Anda di halaman 1dari 29

TOKSISITAS DIGOXIN

Dosen : Putu Rika Veryanti, S.Farm.M.Farm-Klin, Apt.

Disusun Oleh :

Reza Febrian 17330031

Muhammad Bagus Nur Rohim 17330039

Ari Hidayatullah 17330048

Rendi Ramadani 17330082

PROGRAM STUDI FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan hidayat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar. Dukungan
dari berbagai pihak yang telah memberikan kami dorongan serta pengetahuan yang sangat
berguna bagi kami.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun agar
bisa lebih baik lagi di masa mendatang, semoga makalah ini bermanfaat unuk para pembaca.

Jakarta, November 2020

Penulis

I
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR .................................................................................................. I

DAFTAR ISI ................................................................................................................. II

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Gambaran Umum .................................................................................................... 4

2.2 Cara Pemberian dan Dosis ....................................................................................... 9

2.3 Mekanisme Kerja .................................................................................................... 16

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 25

3.2 Kritik dan Saran ....................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 26


BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Digoxin adalah obat yang digunakan untuk mengatasi beberapa jenis aritmia, salah
satunya atrial fibrasi (AF) dan gagal jantung. Obat ini tidak boleh digunakan sembarangan dan
hanya boleh digunakan sesuai dengan resep dokter.

Digoxin merupakan obat glikosida jantung yang bekerja dengan cara memengaruhi
beberapa jenis mineral yang penting dalam kerja jantung, yaitu natrium dan kalium. Cara kerja
ini akan membantu mengembalikan irama jantung yang tidak normal dan memperkuat detak
jantung. Gagal jantung merupakan komplikasi yang paling sering dijumpai dari segala jenis
penyakit jantung congenital (bawaan) maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang
menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal,
beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan
beban awal meliputi regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel; dan beban akhir meningkat
pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium
dapat menurun pada infark miokardium dam kardiomiopati.

Lebih dari 200 tahun, digoksin telah digunakan secara luas sebagai salah satu obat
utama kardiovaskular.Digoksin yang berasal dari tumbuhan Digitalis Lanata, digunakan pada
gagal jantung kongestif dan untuk rate control pada fibrilasi atrium.Berdasarkan studi dari
Digoxin Investigator Group (DIG), digoxin memang dapat menurunkan angka hospitalisasi,
tetapi tidak menurunkan angka mortalitas.Hal yang berbeda pada panduan dan bukti terbaru,
digoksin tidak direkomendasikan sebagai lini pertama terapi untuk pasien dengan gagal jantung
sistolik. Salah satu faktor yang mendasari dikarenakan dosis terapeutik yang sempit dan
interaksinya dengan berbagai obat membuat digoksin dengan mudah mencapai level toksik
dalam darah. Meskipun begitu, digoksin masih menjadi salah satu obat yang paling banyak
diresepkan dan menjadi pilihan utama terapi karena harganya murah dan dapat ditoleransi
dengan baik.

Prinsip penatalaksanaan gagal jantung :

1. Menigkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2

1
melalui istirahat/pembatasan aktivitas.

2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung

Ada 2 jenis obat inotropik positif, yaitu

1. Glikosida jantung

Glkosida jantung adalah alkaloid yang berasal dari tanaman Digitalis purpurea yang
kemudian diketahui berisi digoksin dan digitoksin. Keduanya bekerja sebagai inotropik positif
pada gagal jantung.

2. Penghambat fosfodiesterase

Obat-obat dalam golongan ini merupakan penghambat enzim fosfodiesterase yang


selektif bekerja pada jantung. Hambatan enzim ini menyebabkan peningkatan kadar siklik
AMP (cAMP) dalam sel miokard yang akan meningkatkan kadar kalsium intrasel. Diantaranya
adalah Milrinon dan Aminiron.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diketahui, maka dapat diambil rumusan permasalahan sebagai
berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Digoksin ?
2. Bagaimana tanda dan gejala toksisitas digoxin ?
3. Apa saja indikasi Digoksin ?
4. Bagaimana mekanisme kerja obat Digoksin?
5. Apa efek samping pemberian Digoksin?
6. Bagaimana interaksi Digoksin dengan makanan?
7. Bagaimana toksisitas Digoksin?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Dapat mengetahui apa itu Digoksin.


2. Dapat mengetahui kelas terapi dari obat Digoksin.
3. Dapat mengetahui apa saja indikasi obat Digoksin.
4. Dapat mengetahui bagaimana cara pemberian dan dosis Digoksin.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Umum

Keracunan digoxin , juga dikenal sebagai keracunan digoxin , adalah


jenis keracunan yang terjadi pada orang yang terlalu banyak mengonsumsi obat digoxin atau
memakan tanaman seperti foxglove yang mengandung zat serupa.  Gejala biasanya tidak jelas
Gejala ini mungkin termasuk muntah, kehilangan nafsu makan, kebingungan , penglihatan
kabur, perubahan persepsi warna, dan penurunan energi.  Komplikasi potensial
termasuk detak jantung tidak teratur , yang bisa jadi terlalu cepat atau terlalu
lambat . Toksisitas dapat terjadi dalam waktu singkat setelah overdosis atau secara bertahap
selama pengobatan jangka panjang.  Faktor risiko termasuk kalium rendah , magnesium
rendah , dan kalsium tinggi .  Digoxin adalah obat yang digunakan untuk gagal
jantung atau fibrilasi atrium .  Elektrokardiogram adalah bagian rutin dari diagnosis.  Kadar
darah hanya berguna lebih dari enam jam setelah dosis terakhir.
Arang aktif dapat digunakan jika dapat diberikan dalam waktu dua jam setelah orang
meminum obat. [1] Atropin dapat digunakan jika detak jantung lambat sementara magnesium
sulfat dapat digunakan pada orang dengan kontraksi ventrikel prematur .  Pengobatan
toksisitas berat adalah dengan fragmen antibodi spesifik digoksin .  Penggunaannya
dianjurkan pada mereka yang menderita disritmia serius, mengalami serangan jantung , atau
memiliki kalium lebih dari 5 mmol / L.  Kalium atau magnesium darah rendah juga harus
diperbaiki.  Keracunan dapat muncul kembali dalam beberapa hari setelah pengobatan. 
Di Australia pada tahun 2012 ada sekitar 140 kasus yang terdokumentasi.  Ini menurun
setengahnya sejak tahun 1994 sebagai akibat dari penurunan penggunaan digoxin.  Di
Amerika Serikat 2.500 kasus dilaporkan pada tahun 2011 yang mengakibatkan 27 kematian. 
Kondisi ini pertama kali dijelaskan pada tahun 1785 oleh William Withering 

Tanda dan Gejala

Toksisitas digoksin sering dibagi menjadi toksisitas akut atau kronis. Dalam


kedua toksisitas ini, efek jantung menjadi perhatian terbesar. Dengan konsumsi
akut, gejala seperti mual, vertigo , dan muntah menonjol. Di sisi lain, gejala
nonspesifik lebih dominan pada toksisitas kronis. Gejala ini termasuk kelelahan,
malaise, dan gangguan penglihatan. Pada individu dengan dugaan toksisitas
digoksin, konsentrasi digoksin serum, konsentrasi kalium serum, kreatinin, BUN,
dan elektrokardiogram serial diperoleh. 

Diagnosis

Pada toksisitas digoksin, sering ditemukannya denyut ventrikel prematur (PVC)


adalah disritmia yang paling umum dan paling awal. Bradikardia sinus juga sangat
umum. Selain itu, konduksi yang tertekan merupakan ciri utama dari toksisitas
digoksin. Perubahan EKG lain yang menunjukkan toksisitas digoksin termasuk
ritme bigeminal dan trigeminal, bigeminy ventrikel, dan takikardia ventrikel dua
arah. 

Gambaran klasik dari toksisitas digoksin adalah mual, muntah, sakit perut, sakit
kepala, pusing, kebingungan, delirium, gangguan penglihatan (penglihatan kabur
atau kuning ). Hal ini juga terkait dengan gangguan jantung termasuk detak
jantung tidak teratur , takikardia ventrikel , fibrilasi ventrikel , blok sinoatrial
dan blok AV

Jantung merupakan organ vital pada manusia. Jantung adalah satu otot tunggal yang
terdiri dari lapisan endothelium. Jantung terletak di dalam rongga torakik, di balik tulang dada.
Struktur jantung berbelok ke bawah dan sedikit ke arah kiri. Massanya kurang lebih 300 gram,
besarnya sebesar kepalan tangan.

Jantung hampir sepenuhnya diselubungi oleh paru-paru, namun tertutup oleh selaput ganda
yang bernama perikardium, yang tertempel pada diafragma. Lapisan pertama menempel sangat
erat kepada jantung, sedangkan lapisan luarnya lebih longgar dan berair, untuk menghindari
gesekan antar organ dalam tubuh yang terjadi karena gerakan memompa konstan jantung.

Jantung dijaga di tempatnya oleh pembuluh-pembuluh darah Dua yang meliputi daerah
jantung yang merata/datar, seperti di dasar dan di samping. garis pembelah (terbentuk dari otot)
pada lapisan luar jantung menunjukkan di mana dinding pemisah di antara serambi dan bilik
jantung.

Digoksin merupakan glikosida jantung yang berasal dari digitalis lanata yang memiliki
efek inotropik positif (meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung). Selain itu, digoksin
juga mempunyai efek tak langsung terhadap aktivitas syaraf otonom dan sensitivitas jantung
terhadap neurotransmiter.

Digoksin digunakan terutama untuk meningkatkan kemampuan memompa (kemampuan


kontraksi) jantung dalam keadaan kegagalan jantung/congestive heart failure (CHF). Obat ini
juga digunakan untuk membantu menormalkan beberapa dysrhythmias ( jenis abnormal denyut
jantung). Obat ini termasuk obat dengan Therapeutic Window sempit (jarak antara MTC
[Minimum Toxic Concentration] dan MEC [Minimum Effectiv Concentration] mempunyai jarak
yang sempit. Artinya rentang antara kadar dalam darah yang dapat menimbulkan efek terapi dan
yang dapat menimbulkan efek toksik sempit. Sehingga kadar obat dalam plasma harus tepat
agar tidak melebihi batas MTC yang dapat menimbulkan efek toksik. Efek samping pada
pemakaian dosis tinggi, gangguan susunan syaraf pusat: bingung, tidak nafsu makan,
disorientasi, gangguan saluran cerna: mual, muntah dan gangguan ritme jantung. Reaksi alergi
kulit seperti gatal-gatal, biduran dan juga terjadinya ginekomastia (jarang) yaitu membesarnya
payudara pria) mungkin terjadi.

Deskripsi

 Struktur Kimia

Digoksin memiliki rumus molekul C41H64O14 dengan bobot molekul 780,938 g/mol.
Rumus struktur digoksin adalah sebagai berikut:
 Sinonim :

Digoxinum; Digoxosidum.

 Sifat Fisikokimia :

Digoksin merupakan kristal putih tidak berbau. Obat ini praktis tidak larut dalam air
dan dalam eter, sedikit larut dalam alkohol dan dalam kloroform dan sangat larut
dalam piridin.

 Keterangan :

Digoksin adalah salah satu glikosida jantung (digitalis), suatu kelompok senyawa
yang mempunyai efek khusus pada miokardium. Digoksin diekstraksi dari daun
Digitalis lanata.

Golongan/Kelas Terapi

Digoksin merupakan Obat Kardiovaskuler.

Nama Dagang

- Fargoxin

- Lanoxin

- Digoksin Sandoz, dan lain sebagainya.

Indikasi

Gagal jantung, aritmia suprav entrikular (terutama atrial fibrilasi). Digoksin


sebagai glikosida jantung digunakan untuk digitalisasi dan terapi pemeliharaan.
Digoksin juga digunakan secara intravena (IV) untuk digitalisasi cepat pada kondisi
darurat.
2.2 Cara Pemberian dan Dosis

 Cara Pemberian

Digoksin umumnya diberikan secara oral sebagai dosis harian tunggal.


Sedangkan untuk bayi dan anak kurang dari 10 tahun, dosis harian sebaiknya diberikan
dalam dosis terbagi. Guna tercapainya konsentrasi serum puncak yang lebih tinggi yang
belum terbentuk, maka dosis harian terbagi direkomendasikan bagi pasien dengan
kriteria berikut:

1. Bayi dan anak dengan umur kurang dari 10 tahun

2. Pasien yang memerlukan dosis harian 300 mcg atau lebih

3. Pasien dengan riwayat atau beresiko terhadap toksisitas dalam penggunaan


glikosida jantung
4. Pasien tanpa masalah kepatuhan terapi, jika pasien cenderung melanggar
kepatuhan maka dosis harian tunggal lebih direkomendasikan

Jika terapi oral kurang efektif atau karena diperlukannya efek terapi yang cepat, maka
digoksin dapat diberikan melalui injeksi IV. Namun terapi oral harus segera
menggantikan injeksi IV bila telah memungkinkan. Untuk injeksi IV, digoksin harus
dilarutkan terlebih dahulu setidaknya 5 menit atau dilarutkan dengan 4 kali lipat atau
lebih besar dari volume dengan menggunakan air untuk injeksi, dekstrosa 5%, atau
NaCl 0,9% dengan lama pemberian sekurang-kurangnya 5 menit. Penyuntikan digoksin
dengan volume pengenceran kurang dari 4 kali volume awal dapat menyebabkan
presipitasi digoksin. Pelarutan digoksin harus dilakukan secara perlahan. Infus
intravena lambat lebih direkomendasikan daripada pemberian secara cepat. Infus IV
cepat digoksin dapat menyebabkan penyempitan arteriolar sistemik dan koroner, yang
dapat berakibat fatal, pemberian digoksin ini harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang sudah terlatih. Jika pengukuran dosis digoksin yang sangat kecil dengan
menggunakan jarum suntik tuberkulin, maka ini akan berpotensi overdosis.
Pencampuran digoksin dengan obat lain dalam satu jarum suntik, atau dengan
pemberian simultan sangat tidak direkomendasikan.
namun cara pemberian ini kurang direkomendasikan karena sering menyebabkan iritasi
lokal yang parah disamping timbulnya rasa nyeri, disamping itu pemberian secara IV
dapat menghasilkan efek yang lebih cepat dan dapat diprediksi. Pemberian injeksi IM
tidak memberikan keuntungan dibanding injeksi IV, kecuali jika injeksi IV
dikontraindikasikan. Jika terpaksa obat harus diberikan melalui injeksi IM, maka obat
harus diberikan jauh ke dalam otot dengan disertai pijatan dari tempat suntikan, dengan
volume penyuntikan tidak boleh lebih dari 2 mL pada satu sisi tempat penyuntikan.
Terapi digoksin oral seyogyanya segera menggantikan terapi injeksi tersebut.

 Dosis

a. Pertimbangan Umum

Pedoman dosis yang diberikan didasarkan pada respon rata-rata pasien dan
berbagai variabel substansial yang dapat diamati pada pasien. Penentuan dosis
harus didasarkan pada kondisi klinis masing-masing pasien. Dokter umumnya
mendasarkan pemilihan dosis berdasarkan konsentrasi serum digoksin.
Radioimmunoassay dapat digunakan untuk memantau efek khasiat dan toksisitas
dari digoksin.

Digoksin memiliki indeks terapi sempit, sehingga penentuan dosis harus sangat
berhati-hati. Dosis biasa adalah dosis rata-rata yang pada beberapa pasien
memerlukan modifikasi dengan memperhatikan kebutuhan dan respon tiap individu,
kondisi umum, status kardiovaskular, fungsi ginjal, berat badan dan usia pasien,
kondisi penyakit penyerta, obat-obatan lain, dan faktor-faktor lain yang mungkin
mengubah farmakodinamika dan farmakokinetika digoksin, dan konsentrasi plasma
digoksin. Perbedaan ketersediaan hayati digoksin pada pemberian oral, IV atau IM
harus diperhatikan saat pasien beralih dari satu rute pemberian ke rute pemberian
lainnya. Tidak ada perbedaan yang berarti pada ketersediaan hayati sediaan oral
digoksin baik yang berbentuk tablet maupun eliksir, kedua bentuk sediaan tersebut
dapat digunakan secara bergantian. Namun saat rute pemberian digoksin diubah dari
oral atau IM ke IV, maka dosis digoksin harus dikurangi sekitar 20-25%.

b. Pertimbangan Pengurangan Dosis pada Pasien dengan Pemantauan EKG


Pemantauan fungsi jantung dengan EKG harus dilakukan selama terapi
digoksin pada kondisi:

1. Terapi digoksin diberikan secara intravena

2. Terapi digoksin diberikan secara oral dalam waktu lama

3. Bila terapi digoksin diberikan pada pasien dengan resiko reaksi negatif
terhadap digoksin seperti pada pasien dengan penyakit jantung atau
ginjal yang berat.

Dosis glikosida jantung, termasuk digoksin harus dikurangi pada kelompok


pasien-pasien berikut:

1. Pasien dengan hipokalemia

2. Pasien dengan hipotiroid

3. Pasien dengan kerusakan miokard yang luas

4. Pasien dengan gangguan konduksi

5. Pasien geriatri, terutama bila disertai penyakit arteri koroner

6. Dosis digoksin individual harus diberikan pada pasien yang juga


menerima terapi quinidin, karena eliminasi dan volume distribusi
digoksin kemungkinan akan menurun

c. Dosis bagi Pasien Gagal Jantung Kongestif

Pada kondisi ini digoksin dapat diberikan baik secara digitalisasi cepat
ataupun digitalisasi lambat yang berfrekuensi pada dosis maupun frekuensi
pemberiannya.

1. Digitalisasi cepat (hanya jika diperlukan secara medis), loading dose digoksin
harus diberikan dengan memperhatikan proyeksi penyimpanan digoksin dalam
tubuh. Dosis pemeliharaan harian harus mengikuti loading dose, dan dihitung
sebagai prosentase dari loading dose. Puncak penyimpanan digoksin dalam
tubuh umumnya sebesar 8-12 mcg/Kg BB yang akan memberikan efek terapi
dengan resiko toksisitas mimimum pada pasien dengan gagal jantung
kongestif, irama sinus normal, dan fungsi ginjal yang normal.
2. Digitalisasi lambat, terapi ini harus dimulai dengan dosis pemeliharaan harian
yang tepat yang memungkinkan penyimpanan digoksin dalam tubuh secara
perlahan. Konsentrasi steady-state umumnya akan dicapai dalam waktu 5 kali
waktu paruh obat pada setiap pasien tergantung pada kondisi ginjal pasien.
Umumnya memerlukan waktu 1-3 minggu.

d. Loading Dose (Untuk Digitalisasi Cepat)

Loading dose adalah pemberian obat dalam dosis terbagi dengan pemberian
awal sekitar 50% dari total dosis, dan diikuti dengan fase pemberian berikutnya
sebesar 25% pada interval 6-8 jam setelah pemberian pertama baik pada pemberian
secara oral, IM maupun IV. Loading dose ini harus disertai dengan pemantauan
klinis pasien terlebih bila dilakukan penambahan dosis. Jika berdasarkan respon
klinisnya pasien memerlukan perubahan dosis, maka dosis pemeliharaannya
dihitung berdasarkan jumlah loading dose yang sebenarnya, yaitu dosis totalnya.

Biasanya dosis inisiasi oral sebesar 500-750 mcg (0,5-0,75 mg) digoksin
tablet, atau 400-600 mcg (0,4-0,6 mg) digoksin kapsul cair menghasilkan efek
terdeteksi setelah 0,5-2 jam dan terjadi efek maksimal pada waktu 2-6 jam. Dosis
tambahan sekitar 125-375 mcg tablet digoksin atau 100-300 mcg digoksin kapsul
cair bila perlu dapat diberikan secara hati-hati pada 6-8 jam setelah pemberian dosis
inisiasi hingga diperoleh respon klinis yang memadai. Pasien dengan berat badan 70
Kg umumnya mendapatkan respon klinis yang memadai pada dosis 750-1250 mcg
digoksin tablet atau setara dengan 600-1000 mcg digoksin kapsul cair.

e. Dosis Pemeliharaan

Dosis pemeliharaan harian berfungsi untuk menggantikan digoksin yang


tereliminasi dari tubuh pasien, maka dosis tersebut dapat diperkirakan dengan
mengalikan prosentase eliminasi dengan penyimpanan tubuh (loading dose) yang
menghasilkan respon klinis memadai. Pasien dengan fungsi ginjal normal
umumnya mengeliminasikan sekitar 30% dosis harian total, sedangkan pasien
anurik umumnya mengeliminasikan sekitar 14% dari total dosis harian digoksin.
Dosis pemeliharaan digoksin pada pasien dewasa umumnya adalah 125-500
mcg sekali sehari, dosis harus dititrasi sesuai umur, berat badan, dan fungsi ginjal.
Dosis pemeliharaan umumnya dimulai dengan dosis 250 mcg sekali perhari pada
pasien dewasa dengan usia kurang dari 70 tahun dengan fungsi ginjal normal, dosis
dapat ditingkatkan setiap 2 minggu sesuai dengan respon klinis. Sedangkan dosis
pemeliharaan oral dengan kapsul cair umumnya sebesar 150-350 mcg setiap hari
pada pasien dengan bersihan kreatinin lebih dari 50 ml/menit. Dosis pemeliharan
digoksin IV biasanya 125-350 mcg sekali perhari pada pasien dengan bersihan
kreatinin 50 ml/menit atau lebih.

f. Dosis pada Pasien Dewasa dengan Fibrilasi Atrial

Penyimpanan digoksin tubuh lebih dari 8-12 mcg/Kg diperlukan untuk


sebagian besar pasien gagal jantung koroner dan irama sinus normal untuk
mengendalikan laju ventrikel pada pasien dengan fibrilasi atrial. Dalam pengobatan
pasien dengan fibrilasi atrial kronis, dosis digoksin harus dititrasi ke dosis minimum
untuk menghasilkan efek yang diinginkan pada ventrikel.

g. Dosis Pediatrik

Dosis pada neonatus terutama bayi prematur harus dititrasi secara sangat berhati-hati
karena kemungkinan klirensnya menurun. Bayi dan anak umur dibawah 10 tahun
umumnya secara proporsional memerlukan dosis yang lebih besar dari anak umur
lebih dari 10 tahun dan orang dewasa yang dihitung berdasarkan berat badan atau luas
permukaan tubuh. Anak usia lebih dari 10 tahun memerlukan dosis dewasa dengan
perhitungan berat badan anak-anak. Kapsul cair tidak direkomendasikan
penggunaannya pada neonatus dan anak-anak.

Dosis pemeliharaan pada anak usia 2-5 tahun dengan fungsi ginjal normal
adalah 10-15 mcg/Kg BB, anak usia 5-10 tahun dengan fungsi ginjal normal adalah
7-10 mcg/Kg BB, sedangkan anak usia lebih dari 10 tahun dengan fungsi ginjal
normal adalah 3-5 mcg/Kg BB. Dosis digitalisasi IV umumnya adalah 80% dari
dosis tablet atau eliksir.
h. Dosis Geriatrik

Pada pasien geriatrik dosis harus dikurangi terlebih bila pasien menderita
penyakit jantung koroner. Usia lanjut dapat menjadi indikator adanya penurunan
fungsi ginjal. Dosis pemeliharaan pada pasien dengan usia lebih dari 70 tahun
umumnya dimulai dengan dosis 125 mcg sekali sehari peroral (daam bnetuk tablet).

i. Dosis pada Pasien dengan Penurunan Fungsi Hati

Tak ada penyesuaian dosis untuk pasien dengan penurunan fungsi hati

j. Dosis pada Pasien dengan Penurunan Fungsi Ginjal

Dosis digoksin pada pasien dengan insufisiensi ginjal (bersihan kreatinin


kurang dari 10 ml/menit, maka penyesuaian dosis ditentukan berdasarkan
konsentrasi puncak penyimpanan digoksin dalam tubuh (6-10 mcg/Kg BB) karena
penurunan fungsi ginjal ini akan mempengaruhi pola distribusi dan eliminasi
digoksin.

Dosis pemeliharaan digoksin pada pasien dewasa dengan gangguan fungsi


ginjal dapat dimulai dengan 125 mcg sekali sehari (tablet) atau 62,5 mcg pada pasien
yang ditandai mengalami kerusakan ginjal, dosis dapat ditingkatkan setiap 2 minggu
sesuai dengan respon klinis.

jantung, dan dapat meningkatkan cadangan kalsium untuk memperkuat /meningkatkan


kontraksi otot.

Ion Na+ dan Ca2+ memasuki sel otot jantung selama/setiap kali depolarisasi. Ca2+
yang memasuki sel melalui kanal Ca2+ jenis L selama depolarisasi memicu pelepasan
Ca2+ intraseluler ke dalam sitosol dari retikulum sarkoplasma melalui reseptor
ryanodine (RyR). Ion ini menginduksi pelepasan Ca2+ sehingga meningkatkan kadar
Ca2+ sitosol yang tersedia untuk berinteraksi dengan protein kontraktil, sehingga
kekuatan kontraksi dapat ditingkatkan. Selama repolarisasi myocyte dan relaksasi, Ca2+
dalam selular kembali terpisahkan oleh Ca2+ sarkoplasma retikuler -ATPase
(SERCA2), dan juga akan dikeluarkan dari sel oleh penukar Na +- Ca2+ (NCX) dan oleh
Ca2+ sarcolemmal -ATPase. Kapasitas dari penukar untuk mengeluarkan Ca 2+ dari sel
tergantung pada konsentrasi Na+ intrasel.

Pengikatan glikosida jantung ke sarcolemmal Na+,K+-ATPase dan penghambatan


aktivitas pompa Na+ seluler menghasikan pengurangan tingkat aktifitas ekstrusi Na+
dan peningkatan sitosol Na+. Peningkatan Na+ intraseluler mengurangi gradien
transmembran Na+ yang mendorong ekstrusi Ca2+ intraseluler selama repolarisasi
myocyte. Dengan mengurangi pengeluaran Ca2+ dan masuknya kembali Ca2+ pada
setiap kali potensial aksi, maka Ca2+ terakumulasi dalam myocyte: serapan Ca2+ ke
dalam SR meningkat; ini juga meningkatkan Ca2+ sehingga dapat dilepaskan dari SR ke
troponin C dan protein Ca2+-sensitif dari aparatus kontraktil lainnya selama siklus
berikutnya dari gabungan eksitasi-kontraksi, sehingga menambah kontraktilitas
myocyte. Peningkatan dalam pelepasan Ca2+ dari retikulum sarkoplasma adalah
merupakan substrat biologis di mana glikosida jantung meningkatkan kontraktilitas
miokard. Glikosida jantung berikatan secara khusus ke bentuk terfosforilasi dari a
subunit dari Na+, K+-ATPase. Ekstraselular K+ mendorong defosforilasii enzim sebagai
langkah awal dalam translokasi aktif kation ke dalam sitosol, dan juga dengan demikian
menurunkan afinitas enzim dari glikosida jantung. Hal ini menjelaskan sebagian
pengamatan bahwa dengan meningkatnya ekstraselular K+ dapat membalikkan
beberapa efek toksik dari glikosida jantung.

Selain itu, digoksin juga bekerja secara aksi langsung pada otot lunak vascular
dan efek tidak langsung yang umumnya dimediasi oleh system saraf otonom dan
peningkatan aktivitas vagal (refleks dari system saraf otonom yang menyebabkan
penurunan kerja jantung).

2.3 Mekanisme Kerja


Mekanisme kerja digoksin yaitu dengan menghambat pompa Na-K ATPase yang
menghasilkan peningkatan natrium intracellular yang menyebabkan lemahnya
pertukaran natrium/kalium dan meningkatkan kalsium intracellular. Hal tersebut dapat
meningkatkan penyimpanan kalsium intrasellular di sarcoplasmic reticulum pada otot

Secara normal :
1. Ionotropik positif (meningkatkan kontraktilitas jantung).
2. Kronotropik negatif (mengurangi frekuensi denyut ventrikel pada takikardi atau fibrilasi
atrium).
3. Mengurangi aktivasi saraf simpatis.

Mekanisme ketoksikan digoxin


1. Overdosis digoxin (>1ng/ml)
- Tonus simpatis : otomatisitas otot, AV node, dan sel-sel konduksi; meningkatnya
after depolarization
- Menurunnya otomatisitas SA node dan konduksi AV node
- EKG : bradidisritmia, triggered takidisritmia, sinus aritmia, sinus bradikardi,
berbagai derajat AV block, kontraksi ventrikel premature, bigemini, VT, VF
- Kombinasi dari takiaritmia supraventrikel dan AV block (mis.: PAT dengan AV
block derajat 2; AF dengan AV block derajat 3) atau adanya bi-directional VT )
sangat sugestif untuk menilai adanya keracunan glikosida jantung

2. Terjadi interaksi dengan obat lain


- Kuinidin, veramapil, amiodaron, akan menghambat P-glikoprotein, yakni transporter di usus
dan di tubulus ginjal ,sehingga terjadi peningkatan absorpsi dan penurunan sekresi digoksin,
akibatnya kadar plasma digoksin meningkat 70%-100%..
- Aminoglikosida, siklosporin, amfoterisin B menyebabkan gangguan fungsi ginjal, sehingga
ekskresi digoksin terganggu, kadar plasma digoksin mengalami peningkatan.

Diuretik tiazid, furosemid menyebabkan hipokalemia sehingga meningkatkan


toksisitas digoksin
 Farmakologi
Farmakologi digoxin sebagai antiaritmia yang bekerja melalui
tiga proses: peningkatan kadar kalsium intraselular,
reduksi reuptake katekolamin di ujung terminal saraf, serta mempengaruhi
aktivitas listrik jantung.

 Farmakodinamik/Farmakokinetik :

 Onset of action (waktu onset) : oral : 1-2 jam; IV : 5-30 menit

 Peak effect (waktu efek puncak) : oral : 2-8 jam; IV : 1-4 jam

 Durasi : dewasa : 3-4 hari pada kedua sediaan

 Absorpsi : melalui difusi pasif pada usus halus bagian atas, makanan dapat
menyebabkan absorpsi mengalami penundaan (delay), tetapi tidak mempengaruhi
jumlah yang diabsorpsi.

 Distribusi :

 Fungsi ginjal normal : 6-7 L/kg

 Gagal ginjal kronik : 4-6 L/kg

 Anak-anak : 16 L/kg

 Dewasa : 7 L/kg menurun bila terdapat gangguan ginjal

 Ikatan obat dengan protein (protein binding) : 30%

 Metabolisme : melalui sequential sugar hydrolysis dalam lambung atau melalui


reduksi cincin lakton oleh bakteri di intestinal , metabolisme diturunkan dengan
adanya gagal jantung kongestif.

 Farmakodinamik
Digoxin adalah glikosida jantung yang digunakan untuk tata laksana gagal
jantung, aritmia supraventrikuler dan mengontrol laju ventrikel pada fibrilasi atrial
kronis

Peningkatan Kontraktilitas Miosit Jantung melalui Peningkatan Kadar Kalsium


Intraselular

Farmakodinamik digoxin adalah melalui menghambat enzim Na-K-ATPase sehingga


meningkatkan jumlah natrium di dalam sel. Natrium calcium exchanger kemudian
mencoba untuk mengeluarkan natrium dan membawa masuk kalsium. Konsentrasi tinggi
kalsium di dalam sel dapat mengaktivasikan protein contractile seperti aktin dan myosin,
sehingga meningkatkan inotropi dan automaticity dan mengurangi kecepatan konduksi

Inhibisi Konduksi Atrioventrikular


Digoxin juga menghambat beberapa konduksi atrioventrikular yang melindungi ventrikel
dari rangsangan berlebih saat atrium sedang mengalami aritmia.

Reduksi Reuptake Katekolamin


Digoxin mengurangi reuptake katekolamin di ujung terminal saraf, sehingga pembuluh
darah lebih sensitif terhadap katekolamin endogen atau eksogen

Mempengaruhi Aktivitas Listrik Jantung


Digoxin juga mempengaruhi aktivitas listrik jantung dalam meningkatkan kemiringan
(slope) depolarisasi fase 4, memendekkan waktu action potential dan
mengurangi potential diastolik maksimal

Efek Digoxin dengan Konsentrasi yang Lebih Tinggi


Pada konsentrasi digoxin yang lebih tinggi, digoxin dapat mempengaruhi sistem saraf
pusat melalui penghambatan enzim Na-K-ATPase [8,9]. Aktivitas nervus vagus
meningkat sehingga mengurangi laju sinoatrial dan mengurangi kecepatan konduksi
atrioventrikular Stimulasi area postrema juga menyebabkan mual dan muntah, serta
gangguan penglihatan warna. Hal ini merupakan gejala dari toksisitas digoksin.
 Farmakokinetik

Farmakokinetik digoxin berupa aspek absorbsi, distribusi, metabolisme, dan


eliminasinya.

Absorbsi
Onset awal digoxin dicapai dalam 0,5-2 jam untuk sediaan oral dan 5-30 menit untuk
sediaan intravena. Efek maksimal tercapai dalam 2-6 jam untuk sediaan oral dan 1,5-4
jam untuk sediaan intravena.

Distribusi
Bioavailabilitas digoxin tablet sebesar 60-80%. 20-25% digoxin akan terikat oleh
protein. Waktu paruh digoxin selama 3,5-5 hari.

Metabolisme
Metabolisme digoxin terjadi di hepar yang menghasilkan metabolit akhir 3 b-
digoxigenin dan 3-keto-digoxigenin

 Kontraindikasi

Intermittent complete heart block ; Blok AV derajat II ; supraventricular


arrhytmias yang disebabkan oleh Wolff-Parkinson-White Syndrome ; takikardia
ventricular atau fibrilasi ; hypertropic obstructive cardiomyopathy.

 Efek Samping
Efek proaritmik, yakni : penurunan potensial istirahat, menyebabkan after potential
melampaui AUC serta peningkatan automatisitas.
Efek samping gastrointestinal: anoreksia, mual, mintah, nyeri lambung.
Efek samping visual: penglihatan berwarna kuning.
Lain-lain : delirium,rasa lelah, malaise, bingung, mimpi buruk.
Biasanya berhubungan dengan dosis yang berlebih, termasuk : anoreksia, mual , muntah, diare,
nyeri abdomen, gangguan penglihatan, sakit kepala, rasa capek, mengantuk , bingung,
delirium, halusinasi, depresi ; aritmia, heart block ; jarang terjadi rash, isckemia intestinal ;
gynecomastia pada penggunaan jangka panjang , trombositopenia.

 Interaksi

 Dengan Obat Lain :


Efek Cytochrome P450: substrat CYP3A4 (minor): Meningkatkan
efek/toksisitas : senyawa beta-blocking (propanolol), verapamil dan diltiazem
mempunyai efek aditif pada denyut jantung. Karvedilol mempunyai efek tambahan
pada denyut jantung dan menghambat metabolisme digoksin. Kadar digoksin
ditingkatkan oleh amiodaron (dosis digoksin diturunkan 50 %), bepridil, siklosporin,
diltiazem, indometasin, itrakonazol, beberapa makrolida (eritromisin, klaritromisin),
metimazol, nitrendipin, propafenon, propiltiourasil, kuinidin dosis digoksin
diturunkan 33 % hingga 50 % pada pengobatan awal), tetrasiklin dan verapamil.
Moricizine dapat meningkatkan toksisitas digoksin . Spironolakton dapat
mempengaruhi pemeriksaan digoksin, namun juga dapat meningkatkan kadar
digoksin secara langsung. Pemberian suksinilkolin pada pasien bersamaan dengan
digoksin dihubungkan dengan peningkatan risiko aritmia. Jarang terjadi kasus
toksisitas akut digoksin yang berhubungan dengan pemberian kalsium secara
parenteral (bolus). Obat-obat berikut dihubungkan dengan peningkatan kadar darah

digoksin yang menunjukkan signifikansi klinik : famciclovir, flecainid, ibuprofen,


fluoxetin, nefazodone, simetidein, famotidin, ranitidin, omeprazoe, trimethoprim.

Menurunkan efek : Amilorid dan spironolakton dapat menurunkan respon


inotropik digoksin. Kolestiramin, kolestipol, kaolin-pektin, dan metoklopramid dapat
menurunkan absorpsi digoksin. Levothyroxine (dan suplemen tiroid yang lain) dapat
menurunkan kadar digoksin dalam darah. Penicillamine dihubungkan dengan
penurunan kadar digoksin dalam darah.
Interaksi dengan obat-obat berikut dilaporkan menunjukkan signifikansi
klinik aminoglutetimid, asam aminosalisilat, antasida yang mengandung alumunium,
sukralfat, sulfasalazin, neomycin, ticlopidin.

 Dengan Makanan :

 Kadar serum puncak digoksin dapt diturunkan jika digunakan bersama dengan
makanan. Makanan yang mengandung serat (fiber) atau makanan yang kaya akan
pektin menurunkan absorpsi oral digoksin.
 Hindari ephedra (risiko stimulasi kardiak)

 Hindari natural licorice (menyebabkan retensi air dan natrium dan meningkatkan
hilangnya kalium dalam tubuh)
 Interaksi Digoksin dengan suplemen Magnesium (Mg)

Penggunaan Digoksin dapat menurunkan Mg intraseluler dan meningkatkan


pengeluaran Mg dari tubuh melalui urin. Pemberian suplemen Mg akan sangat
menguntungkan. Dianjurkan konsumsi Mg adalah 30-500 mg per hari. Dari
makanan, juga dapat ditingkatkan konsumsinya (tanpa melalui suplemen Mg).
Sumber utama Mg adalah sayuran hijau, serealia tumbuk, biji-bijian dan kacang-
kacangan, daging, coklat, susu dan hasil olahannya.
 Interaksi Digoksin dengan Potassium (Kalium)

Digoksin mengganggu transport potassium dari darah menuju sel sehingga


Digoksin pada dosis yang cukup tinggi dapat menyebabkan hiperkalemia fatal.
Oleh karenanya pada saat mengkonsumsi / menggunakan Digoksin, hindari
konsumsi suplemen potassium atau makanan yang mengandung potassium dalam
jumlah besar seperti buah (pisang). Sumber utama potassium adalah buah, sayuran
 Interaksi Digoksin dengan Calcium(Ca)

Peningkatan Ca dalam plasma dapat meningkatakan toksisitas digoksin.


Oleh karenanya, hindari konsumsi makanan tinggi Ca terutama 2 jam
sebelum/sesudah minum obat ini. Sumber utama Ca adalah susu dan hasil
olahannya seperti keju.
 Interaksi digooksin dengan Makanan Berserat

Serat larut air dalam makanan dapat menurunkan absorbsi digoksin.

 Interaksi makanan dengan Herb (tanaman/jamu)

o Ginseng : mekanisme belum jelas, namun penggunaan bersama menyebabkan


Digoksin kurang berfungsi
o Teh Jawa : menyebabkan diuretik, jika dikonsumi dalam jumlah
besar mengakibatkan kehilangan potassium melalui urin.
o GFJ : menginduksi P.Glikogen transporter obat dan menurunkan AUC
Digoksin.

 Peringatan

Infark jantung baru ; sick sinus syndrome; penyakit tiroid ; dosis dikurangi pada
penderita lanjut usia ; hindari hipokalemia ; hindari pemberian intravena secara cepat
(mual dan risiko arimia); kerusakan ginjal ; kehamilan

 Toksisitas Digoksin

Insiden dan keparahan toksisitas digoksin telah menurun secara substansial


dalam dua dekade terakhir, karena adanya pengembangan obat alternatif untuk
pengobatan aritmia supraventrikuler dan gagal jantung, yaitu meningkatnya
pemahaman terhadap farmakokinetik digoksin, adanya monitoring kadar digoksin
serum , dan adanya identifikasi interaksi penting antara digoksin dan obat lainnya
yang diberikan bersamaan. Namun demikian, pengakuan toksisitas digoksin tetap.

Tanda-tanda toksisitas digoxin adalah anoreksia, mual, muntah, gangguan


penglihatan, aritmia jantung, blok jantung (termasuk asistol), kontraksi ventrikel
prematur, takikardia atrium dengan blok, av dissociation, accelerated junctional rhythm,
takikardia ventrikel, dan fibrilasi ventrikel. Toksisitas sering kali terjadi saat konsentrasi
di darah lebih dari 2 ng/mL. Beberapa faktor risiko untuk toksisitas di konsentrasi yang
lebih rendah adalah berat badan rendah, usia lanjut, gangguan fungsi ginjal, dan
hipomagnesemia.
Pada anak dan bayi, tanda toksisitas digoxin awal adalah aritmia jantung, termasuk sinus
bradikardia. Gejala toksisitas digoxin dapat serupa dengan gagal jantung, sehingga
pertimbangan peningkatan dosis digoxin sebaiknya diawali dengan pemeriksan kadar
digoxin di darah.
 Imunoterapi Digoksin

Antidotum (penawar racun) efektif untuk toksisitas digoksin atau digitoksin


yang mengancam jiwa tersedia dalam bentuk imunoterapi antidigoksin dengan
fragmen Fab yang dimurnikan dari antiserum antidigoksin yang diperoleh dari domba
(DIGIBIND). Dosis penetralisirnya didasarkan atas perkiraan total dosis obat tertelan
atau beban total tubuh digoksin yang dapat diberikan secara intravena dalam larutan
garam lebih dari 30 sampai 60 menit.

 Kekurangan digoksin

Peran yang tepat dari digoksin dalam terapi masih kontroversial terutama
karena perbedaan pendapat pada risiko versus keuntungan dari penggunaan obat ini
secara rutin pada pasien dengan gagal jantung sistolik. Digoksin terbukti menurunkan
jumlah pasien gagal jantung yang dirawat inap tetapi tidak menunjukkan kemajuan
atau peningkatan kelangsungan hidup bagi penderita gagal jantung. Selain itu,
digoksin dikaitkan dengan peningkatan risiko untuk konsentrasi terkait toksisitas dan
efek samping yang banyak. Studi analisis Post-hoc menunjukkan hubungan yang jelas
antara konsentrasi plasma digoksin dengan hasil yang diperoleh. Konsentrasi di
bawah 1,2 mg / dL (1,5 nmol / L) dikaitkan dengan tidak jelasnya efek yang
merugikan terhadap kelangsungan hidup, sedangkan konsentrasi yang lebih tinggi
relatif meningkatkan risiko kematian.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Keracunan digoxin , juga dikenal sebagai keracunan digoxin , adalah


jenis keracunan yang terjadi pada orang yang terlalu banyak mengonsumsi obat digoxin atau
memakan tanaman seperti foxglove yang mengandung zat serupa.  Gejala biasanya tidak jelas
Gejala ini mungkin termasuk muntah, kehilangan nafsu makan, kebingungan , penglihatan kabur,
perubahan persepsi warna, dan penurunan energi.  Komplikasi potensial termasuk detak jantung
tidak teratur , yang bisa jadi terlalu cepat atau terlalu lambat . Toksisitas dapat terjadi dalam waktu
singkat setelah overdosis atau secara bertahap selama pengobatan jangka panjang.  Faktor risiko
termasuk kalium rendah , magnesium rendah , dan kalsium tinggi . Toksisitas digoksin sering

dibagi menjadi toksisitas akut atau kronis. Dalam kedua toksisitas ini, efek jantung
menjadi perhatian terbesar. Dengan konsumsi akut, gejala seperti mual, vertigo , dan
muntah menonjol. 

3.2 Kritik dan Saran

Penulis banyak berharap para pembaca yang baik hati dapat memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah
di kesempatan–kesempatan berikutnya.
LATAR BELAKANG

Pearce, Evelyn C.. (2012). Anatomy and Physiology for Nurses. Jakarta : Gramedia.
Laurence L.B., John S.L., Keith L.P. (2006). Goodman Gilman's The Pharmacological

Basis Of Therapeutics Eleventh Edition. New York. McGraw-Hill Companies.

Marie, A.C. et al. (2008). Pharmacotherapy Principles & Practice. New York.

McGraw-Hill Companies.

Djamhuri, Dr.Agus. 1995. Farmakologi Dengan Terapan Khusus Di Klinik Dan

Perawatan. Jakarta: Hipokrates.

Gan, Sulistia. 1987. Farmakologi Dan Terapi Edisi Iii . Jakarta: FKUI.

Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar Dan Klinik Edisi Vi-Book I.. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Mycek, Mary J. dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 11. Jakarta: Widya

Medika..

Syamsuir. 1994. Catatan Kuliah Farmakologi Bagian 11. Jakarta: FKU Sriwijaya.

Pincus M. Management of digoxin toxicity. Aust Prescr. 2016;39(1):18–20

Anda mungkin juga menyukai