Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

KERACUNAN DIGOKSIN

OLEH:
NAMA: MUHAMMAD SAID ARDANI
NPM: 1614901110139

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS
2017

I.

Konsep Keracunan
I.1 Definisi Keracunan
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh
manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya.
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun yang
masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu, seperti paruparu, hati, ginjal dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat pula terakumulasi dalam organ
tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga akan
menghasilkan efek yang tidak diinginkan dalam jangka panjang. keracunan atau
intoksikasi menurut WHO adalah kondisi yang mengikuti masuknya suatu zat psikoaktif
yang menyebabkan gangguan kesadaran, kognisi, persepsi, afek, perlaku, fungsi, dan
repon psikofisiologis. keracunan dapat diartikan sebagai masuknya suatu zat kedalam
tubuh yang dapat menyebabkan ketidak normalan mekanisme dalam tubuh bahkan
sampai dapat menyebabkan kematian. Keracunan adalah kondisi atau keadaan fisik yang
terjadi jika suatu zat, dalam jumlah relatif sedikit, terkena zat tersebut pada permukaan
tubuh, termakan, terinjeksi, terhisap, atau terserap dan selanjutnya menyebabkan
kerusakan struktual atau gangguan fungsi. (Donna L. Wong, 2003)
Glikosida jantung merupakan obat yang digunakan untuk terapi gagal jantung. Obat
pertama yang digunakan untuk terapi gagal jantung kronis adalah digitalis, ekstrak dari
tanaman Digitalis purpurea.20 Digoksin sekarang menjadi obat dari golongan glikosida
jantung yang paling sering diresepkan karena murah dan mudah didapat. Kerugian obat ini
adalah jendela terapi yang sempit. Pemberian digoksin pada pasien gagal jantung, tebukti
tidak mempengaruhi angka kematian secara umum, namun dapat mengurangi angka rawat
inap pada pasien dengan gagal jantung secara umum atau pasien dengan gagal jantung yang
memburuk.

Digoksin digunakan terutama untuk meningkatkan kemampuan memompa


(kemampuan kontraksi) jantung dalam keadaan kegagalan jangtung/congestive heart
failure (CHF). Obat ini juga digunakan untuk membantu menormalkan beberapa
dysrhythmias (jenis abnormal denyut jantung). Obat ini termasuk obat dengan
Therapeutic Windows semptic (jarak antara MTC [Minium Toxic Concentration] dan
MEC [Minimum Effectiv Concentration] mempunyai jarak yang sempit. Artinya rentang
antara kadar dalam darah yang dapat menimbulkan efek terapi dan yang dapat
menimbulkan efek toksik sempit. Sehingga kadar obat dalam plasma harus tepat agar
tidak melebihi batas MTC yang dapat menimbulkan efek toksik. Efek samping pada
pemakaian dosis tinggi, gangguan saluran cerna : mual, muntah dan gangguan ritme
jantung. Reaksi alergi kulit seperti gatal-gatal, biduran dan juga terjadinya ginekomastia
(jarang) yaitu membesarnya payudara pria) mungkin terjadi.

I.2 Etiologi Keracunan Digoksin

Mekanisme kerja digoksin yaitu dengan menghambat pompa Na-K ATPase yang
menghasilkan peningkatan natrium intracellular yang menyebabkan lemahnya pertukaran
natrium/kalium

dan

meningkatkan

kalsium

intracellular.

Hal

tersebut

dapat

meningkatkan penyimpanan kalsium intrasellular di sarcoplasmie reticulum pada otot


jantung, dan dapat meningkatkan cadangan kalisium untuk memperkuat/meningkatkan
kontraksi otot.
Ion Na+ dan Ca2+ memasuki sel otot jantung selama / setiap kali depolarisasi Ca2+ yang
memasuki sel melalui kanal Ca2+ jenis L selama depolarisasi memicu pelepasan Ca2+
intraseluler ke dalam sitosol dari reticulum sarkoplasma melalui reseptor ryanodine
(RyR). Ion ini menginduksi pelepasan Ca2+ sehingga meningkatkan kadar Ca2+ sitosol
yang tersedia untuk berinteraksi dengan protein kontraktil. Sehingga kekuatan kontraksi
dapat ditingkatkan. Selama repolarisasi myocyte dan relaksasai. Ca2+ dalam selular
kembali terpisahkan oleh Ca2+ sarkoplasma retikuler. ATPase (SERCA2). Dan juga akan
dikeluarkan dari sel oleh penukar Na+ - Ca2+ (NCX) dan oleh Ca2+ sarcolemmal
ATPase. Kapasitas dari penukar untuk mengeluarkan Ca2+ dari sel tergantung pada
konsentrasi Na+ intrasel.
I.3 Tanda Gejala Keracunan Digoksin
Keracunan Digoxin: Efek GI (N/V, anoreksia, diare, sakit di bagian perut) biasanya
merupakan tanda-tanda pertama dari keracunan Digoxin; Tanda-tanda lain dari keracunan
Digoxin: Efek CNS (sakit kepala, kelelahan, sakit di bagian wajah, kelemahan,
kepeningan, kebingungan mental); Gangguan penglihatan (mengaburkan penglihatan,
gangguan warna); Racun bisa menyebabkan efek CV yang serius (memperburuk gagal
jantung

(HF),

arrhythmias,

ditemukan

adanya

konduksi).Hipokalemia

bisa

mempengaruhi seseorang pada keracunan Digoxin. Reaksi hipersensitif yang agak jarang
terjadi.
I.4 Patofisiologi Keracunan Digoksin
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan akibat penurunan
tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin juga
terganggu,sebagian karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah
perifer,dan sebagian lagi karena depresi pusat kardiovaskular diotak. Hipotensi yang
terjadi mungkin berat dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal,
hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas
syok mungkin tidak tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia,
Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok,asidemia,dan hipoksia
Pada Keracunan Digoksi Pengikatan glikosida jantung ke sarcolemmal Na+, K+ ATPase dan penghambatan aktivitas pompa Na+ selular menghasilkan pengurangan
tingkat aktifitas ekstrusi Na+ dan peningkatan sitosol Na+. Peningkatan Na+ intraselular
mengurangi gradient transmembran Na+ yang mendorong ekstrusi Ca2+ interaseluler
selama repolarisasi myocyte . Dengan mengurangi pengeluaran Ca2+ dan masuknya

kembali Ca2+ pada setiap kali potensial aksi, maka Ca2+ terakumulasi dalam myocyte :
serapan Ca2+ ke dalam SR meningkat : ini juga meningkatkan Ca2+ sehingga dapat
dilepaskan dalam SR ke troponin C dan protein Ca2+- sensitive dari apparatus kontraktil
lainya selama siklus berikutnya dari gabungan eksitasi kontraksi . sehingga menambah
kontraktilitas myocyte. Peningkatan dalam pelepasan Ca2+ dari reticulum sarkoplasma
adalah merupakan subtract biologis di mana glikosida jantung meningkatkan
kontraktilitas

miokard.

Glikosida

jantung

berikan

secara

khusus

ke

bentuk

terfosforilasidari asubunit dari Na+ ,K+ -ATPase. Ekstraselular K+ mendorong


defosforilasi enzim sebagai langkah awal dalam translokasi aktif kation kedalam sitosol,
dan juga dengan demikian menrunkan afinitas enzim dari glikosida jantung. Hal ini
menjelaskan sebagian pengamatan bahwa dengan meningkatnya ekstraselular K+ dapat
membalikkan beberapa efek eoksik dari glikosida jantung.
Selain itu, digoksin juga bekerja secara aksi langsung pada otot lunak vascular dan efek
tidak langsung yang umumnya dimediasi oleh system saraf otonom dan peningkatan
aktifitas vagal (reflex dari system saraf otonom yang menyebabkan penurunan kerja
jantung.
I.5 Pemeriksaan Penunjang Keracunan
Diagnosis pada keracunan diperoleh melalui analisis laboratorium. Bahan analisis dapat
berasal dari bahan cairan,cairan lambung atau urin.
I.6 Komplikasi Keracunan
Kejang,Koma,Henti jantung,Henti napas,Syok
I.7 Penatalaksanaan Keracunan
Penatalaksanaan kasus keracunan adalah sebagai berikut :
1.7.1 Penatalaksanaan Kegawatan
Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu dilakukan inkubasi
Breathing : Berikan nafas buatan, bila penderita tidak bernafas spontan atau
pernafasan tidak adekuat
Circulasi : Pasang infus bila keadaan penderita gawat darurat dan perbaiki perfusi
jaringan.
1.7.2

Resusitasi
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan nadi.Infus
dextrose 5 % kec. 15- 20 tts/menit .,nafas buatan,oksigen,hisap lendir dalam
saluran pernafasan,hindari obat-obatan depresan saluran nafas,kalu perlu

1.7.3

respirator pada kegagalan nafas berat.


Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau
dengan pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila
tidak berhasil. Katarsis, ( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga
racun telah sampai diusus halus dan besar. Kumbah lambung atau gastric lavage,
pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak

kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam
setelah keracunan.
Keramas rambut

dan

memandikan

seluruh

tubuh

dengan

sabun.

Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan


terjadi kurang dari 4 6 jam . pada koma derajat sedang hingga berat tindakan
kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa
1.7.4

endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi pnemonia.


Pemberian antidot/penawar
Tidak semua racun ada penawarnya sehingga prinsip utama adalah mengatasi
keadaan sesuai dengan masalah.
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada
tempat penumpukan.
a.Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b.
Dilanjutkan dengan 0,5 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi timbulk
gejala-gejala atropinisasi ( muka merah,mulut kering,takikardi,midriasis,febris
dan psikosis).
c.Kemudian interval diperpanjang setiap 15 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2
4 6 8 dan 12 jam.
d.
Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam. Penghentian yang
mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan

1.7.5

kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.


Upaya yang paling penting adalah anamnese atau aloanamnesis yang rinci.
Beberapa

pegangan

anamnesis

keracunan,ialah :
a.Kumpulkan informasi

yang

penting

selengkapnya

dalam

tentang

upaya

seluruh

mengatasi
obat

yang

digunakan,termasuk yang sering dipakai


b.
Kumpulkan informasi dari anggota keluarga,teman dan petugas tentang
obat yang digunakan.
c.Tanyakan dan simpan sisa obat dan muntahan yang masih ada untuk
pemeriksaan toksikologi
Tanyakan riwayat alergi obat atau syok anafilaktik Pada pemeriksaan

d.

fisik diupayakan untuk menemukan tanda/kelainan fungsi

autonom yaitu

pemeriksaan tekanan darah,nadi,ukuran pupil,keringat,air liur, dan aktivitas


1.7.6

peristaltik usus.
Dekontaminasi
Umumnya bahan kimia tertentu dapat dengan cepat diserap melalui kulit
sehingga dekontaminasi permukaan sangat diperlukan. Di samping itu,dilakukan
dekontaminasi saluran cerna agar bahan yang tertelan hanya sedikit
diabsorpsi,biasanya hanya diberikan pencahar,obat perangsang muntah,dan bilas
lambung.
Induksi muntah atau bilas lambung tidak boleh dilakukan pada keracunan

1.7.7

parafin,minyak tanah, dan hasil sulingan minyak mentah lainnya.


Upaya lain untuk megeluarkan bahan/obat adalah dengan dialisis.
Terapi suportif,konsultasi,dan rehabilitasi

Terapi suportif,konsultasi dan rehabilitasi medik harus dilihat secara holistik dan
1.7.8
1.7.9

efektif dalam biaya.


Observasi dan konsultasi
Rehabilitasi

I.8 Pathway Keracunan

II. Rencana Asuhan Keperawatan Klien dengan Keracunan Digoksin


II.1Pengkajian
2.1.1 Riwayat Keperawatan
2.1.1.1 Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian:
2.1.1.2 Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit, sejak
kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain yang menyertai demam
(misalnya mual, muntah, nafsu makan, eliminasi, nyeri otot dan sendi,
dll), apakah menggigil, dan gelisah.
2.1.1.3 Riwayat penyakit terdahulu
Riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh
pasien,
2.1.1.4 Riwayat kesahatan keluarga
Riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh
2.1.2

anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik atau tidak.


Pemerisaan fisik : Data Fokus
2.1.2.1 Keadaan umum
Kesadaran menurun
2.1.2.2 Pernafasan
Nafas tidak teratur
2.1.2.3 Kardiovaskuler
Hipertensi, nadi aritmia
2.1.2.4 Persarafan
Kejang, miosis, vasikulasi, penurunan kesadaran, kelemahan, paralise
2.1.2.5 Gastrointestinal
Muntah, diare
2.1.2.6 Integumen
Berkeringat
2.1.2.7 Muskuloskeletal
Kelelahan, kelemahan
2.1.2.8 Integritas Ego
Gelisah, pucat
2.1.2.9 Eliminasi

Diare
2.1.2.10
Sensori
Mata mengecil/membesar, pupil miosis
2.1.3

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium

II.2Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa I : Resiko Sindrom Disuse 00040
2.2.1 Definisi
Rentan terhadap penyimpangan system tubuh akibat inakitivitas musculoskeletal
yang diprogramkan atau yang tidak dapat dihindari, yang dapat mengganggu
kesehatan
2.2.2 Faktor risiko
a. Imbolilisasi mekanis
b. Nyeri
c. Paralisis
d. Perubahan tingkat kesadaran
e. Program imbolisasi
Diagnosa II : Resiko Aspirasi 00039
2.2.3

Definisi
Rentan mengalami masuknya sekresi gastrointestinal, sekresi orofaring benda
cair atau padat ke dalam saluran trakeobronkial, yang dapat mengganggu

2.2.4

kesehatan.
Batasan Karakteristik
a. Adanya slang oral/nasal (mis., trakea, slang makan)
b. Barier untuk mengangkat bagian atas tubuh
c. Batuk tidak efektif
d. Gangguan menelan
e. Pembedahan leher
f. Pembedahan mulut
g. Pembedahan wajah
h. Pemberian makan enteral
i. Pemberian medikasi
j. Pengosongan lambung yang lambat
k. Peningkatan residu lambung
l. Peningkatan tekanan intragastrik
m. Penurunan motilitas gastrointestinal
n. Penurunan refleks muntah
o. Penurunan tingkat kesadaran
p. Rahang kaku
q. Sfingter esophagus bawah inkompeten
r. Trauma leher
s. Trauma mulut
t. Trauma wajah

II.3Perencaan
Diagnosa I : Risiko Sindrom disuse
2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil (outcomes criteria) : Berdasarkan NOC
a. Daya Tahan : Kapasitas untuk menyokong aktivitas
b. Dampak Imobilitas : Fisiologis : Keparahan gangguan pada fungsi fisiologis
akibat hambatan mobilitas fisik

c. Dampak Imobilitas : Psikokognitif : Keparahan gangguan pada fungsi


psikokognitif akibat hambatan mobilitas fisik
d. Mobilitas : Kemampuan untuk bergerak secara terarah secara mendiri di
lingkungannya dengan atau tanpa alat bantu
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional : Berdasarkan NIC
a. Terapi Aktivitas : Membuat program dan memberi bantuan dalam aktivitas
fisik, kognitif, social, dan spiritual yang spesifik untuk meningkatkan
rentang, frekuensi atau durasi aktivitas individu
b. Stimulasi Kognitif : Memfasilitasi kesadaran dan pemahaman tentang
lingkungan sekitar dengan memanfaatkan rangsangan yang terencana
c. Manajemen Energi : mengatur penggunaan energy untuk mengatasi atau
mencegah kelelahan dan mengoptimalkan fungsi
d. Manajemen Lingkungan : Memanipulasi lingkungan di sekitar pasien untuk
mendapat manfaat terapeutik, daya tarik sensorik, dan kesejahteraan
psikologis
e. Terapi Latihan : Ambulasi : Meningkatkan dan memberikan bantuan berjalan
untuk mempertahankan atau mengembalikan fungsi tubuh autonomy dan
volunteer selama pengobatan dan pemulihan dari sakit atau cedera
f. Terapi Latihan : Keseimbangan : Menggunakan aktivitas , postur, dan
pergerakan yang spesifik untuk mempertahankan, meningkatkan, atau
mengembalikan keseimbangan
g. Terapi Latihan : Mobilitas Sendi : Menggunakan pergerakan tubuh aktif atau
pasif untuk mempertahankan atau mengembalikan fleksibilitas sendi
h. Terapi Latihan : Pengendalian Otot : Menggunakan aktivitas atau protocol
latihan yang khusus untuk meningaktkan atau mengembalikan pergerakan
tuvuh yang terkontrol.

Diagnosa II : Risiko Aspirasi 00039


2.3.3

Tujuan dan Kriteria Hasil (outcomes criteria) : Berdasarkan NOC


a.
b.
c.
d.

2.3.4

Status pernafasan
Status pernafasan : kepatenan jalan nafas
Status pernafasan : pertukaran gas
Status pernafasan : ventilasi

Intervensi keperawatan dan rasional : Berdasarkan NIC


a.Manajemen Jalan Nafas
b. Kewaspadaan Aspirasi
c.Pemantauan Pernafasan
d. Terapi Menelan
e.Manajemen Muntah

III.

Daftar Pustaka

S. Moorhead, M. Johnson. et al.(Eds) 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC)


Indonesia:Mocomedia
T.H. Herdman, S.Kamitsuru. et al(Eds) 2017, Diagnosis Keperawatan Definisi &
Klasifikasi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran (EGC)
G.M. Bulechek, H.K.Butcher. et al (Eds) 2013. Nursing Interventions Classification
(NIC).Indonseia : Mocomedia
J.M. Wilkinson, N.R.Ahern (Eds) 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan (Edisi 9).
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran (EGC)
http://www.slideshare.net/kalistianayiyiz/makalah-farmakologi-i-digoksin-analistianafarmasi-2014
http://www.academia.edu/7781242/TOKSISITAS_OBAT_GLIKOSIDA_JANTUNG

Banjarbaru,

Januari 2017

Preseptor Akademik,

Preseptor Klinik

(...)

(.)

Anda mungkin juga menyukai