Anda di halaman 1dari 69

MAKALAH FARMASI

BENTUK SEDIAAN OBAT PADAT

BLOK MBS 1

Disusun oleh :

Cornelius Herlang Fernando

1918011067

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 6

BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 49

BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 65

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat merupakan suatu bahan, yang dapat merupakan bahan alam ataupun
sintesis, yang dapat digunakan untuk mempengaruhi sistem biologis pada tubuh
manusia ataupun hewan, dengan tujuan untuk menyembuhkan,
mengurangi/menghilangkan gejala, mencegah, menegakkan diagnosis,
meningkatkan stamina maupun memperelok badan. Dalam hal ini obat didesain
sebagai suatu sistem yang terintegrasi untuk mencapai tujuan terapi secara aman,
efektif dan efisien.
Secara umum, pengertian tentang obat dibedakan sebagai zat aktif (drug)
dan sediaan obat (medicine). Zat aktif merupakan zat yang memang terbukti
memberikan efek farmakologis pada tubuh manusia atau hewan dalam dosis
tertentu. Zat aktif juga dikenal sebagai drug, active ingredient, dan active
pharmaceutical ingredient (API). Suatu proses penemuan obat (drug discovery)
dilakukan untuk memperoleh suatu zat aktif yang dibutuhkan, baik dari bahan
alam, semisintesis maupun sintesis penuh. Hal utama yang perlu diperhatikan
dalam menemukan suatu senyawa aktif farmakologis tersebut adalah terbuktinya
keamanan dan khasiatnya. Perlu dipertimbangkan benefit to risk ratio dari
senyawa aktif yang baru tersebut.
Zat aktif sangat beragam dalam memberikan efek farmakologis. Zat aktif
yang poten, hanya dibutuhkan dalam jumlah yang sangat sedikit untuk
memberikan efek farmakologis yang bermakna, tidak jarang hanya berkisar
microgram saja. Untuk membawa sejumlah kecil zat aktif tersebut, maka
dibutuhkan bahan lain yang dapat membawa zat aktif tanpa memberikan efek
farmakologis (inaktif). Zat inaktif adalah zat yang tidak memberikan efek secara
farmakologis, namun dapat menunjang kinerja penghantaran zat aktif pada
aplikasi. Kinerja yang dimaksudkan dalam hal ini adalah:

1. Membawa zat aktif ke tempat pelepasan/lokasi aksi,

1
2. Memodulasi pelepasan zat aktif,
3. Meningkatkan stabilitas dan mempertahankan kualitas.

Zat inaktif juga dikenal sebagai excipients atau inactive ingredients.


Zat aktif dan inaktif yang disatukan dalam suatu kesatuan sistem dengan desain
tertentu, dikenal sebagai bentuk sediaan obat = BSO (drug dosage form). BSO
pada prinsipnya merupakan suatu bentukan yang membawa zat aktif menuju
lokasi terapi atau tempat pelepasan zat aktif. BSO dikenal dengan pengertian lain
sebagai obat (medicine).

Kriteria suatu BSO secara umum adalah:

1. Aman
2. Stabil dalam penyimpanan à menunjukkan kualitas fisik yang baik selama
penyimpanan sesuai dengan batasan kadaluarsanya
3. Dapat bercampur dengan zat aktif, mampu membawa dan melepaskan zat
aktif pada lokasi aksi/tempat pelepasan
4. Mampu melindungi zat aktif dari kemungkinan degradasi
5. Efektif, efisien, ekonomis
6. Dikemas dalam kemasan yang sesuai

Berdasarkan wujudnya, BSO dibedakan sebagai BSO solid, BSO liquid


dan BSO semisolid. Desain BSO memegang peranan penting terutama agar BSO
dapat mendukung timbulnya efek farmakologis suatu zat aktif secara repsodusibel
dan agar BSO dapat diproduksi dalam industry skala besar.

Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam desain suatu BSO antara
lain:

1. Tujuan terapi dan kondisi anatomi fisiologi pasien.


2. Sifat fisikokimia zat aktif.

2
3. Pertimbangan biofarmasetis terkait kapasitas absorpsi untuk beberapa jenis
zat aktif dalam berbagai jenis jalur pemberian obat.
4. Desain kemasan sebagai alat yang mewadahi, memberikan proteksi, menjaga
stabilitas produk, memberikan informasi, dan mendukung kenyamanan
penggunaan obat sehingga meningkatkan kepatuhan pasien.

BSO merupakan bagian dari suatu sistem penghantaran obat. Sistem


penghantaran obat merupakan suatu sistem atau cara untuk membawa,
menghantarkan dan melepaskan obat pada tempat aksi / tempat pelepasan dengan
aman, efektif dan efisien. Pengertian “aman” dalam hal ini dimaksudkan bahwa
efek obat yang tidak diinginkan (adverse effect) dapat diminimalkan, dan juga
bahwa zat aktif dilindungi dalam perjalanannya menuju lokasi aksi/pelepasan.
Pengertian “efektif” dalam hal ini terkait dengan khasiat (efficacy) dari obat
tersebut, sedangkan “efisien” terkait dengan perhitungan dosis, frekuensi
penggunaan obat dan lama waktu terapi yang tepat, yang dapat memberikan imbas
pada jumlah beaya terapi yang ditimbulkan.

Hal-hal yang terkait dalam suatu sistem penghantaran obat adalah:

1. BSO (termasuk sifat fisikokimia zat aktif maupun excipient),


2. Jalur pemberian obat,
3. Mekanisme pelepasan zat aktif dari BSO,
4. Pertimbangan bioavailabilitas (bagaimana zat aktif dapat mencapai sirkulasi
sistemik dengan laju dan jumlah yang memadai).

Sistem penghantaran obat didesain sedemikian rupa sehingga diharapkan


mampu melaksanakan fungsinya dengan baik. Sistem ini dikategorikan sebagai
conventional delivery system dan advanced delivery system. Dalam conventional
delivery system, kondisi obat setelah dilepaskan dari BSO tidak dimonitor,
sedangkan dalam advanced system, pelepasan obat dimanipulasi, dikendalikan
bahkan diarahkan untuk dapat ditargetkan melepaskan zat aktif di dalam sel

3
(targeting drug delivery à untuk pengobatan dengan menggunakan cancer
chemotherapy).
Efek farmakologis suatu obat yang dikehendaki pada suatu terapi sebagai
akibat berjalannya sistem penghantaran obat, dapat dibedakan dalam 2 hal, yaitu:
efek local (setempat) dan efek sistemik (terabsorpsi ke- atau langsung melalui
peredaran darah, terdistribusi ke seluruh bagian tubuh). Efek local dapat dicapai
terutama dengan jalur pemberian topical (diaplikasikan pada permukaan kulit dan
atau selaput mukosa) dan jalur parenteral khusus (sub plantar / ginggival à selama
tidak terabsorpsi masuk ke pembuluh darah), sedangkan efek sistemik dapat dicapai
terutama dengan jalur oral (telan à zat aktif terabsorpsi melalui membrane dinding
usus), parenteral (intravascular atau ekstravaskular) atau transdermal
Pada prinsipnya pembeda dari efek local ataupun sistemik adalah apakah
zat aktif tersebut diarahkan menuju ke pembuluh darah atau tidak. Selama obat
tersebut tidak diberikan secara intra vascular (langsung ke sirkulasi sistemik via
pembuluh darah) atau terabsorpsi melewati pembuluh darah, maka efek yang timbul
adalah efek local.

Bahan obat jarang diberikan sendiri-sendiri, tetapi lebih sering merupakan


suatu formula yang dikombinasikan dengan satu atau lebih zat bukan obat yang
bermanfaat untuk kegunaan farmasi yang bermacam-macam dan khusus. Melalui
penggunaan yang selektif dari zat obat ini sebagai bahan farmasi akan dihasilkan
sediaan farmasi atu bentuk sediaan dengan tipe yang bermacam-macam. Bahan
farmasi ini melarutkan, mensuspensi, mengentalkan, mengencerkan, mengemulsi,
menstabilkan, mengawetkan, mewarnai, pewangi, dan menciptakan banyak
bermacam-macam zat obat menjadi berbagai bentuk sediaan farmasi yang manjur
dan menarik. Masing-masing tipe bentuk sediaan mempunyai sifat-sifat fisika dan
sifat-sifat farmasi yang khusus. Sediaan yang bermacam-macam ini merupakan
tantangan bagi ahli-ahli farmasi di pabrik dalam membuat formula dan bagi dokter
dalam memilih obat serta cara pemberiannya untuk ditulis dalam resep. Bidang
umum yang mempelajari faktor-faktor fisika, kimia dan biologi yang
mempengaruhi formulasi, pembuatan di pabrik, stabilitas dan efektivitas dari
bentuk sediaan farmasi disebut farmasetik.

4
Sifat yang keras dan takaran yang rendah dari kebanyakan obat-obat yang
digunakan saat ini menghalangi setiap harapan bahwa masyarakat umum akan
dapat memperoleh takaran yang tepat dengan aman dari bahan berupa bahan baku
berkhasiat. Sebagian besar daro obat yang banyak, digunakan dalam jumlah
miligram, sangat sedikit unutk ditimbang dengan sesuatu kecuali dengan timbangan
laboratorium yang peka.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud obat sediaan padat?
2. Jenis-jenis obat sediaan padat?
3. Cara pemberian obat sediaan padat?
4. Waktu pemberian obat sediaan padat?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui klasifikasi dari obat sediaan padat.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis obat sediaan padat.
3. Untuk mengetahui cara pemakaian obat sediaan padat.
4. Untuk mengetahui waktu pemberian obat sediaan padat.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian BSO

Obat merupakan suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan


untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan,
menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan
badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau
memperindah badan atau bagian badan manusia termasuk obat tradisional. Bahan
aktif obat agar digunakan nyaman, aman, efisien dan optimal dikemas dalam bentuk
sediaan obat (BSO) atau disebut sediaan farmasi. Bentuk sediaan obat (BSO) dapat
mengandung satu atau lebih komponen bahan aktif. Formulasi BSO memerlukan
bahan tambahan contohnya antara lain bahan pelarut atau bahan pelicin. Macam
bahan tambahan tergantung macam Bentuk Sedian Obat. Bahan tambahan bersifat
netral. Sehingga didapat Definisi BSO adalah sediaan obat yang mengandung satu
atau lebih bahan berkhasiat dan biasanya ditambah vehikulum(bahan pengisi atau
bahan pelarut).

Pengertian Obat Secara Khusus :

1. Obat Jadi

Obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk, tablet, pil,
kapsul, supositoria, cairan salep atau bentuk lainnya yang mempunyai teknis sesuai
dengan F1 atau buku resmi lain yang ditetapkan pemerintah.

2. Obat Paten

Yaitu obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama pembuat yang
dikhususkannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya.

3. Obat Baru

6
Yaitu obat yang terdiri atas atau berisi zat yang berkhasiat ataupun tidak
berkhasiat, misalnya lapisan pengisi, pelarut, pembantu, atau komponen lain, yang
belum dikenal sehingga tidak diketahui khasiat dan kegunaannya.

4. Obat Asli

Yaitu obat yang didapat langsung dari bahan-bahan alami Indonesia terolah
secara sederhana atas dasar pengalaman dan digunakan dalam pengobatan
tradisional.

5. Obat Tradisional

Yaitu obat yang didapat dari bahan alam (Mineral, tumbuhan, atau hewan)
terolah secara sederhana atas dasar pengalaman dan digunakan dalam pengobatan
tradisional.

6. Obat Esensial

Yaitu obat yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan masyarakat


terbanyak dan tercantum dalam daftar obat esensial (DOEN) yang ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan RI
7. Obat Generik

Yaitu obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam F1 untuk zat berkhasiat
yang dikandungnya.

2.2 Klasifikasi obat

Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan,
kesehatan dan kontrasepsi (Kebijakan Obat Nasional, Departemen Kesehatan RI,
2005).

Obat merupakan salah satu komponen yang tidak dapat tergantikan dalam
pelayanan kesehatan.Obat berbeda dengan komoditas perdagangan, karena selain

7
merupakan komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial. Obat
berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan
pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan
obat atau farmakoterapi. Seperti yang telah dituliskan pada pengertian obat diatas,
maka peran obat secara umum adalah sebagai berikut :

a) Penetapan diagnosa

b) Untuk pencegahan penyakit

c) Menyembuhkan penyakit

d) Memulihkan (rehabilitasi) kesehatan

e) Mengubah fungsi normal tubuh untuk tujuan tertentu

f) Peningkatan kesehatan

g) Mengurangi rasa sakit

A, Penggologan Obat

Penggolongan obat dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan


penggunaan serta pengamanan distribusi obat.

Penggolongan obat secara luas dibedakan berdasarkan beberapa hal, diantaranya


yaitu :

1. Penggolongan obat berdasarkan jenisnya

2. Penggolongan obat berdasarkan mekanisme kerja obat

3. Penggolongan obat berdasarkan tempat atau lokasi pemakaian

4. Penggolongan obat berdasarkan cara pemakaian

5. Penggolongan obat berdasarkan pemberian

6. Penggolongan obat berdasarkan golongan kerja obat

8
1. Penggolongan obat berdasarkan jenis

Penggolongan obat berdasarkan jenis menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI


Nomor 949/Menkes/Per/VI/2000, obat digolongkan dalam (5) golongan yaitu :

a. Obat Bebas

Obat bebas adalah obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter disebut obat
OTC (OverThe Counter), terdiri atas obat bebas dan obat bebas terbatas. Penandaan
obat bebas diatur berdasarkan S.K Menkes RI Nomor 2380/A/SKA/I/1983 tentang
tanda khusus untuk obat bebas dan obat bebas terbatas. Di Indonesia, obat golongan
ini ditandai dengan lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam.

Contoh-contoh obat bebas :

Tablet Vit. C 100 mg, 250 mg; tablet B complex, tablet Bi 100 mg, 50 mg, 25mg;
tablet multivitamin. Boorwater, 2-4 salap, salep boor. Julapium, buikdrank,
staaldrank. promag, bodrex, biogesic, panadol, puyer bintang toedjoe, diatabs,
entrostop, dan sebagainya.

Obat esensial : obat terpilih yg paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan


bagi masyarakat terbanyak, mencakup upaya diagnosa, profilaksis, terapi dan
rehabilitasi yang harus diusahakan selalu tersedia pada unit pelayanan sesuai
dengan fungsi dan tingkatannya.
Contoh: analgesik, antipiretik.
Obat generik : obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam farmakope
Indonesia untuk zat berkhasiat yg dikandungnya. Nama ini ditentukan oleh WHO
dan ada dalam daftar Internasional Nonproprietaryu Name Index.

b. Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas (dulu disebut daftar W) yakni obat-obatan yang dalam
jumlah tertentu masih bisa dibeli di apotek, tanpa resep dokter, memakai tanda
lingkaran biru bergaris tepi hitam. Contohnya: obat anti mabuk (Antimo), anti flu

9
(Noza). Pada kemasan obat seperti ini biasanya tertera peringatan yang bertanda
kotak kecil berdasar warna gelap atau kotak putih bergaris tepi hitam, dengan
tulisan sebagai berikut :

P.No.1: Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya.


P.No.2: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan.
P.No.3: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan.

P.No.4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar.


P.No.5: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan.

Memang, dalam keadaaan dan batas-batas tertentu, sakit yang ringan masih
dibenarkan untuk melakukan pengobatan sendiri, yang tentunya juga obat yang
dipergunakan adalah golongan obat bebas dan bebas terbatas yang dengan mudah
diperoleh masyarakat. Namun apabila kondisi penyakit semakin serius sebaiknya
memeriksakan ke dokter. Dianjurkan untuk tidak sekali-kalipun melakukan uji coba
obat sendiri terhadap obat - obat yang seharusnya diperoleh dengan
mempergunakan resep dokter.

Apabila menggunakan obat-obatan yang dengan mudah diperoleh tanpa


menggunakan resep dokter atau yang dikenal dengan Golongan Obat Bebas dan
Golongan Obat Bebas Terbatas, selain meyakini bahwa obat tersebut telah memiliki
izin beredar dengan pencantuman nomor registrasi dari Badan Pengawas Obat dan
Makanan atau Departemen Kesehatan, terdapat hal- hal yang perlu diperhatikan,
diantaranya: Kondisi obat apakah masih baik atau sudak rusak, perhatikan tanggal
kadaluarsa (masa berlaku) obat, membaca dan mengikuti keterangan atau informasi
yang tercantum pada kemasan obat atau pada brosur atau selebaran yang menyertai
obat yang berisi tentang Indikasi (merupakan petunjuk kegunaan obat dalam
pengobatan), kontra-indikasi (yaitu petunjuk penggunaan obat yang tidak
diperbolehkan), efek samping (yaitu efek yang timbul, yang bukan efek yang
diinginkan), dosis obat (takaran pemakaian obat), cara penyimpanan obat, dan
informasi tentang interaksi obat dengan obat lain yang digunakan dan dengan
makanan yang dimakan.

10
Contoh-contoh obat bebas terbatas :

Tinctura Iodii (P3) = antiseptik, lequor burowi (P3) = obat kompres, gargarisma
kan (P2) = obat kumur, rokok asthma (P4) = obat asthma, tablet Ephedrinum 25 mg
(P1) = obat asthma, tablet santonin 30 mg (P1) = obat cacing, tablet Vit. K 1,5 mg
= anti pendarahan, ovula sulfanilamidun (P5) = anti inveksi di vagina, obat batuk,
obat pilek, krim antiseptic, neo rheumacyl neuro, visine, rohto, antimo.

c. Obat Keras

Obat keras (dulu disebut obat daftar G = gevaarlijk = berbahaya) yaitu obat
berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter, memakai
tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K didalamnya.
Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah antibiotik (tetrasiklin,
penisilin, dan sebagainya), serta obat-obatan yang mengandung hormon (obat
kencing manis, obat penenang, dan lain-lain).

Obat-obat ini berkhasiat keras dan bila dipakai sembarangan bisa berbahaya
bahkan meracuni tubuh, memperparah penyakit atau menyebabkan mematikan.

Ada tanda peringatan pada kemasannya, dengan dasar hitam tulisan putih, sebagai
berikut :
P1, Awas Obat keras. Baca aturan pemakaiannya.
P2.Awas Obat keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan.
P3,Awas Obat keras. Hanya untuk bagian luar badan.
P4.Awas Obat Keras. Hanya untuk dibakar.
P5.Awas Obat Keras. Tidak boleh ditelan.
P6.Awas Obat Keras Obat wasir, jangan ditelan.

Contoh-contoh obat keras :

Semua obat injeksi, obat antibiotik (chloramphenicol, penicillin, tetracyclin,


ampicillin), obat antibakteri (sulfadiazin, sulfasomidin), amphetaminum (O.K.T),
hydantoinum = obat anti epilepsi, reserpinum = obat anti hipertensi, Vit. K = anti

11
perdarahan, Yohimbin = aphrodisiaka, Isoniazidum = anti TBC, nitroglycerinum =
obat jantung.

d. Obat Wajib Apotik

Obat wajib Apotik merupakan obat keras yang dapat diberikan oleh Apoteker
Pengelola Apotek (APA) kepada pasien. Tujuan obat wajib apotik adalah
memperluas keterjangkauan obat untuk masyarakat, maka obat-obat yang
digolongkan dalam obat wajib apotik adalah obat yang diperlukan bagi
kebanyakan penyakit yang diderita pasien.

Contoh-contoh obat wajib apotik :

Clindamicin 1 tube, obat luar untuk acne; Diclofenac 1 tube, obat luar untuk anti
inflamasi (asam mefenamat); flumetason 1 tube, obat luar untuk inflamasi;
Ibuprofen tab. 400mg, 10 tab. Tab. 600mg, 10 tab; obat alergi kulit (salep
hidrokotison), infeksi kulit dan mata (salep oksitetrasiklin), antialergi sistemik
(CTM), obat KB hormonal.

e. Obat Psikotropika dan Narkotika

Obat psikotropika, merupakan zat atau obat baik ilmiah atau sintesis, bukan
narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Contoh : alprazolam, diazepam. Mengenai obat-obat psikotropika ini diatur dalam
UU RI Nomor 5 tahun 1997.
Psikotropika dibagi menjadi :

i. Golongan I : sampai sekarang kegunaannya hanya ditujukan untuk


ilmu pengetahuan, dilarang diproduksi, dan digunakan untuk
pengobatan. Contohnya : metilen dioksi metamfetamin, Lisergid acid diathylamine
(LSD) dan metamfetamin.

12
ii. Golongan II, III dan IV dapat digunakan untuk pengobatan asalkan sudah
didaftarkan. Contohnya : diazepam, fenobarbital, lorazepam dan klordiazepoksid.

Obat Narkotika, merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. (UU RI no. 22 th 1997 tentang
Narkotika). Obat ini pada kemasannya dengan lingkaran yang didalamnya terdapat
palang (+) berwarna merah.
Obat narkotika penggunaannya diawasi dengan ketat sehingga obat
golongan narkotika hanya dapat diperoleh di apotek dengan resep dokter asli (tidak
dapat menggunakan copy resep). Dalam bidang kesehatan, obat-obat narkotika
biasa digunakan sebagai anestesi atau obat bius dan analgetik atau obat penghilang
rasa sakit. Contoh obat narkotika adalah : codipront (obat batuk), MST (analgetik)
dan fentanil (obat bius).

Obat narkotika golongan I : hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu


pengetahuan dan dilarang digunakan untuk kepentingan lainnya.Contoh: Tanaman:
Papaver somniferum L. (semua bagian termasuk buah dan jerami kecuali bijinya),
Erythroxylon coca; Cannabis sp. Zat atau senyawa : Heroin
Obat narkotika golongan II : dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan. Distribusi diatur oleh
pemerintah. Contoh: Morfin dan garam-gramnya, Petidin
Obat narkotika golongan III : dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan. Distribusi diatur oeh
pemerintah. Contoh : Codein

2. Penggolongan obat berdasarkan mekanisme kerja obat

Berdasarkan mekanisme kerja obat, obat dibagi menjadi 5 jenis penggolongan


antara lain :

Obat yang bekerja pada penyebab penyakit, misalnya penyakit akibat bakteri atau
mikroba, contoh : antibiotik

13
b. Obat yang bekerja untuk mencegah kondisi patologis dari penyakit contoh :
vaksin dan serum.

c. Obat yang menghilangkan simtomatik atau gejala, meredakan nyeri contoh :


analgesik

d. Obat yang bekerja menambah atau mengganti fungsi-fungsi zat yang kurang,
contoh : vitamin dan hormon.

e. Pemberian placebo adalah pemberian obat yang tidak mengandung zat aktif,
khususnya pada pasien normal yang menganggap dirinya dalam keadaan
sakit, contoh : aqua pro injeksi dan tablet placebo.

3. Penggolongan obat berdasarkan tempat atau lokasi pemakaian

Penggolongan obat berdasarkan lokasi pemakaian dibagi menjadi 2 golongan :

Obat dalam yaitu obat-obatan yang dikonsumsi peroral, contoh : tablet


antibiotik, parasetamol tablet.

b. Obat luar yaitu obat obatan yang dipakai secara topical atau tubuh bagian
luar, contoh : sulfur, dan lain-lain.

4. Penggolongan obat berdasarkan cara pemakaian

Penggolongan obat berdasarkan cara pemakaian dibagi menjadi beberapa


bagian, yaitu :

a. Oral : Obat yang dikonsumsi melalui mulut kedalam saluran cerna, contoh:
tablet, kapsul, serbuk, dan lain-lain.

b. Perektal : Obat yang dipakai melalui rektum, biasanya digunakan pada pasien
yang tidak bisa menelan, pingsan, atau menghendaki efek cepat dan

14
terhindar dari pengaruh pH lambung, FFE di hati, maupun enzim-enzim di
dalam tubuh.

c. Sublingual : Pemakaian obat dengan meletakkannya dibawah lidah, masuk ke


pembuluh darah, efeknya lebih cepat, contoh: obat hipertensi, tablet hisap.

d. Parenteral : Obat yang disuntikkan melalui kulit ke aliran darah, baik secara
intravena, subkutan, intramuskular, intrakardial.

e. Langsung ke organ, contoh intrakardial

f. Melalui selaput perut, contoh intra peritoneal

5. Penggolongan obat berdasarkan pemberian

Penggolongan obat berdasarkan pemberian dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :


a. Sistemik : Obat atau zat aktif yang masuk ke dalam peredaran darah.
b. Lokal : Obat atau zat aktif yang hanya berefek atau menyebar
atau mempengaruhi bagian tertentu tempat obat tersebut berada, seperti
pada hidung, mata, kulit, dan lain lain.

6. Penggolongan obat berdasarkan golongan kerja obat

a. Antibiotik
Antibiotik adalah obat yang dipergunakan untuk menghambat pertumbuhan
bakteri penyebab infeksi. Obat ini telah digunakan untuk melawan infeksi berbagai
bakteri pada tumbuhan, hewan, dan manusia. Antibiotik di kategorikan berdasarkan
struktur kimia adalah sebagai berikut :

i. Penisilin (Penicillins)

Penisilin dihasilkan oleh Fungi Penicillinum chrysognum. Aktif terutama pada


bakteri gram positif dan beberapa gram negatif. Adapun contoh obat yang termasuk
dalam golongan ini antara lain : Ampisilin dan Amoksisilin.

ii. Sefalosporin (Cephalosporins)

15
Sefalosporin dihasilkan oleh fungi cephalosporium acremonium. Spektrum
kerjanya luas meliputi bakteri gram positif dan gram negatif.

Sefalosporin terdiri dari beberapa generasi, yaitu :

Ø Sefalosporin generasi pertama: aktif terhadap kuman gram positif. Contoh :


sefalotin, sefapirin, sefazolin, sefaleksin, sefradin, sefadroksil.

Ø Sefalosporin generasi kedua: kurang aktif terhadap kuman gram positif dan
lebih aktif pada kuman gram negative. Contoh : sefamandol, sefoksitin,
sefaklor, sefuroksim.

Ø Sefalosporin generasi ketiga: Kurang aktif dibandingkan dengan generasi


pertama terhadap kokus gram positif, tetapi jauh lebih aktif terhadap
enterobakteriaceae. Contoh : sefotaksim, moksalaktam, seftizoksim,
seftriakson, sefoperazon, seftazidim.

Ø Sefalosporin generasi keempat: Lebih stabil terhadap hidrolisis oleh


betalaktamase. Contoh : sefepim, sefpirom.

iii. Aminoglikosida (Aminoglycosides)

Jenis antibiotik ini menghambat pembentukan protein bakteri. Adapun contoh


obat yang termasuk dalam golongan ini antara lain : amikasin, gentamisin, neomisin
sulfat, netilmisin.

iv. Makrolid (Macrolides)

Digunakan untuk mengobati infeksi saluran nafas bagian atas seperti infeksi
tenggorokan dan infeksi telinga, infeksi saluran nafas bagian bawah seperti
pneumonia, untuk infeksi kulit dan jaringan lunak, untuk sifilis, dan efektif untuk
penyakit legionnaire (penyakit yang ditularkan oleh serdadu sewaan). Sering pula
digunakan untuk pasien yang alergi terhadap penisilin. Adapun contoh obat yang
termasuk dalam golongan ini antara lain: Eritromisin, Azitromisin, Klaritromisin.

v. Sulfonamida (Sulfonamides)

Obat ini efektif mengobati infeksi ginjal, namun sayangnya memiliki efek
berbahaya pada ginjal. Untuk mencegah pembentukan Kristal obat, pasien harus

16
minum sejumlah air. Adapun contoh obat yang termasuk dalam golongan ini antara
lain : gantrisin.

vi. Fluoroquinolones

Fluoroquinolones adalah satu-satunya kelas antibiotic yang secara langsung


menghentikan sintesis DNA bakteri.

vii. Tetrasiklin (Tetracyclines)

Obat golongan ini digunakan untuk mengobati infeksi jenis yang sama seperti
yang diobati penisilin dan juga untuk infeksi lainnya seperti kolera, demam
berbintik Rocky Mountain, syanker, konjungtivitis mata, dan amubiasis intestinal.
Dokter ahli kulit menggunakannya pula untuk mengobati beberapa jenis
jerawat. Adapun contoh obat yang termasuk dalam golongan ini antara
lain : Tetrasiklin, Klortetrasiklin, Oksitetrasiklin.

viii. Polipeptida (Polypeptides)

Polipeptida dianggap cukup beracun sehingga terutama digunakan pada


permukaan kulit saja. Ketika disuntikan ke dalam kulit, polipeptida bisa
menyebabkan efek samping seperti kerusakan ginjal dan saraf. Adapun contoh obat
yang termasuk dalam golongan ini antara lain : gentamisin dan karbenisilin.

b. Anti Inflamasi

Pengobatan anti inflamasi mempunyai dua tujuan utama yaitu, meringankan


rasa nyeri yang seringkali merupakan gejala awal yang terlihat dan keluhan utama
yang terus menerus dari pasien dan kedua memperlambat atau membatasi
perusakan jaringan (Katzung, 2002). Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat
anti inflamasi terbagi ke dalam golongan steroid dan golongan non-steroid
(Anonim, 1993) :

i. Obat anti inflamasi Nonsteroid


Obat antiinflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan
sebutan NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs) adalah obat untuk

17
meredakan inflamasi dengan cara mempengaruhi transport ion, hormone dan
enzim. Contoh : Aspirin

ii. Obat antiinflamasi steroid

Adapun mekanisme kerja obat dari golongan steroid adalah obat untuk
meredakan inflamasi dengan cara menurunkan imunitas tubuh.

Contoh : hidrokortison, deksametason, metil prednisolon, kortison asetat,


betametason, triamsinolon, prednison, fluosinolon asetonid, prednisolon,
triamsinolon asetonid dan fluokortolon.

c. Anti Hipertensi

Anti hipertensi digunakan untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas


cardiovascular. Obat anti hipertensi berdasarkan cara kerja obat di bagi menjadi 5
kelompok, yaitu:

i. Obat Diuretik

Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga


menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Contohnya : Hidroklorotiazid

ii. Obat Penghambat Adrenergik

Penghambat adrenergik atau adrenolitik ialah golongan obat yang menghambat


perangsangan adrenergik.

iii Vasolidator

Vasolidator berfungsi untuk mengendurkan otot polos arteri, menyebabkan mereka


untuk membesar dan dengan demikian mengurangi resistensi terhadap aliran darah.
Contoh : hydralazine dan minoxidil

iv. Penghambat Angiotensin-Converting Enzime (ACE-inhibitor) dan


Antagonis Reseptor Angiotensin II (Angitensin Receptor Blocker, ARB)

18
Angiotensin converting enzyme (ACE) berfungsi untuk memblokir aksi hormon
angiotensin II, yang mempersempit pembuluh darah. Contoh : captopril, enalapril,
perindopril, ramipril, quinapril dan lisinopril. Angiotensin receptor
blocker berperilaku dengan cara yang sama seperti ACE inhibitor. Contoh :
candesartan, irbesartan, telmisartan, eprosartan.

v. Antagonis Kalsium

Antagonis Kalsium berfungsi untuk menghambat influx kalsium pada sel otot polos
pembuluh darah dan miokard. Contoh : nifedipin.

d. Anti Konvulsan

Anti Konvulsan berfungsi untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi


(epileptic seizure) dan bangkitan non-epilepsi. Adapun contoh obat yang
termasuk dalam golongan ini antara lain : bromide, fenobarbital, fenitoin,
karbamazepim.

e. Anti Koagulasi

Anti koagulasi digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan


menghambat pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan
darah. Pembekuan darah terjadi melalui 2 mekanisme yaitu mekanisme intrinsik
dan ekstrinsik. Faktor yang berpengaruh pada kedua mekanisme yaitu faktor stuart-
prower. Anti koagulasi dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :
i. Heparin

Heparin merupakan satu-satunya anti koagulan yang diberikan secara parenteral


dan merupakan obat terpilih bila diperlukan efek yang cepat misalnya untuk emboli
paru-paru dan trombosis vena dalam. Contoh : Protamin Sulfat

ii. Antikoagulasi oral

Antikoagulasi oral terdiri dari derivat 4-hidroksikumarin misalnya : dikumoral,


warfarin dan derivate indan-1,3-dion misalnya : anisindion.

19
iii. Antikoagulasi yang bekerja dengan mengikat ion kalsium

Contoh : Natrium sitrat, Asam oksalat dan senyawa oksalat, dan natrium edetat.

f. Anti Histamin

Pada manusia histamin merupakan mediator yang penting pada reaksi alergi
tipe segera dan reaksi inflamasi. Berdasarkan mekanisme kerja Anti histamin
digolongkan mejadi 2 kelompok yaitu :

i. Antagonis H1

Antagonis H1 sering pula disebut antihistamin klasik atau antihistamin H1, adalah
senyawa yang dalam kadar rendah dapat menghambat secara bersaing kerja
histamin pada jaringan yang mengandung reseptor H1. Penggunaan mengurangi
gejala alergi karena musim atau cuaca. Antagonis H1
terdiridari : DifenhidraminHCl (benadryl), Dimenhidrinat (Dramamim,Antimo),
Karbinoksamin HCl (Clistin), Klorfenoksamin HCl (systral), Klemestin
Fumarat (Tavegyl), Piperinhidrinat (Kolton).

ii. Antagonis H2
Antagonis H2 adalah senyawa yang menghambat secara bersaing interaksi
histamin dengan reseptor H2 sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung.
Antagonis H2 terdiri dari : Semitidin (Cimet, Corsamet, Nulcer, Tagamet,
Ulcadine), Ranitidin HCl (Ranin, Ranatin, Ranatac, Zantac,
Zantadin), Famotidin (Facid, Famocid, Gaster, Ragastin, Restidin).

g. Psikotropika

Psikotropika adalah obat yang mempengaruhi fungsi perilaku, emosi, dan


pikiran yang biasa digunakan dalam bidang psikiatri atau ilmu kedokteran jiwa.
Berdasarkan penggunaan klinik, psikotropik dapat di bedakan menjadi 4 golongan :

i. Antipsikosis (major tranquilizer)

20
Antipsikosis bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik, suatu gangguan
jiwa yang berat. Contoh : Risperidon, Olanzapin, Zolepin

ii. Antiansietas (minor tranquilizer)

Antiansietas berguna untuk pengobatan simtomatik penyakit psikoneurosis, dan


berguna untuk terapi tambahan penyakit somatis. Contoh : klordiazepoksid,
diazepam, oksazepam

iii. Antidepresi

Antidepresi digunakan untuk mengobati gangguan yang heterogen. Contoh :


desipramin, nortriptilin

iii. Antimania (mood stabilizer)

Antimania berfungsi untuk mencegah naik turunnya mood pada pasien dengan
gangguan bipolar. Contoh : karbamazepin, asam valproat.

h. Anti Jamur atau Anti Fungi

Anti jamur atau anti fungi berfungsi untuk mengobati infeksi yang disebabkan
oleh jamur. Anti jamur dari segi terapeutik di bagi menjadi 2, yaitu :

i. Dermatofit digunakan pada permukaaan kulit.

ii. Sistemik digunakan pada bagian dalam tubuh, seperti saluran cerna. Contoh :
imidiazol, diazol dan anti biotic polien.

21
B. BENTUK SEDIAAN OBAT

1. Sediaan Padat

Sediaan padat adalah sediaan yang mempunyai bentuk dan tekstur yang padat
dan kompak. Bentuk ini paling banyak beredar di Indonesia disebabkan karena
bentuk “tablet” adalah bentuk obat yang praktis dan ekonomis dalam produksi,
penyimpanan dan pemakaiannya. Pembuatan tablet ini selain diperlukan bahan obat
juga diperlukan zat tambahan, yaitu :

- Zat pengisi untuk memperbesar volume tablet.

Misalnya : saccharum Lactis, Amylum Manihot, Calcii Phoshas, Calcii Carbonas


dan zat lain yang cocok.

- Zat pengikat ; dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat
merekat.

Biasanya digunakan mucilage Gummi Arabici 10-20 % (panas), Solution


Methylcelloeum 5 %

- Zat penghancur, dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam perut.

Biasanya digunakan : Amylum Manihot kering, Gelatinum, Agar- agar, Natrium


Alginat

- Zat pelicin, Dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan. Biasanya
digunakan Talcum 5 %, Magnesii Streras, Acidum Strearicum

Pengertian lainnya yaitu merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa
cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau cembung
mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan.

2. Sediaan Semi Padat

Adalah sediaan setengah padat yang bersifat topical dan penggunaannya untuk
kulit bagian luar. Bentuk sediaan semi padat memiliki konsistensi dan wujud antara
solid dan liquid, dapat mengandung zat aktif yang larut atau terdispersi dalam
pembawa (basis). Bentuk sediaan semi padat biasanya digunakan secara topical,
yaitu diaplikasikan pada permukaan kulit atau sleput mukosa. Namun demikian

22
sediaan topical tidak harus semi padat. Bentuk sediaan semi padat jika
dibandingkan dengan bentuk sediaan solid dan liquid, dalam pemakaian topical,
memiliki keunggulan dalam hal adhesivitas sediaan sehingga memberikan waktu
tinggal yang relative lebih lama.Selain itu fungsi perlindungan terhadap kulit lebih
nampak pada penggunaan sediaan semi padat. Namun, sediaan semi padat tidak
umum diaplikasikan dalam area permukaan kulit yang luas, sebagaimana halnya
sediaan solid maupun liquid. Kemudahan pengeluaran dari kemasan primer juga
menjadi pertimbangan yang harus diantisipasi dalam desain sediaan semi padat,
terutama semi padat steril (contoh: salep mata), terkait dengan viskositas yang
dimiliki oleh sediaan tersebut.

3. Sediaan Cair

Merupakan sedian cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat
larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya,cara peracikan,
atau penggunaannya,tidak dimasukan dalam golongan produk lainnya. Cara
penggunaannya yaitu larutan oral (diminum) dan larutan topical.

Formula obat berbentuk cair tidak hanya mudah ditelan tapi juga bisa diberi
tambahan rasa. Kebanyakan formula obat untuk anak dibuat dalam bentuk ini.
Beberapa jenis suplemen (seperti vitamin E) juga dibuat dalam bentuk cair agar
lebih mudah dipakai di kulit. Tetes mata atau obat batuk merupakan jenis lain dari
obat bentuk cair.

2.3 Regulasi Obat

Regulasi obat merupakan tugas kompleks yang melibatkan bebarapa


pemangku kepentingan (stakeholders). Oleh karena itu terdapat beberapa
persyaratan yang harus diprnuhi, antara lain dasar hukum, sumber daya manusia,
dan sumber daya keuangan yang memadai, independensi, dan tranparansi. Regulasi
hanya dapat berfungsi dengan baik apabila ditunjang oleh sumber daya manusia
yang kompeten serta berintegritas tinggi. Anggaran yang memadai dan
berkesinambungan, akses terhadap ahli, hubungan internasional, laboratorium

23
pemeriksaan mutu, dan sistem penegakan hukum di pengadilan yang dapat
diandalkan. Sasaran regulasi obat :

1. Obat ysng beredar memenuhi syarat keamanan, khasiat dan mutu


didistribusikan sesuai dengan ketentuan.

2. Masyarakat terhindar dari prnggunaan obat yang salah dan penyalahgunaan


obat.

3. Sumber daya manusia yang terlihat dalam penanganan obat harus memenuhi
persyaratan kompetensi.

Klasifikasi jenis obat yang beredar :

1.) Obat daftar "G" dalam bahasa Belanda gevaarlijk artinya berbahaya, ditandai
dot merah dengan huruf K

2.) Obat daftar "O" dari kata opium yakni golongan opiat yang sangat diawasi oleh
pemerintah.

3.) Obat daftar "W" dalam bahasa Belanda waarcshuwing artinya peringatan yakni
obat bebas terbatas, penjualannya dibatasi hanya di apotek dan toko obat berijin,
ditandai dot biru.

4.) Obat daftar "B" boleh dijual dimana saja ditandai dot hijau.

5.) Obat Tradisional ditandai dengan 3 kategori :

a. Jamu, herbal dalam bentuk simplisia.

b. Herbal berstandar bahan bakunya mempunyai standar tertentu.

c. Fitofarmaka, herbal berstandar yang sudah mengalami uji klinik.

Badan POM juga meregulasi bahan lainnya antara lain suplemen makanan
seperti vitamin dan mineral, serta pangan fungsional yaitu makanan yang dianggap
berfungsi menjaga kesehatan seperti serat, omega 3, dan omega 6.

24
Juga dikenal Obat Wajib Apotek atau OWA yaitu obat daftar "G" yang
boleh diberikan oleh apoteker pada pasien yang sebelumnya telah mendapatnya dari
dokter, biasanya untuk penggunaan jangka panjang atau kondisi tertentu.

Berdasarkan keamanan penggunaan pada kehamilan dibagi dalam 5 kategori :

1. Kategori A. Studi pembanding menunjukan tidak ada resiko.

2. Kategori B. Studi tidak ada risiko pada manusia.

3. Kategori C. Studi risiko tidak dapat disingkirkan.

4. Kategori D. Studi bukti risikonya positif.

5. Kategori X. Studi kontraindikasi pada kehamilan.

2.4 Cara Pembuatan Obat

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) resmi diberlakukan buat industri
farmasi di Indonesia berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI nomor
43/MENKES/SK/II/1988 tanggal 2 Februari 1988 tentang Pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Revisi CPOB diterbitkan pada tahun 2001
oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan,revisi ini dilakukan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang farmasi. Penyusunan
Pedoman CPOB edisi tahun 2001 mengacu pula pada WHO Good Manufacturing
Practices 2000,The British MCA’s Rules and Guidance for Pharmaceutical
Manufacturers 1993,US Code for Federal Regulations 2000 Title 21 Parts 210
&211,The Australian Code of GMP for Therapeutic Goods 1990,ASEAN GMP
Guidelines 3rd edition,1996 serta Code GMP internasional lainnya.Sebelumnya di
Indonesia pembuatan obat diatur melalui Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No.
4243/A/SK/71 tentang Dasar-dasar dari Pengawasan atas mutu Obat-obat dan Cara-
cara yang baik dalam Pengawasan Produksi dan mutu Obat

A. Prinsip

25
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat di
buat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan seseuai dengan
tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian
mutu

Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk


menjamin konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. pembuatan secara
sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan
jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan.

Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian
pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk kedalam
produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas,
bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat. Pemastian mutu suatu
obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja ; namun
obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang terkendali dan di pantau secara cermat.

CPOB ini merupakan pedoman yang bertujuan memastikan agar mutu obat
yang dihasilkan sesuai persyaratan dan penggunanya; bila perlu dapat dilakukan
penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah
ditentukan dan di capai. Otoritas pengawasan Obat hendaklah menggunakan
Pedoman ini sebagai acuan dalam penilaian penerapan CPOB, dan semua peraturan
lain yang berkaitan dengan CPOB hendaklah dibuat minimal sejalan dengan
pedoman ini. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh industri farmasi
sebagaiu dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan.

Selain aspek umum yang tercakup di dalam pedoman ini, dipadukan juga
serangkaian pedoman suplemen untuk aspek tertentu yang hanya berlaku untuk
industri farmasi yang aktifitasnya berkaitan.Pedoman ini berlaku terhadap
pembuatan obat dan produk sejenis yang digunakan manusia.

Cara lain selain tercantum di dalam pedoman ini dapat diterima sepanjang
memenuhi prinsip pedoman ini. Pedoman ini bukanlah bermaksud untuk
membatasi pengembangnan konsep baru atau teknologi baru yang telah di validasi

26
dan memberikan tingkat Pemastian Mutu sekurang kurangnya ekuivalen dengan
cara yang tercantum dalam Pedoman ini.

B. Managemen Mutu

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuanpenggunaanya, memenuhi persyaratan yang tercanum dalam dokumen izin
edar (registerasi) dan tidak menimbulkan resko yang membahayakan
penggunanya karena tidak aman, muu rendah atau tidak efektif. Manajemen
bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan
Mutu” yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua
departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk
mencapai tujuan konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang
di desain secara manyeluruh dan deterapkan secara benar.

Unsur dasar manajemen mutu adalah :

 Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi,
prosedur, dan sumber daya dan

 Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapat kepastian dengan tingkat


kepercayaan tinggi , sehingga produk (atau jasa pelayanan ) yang dihasilkan
akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. keseluruhan tindakan
tersebut disebut Pemastian Mutu/ Quality Assurance.

Semua bagian sistem Pemastian Mutu hendaklah di dukung dengan


tersedianya personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang
cukup dan memadai. Tambahan tanggung jawab hukum hendaklah diberikan
kepada Kepala Bagian Menejemen Mutu (Pemastian Mutu).

27
1. Konsep dasar Pemastian Mutu COPB dan Pengawasan mutu adalah aspek
manajemen Mutu yang saling terkait. Konsep tersebut diuraikan di sini untuk
menekankan hubungan dan betapa pentingnya unsur –unsur tersebut dalam
produksi dan pengendalian obat.

2. Pemastian Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik
secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan mempengaruhi mutu obat yang
dihasilkan. Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan
tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai engan
tujuan pemakaiannya. Karena itu Pemastian Mutu mencakup CPOB ditambah
dengan faktor lain di luar pedoman ini, seperti desain dan pengembangan obat.

Sistem Pemastian Mutu yang benar tepat bagi industri farmasi hendaklah
memastikan bahwa :

Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang memperhatikan


persyaratan CPOB dan Cara Berlaboaturium yang Baik

Semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas dan CPOB di
terapkan.

Tanggung jawab menejerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan

Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pasokan dan penggunaan bahan awal,


bahan pengemas yang benar. Semua pengawasan terhadap produk antara dan
pengawasan selama proses (in-process control) lain serta validasi yang diperlukan

Pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses pengemasaan dan
pengujian bets dilakukan sebelum memberikan pengesahaan pelulusan untuk
distribusi penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang relevan termasuk kondisi
faktor yang relevan termasuk kondisi pembuatan, hasil pengujian dan atau
pengawasan selamaproses, pengkajian dokumen produksi termasuk pengemasan,
pengkajian penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan
persyaratan dan spesifikasi produk jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasaan
akhir

28
Obat tidak di jual atau tidak di pasok sebelum Kepala Bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan
sesuai dengan persyaratan dan peraturan dalam izin edar dan peraturan lain yang
berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan pelulusan produk .

Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat


mungkin produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani sedemikian
rupa agar mutu tetap dijaga selama masa edar/simpan obat

Tersedia prosedur inspeksi diri dan /atau audit mutu yang secara berkala
mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem Pemastian Mutu

Pemasok bahan awal dan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk


memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan

Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat

Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahaan yang berdampak pada mutu


produk

Prosedur pengolahaan ulang, evaluasi dan di setujui dan

Evaluasi mutu produk berkala dilakukan verifikasi konsistensi proses dan


memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.

3. CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat
dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai
dengan tujuan pengguanaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi
produk.

CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu. Persyaratan dasar dari CPOB
adalah :

Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas dikaji secara sistematis
berdasarkan pengalam terbukti mampu secara konsisten menghasilkan obat yang
memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan

Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana
penunjang serta perubahannya yang signifikan di validasi

29
Tersedia semua sarana yang di perlukan dalam CPOB termasuk ;

- Personil yang terkualifikasi dan terlatih

- Bangunan dan sarana dengan luas yang memadahi

- Peralatan dan sarana penunjang yang sesuai

- Bahan, wadah label yang benar

- Prosedur dan instruksi yang disetujui

- Tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai.

- Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk intruksi dengan bahasa yang jelas ,
tidak bermakana ganda , dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia

- Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar

Pencatatan dilakukan secara manual dengan alat pencatat selama pembuatan


menunjukkan bahwa langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur dan instruksi
yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan jumlah serta mutu produk yang
dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara
lengkap dan di investigasi.

Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran


riwayat bets secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam bentuk yang
mudah di akses

- Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil resiko terhadap mutu
obat

- Tersedia sistem penarikan kmbali bets obat maupun dari peredaran

Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu di


investigasi serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan pencegahan
penangulangan yang tepat dan pencegahan pengulangan kembali keluhan.

3. Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan


pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi,
dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang telah

30
diperlukan dan relevan dilakukan dan bahwa bahan yang belum dilakukan tidak
digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum
mutunya di nilai dan dinyatakan memenuhi syarat

Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi pengawasan mutu. Fungsi


ini hendaklah independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai hendaklah
tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi Pengawasan Mutu dapat
dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan

Persyaratan dasar dari Pengawasan Mutu adalah bahwa :

Sarana dan prasarana yang memadai, personil yang telah terlatih dan prosedur yang
disetujui tersedia untuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan
awal, Bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, dan bila
perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai dengan tujuan CPOB

Pengambilan sempel bahan awal, bahan pengemasan, produk antara produk


ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan metode yang di setujui
oleh Pengawas Mutu

Metode pengujian disiapkan dan divalidasi (bila Perlu ). Produk jadi berisi zat aktif
dengan komposisi secara kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan yang disetujui
pada saat pendaftaran, dengan derajat kemurnian yang dipersyaratkan serta dikemas
dalam wadah yang sesuai dan diberi label yang benar

Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga memunyai tugas lain, antara lain
menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu,
mengevaluasi, mengawasi dan menyimpan baku pembandingan, memastikan
kebenaraan label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat
aktif dan obat jadi dipantau, mengambil bagian investigasi keluhan yang berkaitan
dengan produk dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan lingkungan. Semua
kegiatan tersebut hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis dan jika
perlu dicatat.

Personil Pengawasaan Mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk


melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila di perlakukan.

31
5. Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua
obat terdaftar,termasuk produk ekspor,dengan tujuan untuk membuktikan
konsentrasi proses,kesesuaian dari spesifikasi bahan awal , bahhan pengemas dan
obat jadi , untuk melihat trend an mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan utuk
produk dan proses.

Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan
didokumentasikan dengan mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya dan
hendaklah meliputi paling sedikit :

Kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemasan yang dibutuhkan digunakan
untuk produk, terutama yang dipasok dari sumber baru

Kajian terhadap pengawasaan selama proses yang kritis dan hasil pengujian obat
jadi

Kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan dan
investigasi yang dilakukan

Kajian terhadap semua penyimpangan atau ketidak sesuaian yang signifikan, dan
efektivitas hasil tindakan perbaikan dan pencegahaan

Kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses atau metode
Analisa

Kajian terhadap variasi yang diajukan disetujui, ditolak dari dokumen registrasi
yang telah disetujui termasuk dokumen registerasi untuk produk ekspor

Kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren yang tidak
diinginkan

Kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat yang terkait
dengan mutu produk, termasuk investigasi yang telah dilakukan

Kajian kelayakan terhadap tindakan perbaikan proses produk atau peralatan yang
sebelumnya

32
Kajian terhadap komitmen pasca pemasaran dilakukan pada obat yang baru
mendapatkan persetujuan pendaftaran dan obat dengan persetujuan pendaftaran
variasi

Status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan missal sistem tata udara
(HVAC), air, gas bertekanan , dan lain lain dan

Kajian terhadap kesepakatan teknis untuk memastikan selalu up to date

Industri farmasi dan pemegang izin edar bila berbeda, hendaklah melakukan
evaluasi terhadap hasil kajian, dan melakukan suatu penilaian hendaklah dibuat
untuk menentukan apakah tindakan perbaikan atau pencegahan ataupun validasi
ulang harus dilakukan. Alasan tindakan perbaikan hendaklah didokumentasikan.
Tindakan pencegahan dan perbaikan yang telah disetujui hendaklah diselesaikan
secara efektif dan tepat waktu. Hendaklah tersedia prosedur menejemen yang
sedang berlangsung dan pengkajian aktivitas serta efektif prosedur tersebut yang
diverifikasi pada saat inspeksi diri. Bila Dapat dibenarkan secara ilmiah, pengkajian
mutu dapat dikelompokan menurut jenis produk, misal sediaan padat, sediaan cair,
produk steril, dan lain-lain.

Bila pemilik persetujuan pendaftar bukan industri farmasi, maka perlu ada
suatu kesepakatan teknis dari semua pihak terkait yang menjabarkan siapa yang
bertanggung jawab untuk melakukan kajian uutu. Kepala Bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu), yang bertanggung jawab untuk sertifikasi bets, bersama dengan
pemilik persetujuan pendaftaran hendaklah memastikan bahwa pengkajian mutu
dilakukan tepat waktu dan hemat.

Tujuan Penerapan CPOB di Industri Farmasi

CPOB bertujuan untuk menjamin bahwa obat dibuat secara konsisten,memenuhi


persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Memberikan perlindungan kepada konsumen agar selalu memperoleh obat yang


terjamin mutunya.

Obat

33
• Digunakan untuk pengobatan karena sakit atau penyakit, atau untuk mencegah
sakit atau penyakit.

• Dapat digunakan untuk mengurangi sakit, gejala sakit, membantu diagnosa


penyakit/kondisi badan

12 bab CPOB 2006 :

Manajemen Mutu

Personalia

Bangunan dan Fasilitas

Peralatan

Sanitasi dan Higiene

Produksi

Pengawasan Mutu

Inspeksi Diri dan Audit Mutu

Penanganan Keluhan terhadap Produk,Penarikan Kembali Produk dan Produk


Kembalian

Dokumentasi

Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Kualifikasi dan Validasi

10 prinsip pada pelaksanaan CPOB

Setiap kegiatan hanya dilakukan berdasarkan instruksi tertulis (dokumentasi).

Bahan Awal harus disimpan dan ditangani secara tepat, dan hanya bahan awal
yang sudah disetujui saja yang boleh dipakai.

34
Semua mesin dan alat-alat dan fasilitas/ruangan, yang sudah ditentukan untuk
digunakan, harus terawat dengan baik dan dibersihkan dengan baik.

Pengawasan Mutu dilakukan pada setiap tahap penyimpanan, penanganan dan


proses pembuatan.

Karyawan,baik karyawan produksi maupun karyawan penunjang lainnya,harus


mengenakan pakaian dan perlengkapan yang dipersyaratkan,terawasi dengan
baik, terlatih dengan baik.

Semua pekerjaan harus dilaksanakan dengan tepat dan teliti.

Pencemaran bahan, harus dicegah.

Hanya bahan awal yang telah ditentukan saja yang bisa dicampur.

Pada setiap tahap produksi, semuanya harus diberi label.

Pada setiap tahap kegiatan harus dicatat(direkam), catatan harus disimpan dengan
baik.

2.5 BSO Bentuk Padat

A. Tablet

Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk
tabung pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu
jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan. Tablet adalah sedian
farmasi yang padat, berbentuk bundar dan pipih atau cembung rangkap.
Bentuk ini paling banyak beredar di Indonesia disebabkan karena bentuk
“tablet” adalah bentuk obat yang praktis dan ekonomis dalam produksi,
penyimpanan dan pemakaiannya. Pembuatan tablet ini selain diperlukan bahan obat
juga diperlukan zat tambahan, yaitu :
– Zat pengisi untuk memperbesar volume tablet.
Misalnya : saccharum Lactis, Amylum Manihot, Calcii Phoshas, Calcii Carbonas
dan zat lain yang cocok.

35
– Zat pengikat ; dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat.
Biasanya digunakan mucilage Gummi Arabici 10-20 % (panas), Solution
Methylcelloeum 5 %
– Zat penghancur, dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam perut.
Biasanya digunakan : Amylum Manihot kering, Gelatinum, Agar- agar, Natrium
Alginat
– Zat pelicin, Dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan. Biasanya
digunakan Talcum 5 %, Magnesii Streras, Acidum Strearicum
Pengertian lainnya yaitu merupakan sediaan padat kompak dibuat secara
kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau
cembung mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan.

Jenis –jenis tablet :


a) Tablet Biasa
Yaitu tablet yang dicetak, tidak disalut diabsorpsi disaluran cerna dan pelepasan
obatnya cepat untuk segera memberikan efek terapi. Contoh : tablet paracetamol.

b) Tablet Kompresi
Adalah tablet yang dibuat dengan sekali tekanan menjadi berbagai bentuk tablet
dan ukuran, biasanya kedalam bahan obatnya diberi tambahan sejumlah bahan
pembantu. Contohnya : Bodrexin.

c) Tablet Kompresi Ganda


Adalah tablet kompresi berlapis, dalam pembuatannya memerlukan lebih dari satu
kali tekanan. Contohnya : Decolgen .

d) Tablet Trikurat
Tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya silindris dan biasanya
mengandung sejumlah kecil obat keras . Sudah jarang ditemukan.

e) Tablet Hipodermik
Tablet yang dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut sempurna dalam air.
Dulu untuk membuat sediaan injeksi hipodermik, sekarang diberikan secara oral.
Contoh: Atropin Sulfat

36
f) Tablet Sublingual
Dikehendaki efek cepat (tidak lewat hati). Digunakan dengan meletakkan tablet di
bawah lidah.
Contoh: Tablet Isosorbit dinitrat, Nitroglicerin.

g) Tablet Bukal
Tablet yang digunakan dengan meletakkan di antara pipi dan gusi. Contoh :
Progesteron

h) Tablet Efervescen
Yaitu tablet berbuih dilakukan dengan cara kompresi granulasi yang mengandung
garam-garam effer adalah bahan bahan lain yang mampu melepaskan gas ketika
bercampur dengan air. Harus dikemas dalam wadah tertutup rapat atau kemasan
tahan lembab. Pada etiket tertulis “tidak untuk langsung ditelan”. Contohnya:
CDR.

i) Tablet Diwarnai Coklat


Tablet ini menggunakan coklat untuk menyalut dan mewarnai tablet, misalnya
dengan menggunakan oksida besi yang dipakai sebagai warna tiruan coklat.

j) Tablet Kunyah
Tablet yamg cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan sisa rasa enak di
rongga mulut, mudah ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit, atau tidak enak.
biasa digunakan untuk tablet anak atau pada beberapa multivitamin. Contohnya:
Fitkom, Antasida

k) Tablet Salut Gula


Ini merupakan tablet tablet kempa yang terdiri dari penyalut gula. Tujuan
penyalutan ini adalah untuk melindungi obat dari udara dan kelembapan serta
member rasa atau untuk menghindarkan gangguan dalam pemakaiannya akibat
rasa atau bau bahan obat. Contohnya : Pahezon, Arcalion .

l) Tablet Salut Selaput


Tablet ini disalut dengan selaput yang tipis yang akan larut atau hancur di daerah
lambung usus. Contohnya : Fitogen.

37
m) Tablet Hisap
Digunakan untuk pengobatan local disekitar mulut. Contohnya : Ester C,
Biovision Kids

n) Tablet Salut Enteric


Tablet yang disalut dengan lapisan yang tidak atau hancur dilambung tapi di usus.
contoh : Voltaren 50 mg, Enzymfort

Bentuk tablet :

1. Tablet berbentuk pipih

2. Tablet Berbentuk bulat

3. Tablet berbentuk persegi

4. Tablet yang pakai tanda belahan (scoret tablet , memudahkan untuk membagi
tablet)

Secara umum, eksipien yang digunakan dalam pembuatan tablet adalah:


1. bahan pengikat (binder), dengan fungsi mendukung kekerasan tablet dan
kekuatan ikatan tablet bagian tepi (sebagai lawan dari kerapuhan) melalui
pengikatan antar partikel yang intensif contoh: muscilago amyli 10%, larutan
polyvynilpyrolidon (PVP)
2. bahan penghancur (disintegrant), dengan fungsi mendukung disintegrasi tablet
saat bersentuhan dengan cairan lambung, contoh: amylum, Dicafos

Bahan penghancur perlu diberikan, untuk menjamin bahwa tablet tidak hanya
mampu membawa obat dalam bentuknya, namun mampu melepaskan obat di lokasi
pelepasan dengan baik.
3. bahan pengisi (filler/diluents), dengan fungsi menambah massa dan volume
tablet sehingga dapat dikempa dengan ukuran punch dan die yang sudah ditentukan,
contoh: lactose
Saat ini telah dikembangkan bahan pengisi yang juga berfungsi sebagai

38
pengikat, dengan sifat alir dan kompaktibilitas yang bagus, dikenal sebagai filler-
binder, sebagai eksipien yang mendukung proses kempa langsung, contoh: Avicel
PH 102
4. bahan pelicin (lubricant/anti adherent), berfungsi untuk memperlancar proses
pengeluaran tablet dari die contoh: Mg stearat, talk. Yang perlu mendapat perhatian
lebih adalah bahwa tidak semua bahan penolong tersebut inert. Formulator perlu
mewaspadai kejadian inkompatibilitas yang mungkin terjadi antara eksipient
dengan zat aktif.

Jika bahan-bahan yang akan dikempa ternyata memiliki sifat alir atau
kompaktibilitas yang tidak baik, maka jika mencari bahan lain ternyata justru lebih
mahal beaya produksinya, perlu dilakukan usaha untuk memperbaiki sifat alir dan
kompaktibilitas dengan cara melakukan suatu granulasi. Granulasi yang dilakukan
dapat berupa granulasi basah atau granulasi kering (berdasarkan wujud bahan
pengikatnya, apakah cair atau padat).
Granulasi kering pada prinsipnya dilakukan dengan cara melewatkan
campuran dengan bahan pengikat kering pada suatu roller compactor atau slugger
bertekanan sangat tinggi, untuk mendapatkan papan (compacted materials) atau
tablet besar hasil slugging (slugs), yang kemudian papan atau slugs tersebut
dihancurkan hingga mencapai granul ukuran tertentu.
Granulasi basah dapat dilakukan dengan metode tray, dengan cara
mencampur bahan-bahan yang akan digranul dengan bahan pengikat cair, sehingga
didapat massa yang lembab. Setelah itu massa dibentuk granul dengan cara
dilewatkan pada suatu granulator. Granul basah yang terbentuk lalu ditimbang
sesaat sebelum dikeringkan. Setelah granul mongering, granul tersebut ditimbang
untuk dapat menentukan proporsi penambahan bahan-bahan lain sesuai dengan
formula. Selain itu, granulasi basah juga dapat dilakukan dengan metode fluid bed
granulator dengan menyemburkan serbuk-serbuk bahan padat dari bagian bawah
dan menyemprotkan bahan pengikat cair dari bagian atas granulator, lalu
dikeringkan secara simultan sehingga didapat granul kering yang diinginkan.
Metode ini sangat praktis dilakukan dalam skala industry dengan memperhatikan
antara lain kapasitas granulator, setting tekanan penyemburan dan laju

39
peneyemprotan, ukuran droplet bahan pengikat, dan viskositas bahan pengikat.

Untuk menjaga kualitas fisik dari tablet kempa maka perlu dilakukan suatu kontrol
kualitas fisik tablet dalam hal:

1. Tampilan (bentuk, warna, kualitas permukaan) dan ukuran (ketebalan,


diameter)
2. Keseragaman bobot dan keseragaman kandungan
3. Kekerasan tablet
4. Kerapuhan tablet
5. Waktu hancur tablet
6. Disolusi tablet

Kelebihan dan Kekurangan Tablet


a. Kelebihan
• Lebih mudah disimpan
• Memiliki usia pakai yang lebih panjang dibanding obat bentuk lainnya
• Bentuk obatnya lebih praktis
• Konsentrasi yang bervariasi.
• Dapat dibuat tablet kunyah dengan bahan mentol dan gliserin yang dapat larut dan
rasa yang enak, dimana dapat diminum, atau memisah dimulut.
• Untuk anak-anak dan orang-orang secara kejiwaan, tidak mungkin menelan tablet,
maka tablet tersebut dapat ditambahkan penghancur, dan pembasah dengan air lebih
dahulu untuk pengolahannya.
• Tablet oral mungkin mudah digunakan untuk pengobatan tersendiri dengan
bantuan segelas air.
• Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal
ditenggorokan, terutama bila tersalut yang memungkinkan pecah/hancurnya tablet
tidak segera terjadi.
• Tablet merupakan bentuk sediaan yang ongkos pembuatannya paling rendah.
• Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan yang
terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta variabilitas

40
kandungan yang paling lemah.
• Secara umum, bentuk pengobatan dangan menggunakan tablet lebih disukai
karena bersih, praktis dan efisien.
• Sifat alamiah dari tablet yaitu tidak dapat dipisahkan, kualitas bagus dan dapat
dibawa kemana-mana, bentuknya kompak, fleksibel dan mudah pemberiannya.
• Tablet tidak mengandung alcohol
• Tablet dapat dibuat dalam berbagai dosis.

b. Kekurangan :
• Warnanya cenderung memberikan bahaya.
• Tablet dan semua obat harus disimpan diluar jangkauan anak-anak untuk menjaga
kesalahan karena menurut mereka tablet tersebut adalah permen.
• Orang yang sukar menelan atau meminum obat.
• Keinginan konsumen beda dengan yang kita buat/produk.
• Beberapa obat tidak dapat dikepek menjadi padat dan kompak

B. Serbuk

Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau bahan kimia yang dihaluskan,
ditujukan untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar.

Macam serbuk :

1. Serbuk terbagi (pulveres) merupakan bahan atau campuran yang homogen


dari bahan-bahan yang diserbukkan dan relatif kering.

Resep pulveres dapat dituliskan dalam 2 cara:


a. Dengan penambahan “dtd” pada permintaan pembuatan sediaan

Contoh:

R/ A 40 mg

B 50 mg

41
Sacch.lact q.s

m.f. pulv dtd No XII

“dtd” merupakan singkatan dari pernyataan da tales doses yang berarti berikan
sesuai dengan takarannya.

Dengan demikian, berarti tiap bungkusnya terkandung 40mg A dan 50 mg B

b. Tanpa penambahan “dtd” pada permintaan pembuatan sediaan

Contoh:

R/ A 500 mg

B 100 mg

Sacch.lact q.s

m.f. pulv No XII

Dengan pemberian ini maka 500 mg A dan 100 mg B dicampur homogen bersama
Sacch lactis secukupnya untuk kemudian dibagi sejumlah bungkus yang diminta
dalam resep.

Untuk mendapatkan suatu sediaan pulveres yang homogen, maka pencampuran


perlu dilakukan dalam mortar dan menggunakan stamper untuk menggilas dan
mencampur, terlebih-lebih apabila zat aktif tersebut ada dalam tablet-tablet
trituratio.
Untuk memudahkan pemberian kepada pasien, pulveres dapat dicampurkan
pada makanan atau sedikit air yang berasa manis (madu, sirup).

42
2. Serbuk tak terbagi (pulvis) adalah serbuk yang dibuat untuk pemakaian
dalam maupun pemakaian luar.

Kelebihan sediaan serbuk :

1. Dokter leluasa dalam memilih dosis sesuai keadaan pasien.

2. Lebih stabil, terutama untuk obat yang rusak oleh air.

3. Penyerapan lebih sempurna dibanding sediaan padat lain.

4. Cocok untuk anak-anak dan dewasa yang sukar menelan kapsul atau tablet.

5. Obat yang volumenya terlalu besar untuk dibuat tablet atau kapsul dapat dibuat
bentuk serbuk.

Kelemahan sediaan serbuk

1. Rasa yang tidak enak tidak tertutup seperti rasa pahit, sepat, lengket di lidah
(dapat diatasi dengan corigen saporis).

2. Pada penyimpanan bisa menjadi lembab.

C. Pil (Pilulae)

Pil merupakan sediaan yang berbentuk bulat seperti seperti kelereng yang
mengandung satu atau lebih bahan obat dan dimaksudkan untuk pemakaian oral.

Keuntungan:

1. Mudah digunakan atau ditelan

2. Mampu menutupi rasa yang tidak enak

3. Relatif stabil dibandingkan larutan

4. Sangat baik untuk sediaan yang dikehendaki penyerapannya lambat

43
Kerugian:
1. Kurang cocok untuk obat yang diharapkan memberi reaksi yang cepat
2. Waktu absorbsi yang lama

D. Kapsul

Merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau
lunak yang dapat larut. Kapsul menjadi salah satu sediaan farmasi yang diproduksi
oleh industri maupun apotek. Kapsul didefinisikan sebagai sediaan padat yang
terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang dapat
dibuat dari pati, gelatin, atau bahan lainnya yang sesuai.
Kapsul telah digunakan sejak abad 19. Salah satu masalah farmasis yang
muncul pada abad 19 adalah rasa dan bau yang tidak enak dari obat herbal, sediaan
dan pelayanan yang kurang baik bagi pasien. Banyak sediaan baru diciptakan agar
obat lebih enak dikonsumsi. Sediaan yang paling diminati adalah kapsul gelatin.
Kapsul gelatin pertama kali di patenkan oleh F.A.B .Mothes , mahasiswa dan
Dublanc, seorang farmasis . Paten mereka diperoleh pada tahun 1834, meliputi
metode untuk memproduksi kapsul gelatin yang terdiri dari satu bagian , berbentuk
lonjong, ditutup dengan setetes larutan pekat gelatin panas sesudah diisi.
Penggunaan kapsul gelatin ini menyebar bahkan diproduksi oleh banyak Negara di
eropa dan amerika.
Kapsul gelatin memiliki banyak keunggulan dibanding sediaan obat
lainnya. Kapsul gelatin tidak berbau, tidak berasa dan mudah digunakan karena saat
terbasahinya oleh air liur akan segera diikuti daya bengkak dan daya larut airnya.
Pengisian ke dalam kapsul disarankan untuk obat yang memiliki rasa yang tidak
enak atau bau yang tidak enak. Kapsul yang dimpan dalam lingkungan yang kering
menunjukkan dayha tahan dan kemantapan penyimpanan yang baik dan dengan
teknologi modern, pembuatannya lebih mudah dan cepat serta ketepatan dosis lebih
tinggi daripada tablet. Cara pengisian kapsul juga tidak perlu memperhitungkan
adanya perubahan sifat material asalnya dan pelepasan zat aktifnya.
Selain gelatin, cangkang kapsul juga dapat dibuat dari pati dan tepung

44
gandum dan digunakan untuk mewadahi bahan obat berbentuk serbuk. Kapsul pati
ini, memiliki silinder tertutup satu muka atau mangkuk kecil (garis tengah 15-25
mm dan tinggi 10 mm). Walaupun tercantum dalam farmakope, tapi peranannya
sampai saat ini tidak ada.

Ada dua jenis kapsul yang ada saat ini antara lain :

A.Kapsul keras

Terbuat dari gelatin, Biasanya berisi : serbuk, butiran, granul, tablet kecil, bahan
semi padat/cairan

B.Kapsul Lunak

Dibuat dari campuran gelatin, gliserol, sorbitol/metilselulosa

Biasanya berisi : cairan, suspensi, bahan bentuk pasta

Kelebihan dan Kekurangan Kapsul

Kelebihan kapsul
1. Cukup stabil dalam penyimpanan dan transportasi
2. Dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak
3. Tepat untuk obat yang teroksidasi dan mempunyai bau dan rasa yang tidak enak
4. Bentuk kapsul mudah ditelan dibanding bentuk tablet
5. Bentuknya lebih praktis dan menarik.
6. Bahan obat dapat cepat hancur dan larut di dalam perut sehingga dapat segera
diabsorpsi
7. Menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari
8. Dokter dapat mengkombinasikan beberapa macam obat dan dosis yang berbeda-
beda sesuai kebutuhan pasien.
9. Kapsul dapat diisi dengan cepat karena tidak memerlukan bahan
tambahan/pembantu seperti pada pembuatan pil dan tablet.

45
Kekurangan :
1. Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang mudah menguap karena pori-pori
kapsul tidak dapat menahan penguapan.
2. Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang higroskopis (menyerap lembab).
3. Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang dapat bereaksi dengan cangkang
kapsul.
4. Tidak dapat diberikan untuk balita.
5. Tidak bisa dibagi-bagi.

E. Suppositoria

Merupakan sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan
melalui rektal, vagina atau uretra, umumnya meleleh, melunak atau melarut pada
suhu tubuh.

Kelebihan:

1. Dapat digunakan untuk obat yang tidak bisa diberikan secara oral, karena
gangguan cerna, pingsan dan sebagainya.

2. Dapat diberikan pada anak bayi, lansia yang susah menelan.

3. Bisa menghindari first fast efek dihati.

Kekurangan:

1. Daerah absorpsinya lebih kecil

2. Absorpsi hanya melalui difusi pasif

3. Pemakaian kurang praktis

4. Tidak dapat digunakan untuk zat yang rusak pada pH rectum

46
F. Obat Kaplet
Kaplet (kapsul tablet) adalah bentuk tablet yang dibungkus dengan lapisan
gula dan biasanya diberi zat warna yang menarik.
Bentuk dragee ini selain supaya bentuk tablet lebih menarik juga untuk melindungi
obat dari pengaruh kelembapan udara atau untuk melindungi obat dari keasaman
lambung. Kaplet pun merupakan sedian padat kompak dibuat secarakempa cetak,

bentuknya oval seperti kapsul.

Kelebihan dan Kekurangan Kaplet


Kelebihan :
a. Bentuk tablet lebih menarik
b. Kaplet mungkin mudah digunakan untuk pengobatan tersendiri dengan bantuan
segelas air.

Kekurangan :
a. Kaplet dan semua obat harus disimpan diluar jangkauan anak-anak untuk
menjaga kesalahan karena menurut mereka kaplet tersebut adalah permen.
b. Orang yang sukar menelan atau meminum obat.

47
48
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Waktu Pemberian Obat

Secara umum, obat berdasarkan kerjanya dibagi atas obat lokal dan obat
sistemik. Obat lokal contohnya antasid kerjanya menetralkan asam lambung di
lambung, dan obat cacing kerjanya di usus. Obat jenis ini tidak mengalami proses
penyerapan (absorbsi) sehingga tidak sampai di darah. Sementara obat sistemik,
harus sampai di darah dalam jumlah yang cukup sehingga proses absorbsi
merupakan faktor yang sangat menentukan kualitas efek yang dihasilkan.

Lokasi absorbsi sebagian besar obat adalah usus, hal ini menyebabkan
ada/tidaknya makanan merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian
obat. Ada 2 kemungkinan interaksi obat dengan makanan. Pertama interaksi obat
dan makanan dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat atau manfaat
obat. Kedua dapat meningkatkan efek dari obat itu sendiri. Hal ini dapat
berpengaruh terhadap efektifitas dari obat yang digunakan. Obat biasanya bersifat
asam lemah atau basa lemah. Obat asam lemah akan diserap di lambung (jika
diberikan secara oral) sementara yang bersifat basa lemah akan diserap di usus yang
lingkungannya memang lebih basa dibandingkan lambung.

Begitu obat kita minum, maka obat akan memulai perjalanan panjangnya
dalam tubuh dalam beberapa kondisi yaitu jika bentuk sediaan yang diminum
berupa sediaan padat seperti tablet maka dia akan hancur lebih dahulu kemudian
baru melepaskan zat aktif dalam bentuk partikel halus. Partikel halus ini tersebut
akan melarut dengan cairan tubuh apakah di lambung atau di usus (tergantung dari
sifat fisikokimia obat) yang seterusnya akan diabsorbsi sehingga sampai di darah.

Jika obat yang diminum dalam bentuk cair yang terlarut seperti sirop, maka obat
langsung mengalami proses absorbsi. Umumnya obat diabsorpsi di usus halus
karena permukaannya yang sangat luas, dan hanya sebagian kecil obat yang
diabsorbsi di lambung. Cepat atau lambatnya proses absorbsi ini, banyak
dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor adanya makanan.

49
Adanya makanan ini, dapat menimbulkan interaksi dengan obat, sehingga ada 3
macam waktu pemberian obat, yaitu :

1. Obat yang Diminum Sebelum Makan

Obat yang dikonsumsi sebelum makan berarti obat tersebut dikonsumsi 2 jam
sebelum makan. Biasanya penyerapan obat ini oleh sistem pencernaan terhambat
dengan adanya makanan. Zat-zat ini penyerapannya akan terhambat dengan adanya
makanan dalam lambung. Jadi dianjurkan untuk minum obat ini saat perut kosong
agar didapat efek yang cepat.

Obat-obat antialergi golongan antihistamin (Benadryl, Claritin, CTM, Zyrtec,


Incidal, dll) merupakan obat bersifat asam lemah yang absorpsinya terjadi di
lambung. Meskipun obat ini bersifat asam tetapi asam lemah ini tidak mengiritasi
lambung. Dan penyerapannya di lambung cepat (onset/waktu yang diperlukan
untuk menimbulkan efek cepat) sehingga dapat dikonsumsi sebelum makan. Maka
seharusnya diminum saat perut kosong atau 2 jam sebelum makan.

Obat diminum sebelum makan artinya obat harus diminum dalam keadaan
perut kosong yaitu 30-60 menit sebelum makan. Obat-obat yang diminum sebelum
makan karena obat-obat ini bisa terganggu proses penyerapannya ke dalam tubuh
jika ada makanan di dalam lambung atau usus. Jika ada makanan dalam lambung
atau usus, penyerapan obat tidak akan optimal, akibatnya jumlah obat yang masuk
dalam tubuh akan berkurang sehingga efeknya tidak akan optimal.

Penggunaan obat sebelum makan dimaksudkan agar obat diminum dalam


keadaan perut kosong. Minum obat tersebut satu jam sebelum anda mulai makan.
Jika anda terlanjur makan namun lupa atau belum minum obat, maka bisa juga anda
minum obat paling cepat 2 jam setelah anda selesai makan. Azitromisin, dan
isoniazid merupakan contoh obat yang sebaiknya diminum dalam keadaan perut
kosong. Penggunaan obat tersebut bersama makan justru membuat obat banyak
dirusak oleh asam lambung sehingga efeknya akan berkurang. Ciprofloxacin
sebaiknya diminum dalam keadaan perut kosong, karena bisa berikatan dengan
logam seperti Mg dan Zn dalam makanan yang akan mengurangi efeknya.

2. Obat yang Diminum Sementara Makan

50
Obat-obat yang diminum pada saat makan tujuannya adalah agar penyerapan
obat menjadi lebih baik. Karena obat-obat golongan ini penyerapannya dibantu
dengan adanya makanan, utamanya adanya lemak pada makanan. Misalnya
Antibiotik (griseovulfin) sebaiknya diminum pada saat anda makan (terutama
makanan berlemak) agar penyerapannya lebih optimal.

Selain itu Metformin biasanya diberikan dengan dosis 500 mg 2 kali sehari
dengan makanan untuk mengurangi efek samping gastrointestinal. Pemberian
metformin dapat dimulai dengan dosis 500 mg saat makan malam atau sesudah
makan dan dititrasi tiap minggu sebesar 500 mg dengan toleransi pemberian dosis
tunggal malam hari sebesar 2000 mg/hari. Metformin dengan pemberian 2-3 kali
sehari dapat mengurangi efek samping gastrointestinal dan memberi kontrol
glikemik. Penggunaan metformin maksimal 3g/hari.

3. Obat yang Diminum Sesudah Makan

Obat dikonsumsi setelah makan berarti obat tersebut dikonsumsi sewaktu


makan atau segera setelah makan. Pada umumnya obat-obat yang diminum pada
waktu ini karena obat-obat ini dapat mengiritasi lambung, sehingga lambung perlu
diberikan makanan terlebih dahulu sehingga lambung dalam posisi tidak kosong.
Biasanya obat-obat demikian memiliki pH yang rendah (bersifat asam) sehingga
dapat mengiritasi lambung kosong.

Kecepatan pengosongan lambung juga tak kalah penting untuk absorpsi obat
secara oral. Semakin cepat pengosongan lambung, bagi obat bersifat asam akan
merugikan karena hanya sejumlah kecil obat yang terserap, namun menguntungkan
obat bersifat basa lemah karena segera mencapai tempat absorpsi di usus, segera
terjadi proses penyerapan. Oleh karena itu sebaiknya obat yang bersifat asam
dikonsumsi bersama makanan agar memperlama waktu pengosongan lambung.

Penggunaan obat setelah makan berarti obat digunakan dalam waktu 30 menit
setelah selesai makan. Obat yang mempunyai efek samping menimbulkan mual
atau muntah sebaiknya digunakan setelah makan untuk meredam efek samping ini,
sebagai contoh yaitu allopurinol (obat asam urat). Selain itu, beberapa obat dapat
menimbulkan efek samping yaitu mengiritasi lambung sehingga penggunaannya

51
setelah makan dapat meminimalisir efek iritasi pada lambung, contohnya
deksametason. Obat salep untuk sariawan sebaiknya digunakan setelah makan agar
obat tidak hilang bersama dengan makanan dan dapat bertahan lebih lama.
Itrakonazol dan ketoconazol memerlukan suasana asam agar diserap oleh tubuh,
sehingga penggunaan obat tersebut bersama makan akan membuat obat terpapar
oleh asam lebih lama dan dapat diserap lebih banyak oleh tubuh. Obat lainnya
memerlukan makanan agar ia bisa diserap oleh tubuh secara lebih optimal, sebagai
contoh yaitu obat HIV seperti ritonavir, karena obat tersebut.

Obat-obat yang diminum setelah makan biasanya adalah obat-obat yang bersifat
asam sehingga dapat mengganggu saluran cerna. Dengan adanya makanan, maka
dinding lambung akan terlapisi sehingga nggak akan dipengaruhi oleh obat. Obat
diminum setelah makan juga untuk mengurangi efek samping obat. Karena ada
beberapa obat yang dapat menyebabkan efek mual jika diminum dengan perut
kosong. Selain itu, untuk pasien-pasien yang memiliki riwayat maag, tukak
lambung, obat-obat diminum setelah makan agar tidak menyebabkan kambuhnya
penyakit tersebut. Setelah makan artinya bisa segera setelah makan sampai dengan
1-1,5 jam setelah makan.

Selain itu obat-obatan pain killer dan antiinflamasi (anti rematik, anti Gout/asam
urat, anti bengkak). Obat golongan ini sebagian besar bersifat asam agak tinggi
(ibuprofen, aspirin, aspilet, asam mefenamat) sehingga keasaman yang tinggi
tersebut akan menimbulkan efek samping nyeri lambung dan untuk memperlama
waktu penyerapan di lambung, maka seharusnya diminum bersama/sesudah makan.

Berdasarkan uraian di atas, berikut adalah daftar obat-obatan yang digunakan


sebelum makan, sementara makan, serta sedudah makan.

Sebelum Makan Sementara Makan Sesudah Makan

Antialergi/antihistamin Griseovulfin Allopurinol

seperti: Metformin Obat HIV seperti ritonavir

52
Benadryl Deksametason

Claritin Ketoconazole

CTM Itraconazole

Zyrtec Ibuprofen

Incidal Apirin

Antibiotik seperti: Asam mefenamat

Tetrasiklin Parasetamol

Azitromycin Fenitoin

Eritromisin Propanolol

Amoksisilin Glibenklamid

INH Gliclazid

Ciprofloxacin Insulin

3.2 Cara Pemberian Obat

Jalur pemberian obat turut menetukan kecepatan dan kelengkapan resorpsi


obat. Tergantung dari efek yang diinginkan, yaitu efek sistemik (di seluruh tubuh)
atau efek local (setempat) keadaan pasien dan sifat-sifat fisiko-kimiawi obat, dapat
dipilih dari banyak cara untuk memberikan obat.

1. Efek Sistemik

A. Oral

Pemberian obat melalui mulut (per oral) adalah cara yang paling lazim, karena
sangat praktis, mudah dan aman. Namun tidak semua obat dapat diberikan peroral,
misalnya obat yang bersifat merangsang (emetin, aminofilin) atau yang diuraikan
oleh getah lambung, seperti benzilpenisilin, insulin, oksitosin dan hormone
steroida.

53
Sering kali, resorpsi obat setelah pemberian oral tidak teratur dan tidak lengkap
meskipun formulasinya optimal, misalnya senyawa ammonium kwartener
(thiazianium, tetrasiklin, kloksasilin dan digoksin) (maksimal 80%). Keberatan lain
adalah obat segtelah direpsorbsi harus melalui hati, dimana dapat terjadi inaktivasi
sebelum diedarkan ke lokasi kerjanya.

Untuk mencapai efek local di usus dilakukan pemberian oral, misalnya obat
cacing atau antibiotika untuk mensterilkan lambung-usus pada infeksi atau sebelum
pembedahan (streptomisin, kanamisin, neomisin, beberapa sulfonamida). Obat-
obat ini justru tidak boleh diserap.

B. Sublingual

Obat setelah dikunyah halus (bila perlu) diletakkan di bawah lidah (sublingual),
tempat berlangsungnya rebsorpsi oleh selaput lender setmpat ke dalam vena lidah
yang banyak di lokasi ini. Keuntungan cara ini ialah obat langsung masuk ke
peredaran darah besar tanpa melalui hati. Oleh karena itu, cara ini digunakan bila
efek yang pesat dan lengkap diinginkan, misalnya pada serangan angina (suatu
penyakit jantung), asma atau migrain (nitrogliserin, isoprenalin, ergotamin juga
metiltesteron). Kebertannya adalah kurang praktis untuk digunakan terus-menerus
dan dapat merangsang mukosa mulut. Hanya obat yang bersifat lipofil saja yang
dapat diberikan dengan cara ini.

C. Injeksi

Pemberian obat secara parenteral (berarti “di luar usus”) biasanya dipilih bila
diinginkan efek yang cepat, kuat dan lengkap atau untuk obat yang merangsang atau
dirusak oleh getah lambung (hormon), atau tidak diresorpsi usus (streptomisin).
Begitu pula pasien yang tidak sadar atau tidak mau kerja sama. Keberatannya
adalah cara ini lebih mahal dan nyeri serta sukar digunakan oleh pasien sendiri.
selain itu ada pula bahaya terkena infeksi kuman (harus steril) dan bahaya merusak
pembuluh atau saraf jika tempat suntikan tidak dipilih dengan tepat.

D. Subkutan (hipodermal)

Injeksi dibawah kulit dapat dilakukan hanya dengan obat yang tidak
merangsang dan melarut baik dalam air atau minyak. Efeknya tidak secepat injeksi

54
intramuscular atau intravena. Mudah dilakukan sendiri, misalnya insulin pada
pasien penyakit gula.

E. Intrakutan

Absorpsi sangat lambat, mislanya injeksi tuberculin dari Mantoux.

F. Intramuscular

Dengan injeksi di dalam otot, obat yang terlarut bekerja dalam waktu 10-30
menit. Guna memperlambat resorpsi dengan maksud memperpanjang kerja obat,
sering kali digunakan larutan atau suspensi dalam minyak, misalnya suspensi
penisilin dan hormone kelamin. Tempat injeksi umumnya dipilih pada otot bokong
yang tidak memiliki banyak pembuluh dan saraf.

G. Intravena

Injeksi ke dalam pembuluh darah menghasilkan menghasilkan efek tercepat:


dalam waktu 18 detik, yaitu waktu satu peredaran darah, obat sudah tersebar ke
seluruh jaringan. Tetapi lama kerja obat biasanya hanya singkat. Cara ini digunkan
untuk mencapai pentakaran yang tepat dan dapat dipercaya, atau efek yang sangat
cepat dan kuat. Tidak untuk obat yang tak larut air atau menimbulkan endapan
dengan protein atau butir darah.

Bahaya injeksi i.v. adalah dapat mengakibatkan terganggunya zat-zat kolida


darah dengan reaksi hebat, karena dengan cara ini ‘benda asing’ langsung
dimasukkan ke dalam sirkulasi , misalnya tekanan darah mendadak turun dan
timbul shock. Bahaya ini lebih besar bila injeksi dilakukan terlalu cepat, sehingga
kadar obat setempat dalam darah meningkat terlalu pesat. Oleh karena itu setiap
injeksi i.v. sebaiknya dilakukan dengan amat perlahan, antara 50 dan 70 detik
lamanya.

Infus tetes intravena dengan obat sering kali dilakukan di rumah sakit pada
keadaan darurat atau dengan obat yang cepat metabolisme dan ekskresinya guna
mencapai kadar plasma yang tetap tinggi.

H. Intra-arteri

55
Injeksi ke pembuluh nadi adakalanya dilakukan untuk “membanjiri” suatu
organ, misalnya hati, dengan obat yang sangat cepat diinaktifkan atau terikat pada
jaringan, misalnya obat kanker nitrogenmustard.

I. Intralumbal

Intralumbal (antara ruas tulang belakang), intraperitoneal (ke dalam ruang


selaput perut), intrapleural (selaput paru-paru), intracardial (jantung) ddan anti-
artikuler (ke celah-celah sendi) adalah beberapa cara injeksi lainnya untuk
memasukkan obat langsung ke tempat yang diinginkan.

Implantasi subkutan

Implantasi subkutan adalah memasukkan obat yang berbentuk pellet steril (tablet
silindris kecil) ke bawah kulit dengan menggunkan suatu alat khusus (trocar). Obat
ini terutama digunakan untuk efek sistemis lama, misalnya hormon kelamin
(estradiol dan testosteran. Akibat resorpsi yangh lambat, satu pellet dapat
melepaskan zat aktifnya secara teratur selama 3-5 bulan lamanya. Bahkan dewasa
ini tersedia implantasi obat antihamil dengan lama kerja 3 tahun (Implanon,
Norplant).

J. Rektal

Rektal adalah pemberian obat melalui rectum (dubur) yang layak untuk obat
yang merangsang atau yang diuraikan oleh asam lambung, biasanya dalam bentuk
suppositoria, kadang-kadang sebagai cairan (klisma: 2-10 mL, lavemen: 10-500
mL). Obat ini terutama digunakan pada pasien yang mual atau muntah-muntah
(mabuk jalan atau migrain) atau yang terlampau sakit untuk menelan tablet.
Adakalanya juga untuk efek lokal yang cepat, misalnya laksans (suppose,
bisakodil/gliserin) dan klisma (prednisone atau neomisin).

Sebagai bahan dasar (basis) suppositoria digunakan lemak yang meleleh pada
suhu tubuh (k.l. 36,80C), yakni oleum cacao dan gliserida sintetis (Estarin,
Wittepsol). Demikian pula zat-zat hidrofil yang melarut dalam getah rectum,

56
misalnya tetrasiklin, kloramfenikol dan sulfonamida (hanya 20%). Karena ini
sebaiknya diberikan dosis oral dan digunakan pada rectum kosong (tanpa tinja).
Akan tetapi, setelah obat diresopsi, efek sistemiknya lebih cepat dan lebih kuat
dibandingkan pemberian per oral, berhubung vena-vena bawah dan tengah dari
rectum tidak tersambung pada system porta dan obat tidak melalui hati pada
peredaran darah pertama, sehingga tidak mengalami perombakan First Pass Effect.
Pengecualian adalah bila obat diserap di bagian atas rectum dan oleh vena porta dan
kemudian ke hati. Misalnya thiazianium.

Dengan demikian, penyebaran obat di dalam rectum yang tergantung dari basis
suppositoria yang digunakan, dapat menentukan rutenya ke sirkulasi darah besar.
Suppositoria dan salep juga sering digunakan untuk efek local pada gangguan poros
usus misalnya wasir. Keberatannya ialah dapat menimbulkan peradangan bila
digunakan terus-menerus.

2. Efek Lokal

A. Intranasal

Mukosa lambung-usus dan rectum, juga selaput lendir lainnya dalam tubuh,
dapat menyerap obat dengan baik dan menghasilkan terutama efek setempat. Secara
intranasal (melalui hidung) digunakan tetes hidung pada selesma untuk menciutkan
mukosa yang bengkak (efedrin, ksilometazolin). Kadang-kadang obat juga untuk
memberikan efek sistemis, misalnya vasopressin dan kortikosteroida
(heklometason, flunisolida).

B. Intra-okuler dan Intra-aurikuler (dalam mata dan telinga)

Obat berbentuk tetes atau salep digunakan untuk mengobati penyakit mata atau
telinga. Pada penggunaan beberapa jenis obat tetes harus waspada, karena obat
dapat diresorpsi ke darah dan menimbulkan efek toksik, misalnya atropin.

Inhalasi (Intrapulmonal)

Gas, zat terbang, atau larutan sering kali diberikan sebagai inhalasi (aerosol),
yaitu obat yang disemprotkan ke dalam mulut dengan alat aerosol. Semprotan obat
dihirup dengan udara dan resorpsi terjadi melalui mukosa mulut, tenggorokan dan

57
saluran napas. Tanpa melalui hati, obat dapat dengan cepat memasuki predaran
darah dan menghasilkan efeknya. Yang digunakan secara inhalasi adalah anestetika
umum (eter, halotan) dan obat-obat asam (adrenalin, isoprenalin, budenosida dan
klometason) dengan maksud mencapai kadar setempat yang tinggi dan memberikan
efek terhadap brochia. Untuk maksud ini, selain larutan obat, juga dapat digunakan
zat padatnya (turbuhaler) dalam keadaan sangat halus (microfine: 1-5 mikron),
misalnya natriumkromoglikat, beklometason dan budesonida.

C. Intravaginal

Untuk mengobati gangguan vagina secara local tersedia salep, tablet atau
sejenis suppositoria vaginal (ovula) yang harus dimasukkan ke dalam vagina dan
melarut di situ. Contohnya adalah metronidazol pada vaginitis (radang vagina)
akibat parasit trichomonas dan candida. Obat dapat pula digunakan sebagai cairan
bilasan. Penggunaan lain adalah untuk mencegah kehamilan, di mana zat
spermicide (dengan daya mematikan sel-sel mani) dimasukkan dalam bentuk tablet
busa, krem atau foam.

D. Kulit (topical)

Pada penyakit kulit, obat yang digunakam berupa salep, krim, atau lotion
(kocokan). Kulit yang sehat dan utuh sukar sekali ditembus obat, tetapi resorpsi
berlangsung lebih mudah bila ada kerusakan. Efek sistemis yang menyusul kadang-
kadang berbahaya, seperti degan dengan kortikosterida (kortison, betametason, dll),
terutama bila digunakan dengan cara occlus.

Keuntungan dan Kerugian Rute Pemberian Obat

Secara umum, keuntungan dan kerugian dalam jalur pemberian obat adalah.

A. Oral

Keuntungan :

- Sangat menyenangkan

58
- Biasanya harganya terjangkau

- Aman, tidak merusak pertahanan kulit

- Pemberian biasanya tidak menyebabkan stress

Kerugian :

- Sulit bagi yang enggan menelan obat

- Rasa cenderung pahit

- Proses cenderung lama

B. Sublingual

Keuntungan :

- Proses absorpsi cepat, langsung pada vena mukosa

- Bentuk kecil tidak ribet diletakkan pada bawah lidah atau pipi

Kerugian :

- Pemakaian bisanya hanya untuk seseorang yang pingsan

- Dapat merangsang mukosa mulut

C. Rectal

Keuntungan :

- Terhindar dari rasa pahit

- Absorpsi cepat karena langsung memasuki vena mukosa

- Cepat melebur pada suhu tubuh

Kerugian :

- Pemakaian kurang menyenangkan

- Sediaan mudah tengik dan harus di jaga kesterilannya dari mikroorganisme.

D. Topical

59
Keuntungan :

- Memberikan efek local

- Efek samping sedikit

Kerugian :

- Mungkin kotor dan dapat mengotori pakaian

- Cepat memasuki tubuh melalui abrasi dan efek sistematik

E. Intra Muscular

Keuntungan :

- Nyeri akibat iritasi kurang

- Dapat diberikan dalam jumlah yang besar dari pemberian SC

- Obat diabsorpsi dengan cepat

Kerugian :

- Merusak barier kulit

- Dapat menyebabkan kecemasan

F. Sub Cutan

Keuntungan :

- Kerja obat lebih cepat dari pemberian oral

Kerugian :

- Harus menggunakan teknik steril karena merusak barier kulit

- Diberikan hanya dalam jumlah kecil

- Lebih lambat dari pemberian intaramuscular

- Lebih mahal dari obat oral, beberapa obat dapat mengiritasi jaringan kulit dan
menyebabkan nyeri

- Dapat menimbulkan kecemasan

60
G. Intar Dermal

Keuntungan :

- Absorpsi lambat

- Digunakan untuk melihat reaksi alergi

Kerugian :

- Jumlah obat yang digunakan harus kecil

- Merusak barier kulit

H. Intra Vena

Keuntungan :

- Efek kerja cepat

- Kerugian

- Terbatas pada obat dengan daya larut tinggi

- Distribusi obat mungkin dihambat oleh sirkulasi darah yang menurun

I. Inhalasi

Keuntungan :

- Pemberian obat melalui saluran pernapasan

- Obat dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar

Kerugian :

- Obat dimaksudkan pada efek setempat

- Menghasilkan efek sistemik

- Hanya digunakan untuk saluran pernapasan

61
2.3. Tepat Pemberian Obat

Farmasis mempunyai tanggungjawab yang besar berkaitan dengan pemberian


obat. Antara lain harus mengecek mulai dari perintah melalui (telepon, resep,
catatan medik), frekuensi pemberian (jika perlu, 1 kali perhari atau 4 kali perhari),
indikasi, dosis dan jalur pemberian. Setelah pengecekan, paramedic harus
memastikan bahwa pemberian obat yang diberikan mengikuti 6 benar atau tapat,
yaitu tepat pasien, obat, waktu, dosis jalur pemberian dan tepat dokumentasi.

- Tepat Pasien

Pemberian obat yang tidak tepat pasien dapat terjadi seperti pada saat ordernya
lewat telepon, pasien yang masuk bersamaan, kasus penyakit sama, suasana pasien
sedang kusut atau adanya pindahan pasien dari ruang satu ke ruang lainnya.

- Tepat obat

Untuk menjamin obat yang diberikan benar, label atau etiket harus dibaca
dengan teliti setiap akan memberikan obat. Label atau etiket yang perlu diteliti
antara lain nama obat, sediaan, konsentrasi, dan cara pemberiaan serta Experied
date. Kesalahan pemberian obat sering terjadi jika perawat memberikan obat yang
disiapkan oleh perawat lain atau pemberian obat melalui wadah (spuit) tanpa
identitas atau label yang jelas. Harus diusahakan menyiapkan sendiri obat yang
akan diberikan.

- Tepat Waktu

Pemberian obat berulang, lebih berpotensi menimbulkan pemberian obat yang


tidak tepat waktu. Banyak obat yang pemberiannya menuntut harus tepat waktu.
Misalnya pada kasus gawat darurat henti jantung, efinefrin diberikan setiap 3-5
menit, jika tidak dipatuhi akan menghasilkan kadar obat yang tidak sesuai.
Kekurangan atau kelebihan keduanya sangat berbahaya. Termasuk tepat waktu juga
mencakup tepat kecepatan pemberian obat melalui injeksi (bolus atau lambat) atau
pemberian melalui infus. Banyak obat yang menuntut harus tepat waktu pemberian

62
obat terlalu cepat atau lambat dapat berakibat serius. Contoh dopamin harus
diberikan antara 2-10 g/kg/menit, atropin harus diberikan melalui injeksi IV bolus
(cepat). Pemberian dopamin secara bolus dapat menimbulkan kematian, sedangkan
pemberian atropin secara lambat akan memperparah brandikardi (perlambatan
denyut jantung) yang paradoksial. Adenosin yang mempunyai waktu paruh (t1/2)
sangat pendek harus diberikan dengan cepat supaya efektif.

- Tepat dosis

Dosis yang tidak tepat dapat menyebabkan kegagalan terapi atau timbul efek
yang berbahaya. Kesalahan dosis sering terjadi pada pasien anak-anak, lansia atau
pada orang obesitas. Perhitungan dosis secara cermat harus dilakukan juga pada
obat yang diberikan melalui infus, termasuk perhitungan kecepatan tetesan setiap
menitnya.

- Tepat rute

Jalur atau rute pemberian obat adalah jalur obat masuk kedalam tubuh. Jalur
pemberian yang salah dapat berakibat fatal atau minimal obat yang diberikan tidak
efektif. Sebagai contoh epinefrin diberikan secara subkutan pada pasien asma
karena diabsorbsi secara lambat dan dapat berefek kira-kira 20 menit. Jika diberikan
secara injeksi IM akan menyebabkan nekrosis jaringan karena terjadi
vasokonstriksi berlebihan selain pasien juga tidak akan mendapatkan manfaat dari
cara pemberian ini. Ketika diminta memberikan efinefrin secara subkutan dan
diberikan secara injeksi IV dapat menimbulkan efek detrimental pada pasien
dewasa karena peningkatan kebutuhan oksigen di jantung. Sebaliknya pemberian
obat secara subkutan untuk pengurangan rasa sakit yang seharusnya diberikan
secara injeksi IV akan menyebabkan perlambatan efek atau obat kurang efektif.

- Tepat Dokumentasi

Aspek dokumentasi sangat penting dalam pemberian obat karena sebagai


sarana untuk evaluasi. Menurut beberapa ahli, dokumentasi merupakan bagian dari
pemberian obat yang rasional. Pemberian obat yang harus didokumentasikan
meliputi nama obat, dosis, jalur pemberian, tempat pemberian, alasan pemberian
obat, dan tandatangan yang memberikan.

63
64
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Ada berbagai macam jenis obat yakni bentuk padat, semipadat, dan cair.
Bentuk sediaan padat meliputi tablet, kapsul, kaplet, pil, serbuk, dan yang lain nya.
Jalur Pemberian obat dikelompokkan berdasarkan efeknya. Efek sistemis meliptuti;
oral, sublingual, injeksi, implantasi dan rectal. Sedangkan efek local meliputi;
intranasal, inhalasi, intravaginal dan topical. Setiap jalur pemberian memiliki
keuntungan dan kerugian. Setiap jalur pemberiann obat memiliki bentuk-bentuk
sediaan tertentu yang mendukung jalur pemberian tersebut. Enam tepat pemberian
obat meliputi; tepat pasien, obat, waktu, dosis, rute dan dokumentasi.

4.2 Saran
Makalah yang diwacanakan pada penulisan ini meskipun penulisan ini jauh
dari kata sempurna namunsaya dapat memimplementasikan tulisan ini. Penulis
sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan kedepannya.

65
SOAL SOAL

1. Jelaskan macam macam waktu pemberian obat?


2. Bagaimana penggolongan obat berdasarkan mekanisme kerja obat?
3. Jelaskan cara pemberian obat melalui intra vena?
4. Apa yang dimaksud tablet sublingual?
5. Jelaskan apa yang dimaksud obat paten?
6. Bagaimana pembuatan tablet kempa?
7. Sebutkan keuntungan dan kerugian sediaan obat kapsul?
8. Perbedaan serbuk terbagi dan serbuk tidak terbagi?
9. Sebutkan keuntungan dan kerugian cara pemberian obat melalui cara
subcutan?
10. Bagaiman penggolongan obat berdasarkan jenis menurut Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 949/Menkes/Per/VI/2000 ?

66
DAFTAR PUSTAKA

Howard C. Ansel. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Ed. 4. Jakarta : 2008

https://ndezzndezz.wordpress.com/2011/06/29/bentuk-obat-tablet-kapsul-kaplet-
dan-cair/
http://antometa208.blogspot.co.id/2011/08/sediaan-solid.html
http://nila123.mahasiswa.unimus.ac.id/pharmacist/bentuk-sediaan-obat/

https://www.academia.edu/6040535/Rute_Pemberian_Obat

http://www.slideshare.net/4nakmans4/bentuk-sediaan-obat

http://www.slideshare.net/adriyailmiyya/bentuk-sediaan-obat-29538557

http://ffarmasi.unand.ac.id/RPKPS/Bahan_Ajar/Sofyan/Bentuk%20Sediaan%20O
bat.pdf

http://www.slideshare.net/idapartii/makalah-teknik-pemberian-obat

http://www.slideshare.net/Rukmana3reza/bentuk-dan-cara-pemberian-obat

67

Anda mungkin juga menyukai