Anda di halaman 1dari 21

HIDROKUINON

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Analisis Kosmetik dan Alkes yang di ampu oleh :
.NOFITA, M.Si., Apt.

Disusun oleh :
KELOMPOK 11

Agnes Santa Sylvia Sinaga (20380007)


Agnes Triola (20380008)
Aliza Nur Fadilla (20380010)
Anis Wahyuni (20380015)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG
2022/2023
Kata Pengantar

Puji dan Syukur panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Berkat dan
RahmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan sebaik baiknya.
Dalam makalah ini membahas tentang “HIDROKUINON”. Kami juga menyadari bahwa
tugas makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dalam pembuatan suatu makalah untuk itu kami
mengharapkan saran dan kritik agar kami dapat menyempurnakan tugas makalah ini dimasa yang
akan datang
Dengan demikian, kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besar nya.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi semuanya dan dapat di jadikan pengetahuan.

Bandar Lampung, 24 September 2022

Penulis

i
Daftar Isi
Kata Pengantar .................................................................................................................. i
Daftar Isi ............................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian ...........................................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitain .........................................................................................................3

BAB II
TINJAUAAN PUSTAKA
2.1. Hidrokinon.....................................................................................................................4
2.2. Aanalisi Kualitatif hidrokuinon...................................................................................4
2.3. Analisis Kuantitatif Hidrokuinon ................................................................................5
2.4. Metode yang digunakan ...............................................................................................8
2.5. Sediaan Krim ...............................................................................................................10
2.6. Spektrofotomrtri .........................................................................................................11
2.7. Validasi Metode ...........................................................................................................13
2.8. Efek Samping ..............................................................................................................14

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .....................................................................................................................9
3.2 Hipotesis .........................................................................................................................9
3.3 Daftar Pustaka ............................................................................................................. 10

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hidrokuinon merupakan zat aktif yang paling banyak digunakan dalam sediaan pemutih
wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon yaitu dapat menginaktivasi enzim
tirosinase melalui penghambatan reaksi oksidenzimatik dari tirosin ke 3,4-dihidroksifenilamin.
Enzim tirosinase ini merupakan enzim utama dalam pembentukan melanin, sehingga jika kerjanya
dihambat maka jumlah pigmen melanin pemberi warna kulit menjadi berkurang dan kulit menjadi
lebih putih (Wilkinson, 1982).

Peraturan BPOM dalam surat Public Warning/Peringatan Nomor KH.00.01.43.250-3


tanggal 11 Juni 2009 tentang kosmetik mengandung bahan berbahaya/bahan dilarang termasuk
hidrokuinon, dimana penggunaan bahan tersebut dalam sediaan kosmetik dapat membahayakan
kesehatan dan dilarang digunakan. Hidrokuinon termasuk golongan obat keras yang hanya dapat
digunakan berdasarkan resep dokter. Bahaya pemakaian obat keras ini tanpa pengawasan dokter
dapat menyebabkan iritasi kulit, kulit menjadi merah dan rasa terbakar juga dapat menyebabkan
kelainan pada ginjal, kanker darah dan kanker sel hati (Ditjen POM RI, 2009).

Penetapan kadar hidrokuinon dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya yaitu
Titrasi Redoks, Spektrofotometri UV-Vis, Kolorimetri, High Performamce Liquid
Chromatography (HPLC) dan Miselar Elektro Kromatografi (Slamet, 2004).

Carissa (2015) melakukan penelitian tentang analisis dan validasi metode penetapan
kadar hidrokuinon pada sediaan krim. Analisis kualitatif hidrokuinon dilakukan menggunakan
metode kromatografi lapis tipis dengan fase diam silica gel F254 dan 3 fase gerak yang berbeda.
Analisis kuantitatif menggunakan Spektrofotometri Visibel pada panjang gelombang 550 nm.
Hasil uji linieritas memenuhi syarat dengan nilai koefisien korelasi 0,9993, %RSD didapat
kurang dari 2%. Metode ini memenuhi persyaratan validasi metode analisis hidrokuinon tetapi
pada penelitian ini tidak dilakukan uji akurasi.

1
Reza (2015) melakukan penelitian tentang validasi metode penetapan kadar hidrokuinon
dalam liposom menggunakan Spektrofotometri UV dengan panjang gelombang 293 nm.
Komposisi liposom yang digunakan terdiri dari fosfolipid 7,8%, alfa tokoferol 0,17% dan
hidrokuinon 0,5%. Hasil koefisien korelasi yang didapat adalah 0,9998, standar deviasi yang
didapat kurang dari 2%. Metode yang digunakan tepat, akurat dan spesifik serta dapat digunakan
untuk analisis hidrokuinon dalam liposom.
Hadrack (2013) melakukan penelitian tentang penetapan kadar hidrokuinon dalam
sediaan lotion dan krim menggunakan Spektrofotometri Visibel pada panjang gelombang 302
nm. Nilai koefisien korelasi (r) = 0,985. Penelitian ini menunjukkan bahwa hidrokuinon dapat
ditetapkan kadarnya menggunakan Spektrofotometri Visibel akan tetapi penelitian ini tidak
melakukan uji presisi dan uji sensitivitas.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka akan dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
penetapan kadar hidrokuinon dengan metode Spektrofotometri 3 Visibel pada sediaan krim
pemutih dan melakukan validasi metode tersebut meliputi presisi, akurasi, linieritas, dan
sensitivitas (LOD dan LOQ)

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah validasi metode penetapan kadar hidrokuinon menggunakan Spektrofotometri


Visibel dapat dilakukan?
2. Apakah validasi metode penetapan kadar hidrokuinon menggunakan Spektrofotometri
Visibel memenuhi syarat?
3. Apakah metode yang sudah divalidasi tersebut dapat diaplikasikan dalam sediaan
krim?

2
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Melakukan penetapan kadar hidrokuinon menggunakan Spektrofotometri Visibel.
2. Melakukan validasi terhadap metode penetapan kadar hidrokuinon menggunakan
Spektrofotometri Visibel dengan parameter validasi meliputi presisi, akurasi, linieritas
dan sensitivitas.
3. Mengaplikasikan metode yang telah divalidasi pada sediaan krim.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan metode penetapan kadar hidrokuinon
menggunakan Spektrofotometri Visibel yang tervalidasi dan dapat diaplikasikan dalam sediaan
krim sehingga dapat diperoleh suatu metode yang dapat digunakan sebagai acuan untuk analisis
hidrokuinon dalam sediaan krim.

3
BAB II

TINJAUAAN PUSTAKA
2.1 Hidrokuinon
Hidrokuinon merupakan senyawa organik jenis fenol yang memiliki rumus kimia
C6H4(OH)2 hasil reaksi kuinon yang mengandung 2 gugus hidroksil digunakan secara topikal
untuk memulihkan hiperpigmentasi kulit (Dorland, 2002). Hidrokuinon berbentuk jarum halus,
putih, mudah menjadi gelap dengan adanya paparan cahaya dan udara. Hidrokuinon mudah larut
dalam air, alkohol dan eter. Stabilitas hidrokuinon yaitu stabil pada tekanan dan suhu normal
serta sensitif terhadap cahaya dan udara. Hidrokuinon membentuk warna hijau dengan
penambahan Ferri Klorida dan membentuk warna merah dengan penambahan Reagen Benedict
(FI edisi IV, 1995).

Hidrokuinon merupakan zat aktif yang paling banyak digunakan dalam sediaan krim
pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja hidrokuinon yang mampu menginaktivasi
enzim tironase melalui penghambatan reaksi oksidasi enzimatik dari tirosin ke 3,4-
dihidroksifenilamin. Enzim tirosinase ini merupakan enzim utama dalam pembentukan melanin
sehingga apabila kerjanya dihambat maka jumlah pigmen melanin pemberi warna kulit menjadi
berkurang dan kulit menjadi lebih cerah (Wilkison, 1982).

Persyaratan kadar yaitu sediaan hidrokuinon mengandung hidrokuinon tidak kurang dari
94,0% dan tidak lebih dari 106,0% C6H6O2 dari yang tertera pada etiket (Depkes, 2014).

2.2 Aanalisis Kualitatif HIDROKUINON


Krim pemutih merupakan suatu sediaan atau paduan bahan yang digunakan pada bagian luar
badan yang berfungsi untuk mencerahkan atau merubah warna kulit sehingga menjadikan kulit putih
bersih dan bersinar. Banyak masyarakat terutama para wanita menggunakan kosmetik salah satunya krim

4
pemutih untuk mempercantik kulit dan muka. Melihat peluang ini banyak produsen menambahkan raksa
dan hidrokuinon untuk meningkatkan jumlah konsumen (Amilia, 2011). Merkuri termasuk logam berat
berbahaya yang dalam konsentrasi kecil dapat bersifat racun. Logam berat apabila terakumulasi di dalam
tubuh organisme dapat menghambat kerja enzim sehingga proses metabolisme terganggu, bahkan jadi
pemicu dan penyebab alergi, mutagen, teratogen atau karsinogen bagi manusia (Vouk, 1986). Pemakaian
merkuri dalam krim pemutih dapat menimbulkan berbagai hal, mulai dari alergi, iritasi, perubahan warna
kulit yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian. Efek dari pemakaian merkuri ini dimulai dengan
munculnya bintik-bintik hitam pada kulit dan akhirnya mengakibatkan alergi serta iritasi kulit (BPOM,
2008).
Kosmetik berbentuk krim yang mengandung hidrokuinon banyak digunakan untuk
menghilangkan bercak-bercak hitam ada wajah. Daya kerja pemucatan hidrokuinon sangat lambat dan
akan lebih cepat dengan kadar yang lebih tinggi. Kadar yang tinggi akan memberikan efek samping yang
tidak diinginkan seperti munculnya sejumlah penyakit, seperti vitiligo (pigmen kulit hilang sehingga
terbentuk area putih seperti panu) hingga okronosis (kulit yang berubah hitam atau biru dan kulit seperti
terbakar dan gatal). Pemakaian hidrokuinon selama bertahun-tahun juga bisa memunculkan gejala
kanker (Ibrahim, dkk.,2004) kelainan pada ginjal, proliferasi sel, dan berpotensi sebagai karsinogenik
dan teratogenik (Tristianty, 2014).
Analisis kualitatif hidrokuinon dilakukan dengan uji pereaksi warna FeCl3. Pada
uji pereaksi warna FeCl3, sampel positif mengandung hidrokuinon apabila terjadi
perubahan warna menjadi hijau sampai hitam. Senyawa hidrokuinon akan membentuk senyawa
kompleks berwarna hijau sampai hitam (pada kondisi asam) apabila ditambah dengan larutan pereaksi
FeCl3. Hasil yang didapat pada pengujian menggunakan FeCl3 yaitu sampel krim P1, P2, P4,
P5, P6, P8, P10 berubah warna menjadi hitam, sampel krim P3 berubah warna menjadi jingga, sampel
P7, P9, P11 dan P12 berubah warna menjadi kuning. Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa
ada delapan sampel yang positif mengandung hidrokuinon yaitu sampel krim P1, P2, P3, P4, P5, P6, P8,
dan P10.
2.3 Uji Kuantitatif
Analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui kadar suatu analit dalam sampel, dalam
penelitian ini yaitu untuk mengetahui kadar hidrokuinon dalam krim pemutih. Senyawa hidrokuinon
perlu diuji secara kuantitatif, karena berdasarkan BPOM (BPOM, Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Repubkik Indonesia Nomor HK.03.1.23.11.07331, 2011) masih diperbolehkan
penggunaannya pada kosmetik dengan kadar ≤ 0,02%, sehingga untuk membuktikan apakah sampel
5
krim pemutih dalam penelitian ini masih boleh dipergunakan atau tidak
Uji Kuantitatif Analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui kadar suatu analit dalam sampel,
dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui kadar hidrokuinon dalam krim pemutih.
Senyawa hidrokuinon perlu diuji secara kuantitatif, karena berdasarkan BPOM (BPOM, Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Repubkik Indonesia Nomor HK.03.1.23.11.07331, 2011)
masih diperbolehkan penggunaannya pada kosmetik dengan kadar ≤ 0,02%, sehingga untuk
membuktikan apakah sampel krim pemutih dalam penelitian ini masih boleh dipergunakan atau tidak.

(A) Sebelum diberi pereaksi warna FeCl3, (B) Setelah diberi pereaksi warna FeCl3
Penetapan kadar hidrokuinon dilakukan dengan menggunakan instrumen bertujuan agar hidrokuinon
dapat dipisahkan dari senyawa lain yang ada di dalam krim. Senyawa lain yang terdapat di dalam krim
antara lain basis krim dan zat aktif yang ada di dalam krim. Penyerapan (absorpsi) sinar UV-Vis pada
umumnya dihasilkan oleh eksitasi elektron-elektron ikatan, akibatnya panjang gelombang pita yang
mengabsorbsi dapat dihubungkan dengan ikatan yang mungkin ada dalam suatu molekul. Elektron phi
(π) terdapat dalam ikatan rangkap dan pada struktur hidrokuinon memiliki ikatan rangkap. Untuk
memungkinkan terjadinya transisi π→π* senyawa tertentu harus mempunyai gugus fungsional yang
tidak jenuh sehingga ikatan rangkap dalam gugus tersebut memberikan orbital phi yang diperlukan. Jenis
transisi ini merupakan transisi yang paling cocok untuk analisis senyawa dengan panjang gelombang
antara 200 –700 nm (Gandjar & Rohman, 2007). Panjang gelombang optimum hidrokuinon yang
diperoleh dari larutan standar berada pada panjang gelombang 290 nm (Gambar 2). Tujuan pengukuran
dari panjang gelombang maksimum adalah untuk mengetahui serapan optimum dari hidrokuinon,
selanjutnya panjang gelombang ini akan digunakan untuk mengukur absorban sampel.

Larutan standar hidrokuinon dibuat variasi konsentrasi yaitu 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, 25 ppm,
dan 30 ppm sebagai kurva kalibrasi dan etanol sebagai blanko.
N Konsentrasi (ppm) Absorbansi
o
1 5 0,08
9
2 1 0,11
0 8
3 1 0,23
5 2
4 2 0,44
0 2
5 2 0,56
5 4
6 30 0,617
6
Nilai absorbansi yang diperoleh dari sampel yaitu sampel P1 = 2,140; sampel P2 = 2,117; sampel
P3 = 0,002; sampel P4 = 0,001; sampel P5 = 0,013; sampel P6 = 0,055; sampel P7 = 0,316; sampel P8
= 0,487; sampel P9 = 0,080; sampel P10 = 2,586; sampel P11 = 0,850; dan sampel P12 = 0,820.
Berdasarkan pengukuran antara nilai absorabnsi dan konsentrasi diperoleh
persamaan linier Y = ax + b dengan Y = 0,0239x – 0,0751 (Gambar 3). Nilai Y adalah absorbansi, nilai
a adalah slope (kemiringan), nilai x adalah konsentrasi sampel dan b adalah intersep.

Gambar 3. Kurva kalibrasi standar hidrokuinon


Penetapan kadar hidrokuinon dilakukan dengan menggunakan instrumen
Spektrofotometer UV-Vis. Panjang gelombang optimum hidrokuinon yang
diperoleh dari larutan standar berada pada panjang gelombang 290 nm. Larutan standar
hidrokuinon dibuat 6 variasi konsentrasi dan diperoleh persamaan kurva kalibrasi Y =
0,0239x – 0,0751 (Gambar 3). Hasil yang diperoleh dari pengujian kadar pada sampel
krim pemutih menggunakan persamaan kurva kalibrasi, kemudian kadar sampel
dihitung dengan rumus:

K=

Keterangan :
K : Kadar hidrokuinon dalam sampel V : Volume sampel (mL)
X : Konsentrasi sampel (ppm) VP : Faktor pengencer (mL)
BS : Berat sampel (mg)

Sampel yang positif mengandung hidrokuinon adalah 12 sampel dengan kadar


hidrokuinon sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kadar Hidrokuinon pada Krim Pemutih


Sampel Absorbansi Konsentrasi±SD (ppm)
P1 2,140 0,735±0,006
P2 2,117 0,727±0,005
P3 0,002 0,025±0,003
P4 0,001 0,021±0,002
P5 0,013 0,030±0,009
P6 0,055 0,044±0,010
P7 0,316 0,131±0,040
P8 0,487 0,188±0,041
P9 0,080 0,002±0,001
P10 2,586 0,840±0,592
P11 0,850 0,039±0,006

7
P12 0,820 0,030±0,004

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan nomor


KH.03.1.23.08.11.07517 tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika
Hidrokuinon telah dilarang digunakan sebagai pemutih dalam kosmetik. Hidrokuinon
hanya digunakan sebagai kosmetik untuk kuku artifisial dengan kadar 0,02% (200
ppm) (BPOM, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Repubkik
Indonesia Nomor HK.03.1.23.11.07331, 2011). Hidrokuinon digunakan secara topikal
sebagai agen depigmentasi untuk kulit dalam kondisi hiperpigmentasi cloasma
(malesma), bintik
–bintik dan lentigines (Sweeetman, 2009). Mekanisme efek toksik hidrokuinon
terhadap melanosit (sel tempat sintesis melanin/pigmen hitam pada kulit) dan melalui
penghambatan melanogenesis (proses pembentukan melanin).

2.4 Metode Yang digunakan dalam Hidrokuinon


Kromatografi Lapis Tipis merupakan metode yang digunakan untuk mengidentifikasi senyawa
hidrokuinon dalam krim pemutih merek wallet dan kelly dengan menggunakan fase geraknya berupa
toulen : asam glasial (80 : 20),fase diamnya berupa GF 254, dan UV 254 nm.
1. Alat
a. Beaker glass (pyrex)
b. Neraca analitis (Adam pw 254)
c. Pipet tetes
d. Spatula
e. Hot plate
f. Kertas saring
g. Labu ukur 25ml (pyrex)
h. Plat silika GF
i. Bejana Kromatografi (Chamber)
j. Lampu UV
k. Pengaduk kaca (pyrex)
l. Gelas Ukur (pyrex)

2. Bahan
a. Krim wallet dan kelly
b. HCl 1 N
c. Etanol 95 %

8
d. Fase diam : silika Gel GF 254
e. Fase gerak : Toluen : asam asetat glasial (80:20)

• Prosedur Kerja
1. Larutan Uji
a. Ditimbang sebanyak 1,25 gramsampel krim pemutih dan dimasukkan kedalam beaker glass
b. Ditambahkan 3 tetes HCl 1 N ditambahkan 5 mL etanokemudian dipanaskan pada suhu 80° C
sambil diaduk,disaring dan dimasukan kedalam labu ukur 25 mL.
c. Ditambahkan dengan etanol sampai garis tanda
d. Dilakukan duplo

2. Larutan baku
a. Ditimbang sebanyak 25 mg hidrokuinon BBP
b. Dimasukan kedalam labu ukur 25mmL
c. Ditambahkan etanol sampai garis tanda
d. Dihomogenkan

3. Cara Kromatografi Lapis Tipis


a. Diatas plat kaca tipis ditotolkan larutan uji, larutan baku, danlarutan uji ditambahkan latutan baku
larutan dengan volumepenotolan masing- masing sebanyak 30 μL dengan menggunakan mikro pipet
10 μL dengan jarak 2 cm daribagian bawah
b. Kemudian plat kaca tipis dimasukkan kedalam chamberyang berisi fase gerak yaitu Toluen: Asam
Asetat Glasialdengan perbandingan ( 80:20)
c. Kemudian dibiarkan fase gerak (pelarut) naik ke atas
d. Kemudian plat kaca diangkat dan dikeringkan
e. Untuk mengetahui lokasi dari noda dapat dilihat dengan menggunakan cahaya ultra violet
pada panjang gelombang254 nm
f. Kemudian diukur harga Rf-nya (Depkes RI, 1992).

9
2.5 Sediaan Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut
atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk
sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air
dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk
yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal

10
Asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih
ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat
melalui vaginal (FI edisi IV, 1995).

a. Penggolongan Krim
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air sehingga dapat dicuci dengan air serta lebih
ditujukan untuk pemakaian kosmetik dan estetika. Krim digolongkan menjadi dua tipe, yakni:
1) Tipe a/m, yakni air terdispersi dalam minyak. Contohnya cold cream. Cold cream
adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk memberi rasa dingin dan nyaman pada kulit.
2) Tipe m/a, yakni minyak terdispersi dalam air. Contohnya vanishing cream.Vanishing
cream adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk membersihkan, melembabkan dan sebagai
alas bedak (Widodo, 2003). Krim merupakan sistem emulsi sediaan semipadat dengan
penampilan tidak jernih, berbeda dengan salep yang tembus cahaya. Konsistensi dan sifatnya
tergantung pada jenis emulsinya, apakah jenis air dalam minyak atau minyak dalam air (Lachman,
1994).

b. Krim Pemutih
Pemutih kulit merupakan suatu bahan yang digunakan untuk mencerahkan atau merubah
warna kulit yang tidak diinginkan (Rieger, 2000).
Beberapa krim pemutih mengandung pigmen putih untuk menutupi kulit dan para
konsumen merasa kulitnya menjadi lebih putih, namun sebenarnya kulit mereka hanya terlihat
lebih putih saja akibat efek pelapisan pigmen putih pada lapisan terluar kulit dan tidak ada
pengurangan pada kadar pigmen kulit yang sebenarnya. Krim pemutih yang mengandung
bahan yang dapat mengganggu produksi pigmen merupakan krim yang dianggap paling efektif
(Scott et al., 1985).

2.6 Spektrofotometri
Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi
elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering digunakan dalam
analisis farmasi meliputi spektroskopi serapan ultraviolet, cahaya tampak, inframerah dan serapan
atom (Prita, 2011).
Jangkauan panjang gelombang yang tersedia untuk pengukuran terbentang dari panjang
gelombang pendek ultraviolet sampai ke inframerah. Untuk kemudahan pengacuan, daerah
spektrum ini pada garis besarnya dibagi dalam daerah ultraviolet 190 nm hingga 380 nm dan daerah
visibel 380 nm hingga 700 nm (Prita, 2011).
Prinsip analisis spektrofotometri adalah interaksi antara energi radiasi dengan suatu materi
pada berbagai spektra. Spektra dari suatu atom berbeda dari atom-atom lainnya. Sedangkan untuk
molekul, spektra yang dihasilkan lebih kompleks. Hal ini dapat dijelaskan karena suatu molekul
mempunyai suatu tingkatan energi yang bermacam-macam yaitu energi rotasional, vibrasional dan
energi elektronik sehingga sangat berpengaruh dalam pembentukan spektranya.
Pengukuran intensitas sebagai hasil interaksi tersebut dapat dijadikan dasar untuk analisis
kualitatif maupun analisis kuantitatif. Dengan demikian, spektroskopi dapat menganalisa suatu
zat-zat tertentu dan sekaligus meenentukan kadarnya berdasarkan intensitas serapannya (Prita,
2011).

11
Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel yang disinari.
Pada Hukum Beer, yang hanya berlaku untuk cahaya monokromatik dan larutan yang sangat
encer, serapan berbanding lurus dengan konsentrasi. Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu
dalam Hukum LambertBeer sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus terhadap
konsentrasi dan ketebalan sel, yang dapat ditulis dalam persamaan :

A= ε.b.c

Keterangan :
A : absorbansi
ε : absorptivitas molar
b : tebal kuvet (cm)
c : konsentrasi (M)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri visibel antara
lain :
a. Pemilihan panjang gelombang

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang
yang mempunyai absorbansi maksimum. Untuk memilih panjang gelombang maksimum
dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari
suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu

b. Waktu operasional (operating time)

Cara ini biasanya digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan warna.
Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu operasional
ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan.

c. Pembuatan kurva baku

Pembuatan kurva baku berasal dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi.
Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva
yang merupakan hubungan antara absorbansi (y) dengan konsentrasi (x). Bila hukum Lambert-
Beer terpenuhi maka kurva baku berupa garis lurus. Kemiringan atau slope adalah α
(absorptivitas) atau (absorptivitas molar). Penyimpangan garis lurus pada kurva baku biasanya
dapat disebabkan oleh kekuatan ion yang tinggi, perubahan suhu dan reaksi yang terjadi.

d. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan

Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 20%
sampai 80% jika dibaca sebagai transmitans. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan
dalam pembacaan adalah 0,005 atau 0,5% (kesalahan fotometrik)

12
Unsur-unsur penting suatu spektrofotometer ditunjukkan secara skematik dalam gambar
berikut :

Berikut adalah uraian bagian-bagian spektrofotometer :

1. Sumber Lampu Lampu deudetrium digunakan untuk daerah UV pada panjang


gelombang 190-350 nm sementara lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk
daerah visible (panjang gelombang antara 350- 900 nm).
2. Monokromator Monokromator digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang
monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma ataupun grating. Untuk mengarahkan sinar
monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian.
3. Detektor Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada
berbagai panjang gelombang.

2.7 Validasi Metode

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu,
berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi
persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).
Parameter validasi metode analisis meliputi :

a. Ketelitian (presisi)
Ketelitian adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual,
diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang
pada sampelsampel yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004). Uji ketelitian
atau presisi dilakukan dengan menentukan parameter RSD (Relative Standard Deviasi). Suatu
metode dikatakan mempunyai presisi yang baik apabila nilai RSD lebih kecil dari ( >2%).

b. Ketepatan (akurasi)
Ketepatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar
analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery)
analit yang ditambahkan. Kecermatan hasil analis sangat tergantung kepada sebaran galat
sistematik di dalam keseluruhan tahapan analisis. Oleh karena itu untuk mencapai kecermatan
yang tinggi hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi galat sistematik tersebut seperti
menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik,
pengontrolan suhu, dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur (Harmita, 2004).

13
Nilai akurasi adalah kurang lebih 98-102%. Jika nilai akurasi diluar kisaran, maka analisis harus
diinvestigasi (Gandjar dan Rohman, 2012).

c. Selektivitas
Selektivitas suatu metode analisis adalah kemampuan yang hanya mengukur zat tertentu saja
secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel.
Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang
dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai,
senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak
mengandung bahan lain yang ditambahkan (Harmita, 2004).
Penentuan spesifitas metode dapat diperoleh dengan 2 jalan. Yang pertama (dan yang
paling diharapkan), adalah dengan melakukan optimasi sehingga diperoleh senyawa yang dituju
terpisah secara sempurna dari senyawa-senyawa lain (resolusi senyawa yang dituju ≥ 2). Cara
kedua untuk memperoleh spesifitas adalah dengan menggunakan detektor selektif, terutama untuk
senyawa-senyawa yang terelusi secara bersama-sama (Gandjar dan Rohman, 2007).

d. Linieritas
Linieritas suatu metode analisis adalah kemampuan untuk menunjukkan bahwa nilai hasil
uji langsung atau setelah diolah secara matematika, proporsional dengan konsentrasi analit dalam
sampel dalam batas rentang konsentrasi tertentu. Rentang suatu metode analisis adalah interval
antara batas konsentrasi tertinggi dan konsentrasi terendah analit masih menggunakan ketelitian,
ketepatan dan linieritas (Gandjar dan Rohman, 2007).

e. Sensitivitas (LOD/LOQ) atau batas deteksi


Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi dan masih
memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas deteksi merupakan parameter
uji batas. Pendekatan yang paling umum adalah menetapkan jumlah sampel yang dapat
memberikan perbandingan sinyal terhadap gangguan (S/N) 2:1 atau 3:1, dan yang sering
digunakan adalah 3:1 (Lister, 2005). Batas kuantifikasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam
sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004). Batas
kuantifikasi sering digunakan sebagai batas bawah untuk pengukuran nilai kuantitatif yang tepat.
Batas kuantifikasi seringkali didasarkan pada nilai signal to noise (S/N) = 10 (Snyder dkk, 1997).
Nilai LOD diperoleh dari persamaan Y= YB + 3 SB. Nilai LOQ diperoleh dari persamaan Y= YB
+ 10 SB. Semakin kecil nilai LOD dan LOQ maka semakin peka pula suatu metode.

2.8 Efek Samping Hidrokuinon

Efek Samping dan Bahaya Hydroquinone

Efek samping yang mungkin bisa terjadi setelah menggunakan hydroquinone adalah:

• Kulit bewarna kemerahan


• Kulit kering
• Kulit terasa seperti terbakar
• Kulit terasa seperti tersengat

14
Biasanya, efek samping yang timbul hanya bersifat sementara. Namun, lakukan pemeriksaan ke dokter
jika efek samping di atas tidak kunjung mereda atau memburuk. Selain itu, Anda perlu segera ke
dokter jika terjadi reaksi alergi obat atau efek samping serius berupa ochronosis.

Ochronosis merupakan efek samping yang jarang terjadi, tetapi harus ditangani secepatnya. Efek
samping ini biasanya terjadi akibat penggunaan hydroquinone dalam jangka panjang atau lebih dari 5
bulan. Gejala ochronosis bisa berupa:

• Kulit pecah
• Lepuhan pada kulit
• Bentol-bentol pada kulit
• Perubahan warna kulit menjadi biru kehitaman

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hidrokuinon merupakan senyawa yang memiliki gugus fungsi OH, selain itu hidrokuinon
juga memiliki gugus kromofor sehingga dapat ditentukan kadarnya menggunakan Spektrofotometri
Visibel (Harmita, 2006).
Penelitian tentang penetapan kadar hidrokuinon dalam sediaan krim pemutih yang telah
dilakukan oleh Carissa tahun 2015 dengan menggunakan metode Spektrofotometri Visibel pada
panjang gelombang 550 nm didapatkan hasil persen perolehan kembali berturut-turut adalah
104,73%; 98,87% dan 99,87%. Hasil tersebut memenuhi persyaratan validasi metode analisis.
Penelitian lain telah dilakukan oleh Reza (2015) tentang validasi metode penetapan kadar
hidrokuinon menggunakan Spektrofotometri UV pada panjang gelombang 293 nm pada liposom
yang mengandung hidrokuinon 0,5%. Hasil validasi metode didapatkan harga r = 0,9998 dan
%RSD kurang dari 2%. Nilai LOD yang didapat 0,24 µg/ml dan nilai LOQ 0,72 µg/ml.Penelitian
ini menghasilkan metode yang akurat, tepat dan linier.
Hadrack (2013) telah melakukan penelitian tentang metode penetapan kadar hidrokuinon
dalam sediaan lotion dan krim menggunakan Spektrofotometri Visibel pada panjang gelombang
302 nm dengan pelarut asam sulfat 0,05 M. Dari persamaan regresi linier didapat nilai koefisien
korelasi (r) = 0,985. Hasil ini menunjukkan bahwa metode analisis hidrokuinon dalam lotion dan
krim secara Spektrofotometri Visibel dapat dilakukan dan menghasilkan metode yang sederhana.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, maka akan dilakukan validasi penetapan


kadar hidrokuinon dalam sediaan krim pemutih menggunakan Spektrofotometri Visibel pada
panjang gelombang 400-800 nm. Parameter validasi meliputi presisi, akurasi, linieritas dan
sensitivitas serta aplikasinya dalam sediaan krim pemutih. Berdasarkan hasil penelitian ini
diharapkan memperoleh metode Spektrofotometri Visibel untuk penetapan kadar hidrokuinon yang
tervalidasi dan selanjutnya dapat diaplikasikan dalam sediaan.

3.2 Hipotesis

Berdasarkan tinjaauan pustaka dan landasan teori, maka dapat disususn hipotesis sebagai
berikut :
1. Validasi metode penetapan kadar hidrokuinon dalam sediaan krim pemutih dapat
dilakukan dengan Spektrofotomertri Visibel.
2. Metode penetapan kadar hidrokuinon tersebut memenuhi syarat validasi dengan
parameter meliputi presisi, akurasi, linieritas dan sensitifita.
3. Metode validasi penetapan kadar hidrokuinon dapat diaplikasikan dalam sediaan
krim.

16
3.3 Daftar Pustaka

- Irawan,Anom.2019. Kalibrasi Spektrofotometer Sebagai Penjamin Mutu


Hasil Pengukuran Dalam Kegiatan Penelitian Dan Pengujian. Indonesian
journal of laboratory. Vol.1 No.2. Halaman 1-9
- Lexia,Nevita.2021. Aplikasi Spektrofotometri Terhadap Penentuan Kadar
Besi Secara Kuantitatif Dalam Sampel Air.Jurnal Pijar Mipa. Vol.16 No
2 halaman 16
- Simaremare, E. S. (2019). Analisis Merkuri dan Hidrokuinon Pada Krim
Pemutih yang Beredar di Jayapura. JST (Jurnal Sains Dan Teknologi),
8(1), 1-11.
- Yuliani, N. N., & Djou, S. W. (2014). Identifikasi Hidrokuinon dalam Krim Pemutih dengan
Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Jurnal Info Kesehatan, 12(2), 767-771.
http://eprints.unwahas.ac.id/907/2/BAB%201.pdf
https://iptek.its.ac.id/index.php/kimia/article/download/5532/4059
https://ojs.uniska-bjm.ac.id/index.php/daltonjurnal/article/download/3905/2537
https://www.alodokter.com/hydroquinone

17

Anda mungkin juga menyukai