Anda di halaman 1dari 4

Terapi Farmakologi Pneumonia

a. Antibiotik
Semua pneumonia dianggap karena bakteri sehingga pemberian
antibiotik merupakan terapi utama sebagai terapi kausal. Bila dari
segi pembiayaan memungkinkan dan fasilitas tersedia, lakukan
biakan darah sebelum pemberian antibiotik. Bila penyebabnya
adalah virus, maka penyakitnya akan membaik secara klinis sesuai
dengan perjalanan waktu. Bila penyebabnya bakteri, dan antibiotik
yang kita berikan tepat sasaran, maka dapat kita harapkan terjadinya
perbaikan klinis dan parameter infeksi laboratorium dalam waktu
yang tidak terlalu lama. (5)
Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan
karena tidak tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu,
antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris. Umumnya
pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada kemungkinan etiologi
penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis
pasien serta faktor epidemiologis. (5)

Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini


pertama secara oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada
pneumonia ringan berobat jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal
oral. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25mg/kgBB,
sedangkan kotrimoksazol adalah 4mg/kgBB TMP 20 mg/kgBB
sulfametoksazol. Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru,
dapat digunakan sebagai terapi alternatif. (1)

Amoksisilin dosis tinggi digunakan sebagai agen lini pertama


untuk anak dengan pneumonia komunitas tanpa komplikasi, yang
dapat mengatasi streptococcus pneumonia. Cefalosporin generasi
kedua atau ketiga dan makrolida seperti azitromicin merupakan
alternatif yang dapat diterima tetapi sebaiknya tidak digunakan
sebagai terapi lini pertama karena absorbsi sistemik yang lebih
rendah pada cefalosporin dan adanya resistensi pneumokokus
terhadap makrolida. (2)
Antibiotik makrolida berguna untuk anak usia sekolah, karena
dapat mengatasi bakteri atipikal seperti mycoplasma,
chlamydophila, dan legionella yang sering menjadi organisme
penyebab pneumonia pada anak usia sekolah. Bagaimanapun juga,
peningkatan resistensi pneumokokus terhadap makrolida harus
dipertimbangkan, tetapi tetap tergantung pada tingkat resistensi di
daerah tersebut. (2)
Pasien yang dirawat inap dapat secara aman diterapi dengan
antibiotik spektrum seperti ampicilin, dan ini merupakan pedoman
terapi yang masih berlaku pada pneumonia komunitas pada anak-
anak. (2.54,55,34).
Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena
harus dimulai sesegera mungkin. Oleh karena pada neonatus dan
bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis , antibiotik yang
direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti kombinasi
beta-laktam/klavulanat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin
generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik dapat diganti
dengan antibiotik oral selama 10 hari. (1)
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang
direkomendasikan adalah antibiotik beta laktam dengan/atau tanpa
klavulanat; pada kasus yang lebih berat diberikan beta
laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena,
atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam
atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral
dan berobat jalan. (1) Anak yang tampak toksik harus menerima
terapi antibiotik vankomisin (terutama pada daerah dimana terdapat
pneumokokus yang resisten terhadap penisilin dan memiliki
prevalensi bakteri MRSA {methicillin-resistant S.Aureus)
bersamaan dengan cefalosporin generasi kedua atau ketiga. (2)
Penurunan kebutuhan suport respirasi, peningkatan keadaan
klinis, dan perbaikan radiologis menunjukkan kefektifan terapi.
Ketika dibutuhkan, kita dapat melakukan pemeriksaan konsentrasi
kadar antibiotik dalam plasma untuk memastikan jumlah yang
adekuat dan mengurangi potensi toksisitas. Kegagalan untuk
mengatasi organisme bukan berarti menghilangkan kemungkinan
penyebab infeksi; melanjutkan terapi empiris lebih dianjurkan
kecuali jika kondisi klinis dan data lain sangat kuat menunjukkan
bahwa penyebab noninfeksilah yang bertanggungjawab terhadap
gejala yang muncul. (2)
Tetap lakukan pemeriksaan berkesinambungan yang teliti untuk
memastikan tidak terdapat komplikasi yang memerlukan perubahan
terapi atau regimen dosis, drainase bedah, atau intervensi lain. (2)
Evaluasi pengobatan dengan antibiotik dilakukan setiap 48-72
jam. Bila tidak ada perbaikan klinis, dilakukan penggantian
antibiotik sampai anak dinyatakan sembuh. Lama pemberian
antibiotik tergantung: kemajuan klinis penderita, hasil pemeriksaan
laboratoris, foto thoraks, dan jenis kuman penyebab. Sebagian besar
membutuhkan waktu 10-14 hari, kecuali untuk kuman stafilokokus
dapat diberikan hingga 6 minggu.(7)
Pada keadaan imunokompromis (gizi buruk, penyakit jantung
bawaan, gangguan neuromuskular, keganasan, pengobatan
kortikosteroid jangka panjang, fibrosis kistik, infeksi HIV),
pemberian antibiotik harus segera dimulai saat tanda awal
penumonia diketahui. Dapat dipertimbangkan juga pemberian:
-kotrimoksazol pada pneumonia Pneumocystic carinii
-Antiviral (Acyclovir, Gancyclovir) pada pneumonia karena
Cytomegalovirus (CMV)
-Anti jamur (amphotericin B, Ketoconazole, Fluconazole) pada
pneumonia karena jamur. (7)

b. Terapi anti-inflamasi
Spekulasi pertimbangan alasan penggunaan agen antiinflamasi
adalah bahwa agen antimikroba yang ada saat ini, yang ditujukan
untuk membunuh organisme invasif, dapat memperburuk kaskade
inflamatori akibat organisme yang mati dapat mengeluarkan
komponen metabolik dan struktural proinflamasi ke lingkungan
sekitarnya. Hal ini tidak mengimplikasikan bahwa mengeradikasi
mikroba invasif bukan merupakan tujuan terapi; bagaimanapun juga,
metode lain untuk eradikasi atau metode yang secara langsung dapat
mengatasi kaskade inflamasi patologis menunggu definisi lebih
lanjut. Pada pneumonia yang disebabkan oleh penyebab noninfeksi,
penggunaan terapi anti inflamasi mungkin lebih penting. (2)

c. Bronkodilator
Bronkodilator tidak digunakan sebagai terapi rutin. Infeksi bakteri
saluran pernafasan bawah jarang mencetuskan serangan asma, dan
wheezing yang terkadang terdengar pada pasien dengan pneumonia
biasanya disebabkan oleh inflamasi jalan nafas, sumbatan mukus, atau
keduanya, dan tidak berespon terhadap bronkodilator. Bagaimanapun
juga, bayi atau anak dengan penyakit jalan nafas reaktif atau asma
dapat bereaksi terhadap infeksi virus dengan bronkospasme, yang
dapat berespon terhadap bronkodilator. (2)
d. Terapi Inhalasi
Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan
salin normal. (7)

Anda mungkin juga menyukai