicum is to be able to determine the levels of
paracetamol in suppository preparations and to know the dissolution and degradation of
paracetamol in suppository preparations based on measurements using UV-Vis
Spectrophotometry.

Keywords : paracetamol, suppositories, spectrophotometry

PENDAHULUAN
Demam disebabkan oleh patogen yang dapat meningkatkan suhu tubuh yang
merupakan penanda suatu respon tubuh terhadap penyakit. Kejang demam
merupakan kejang yang terjadi pada saat suhu rektal atau suhu tubuh meningkat
melebihi 38oC dan disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam
dapat terjadi pada 2 - 4 % anak yang berusia 6 bulan - 5 tahun. Penatalaksanaan
untuk demam dapat diatasi dengan pemberian antipiretik. Penggunaan
antipiretik belum terbukti dapat mengurangi risiko terjadinya kejang demam,
namun para ahli di Indonesia tetap sepakat bahwa pemberian antipiretik tetap
dapat digunakan seperti, paracetamol, ibuprofen, atau aspirin (Trianggani,2017).

Pada umumnya penggunaan parasetamol untuk manusia aman digunakan dalam


dosis yang direkomendasikan. Pada saluran pencernaan parasetamol mudah
diserap dengan konsentrasi plasma puncak terjadi sekitar 10 sampai 60 menit
setelah dosis oral. Parasetamol dimetabolisme di hati yang akan disekresikan
dalam urin menjadi glukoronida dan sulfat konjugasi. Interaksi obat dengan
etanol penggunaan berlebihan kronis dapat meningkatkan risiko hepatotoksisitas
(Adam, 2022). Pada rektum penyerapan parasetamol dapat berlangsung dengan
MEDFARM: Jurnal Farmasi dan Kesehatan, Vol 1, No 3, 2022, Hal, 1 – 16
e-ISSN : 2715-9957
p-ISSN: 2354-8487

lambat terkadang variabel penyerapan tidak menentu. Hal ini dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu bioavailabilitas relatif suppositoria mungkin
tergantung pada ketinggian penempatan di rektum, pH rektum, isi kubah rektal,
dan aliran darah kolon. Bioavailabilitas parasetamol juga dapat dipengaruhi oleh
formulasi suppositoria dengan penyerapan dari suppositoria lipofilik yang lebih
cepat dari pada suppositoria hidrofilik.

Latar belakang suppositoria dapat mempengaruhi kecepatan pelepasan obat dari


suppositoria. Pada penelitian ini, substrat suppositoria yang digunakan adalah
cocoa butter yang merupakan substrat yang larut dalam lemak. Lemak coklat
adalah basis yang ideal karena titik leburnya antara 30 dan 36°C,
memungkinkannya meleleh pada suhu tubuh manusia. Menggunakan lemak
coklat dalam suppositoria ibuprofen lebih efektif daripada PEG dan Witepsol E75
karena memiliki tingkat disolusi dan penetrasi tercepat. Lemak coklat aman, tidak
beracun dan tidak menyebabkan iritasi sehingga dapat digunakan sebagai
supositoria (Trianggani 2017).

Suppositoria adalah sediaan padat dengan berat dan bentuk yang berbeda,
diberikan secara rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau larut
pada suhu tubuh. Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan lokal,
pembawa agen terapi topikal atau sistemik. Bahan dasar suppositoria yang umum
digunakan adalah cocoa butter, gelatin gliserin, minyak sayur terhidrogenasi,
campuran polietilen glikol berbagai berat molekul, dan ester asam lemak
polietilen glikol (Depkes, 2020). Bahan dasar supositoria yang digunakan memiliki
pengaruh yang besar terhadap pelepasan zat terapeutik. Lemak coklat larut
dengan cepat pada suhu tubuh dan tidak bercampur dengan cairan tubuh,
sehingga menghambat pengiriman obat yang larut dalam lemak ke tempat
pengobatan. Polietilen glikol adalah bahan dasar yang cocok untuk beberapa
disinfektan. Pembawa minyak seperti cocoa butter jarang digunakan dalam
persiapan vagina, karena membentuk residu yang tidak dapat diserap, sedangkan
gelatin gliserin jarang digunakan secara rektal karena pembubarannya yang
MEDFARM: Jurnal Farmasi dan Kesehatan, Vol 1, No 3, 2022, Hal, 1 – 16
e-ISSN : 2715-9957
p-ISSN: 2354-8487

lambat. Lemak coklat dan penggantinya (lemak keras) lebih baik untuk
mengurangi iritasi, seperti sediaan wasir dalam (Depkes, 2020).

Metode yang digunakan untuk menentukan konsentrasi parasetamol pada


percobaan kali ini adalah spektrofotometri UV-Visible. Spektrofotometri UV-
Visible adalah metode yang tidak standar. Oleh karena itu, sebelum metode yang
digunakan untuk menentukan konsentrasi diterapkan dalam uji laboratorium,
terlebih dahulu harus dilakukan validasi. Validasi metode analitik adalah
tindakan mengevaluasi parameter tertentu, berdasarkan eksperimen
laboratorium, untuk menunjukkan bahwa metode tersebut memenuhi
persyaratan untuk digunakan. Suatu metode analisis dapat memberikan data
yang handal jika memenuhi beberapa parameter validasi yang dibutuhkan, yaitu
presisi, presisi, linearitas, limit of detection (LOD), limit of quantification (LOQ),
selektivitas dan reliabilitas metode (Sayuthi, 2017).

METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu: Rabu, 23 November 2022
Tempat: Laboratorium Analisis Farmasi, Program Studi Farmasi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Indonesia

Alat dan Bahan


Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah aquadest, baku paracetamol,
cera alba, NaOH, Oleum cacao, parafin cair, parasetamol, sedangkan alat yang
digunakan yaitu batang pengaduk, beaker glass, botol kaca gelap, cawan porselin,
cetakan suppositoria, gelas ukur, hot plate, micropipet, plastik wrap, sendok
stainless, spektrofotometri Uv-Vis, termometer, timbangan analitik, tisu, dan vial.

Preformulasi Suppositoria
Setiap 1 suppositoria mengandung 250 mg zat aktif paracetamol, jumlah
suppositoria yang dibuat pada praktikum ini berjumlah 10 buah suppositoria,
berat 1 suppositoria adalah 3 gram dan berat keseluruhan 10 suppositoria adalah
30 gram nilai tukar parasetamol yaitu 1,5 x 2,5 gram = 3,75 gram.
MEDFARM: Jurnal Farmasi dan Kesehatan, Vol 1, No 3, 2022, Hal, 1 – 16
e-ISSN : 2715-9957
p-ISSN: 2354-8487

Pembuatan Suppositoria
Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan serta timbang bahan sesuai dengan
perhitungan. Dileburkan cera alba dengan menggunakan cawan porselin
kemudian diletakkan di atas penangas air. Masukkan oleum cacao ke dalam cera
alba yang sudah melebur, aduk sampai homogen. Kemudian masukkan zat aktif
paracetamol ke dalam oleum cacao dan cera alba yang telah homogen sambil terus
diaduk. Setelah diaduk siapkan cetakan suppositoria jangan lupa diolesi dengan
menggunakan parafin cair. Masukkan sediaan suppositoria ke dalam cetakan
suppositoria ditunggu hingga suhu nya sudah tidak panas. Kemudian masukkan
suppositoria ke dalam lemari es selama 30 menit, suppositoria yang telah dingin
dibungkus dengan menggunakan aluminium foil.

Penetapan Kadar Parasetamol pada Suppositoria


Ditimbang 10 suppositoria dan dihitung masing-masing nilai % RSDnya. Terlebih
dahulu ditimbang 5 suppositoria serta dihitung berat total. Siapkan aquadest ke
dalam gelas beaker dengan ukuran 700 ml kemudian dipanaskan serta dijaga suhu
nya pada 37 derajat celcius dan diaduk dengan kecepatan 100 rpm. Diambil
sampel sebanyak 1 ml dilakukan pada setiap waktu 5, 15, 30, 45, dan 60 menit.
Ditetapkan kadar parasetamol yang sudah terlarut dengan cara direaksikan
dengan 10 ml NaOH 0,1 N add 10 ml, lalu dibaca serapannya pada 257 nm
spektrofotometer UV.

Pembuatan Kurva Baku Parasetamol


Ditimbang sebanyak 200 mg serbuk parasetamol yang telah dilarutkan dalam 50
ml NaOH 0,01N. Encerkan dalam 100 ml aquades kemudian larutan dikocok
selama 15 menit. Diambil sebanyak 1, 2, 5, 10, dan 15 ml lalu ditambah 10 ml NaOH
0,1 N. Larutan diencerkan sampai 100 ml dan diukur pada absorbansi 257 nm

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Data Absorbansi

Tabel 1. Absorbansi Baku Standar


MEDFARM: Jurnal Farmasi dan Kesehatan, Vol 1, No 3, 2022, Hal, 1 – 16
e-ISSN : 2715-9957
p-ISSN: 2354-8487

ppm Absorbansi

0,2418
3

0,3151
4

0,3768
5

0,4371
6

0,518
7

0,5782
8

0,7624
9

Baku yang digunakan pada uji kadar kali ini yaitu baku eksternal berupa serbuk
paracetamol. Baku yang dibuat memiliki konsentrasi 400 ppm dan dari larutan
tersebut dibuat 7 seri konsentrasi dimulai dari 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 ppm.
Pemilihan seri konsentrasi ini berdasarkan banyaknya jumlah seri konsentrasi
yang sudah ditetapkan oleh International Conference Harmonization yaitu paling
sedikit sebanyak 6 seri konsentrasi. Pada preparasi baku dan sampel dilakukan
penimbangan seksama sebagai upaya untuk menghindari kesalahan yang dapat
memicu kesalahan pada hasil absorbansi pula.

2. Hasil Kurva Baku Parasetamol dengan Pelarut NaOH pada Replikasi 1


MEDFARM: Jurnal Farmasi dan Kesehatan, Vol 1, No 3, 2022, Hal, 1 – 16
e-ISSN : 2715-9957
p-ISSN: 2354-8487

Gambar 1. Kurva Baku Parasetamol Pelarut NaOH


Pada pembuatan seri konsentrasi baku standar ini, dilarutkan bubuk paracetamol
menggunakan larutan NaOH 0,1N. Kurva baku adalah kurva yang diperoleh
dengan memplotkan nilai absorban dengan konsentrasi larutan standar yang
bervariasi menggunakan panjang gelombang maksimum. Kurva ini merupakan
hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert Beer
terpenuhi maka kurva kalibrasi berupa garis lurus. Pada pembuatan kurva baku
ini digunakan persamaan garis yang diperoleh dari metode kuadrat terkecil yaitu
y = bx +a, Persamaan ini akan menghasilkan koefisien korelasi (r). Nilai koefisien
korelasi yang memenuhi persyaratan adalah lebih dari 0,9770. Pada praktikum ini,
didapatkan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9603 yang artinya nilai tersebut
hampir baik mendekati persyaratan nilai korelasi yang sudah ditetapkan.

Pemakaian larutan ini karena NaOH merupakan pelarut yang sering dijumpai,
serta dalam praktikum ini, penambahan NaOH dilakukan agar baku maupun
sampel memiliki suasana basa dan dapat dilakukan pengukuran sesuai dengan
panjang gelombang maksimum pada literatur. Pada praktikum ini, NaOH
berperan sebagai reagen yang nantinya akan berperan dalam penyerapan foton
dalam daerah Uv-Vis (Irawan, A., 2019). Pada praktikum kali ini dilakukan pada
panjang gelombang 257 nm karena paracetamol yang digunakan pada keadaan
basa. Sesuai dengan literatur rujukan, diketahui bahwa dari kelima variasi
konsentrasi yang digunakan sebagai uji serapan gelombang maksimum, serapan
maksimum larutan parasetamol tetap berada pada panjang gelombang 256 nm.
Nilai serapan maksimum dari hasil pengukuran spektrum serapan larutan
parasetamol ini hampir mendekati nilai serapan maksimum parasetamol sesuai
literatur lain dimana serapan maksimum parasetamol pada daerah ultraviolet di
dalam larutan asam adalah 254 nm dan dalam larutan basa adalah 257 nm (Fendri,
S. T. J., 2018).

Pada hasil absorbansi tersebut, didapat persamaan regresi linear dengan nilai y =
0,0796x - 0,0163 dan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9603 seperti pada gambar
1., dimana koefisien korelasi yang mendekati 1 menyatakan hubungan linear
MEDFARM: Jurnal Farmasi dan Kesehatan, Vol 1, No 3, 2022, Hal, 1 – 16
e-ISSN : 2715-9957
p-ISSN: 2354-8487

terhadap konsentrasi dengan AUC yang dihasilkan. Hal ini menyatakan bahwa
semakin meningkat nilai absorbansi, maka berbanding lurus dengan peningkatan
konsentrasinya sesuai dengan koefisien korelasi yang baik (Wahyuni A.M., et. al.,
2022). Adapun korelasi yang baik sesuai dengan standar SNI yaitu nilai koefisien
korelasi diatas 0,997 (Kemenkes RI., 2020). Kemudian, terdapat standar yang
digunakan dalam penelitian global yaitu sebesar 0,998 (ICH (International
Conference Harmonization) 1994). Berdasarkan hal tersebut, nilai koefisien yang
didapat belum memenuhi syarat koefisien korelasi yang baik. Terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi hasil yang tidak sesuai tersebut, salah satunya yaitu
pada saat preparasi terdapat ketidaktelitian dalam memipet larutan. Kesalahan
pemipetan merupakan kesalahan yang sangat lazim ditemukan pada preparasi.
Ditambah, pada praktikum kali ini pemipetan hanya dilakukan secara
konvensional atau manual tidak menggunakan alat otomatis. Sehingga pemipetan
dari satu tempat ke tempat lain dengan volume tertentu yang memiliki volume
yang sama, tidak selalu menghasilkan hasil uji yang baik. Meski sudah
menggunakan mikropipet yang terstandarisasi dalam preparasi, hal tersebut
masih berpengaruh dalam pemipetan karena mikropipet merupakan alat yang
masih tergolong manual, sehingga hal ini mempengaruhi dalam hasil absorbansi
(Santoso, K., 2017).

3. Hasil Rata – Rata Bobot Sampel


Tabel 2. Rata-Rata Bobot Sampel Suppositoria

Berat (x) (x - 𝒙
̅) (x - 𝒙
̅)2

3,6928 -0,10017 0,010034029

3,799 0,00603 3,63609E-05

3,7915 -0,00147 2,1609E-06

3,7277 -0,06527 0,004260173

3,9337 0,14073 0,019804933


MEDFARM: Jurnal Farmasi dan Kesehatan, Vol 1, No 3, 2022, Hal, 1 – 16
e-ISSN : 2715-9957
p-ISSN: 2354-8487

3,8169 0,02393 0,000572645

3,8647 0,07173 0,005145193

3,758 -0,03497 0,001222901

3,8602 0,06723 0,004519873

3,6852 -0,10777 0,011614373

Pada preparasi, dilakukan penimbangan kesepuluh sampel suppositoria


parasetamol yang dimiliki, kemudian menghitung bobot rata rata 5 buah sampel
suppositoria dan sepuluh sampel suppositoria. Membedakan perhitungan
menjadi dua jenis tersebut dilakukan karena pada tiap pengambilan sampel per
menitnya, dibagi menjadi dua gelas beaker dimana masing masing gelas beaker
diisi oleh 5 suppositoria kemudian dilarutkan dengan aquades 500 mL pada suhu
37 derajat celcius. Penimbangan dilakukan untuk mencari nilai standar deviasi
(RSD) dari sediaan tersebut. Dasar penghitungan standar deviasi adalah
keinginan untuk mengetahui keragaman suatu kelompok data. Salah satu cara
untuk mengetahui keragaman dari suatu kelompok data adalah dengan
mengurangi setiap nilai data dengan rata-rata kelompok data tersebut,selanjutnya
semua hasilnya dijumlahkan (Nafi’iyah, N., 2017).

Dari hasil perhitungan, didapatkan nilai RSD yaitu sebesar 1,089237% pada 5
suppositoria pertama, 0,895522% pada 5 suppositoria selanjutnya dan 0,6647%
pada keseluruhan suppositoria yang digunakan. Nilai ini merupakan nilai yang
baik dalam perhitungan RSD. Menurut literatur, diketahui bahwa nilai persentase
RSD yang baik yaitu tidak melebihi 2% (Husni, P., 2022). Nilai persentase tersebut
juga memenuhi nilai uji keseragaman bobot suppositoria itu sendiri. Uji
keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui apakah semua suppositoria
yang dihasilkan mempunyai bobot seragam yang artinya masing-masing bobot
suppositoria tidak menyimpang dari bobot rata-ratanya (Nuryanti, N., 2016).
Suppositoria tersebut memenuhi persyaratan karena tidak satupun suppositoria
melebihi batasan persyaratan keseragaman bobot yang ditetapkan British
MEDFARM: Jurnal Farmasi dan Kesehatan, Vol 1, No 3, 2022, Hal, 1 – 16
e-ISSN : 2715-9957
p-ISSN: 2354-8487

Pharmacopoeia yaitu tidak lebih dari 2 suppositoria yang masing-masing


bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari 5% dan tidak satu
suppositoria pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari
10% (British Pharmacopoeia Commission, 2002).

4. Hasil Kadar Paracetamol


Tabel 3. Kadar Paracetamol

Waktu Kadar R1 Kadar R2


(menit) (mg) (mg)

5 0,139 0,1616

15 0,2943 0,2440

30 0,6056 0,3796

45 0,5915 1,5298

60 0,5976 2,1864

Pada proses disolusi ini, diambil sampel pada menit ke 5, 15, 30, 45, dan 60
kemudian ditambahkan NaOH hingga 10 mL. Adapun dilakukan penetapan
kadar dengan variasi menit seperti ini untuk melihat waktu obat lepas dari basis
dan kemudian terdegradasi oleh suhu.

Kadar yang kurang dari dosis efektif akan mempersulit penyembuhan penyakit.
Hal ini bisa terjadi karena pemberian dosis yang kurang atau karena terjadinya
penurunan kualitas obat selama penyimpanan. Dengan demikian kontrol kualitas
dan penetapan waktu kadaluarsa obat sangat diperlukan. Jalur utama degradasi
yang menyebabkan parasetamol tidak stabil adalah peristiwa hidrolisis yang
memecah parasetamol menjadi p aminofenol dan asam asetat, dan hal ini dapat
terjadi selama penyimpanan obat, sehingga kontrol kualitas dan penetapan waktu
kadaluarsa obat sangat diperlukan, selain itu penting untuk memformulasikan
obat sedekat mungkin dengan pH optimumnya untuk memperoleh sediaan yang
MEDFARM: Jurnal Farmasi dan Kesehatan, Vol 1, No 3, 2022, Hal, 1 – 16
e-ISSN : 2715-9957
p-ISSN: 2354-8487

lebih stabil selama penyimpanan (Husni, P., 2022). Larutan tersebut kemudian
diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometri UV Vis.

5. Hasil Kurva Sampel Replikasi 1

Gambar 2. Kurva Sampel Replikasi 1

6. Hasil Kurva Sampel Replikasi 2

Gambar 3. Kurva Sampel Replikasi 2

Dari hasil tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat beberapa tiap seri waktu yang
tidak masuk pada rentang absorbansi baku standar. Dengan kata lain, bahwa pada
menit ke-5 replikasi 1 dan menit ke-5 hingga 15 pada replikasi 2 sediaan tidak
memenuhi absorbansi baku atau belum sepenuhnya terdisolusi pada larutan
aquades. Diketahui pada kurva sampel replikasi 1 mengalami penurunan kadar
pada menit ke 45 dan 60. Tabel 1 menunjukkan bahwa pada menit ke-5 hingga 30
pada sampel 1 menunjukkan peningkatan konsentrasi, kemudian pada menit ke-
45 mengalami penurunan konsentrasi kemudian pada menit ke-60 mengalami
sedikit kenaikan konsentrasi. Berbeda dengan sampel 2, dimana terus mengalami
MEDFARM: Jurnal Farmasi dan Kesehatan, Vol 1, No 3, 2022, Hal, 1 – 16
e-ISSN : 2715-9957
p-ISSN: 2354-8487

peningkatan nilai kadar hingga menit ke-60. Bisa disimpulkan bahwa pada menit
ke-45 obat di dalam tubuh mengalami fase rate limiting step yaitu tahap dimana
paling lambat dari tahap pelepasan obat mulai dari bentuk sediaan obat sebelum
diabsorbsi oleh tubuh kemudian mengalami fase eliminasi berikutnya dengan
ditandai kenaikan kadar sedikit dari sebelumnya namun tidak lebih dari menit ke-
30 (Umar, S., 2017).
Pada penurunan tersebut juga diasumsikan terjadi degradasi pada parasetamol
tersebut. Berdasarkan penelitian sebelumnya, disebutkan bahwa paracetamol
terutama dalam bentuk sediaan suppositoria lebih stabil disimpan pada suhu
ruang. Selain itu, hidrolisis parasetamol dapat menghasilkan p-aminofenol dan
asam asetat (Husni, P., 2022).
Pada Replikasi 1 juga, absorbansi yang didapat sedikit rendah dari absorbansi
replikasi kedua. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan
suppositoria sebelum dianalisis. Kondisi penyimpanan dispersi padat juga dapat
mempengaruhi stabilitas fisik sediaan tersebut. Berdasarkan penelitian
sebelumnya yang dikutip pada penelitian Puspayani, N. L. I., (2017),
penyimpanan dispersi padat dengan suhu ruang atau sekitar 25 derajat celcius
dalam jangka waktu lebih dari dua bulan hingga lima bulan dapat menyebabkan
terjadi proses penuaan fisik sehingga jumlah obat yang terdisolusi menurun tiap
waktunya. Pada proses penuaan fisik tersebut, partikel dispersi padat mempunyai
energi bebas permukaan yang tinggi dimana membuat partikel tidak stabil dan
dapat bergabung membentuk partikel yang ukurannya lebih besar yang dapat
menurunkan energi bebas permukaan. Terbentuk partikel besar ini dapat
menyebabkan partikel dispersi padat menjadi lebih besar dan mengakibatkan
permukaan partikel yang mempunyai kontak fisik terhadap media disolusi
menurun. Hal tersebut yang mengakibatkan menurunnya disolusi obat.
Dari hasil yang diperoleh pada percobaan analisis kali ini, perlu dipertimbangkan
beberapa hal yang perlu dilakukan lebih teliti dalam pengerjaan yaitu : 1) pada
saat pengenceran, alat-alat yang digunakan harus bersih tanpa adanya zat
pengotor; 2) di dalam penggunaan alat harus benar-benar steril; 3) jumlah zat yang
dipakai harus sesuai dengan yang telah ditentukan; dan 4) dalam penggunaan
MEDFARM: Jurnal Farmasi dan Kesehatan, Vol 1, No 3, 2022, Hal, 1 – 16
e-ISSN : 2715-9957
p-ISSN: 2354-8487

spektrofotometri UV-Vis sampel harus bersih dari pengotor agar tidak


mengganggu penyerapan foto

SIMPULAN
1. Didapatkan kadar parasetamol pada sediaan suppositoria yaitu pada
replikasi pertama pada menit ke 5; 15; 30; 45; 60 diperoleh hasil kadar
sebesar 0,139; 0,2943; 0,6056; 0,5915 dan 0,5976 mg. Pada replikasi 2 pada
menit yang sama diperoleh hasil 0,1616; 0,2440; 0,3796; 1,5298 dan 2,1864
mg.

2. Pada suppositoria replikasi 1 dan 2 diketahui bahwa sediaan mengalami


disolusi dengan meningkatnya kadar seiring bertambahnya satuan waktu.
Pada suppositoria replikasi 1, diketahui bahwa mengalami fase rate limiting
step yaitu tahap dimana paling lambat dari tahap pelepasan obat mulai dari
bentuk sediaan obat sebelum diabsorbsi oleh tubuh dan pada suppositoria
replikasi 2 belum diketahui karena pada satuan waktu ke-60, kadar
parasetamol pada suppositoria masih meningkat dan tidak ada terjadi
penurunan kadar.

DAFTAR PUSTAKA

Adam, D. T. E., & Putra, I. G. N. A. D. 2022. Uji disolusi terbanding tablet


parasetamol. Humantech: Jurnal Ilmiah Multidisiplin Indonesia
2 (3): 493-501.
Ambari, Y. 2020. Uji Stabilitas Fisik Formulasi Elixir Paracetamol Dengan
Kombinasi Co-Solvent Propilen Glikol Dan Etanol. Journal of
Pharmaceutical Care Anwar Medika (J-PhAM) 1 (1): 1-6.
Amin, F., Astuti, I. Y., & Hapsari, I. 2019. Pengaruh Konsentrasi Malam
Putih (Cera Alba) Pada Suppositoria Basis Lemak Coklat
(Oleum Cacao) Terhadap Laju Disolusi
Parasetamol. PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia
(Pharmaceutical Journal of Indonesia) 6 (01).
MEDFARM: Jurnal Farmasi dan Kesehatan, Vol 1, No 3, 2022, Hal, 1 – 16
e-ISSN : 2715-9957
p-ISSN: 2354-8487

British Pharmacopoeia Commission, 2002. British Pharmacopeia, Vol II,


Appendix XII H. A, British Pharmacopoeia Commission
Fendri, S. T. J., Nofiandi, D., Wardi, E. S., & Yuris, A. R. 2018. Fotolisis
Senyawa Parasetamol Yang Berpotensi Dalam Penanganan
Limbah Obat. Jurnal Katalisator 3 (2): 134-142.
Husni, P., & Hadisoebroto, G. 2022. Studi Stabilitas Kadar Parasetamol
Drops yang Dicampur Minuman Teh Manis Pada Suhu
Ruang (≤ 30° C) Dan Suhu Dingin (2-8° C). Majalah Farmasetika
7 (2): 165-175.
ICH (International Conference Harmonization). 1994. Note For Guidance on
Validation of Analytical Procedurs, ICH Topic Q2B. The
European Agency for the Evaluation of Medicinal Product.
Irawan, A. 2019. Kalibrasi Spektrofotometer Sebagai Penjaminan Mutu
Hasil Pengukuran Dalam Kegiatan Penelitian Dan Pengujian.
Indonesian Journal of Laboratory 1(2): 1-9.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Farmakope Indonesia
Edisi VI. Jakarta: KemenKes RI
Moffat, Anthony, C., Osselton, David, M., & Widdop B. 2011. Clarke’s
Analysis of Drugs and Poisons Fourth Edition. India: Thomson
Digital. ISBN: 978 85369 711 4
Muthawali, D. I. 2019. Penetapan kadar biuret dalam pupuk urea prill
dengan metode spektrofotometri. Saintek ITM 31 (2).
Nafi’iyah, N. 2017. Perbandingan Modus, Median, K_Standar Deviasi,
Iterative, Mean dan Otsu dalam Thresholding. Spirit 8 (2).
Nuryanti, N., Harwoko, H., Jeanita, R. S., & Azhar, A. R. 2016. Formulasi
dan Evaluasi Suppositoria Ekstrak Terpurifikasi Daun Lidah
Buaya (Aloe vera). Acta Pharmaciae Indonesia 4 (1): 37-44.
Puspayani, N. L. I., Permatasari, D., & Danimayostu, A. A. 2017. Pengaruh
Jumlah Polimer Xylitol dalam Sistem Dispersi Padat
Terhadap Disolusi Suppositoria Ibuprofen. Majalah Kesehatan
FKUB 4 (3): 128-138.
MEDFARM: Jurnal Farmasi dan Kesehatan, Vol 1, No 3, 2022, Hal, 1 – 16
e-ISSN : 2715-9957
p-ISSN: 2354-8487

Rohman, A. 2018. Validasi Penjaminan Mutu Metode Analisis Kimia. UGM


PRESS.
Santoso, K. 2017. Pengaruh Pemakaian Setengah Volume Sampel dan
Reagen pada Pemeriksaan Glukosa Darah Metode God-Pap
terhadap Nilai Simpangan Baku dan Koefisien Variasi. Jurnal
Wiyata: Penelitian Sains dan Kesehatan 2 (2): 114-119.
Sayuthi, M. I., & Puji, K. 2017. Validasi Metode Analisis Dan Penetapan
Kadar Paracetamol Dalam Sedian Tablet Secara
Spektrofotometri uv-visible. Prosiding.
Suharyanto, S., & Nasional, A. D. R. S. 2020. PENETAPAN KADAR
FLAVONOID TOTAL JUS BUAH DELIMA (Punica
granatum L.) YANG BERPOTENSI SEBAGAI
HEPATOPROTEKTOR DENGAN METODE
SPEKTOFOTOMETRI UV-VIS. Jurnal Ilmiah Manuntung: 6 (2):
192-198.
Sunarti, T., & Rahayu, W. S. 2013. Uji Disolusi Dan Penetapan Kadar
Meloxicam Supositoria X Dan Meloxicam Supositoria Y
Menggunakan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(Kckt). PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical
Journal of Indonesia) 10 (1).
Trianggani, D. F., Permatasari, D., & Danimayostu, A. A. 2017. Formulasi
dan Evaluasi Dispersi Padat Ibuprofen dengan Dekstrosa
sebagai Pembawa dalam Sediaan Supositoria. Pharmaceutical
Journal of Indonesia 2 (2): 51-56.
Tulandi, G. P. 2015. Validasi Metode Analisis untuk Penetapan Kadar
Parasetamol dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri
Ultraviolet. Pharmacon 4 (4).
Umar, S., Saafrida, S., & Lucida, H. 2021. Validasi Metoda Analisis
Penetapan Kadar Ketoprofen pada Tablet Salut Enterik secara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dan Spektrofotometri UV.
Jurnal Sains Farmasi & Klinis 8 (2): 200-207.
MEDFARM: Jurnal Farmasi dan Kesehatan, Vol 1, No 3, 2022, Hal, 1 – 16
e-ISSN : 2715-9957
p-ISSN: 2354-8487

Yanlinastuti, Y., & Fatimah, S. 2016. Pengaruh Konsentrasi Pelarut Untuk


Menentukan Kadar Zirkonium Dalam Paduan U-Zr Dengan
Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis. Pengelolaan
Instalasi Nuklir 9 (17): 156-444.

Anda mungkin juga menyukai