a. Antibiotik
Semua pneumonia dianggap karena bakteri sehingga pemberian
antibiotik merupakan terapi utama sebagai terapi kausal. Bila dari
segi pembiayaan memungkinkan dan fasilitas tersedia, lakukan
biakan darah sebelum pemberian antibiotik. Bila penyebabnya
adalah virus, maka penyakitnya akan membaik secara klinis sesuai
dengan perjalanan waktu. Bila penyebabnya bakteri, dan antibiotik
yang kita berikan tepat sasaran, maka dapat kita harapkan terjadinya
perbaikan klinis dan parameter infeksi laboratorium dalam waktu
yang tidak terlalu lama. (5)
Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan
karena tidak tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu,
antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris. Umumnya
pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada kemungkinan etiologi
penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis
pasien serta faktor epidemiologis. (5)
b. Terapi anti-inflamasi
Spekulasi pertimbangan alasan penggunaan agen antiinflamasi
adalah bahwa agen antimikroba yang ada saat ini, yang ditujukan
untuk membunuh organisme invasif, dapat memperburuk kaskade
inflamatori akibat organisme yang mati dapat mengeluarkan
komponen metabolik dan struktural proinflamasi ke lingkungan
sekitarnya. Hal ini tidak mengimplikasikan bahwa mengeradikasi
mikroba invasif bukan merupakan tujuan terapi; bagaimanapun juga,
metode lain untuk eradikasi atau metode yang secara langsung dapat
mengatasi kaskade inflamasi patologis menunggu definisi lebih
lanjut. Pada pneumonia yang disebabkan oleh penyebab noninfeksi,
penggunaan terapi anti inflamasi mungkin lebih penting. (2)
c. Bronkodilator
Bronkodilator tidak digunakan sebagai terapi rutin. Infeksi bakteri
saluran pernafasan bawah jarang mencetuskan serangan asma, dan
wheezing yang terkadang terdengar pada pasien dengan pneumonia
biasanya disebabkan oleh inflamasi jalan nafas, sumbatan mukus, atau
keduanya, dan tidak berespon terhadap bronkodilator. Bagaimanapun
juga, bayi atau anak dengan penyakit jalan nafas reaktif atau asma
dapat bereaksi terhadap infeksi virus dengan bronkospasme, yang
dapat berespon terhadap bronkodilator. (2)
d. Terapi Inhalasi
Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan
salin normal. (7)