Anda di halaman 1dari 24

FARMAKOLOGI II

“DIURETIK”

LAPORAN PRAKTIKUM
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mata Kuliah Farmakologi 2 Jurusan
Farmasi Fakultas Olahraga dan Kesehatan

Oleh
1. Amelia Rahma Hamzah (821318007)
2. Sri Ameliani Kamanga (821318014)
3. Gustin Anas (821318023)
4. Miya Permatasari Sunardi (821318029)
5. Divia Handayani Mudjidu (821318082)
6. Sukmawati Hi. Djaim (821318073)

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PROGRAM STUDI D3
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
2020
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga laporan Farmakologi 2 ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Harapan saya semoga laporan Farmakologi 2 ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya maupun menambah isi laporan agar
menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini. Terima kasih
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gorontalo, 02 April 2020

Kelompok IV
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..........................................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................
1.3 Manfaat .............................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................
2.1 Dasar Teori........................................................................................................
2.2 Uraian Bahan ....................................................................................................
2.3 Uraian Hewan ...................................................................................................
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan ..................................................................................................
3.2 Cara Kerja .........................................................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................
4.1 Hasil ..................................................................................................................
4.2 Pembahasan.......................................................................................................
BAB V PENUTUP........................................................................................................
5.1 Kesimpulan .......................................................................................................
5.2 Saran
LAMPIRAN..........................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam mempertahankan homeostatis, ekskresi air dan elektrolit pada asupan harus
melebihi ekskresi karena sebagian dari jumlah air dan elektrolit tersebut akan diikat dalam
tubuh. Jika asupan kurang dari ekskresi maka jumlah zat dalam tubuh akan berkurang.
Kapasitas ginjal untuk mengubah ekskresi natrium sebagai respont terhadap perubahan
asupan natrium akan sangat besar. Hal ini sesuai untuk air dan kebanyakan elektrolit lainnya
seperti klorida, kalium, kalsium, hidrogen, magnesium, dan fosfat.
Pada abad ke-16, Obat-obat diuretik telah diperkenalkan oleh Paracelsus sebagai
terapi edema. Kemudian pada tahun 1930, Swartz menemukan bahwa sulfanilamide
(antimikrobial) dapat mengobati pasien gagal jantung, yaitu dengan meningkatkan ekskresi
dari Na+. Sejak diketahui bahwa obat-obat antimikroba seperti sulfanilamide memiliki efek
samping terhadap perubahan komposisi dan jumlah ekskresi urin, dilakukan berbagai
penelitian terhadap obat-obat diuretik kembali.
Obat-obatan yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urine disebut
Diuretik. Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorbsi
Na+ dan ion lain seperti Cl+ memasuki urine dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dalam
keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan
keseimbangan osmotic. Perubahan Osmotik dimana dalam tubulus menjadi menjadi
meningkat karena Natrium lebih banyak dalam urine, dan mengikat air lebih banyak didalam
tubulus ginjal. Dan produksi urine menjadi lebih banyak. Dengan demikian diuretic
meningkatkan volume urine dan sering mengubah PH-nya serta komposisi ion didalam urine
dan darah.
Diuretik adalah obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan ekskresi air dan
natrium klorida. Secara normal, reabsobsi garam dan air dikendalikan masing–masing oleh
aldosteron vasopiesin (hormon anti diuretik, ADH). Sebagian basar diuretik bekerja dengan
menurukan reabsorbsi elektrolit oleh tubulus. Ekskresi elektolit yang meningkat diikuti oleh
peningkatan ekskresi air, yang penting untuk mempertahankan keseimbangan osmotik.
Diuretik digunakan untuk mengurangi udema pada gagal jantung kongesif, beberapa penyakit
ginjal, dan sirosis hepatis.
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang berarti mengubah
keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel menjadi
normal.Obat-obatan yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urine disebut
Diuretik. Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorbsi
Na+ dan ion lain seperti Cl+ memasuki urine dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dalam
keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan
keseimbangan osmotic. Perubahan Osmotik dimana dalam tubulus menjadi meningkat karena
Natrium lebih banyak dalam urine, dan mengikat air lebih banyak didalam tubulus ginjal.
Dan produksi urine menjadi lebih banyak. Dengan demikian diuretic meningkatkan volume
urine dan sering mengubah PH-nya serta komposisi ion didalam urine dan darah.
Diuretik dalam kehidupan sehari contohnya pada obat furosemide, spironolakton,
dimana obat furosemide dan spironolakton adalah obat-obat yang digunakan untuk diuretic
yang fungsinya dalam mengurangi tekanan darah dan mengeluarkan urine yang terdapat di
dalam tubuh. Adapun pentingnya mempelajari diuretik bagi seorang farmasis yaitu bisa
memahami dan mengetahui hal apa yang bisa menyebabkan terjadinya diuresis, sekaligus
mengetahui obat-obat yang termasuk dalam golongan diuretik, dan mengetahui patofisiologi
dari diuretik.
1.2 Rumusan Masalah
1. Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan diuretik
2. Dapat mengetahui efek yang ditimbulkan oleh obat diuretik
3. Dapat mengetahui dan memahami mekanisme kerja diuretic
1.3 Manfaat
1. Mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan diuretik
2. Mengetahui dan memahami efek apa saja yang ditimbulkan oleh obat diuretik
3. Mengetahui dan memahami mekanisme kerja diuretik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian
Diuretik merupakan golongan obat yang berfungsi untuk mendorong produksi air seni
(KBBI.web.id). Diuretik merupakan obat-obatan yang dapat meningkatkan laju aliran urin.
Golongan obat ini menghambat penyerapan ion natrium pada bagianbagian tertentu dari
ginjal. Oleh karena itu, terdapat perbedaan tekanan osmotik yang menyebabkan air ikut
tertarik, sehingga produksi urin semakin bertambah (Satyadharma, 2014). Diuretik juga bisa
diartikan sebagai obat-obat yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urin.
Obat-obat ini menghambat transport ion yang menurunkan reabsorpsi Na+ pada bagian-
bagian nefron yang berbeda. Akibatnya Na+ dan ion lain seperti Cl- memasuki urin dalam
jumlah lebih banyak dibandingkan bila keadaan normal bersama-sama air yang mengangkut
secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotik (Pamela dkk., 1995).
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan edema yang berarti
mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali
menjadi normal (Farmakologi dan terapi, 2012).
Faktor yang Mempengaruhi Respon Diuretik Terdapat tiga faktor utama yang
mempengaruhi respon diuretik. Pertama, tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yang
bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium sedikit, akan memberi efek yang lebih kecil bila
dibandingkan dengan diuretik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium banyak.
Kedua, status fisiologi dari organ. Misalnya dekompensasi jantung, sirosis hati, gagal ginjal.
Dalam keadaan ini akan memberikan respon yang berbeda terhadap diuretik. Ketiga, interaksi
antara obat dengan reseptor (Siregar, P., W.P., R. Oesman, R.P. Sidabutar , 2008).
Diuretik menghasilkan peningkatan aliran urin (diuresis) dengan menghambat
reabsorpsi natrium dan air dari tubulus ginjal. Kebanyakan reabsorpsi natrium dan air terjadi
di sepanjang segmen-segmen tubulus ginjal (proksimal, ansa Henle dan distal) (Kee dan
Hayes, 1996).
A. Tubuli proksimal
Garam direabsorpsi secara aktif (70%), antara lain Na+ dan air, begitu pula glukosa
dan ureum. Karena reabsorpsi berlangsung proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah
dan tetap isotonis terhadap plasma. Diuretika osmosis (manitol, sorbitol) bekerja disini
dengan merintangi reabsorpsi air dan natrium (Tjay dan Rahardja, 2002).
B. Lengkungan Henle
Di bagian menaik lengkungan Henle ini, 25 % dari semua Cl- yang telah difiltrasi
direabsorpsi secara aktif, disusul dengan reabsorpsi pasif dari Na+ dan K+, tetapi tanpa air,
hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan (furosemida, bumetamida, etakrinat)
bekerja dengan merintangi transport Cl-, dan demikian reabsorpsi Na+, pengeluaran K+, dan
air diperbanyak (Tjay dan Rahardja, 2002).
C. Tubuli distal
Di bagian pertama segmen ini, Na+ direabsorpsi secara aktif tanpa air hingga filtrat
menjadi lebih cair dan hipotonis. Senyawa thiazida dan klortalidon bekerja di tempat ini
(Tjay dan Rahardja, 2002). Di bagian kedua segmen ini, ion Na+ ditukarkan dengan ion K+
atau, proses ini dikendalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron. Antagonis aldosteron
(spironolakton) dan zat-zat penghemat kalium (amilorida, triamteren) bekerja disini (Tjay dan
Rahardja, 2002).
D. Saluran pengumpul
Hormon antidiuretik vasopresin dari hipofise bekerja di saluran pengumpul dengan
jalan mempengaruhi permeabilitas bagi air dan sel-sel saluran ini (Tjay dan Rahardja, 2002).
2.1.2 Frekuensi Volume Urin Normal
Volume urin tergantung pada jumlah air diekskresikan oleh ginjal. Air adalah
komposisi utama. Oleh karena itu, banyaknya eskresi oleh tubuh tergantung dari hidrasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi volume urin meliputi asupan cairan, kehilangan cairan
yang bukan bersumber dari ginjal, variasi yang tergantung dari antidiuretik hormon (ADH),
dan kebutuhan untuk mengeluarkan jumlah peningkatan zat terlarut seperti glukosa atau
garam. Volume urin normal pada manusia yaitu pada anak-anak volumenya adalah 500-1400
mL / hari, sedangkan pada orang dewasa volumenya adalah 800-2500 mL / hari.
2.1.3 Penggolongan Diuretik
Secara umum dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu penghambat
mekanisme transport elektrolit dalam tubuli ginjal dan diuretik osmosis.
Diuretik Penghambat Mekanisme Transport Elektrolit dalam Tubuli Ginjal. Golongan obat
diuretik ini, digolongkan kedalam beberapa golongan, yaitu:
A. Benzotiazid
Bezotiazid merupakan diuretik turunan tiazida adalah saluretik, yang dapat menekan
absorpsi kembali ion-ion Na+, Cl- dan air. Turunan ini juga meningkatkan ekskresi ion-ion
K+, Mg++ dan HCO3- dan menurunkan eksresi asam urat (Siswandono dan Soekardjo,
2000).
Diuretik turunan tiazida terutama digunakan untuk pengobatan udem pada keadaan
dekompensasi jantung dan sebagai penunjang pada pengobatan hipertensi karena dapat
mengurangi volume darah dan secara langsung menyebabkan relaksasi otot polos arteriola.
Turunan ini dalam sediaan sering dikombinasi dengan obat-obat antihipertensi, seperti
reserpin dan hidralazin, untuk pengobatan hipertensi karena menimbulkan efek potensiasi
(Siswandono dan Soekardjo, 2000).
Diuretik turunan tiazida menimbulkan efek samping hipokalemi, gangguan
keseimbangan elektrolit dan menimbulkan penyakit pirai yang akut (Siswandono dan
Soekardjo, 2000).
Diuretik turunan tiazida mengandung gugus sulfanil sehingga menghambat enzim
karbonik anhidrase. Juga diketahui bahwa efek saluretik terjadi karena adanya pemblokkan
proses pengangkutan aktif ion klorida dan absorpsi kembali ion yang menyertainya pada
lengkungan Henle, dengan mekanisme yang belum jelas kemungkinan karena peran dari
prostaglandin. Turunan tiazida juga menghambat enzim karbonik anhidrase di tubulus distalis
tetapi efeknya relatif lemah. Contohnya adalah Hidroklorotiazid (HCT), bendroflumetiazid
(naturetin), xipamid (diurexan), indapamid (natrilix), klopamid, klortalidon (Siswandono dan
Soekardjo, 2000).
B. Diuretik Kuat
Diuretik kuat mencakup sekelompok diuretic yang efeknya sangat kuat dibandingkan
dengan diuretic lain. Tempat kerja utamanya dibagian epitel tebal lengkung henlebagian
asenden, oleh karena itu golongan obat ini disebut juga sebagai loop diuretic. Obat yang
termasuk dalam golongan ini adalah furosemid, toremid, asam etakrinat, dan bumetanid
(Farmakologi dan terapi, 2012).
Diuretik lengkung Henle merupakan senyawa saluretik yang sangat kuat, aktivitasnya
jauh lebih besar dibanding turunan tiazida dan senyawa saluretik lain. Turunan ini dapat
memblok pengangkutan aktif NaCl pada lengkung Henle sehingga menurunkan absorpsi
kembali NaCl dan meningkatkan ekskresi NaCl lebih dari 25% (Siswandono dan Soekardjo,
2000). Diuretik lengkung Henle menimbulkan efek samping yang cukup serius, seperti
hiperurisemi, hiperglikemi, hipotensi, hipokalemi, hipokloremik alkalosis, kelainan
hematologis dan dehidrasi. Biasanya digunakan untuk pengobatan udem paru yang akut,
udem karena kelainan jantung, ginjal atau hati, udem karena keracunan kehamilan, udem otak
dan untuk pengobatan hipertensi ringan. Untuk pengobatan hipertensi yang sedang dan berat
biasanya dikombinasikan dengan obat antihipertensi (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
C. Diuretik Hemat Kalium
Diuretik hemat kalium adalah senyawa yang mempunyai aktivitas natriuretik ringan
dan dapat menurunkan sekresi ion H+ dan K+. Senyawa tersebut bekerja pada tubulus distalis
dengan cara memblok penukaran ion Na+ dengan ion H+ dan K+, menyebabkan retensi ion
K+ dan meningkatkan sekresi ion Na+ dan air (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Aktivitas
diuretiknya relatif lemah, biasanya diberikan bersama-sama dengan diuretik tiazida.
Kombinasi ini menguntungkan karena dapat mengurangi sekresi ion K+ sehingga
menurunkan terjadinya hipokalemi dan menimbulkan efek aditif. Obat golongan ini
menimbulkan efek samping hiperkalemi, dapat memperberat penyakit diabetes dan pirai,
serta menyebabkan gangguan pada saluran cerna (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
Diuretik hemat kalium bekerja pada saluran pengumpul, dengan mengubah kekuatan
pasif yang mengontrol pergerakan ion-ion, memblok absorpsi kembali ion Na+ dan ekskresi
ion K+ sehingga meningkatkan ekskresi ion Na+ dan Cl dalam urin. Diuretik hemat kalium
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu diuretika dengan efek langsung, contohnya adalah
amilorid dan triamteren, dan diuretika antagonis aldosteron, contohnya adalah spironolakton
(Siswandono dan Soekardjo, 2000).
D. Penghambat Karbonik Anhidrase
Senyawa penghambat karbonik anhidrase adalah saluretik, digunakan secara luas
untuk pengobatan sembab yang ringan dan moderat, sebelum diketemukan diuretik turunan
tiazida. Efek samping yang ditimbulkan golongan ini antara lain adalah gangguan saluran
cerna, menurunnya nafsu makan, parestisia, asidosis sistemik, alkalinisasi urin dan
hipokalemi. Adanya efek asidosis sistemik dan alkalinisasi urin dapat mengubah secara
bermakna perbandingan bentuk terionisasi dan yang tak terionisasi dari obat-obat lain dalam
cairan tubuh, sehingga mempengaruhi pengangkutan, penyimpanan, metabolisme, ekskresi
dan aktivitas obat-obat tersebut (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
Penggunaan diuretik penghambat karbonik anhidrase terbatas karena cepat
menimbulkan toleransi. Sekarang diuretik penghambat karbonik anhidrase lebih banyak
digunakan sebagai obat penunjang pada pengobatan glaukoma, dikombinasikan dengan
miotik, seperti pilokarpin, karena dapat menekan pembentukan aqueus humour dan
menurunkan tekanan dalam mata. Contoh diuretik penghambat karbonik anhidrase adalah
asetazolamid, metazolamid, etokzolamid, diklorfenamid (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
E. Diuretik Osmosis
Diuretik osmosis adalah senyawa yang dapat meningkatkan ekskresi urin dengan
mekanisme kerja berdasarkan perbedaan tekanan osmosa. Diuretik osmosis mempunyai berat
molekul yang rendah, dalam tubuh tidak mengalami metabolisme, secara pasif disaring
melalui kapsula Bowman ginjal, dan tidak dapat direabsorpsi kembali oleh tubulus renalis.
Bila diberikan dalam dosis besar atau larutan pekat akan menarik air dan elektrolit ke tubulus
renalis yang disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan osmosa sehingga terjadi dieresis
(Siswandono dan Sukardjo, 1995).
Diuretik osmotik adalah natriuretik, dapat meningkatkan ekskresi natrium dan air.
Efek samping diuretika osmotik antara lain adalah gangguan keseimbangan elektrolit,
dehidrasi, mata kabur, nyeri kepala dan takikardia. Contoh diuretik osmosis: manitol, gliserin,
isosorbid, dan urea (Siswandono dan Sukardjo, 2000).
2.2 Uraiaan Bahan
A. Aquadest (Ditjen POM, 1979 : 96)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling
RM : H2O
BM : 18,02
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarnadan tidak mempunyai


rasa.
B. Na-CMC (Dirjen POM, 1979 : 401)
Nama Resmi : NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM
Nama Lain : Natrium karboksilmetilselulosa
Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau kuning gadingtidak berbau dan
hampir tidak berbau, higroskopik.
Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, membentuk suspensi koloid, tidak
larut dalam etanol (95%) P, dalam eter P, dalam pelarut organik
lain
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pelarut
C. Furosemid ( Drug Information Handbook, ed 7, 2008)
Nama kimia : 4-Chloro-Nfurfuryl-5-sulphamoylanthranilic acid
Rumus molekul : C12H11CIN2O5S
Berat molekul : 330,7
Rumus struktu :

Pemeriaan : Serbuk kristalin,putih kekuningan, tidak berbau.


Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan diklormetan; sdeikit larut dalam
alkohol; sangat mudah lrut dalam aseton, dan dimetilforamamid,
dan dalam larutan alkali hidroksida, sangat sedikt larut dalam
kloroform.
Indikasi : Sangat efektif pada keadaan udema di otak dan paru-paru yang
akut. Mulai kerjanya pesat, oraldalam 0,5-1 jam bertahan 4-6 jam,
intravena dalam beberapa menit, 2-5 jam lamanya (Tjay, 2010)
Kontraindikasi : Gangguan keseimbangan cairan elektrolit, antaralain hipotensi,
hiponatremia, hipokalemia,hipokalsemia, dan hipomagnesemia
(Gunawan,2012).
Efek samping : Pendengaran bisa mendapat pengaruh buruk,hiperurisemia,
hipovolemia akut, dan deplesikalsium (Harvey, 2013).
Interaksi obat : Penghambat ACE, obat-obat rema, kortikosteroida,aminoglikosida,
antidiabetika oral (Tjay, 2010)
Dosis : Pada udema oral 40-80 mg pagi P.C, jika perlu atau pada
insufisiensi ginjal sampai 250-2000 mg sehari dalam 2-3 dosis
(Tjay, 2010)
Farmakodinamik: Menghambat reabsorpsi elektrolit Na+/K+/2Cl- diansa henle
asendens bagian epitel tebal (Gunawan, 2012).
Farmakokinetik : Loop diuretic diberikan per oral atau parental.Durasi kerja obat-
obat ini relative singkat 2 sampai4 jam. Obat-obat ini disekresikan
di urin (Harvey,2013)
Waktu Paruh : Pada keadaan normal skitar 2 jam, meskipun berkepanjangna pada
neonatus
Eliminase : Selama 2 jam, namun pada penderita populasi khusus seperti pada
gangguan hati ginjal maka eliminasi obat dapat di perpanjang
Durasi : Timbul biasanya 30 menit saat pemberiaan secara oral.
D. Spironolakton ( Drug Information Handbook ed,7, 2008)
Nama : SPIRONOLACTONE
Nama Kimia : 17-hydroxy-7a-mercapto-3-oxol 7a-pregn4-ene-21-carboxylic acid-
y lactone-acetate
Rumus molekul : C24H32O4S
Berat molekul : 416,59
Rumus struktur :

Indikasi : Antagonis aldosteron digunakan secara luas untuk pengobatan


hipertensi dan edema yang refraktan (Gunawan, 2012)
Kontraindikasi : Hiperkalemia, mual, letargi, dan kebibungan (Harvey, 2013)
Efek samping : Spironolakton sering menyebabkan gangguan lambung dan dapat
menyebabkan ulkus peptikum(Harvey, 2013)
Farmakodinamik: Mencegah translokasi kompleks reseptor menjadinucleus pada sel
target, dengan demikian,kompleks ini tidak bisa berikatan dengan
DNA(Harvey, 2013)
Farmakokinetik : Dalam hati zat ini dirombak menjadi metabolitmetabolit aktif,
antara lain kanrenon, yang diekskresikan melalui kemih dan tinja.
Plasma t1/2nya sampai 2 jam, kanrenon 20 jam (Tjay, 2010)
Waktu paruh : Lebih kurang1, 4 jam ( Maron, 2010)
Dosis : Antara 25-200 mg/hari untuk gagal jantung koroner serta 50
dan100mg /hari untuk hipertensi ( Maron, 2010)
Onset : 2-4 jam
Durasi : 2-3 hari
E. Hydrotetratiazid ( Tjay dan Rahardja, 2002)
Nama : Hidroklorotiazid
Rumus molekul : C7H8CIN3O4S2
Berat molekul : -
Rumus struktur :
Indikasi : Edema, hipertensi
Pemeriaan : Serbuk hablur,putih atau hampir putih tidak bernau agak pahit
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, dalam kloroform P dan dalam eter
larut dalam 200 bagian etanol ( 95%)
Efek Smping : Hipotensi pastural dan gangguan saluran cerna yang ringan:
impotensi (reversible bila obat dihentikan )
Kontraindikasi : Hipokalemia yang refraktur hipomatremia, hiperkalsemia,
gangguan ginjal dan hati yang berat : hiperurikimia yang
simtomatik penyakit addison
Interaksi obat : Alkohol, barbiturat atau narkotik: obat-obt anti diabetikoral dan
insulin
Dosis lazim : Edema dosis awal 5-18 mg sehari atau berselang sehari pada pagi
hari
Onset : 1-2 jam
Durasi : 12-24 jam
2.3 Uraian Hewan
Mencit (Musmusculus) (Akbar Budhi, 2010)
Kingdom : Animalia
Phylum : Chlordata
Class : Mammalia
Ordo : Rodenita
Family : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Musmusculus
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum
3.1.1 Waktu Praktikum
Praktikum Farmakologi 2 Diuretik hari Kamis, tanggal 02 April 2020 pukul 15.00 –
18.00 WITA.
3.1.2 Tempat Praktikum
Tempat pelaksanaan Praktikum Farmakologi 2 Diuretik bertempat di Laboratorium
Farmakologi dan Toksikologi Kampus 1, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan,
Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Batang pengaduk, Beaker, Gelas ukur, Hot plate, Kandang Urinasi, Mixer, Spoit 1 ml,
Spoit oral, dan Timbangan berat badan
3.2.2 Bahan
Alkohol 70%, Aqua destilat,Kertas Saring, Na CMC, Tablet Furosemid, Tablet
Hidroklortiazid dan Tablet Spironolakton
3.3 Cara Kerja
1. Digunakan mencit jantan sebanyak 12 ekor
2. Ditimbang berat badan tiap mencit lalu catat
3. Dibagi Mencit dalam 4 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor
mencit.
4. Diberikan Masing-masing perlakukan dimana kelompok I adalah kontrol, diberikan
Na.CMC1%, kelompok 2 diberikan suspensi HCT, kelompok 3, diberikan suspensi
Spironolakton, Kelompok 4, diberikan suspensi Furosemid. Pemberian dilakukan
secara intrapritoneal (ip) atau secara oral dengan volume pemberian 0,2 ml/30 g BB
mencit
5. Ditempatkan mencit dalam kandang khusus yang memilki penampungan urin
6. Ditampung urine mencit selama 2 jam, dengan pencatatan volume urine dilakukan
tiap 30 menit.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
Kelompok BB Waktu Volume urin

Na-cmc 22 gram 15 menit 0,05 ml


(kontrol) 30 menit 0,5 ml
Furosemid 27 gram 15 menit 0,31 ml
30 menit 0,23 ml
Hct 29 gram 15 menit -
30 menit 0,45 ml
Spironolakton 28 gram 15 menit 0,15 ml
30 menit 0,45 ml
4.2 PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan mengenai diuretik, dimana
diuretik dapat didefinisikan merupakan zat yang dapat meningkatkan pengeluaran urin.
Mekanisme kerja diuretik dengan meningkatkan laju ekskresi urin dan laju ekskresi na+ yang
umumnya ditujukan untuk mengurangi volume cairan ekstraseluler dengan mengurangi
kandungan total nacl dalam tubuh (Goodman and gilman 2008).
Adapun tujuan praktikum kali ini yaitu Untuk menganalisis efek diuretik pada mencit
dengan melihat dan mengamati serta menentukan jumlah volume dan, frekuensi urin pada
hewan uji mencit (mus musculus) setelah pemberian obat diuretic. Obat diuretik ini memiliki
fungsi menurunkan hipertensi, menurut (Dipiro, dkk, 2011).
Hipertensi adalah penyakit yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah
secara menetap. Menurut (Nafrialdi,2009) fungsi utama diuretik adalah unutuk memobilisasi
cairan edema, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume
ekstrasel kembali menjadi normal. Pada praktikum kali ini mencit dikelompokkan menjadi 4
kelompok yaitu Na-cmc sebagai kontrol, furosemid, hct, dan spironolakton. Langkah pertama
yang harus kita lakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan kita gunakan pada saat
praktikum, selanjutnya membersihkan semua alat yang akan digunakan menggunakan
alkohol 70% dapat digunakan sebagai bahan dekontaminasi alat sebelum digunakan, karena
alat yang sudah digunakan telah terkontaminasi oleh bakteri pencegehan bakteri perlu
dilakukan guna menghambat pertumbuhan bakteri yang mempel pada alat (Favero, dan
rutala dalam tietjen, dkk, 2004). Setelah itu kita membuat larutan kontrol dan obat yang akan
di berikan kemencit.
Pertama menyiapkan larutan kontrol terlebih dahulu disini kami menggunaka Na-cmc
1%. Menurut (Ichem, 2002) Na-cmc merupakan zat dengan warna putih atau sedikit
kekuningan,tidak berbau dan tidak berasa, membentuk granula yang halus atau bubuk yang
bersifat higroskopis. Adapun tujuan dari pemberian larutan kontrol Na-cmc yaitu sebagai
pembanding. Langkah pertama yang harus kita lakukan dalam membuat larutan kontrol yaitu
memanaskan kurang lebih 200 ml air hingga mendidih. Setalah itu menimbang Na-cmc 1
gram setelah ditimbang maka langkah selanjutnya yaitu memasukan Na-cmc kedalam beaker
gelas 300 ml lalu tambahkan 50 ml air panas Menurut (anonymous, 2004) tujuan pensmbahan
air panas pada Na-cmc yaitu dapat terjadi pengurangan viskositas yang bersifat dapat balik
(reversible) viskositas Na-cmc dipengaruhi oleh ph larutan jika ph terlalu rendah maka akan
mengendap. Setelah itu Aduk campuran tersebut dengan mixer hingga homogen, yang
ditandai dengan tidak nampaknya lagi serbuk berwarna putih dan campuran berupa seperti
gel. Lalu langkah terakhir yaitu menambahka air panas sedikit demi sedikit sambil diaduk
hingga volume larutan tersebut menjadi 100 ml, lalu dinginkan.
Setelah membuat larutan kontrol langkah selanjutnya kami menyiapkan
hidroklorotiazid obat ini adalah salah satu cntoh obat dari golongan tiazid. Langkah pertama
yang harus kita lakuan yaitu mengambil 2 tablet hidroklortiazid lalu gerus hingga halus,
selanjutnya memasukkan serbuk hidroklortiazid yang sudah halus kedalam erlenmeyer 100
ml lalu Tambahkan sekitar 50 ml larutan na.cmc 1%, setelah itu kocok hingga homogen agar
obat hidrokloritiazid dapat bercampur sempurna dengan Na-cmc 1% yang telah kita buat
sebelumnya, tujuan Na-cmc ini yaitu digunakan sebagai pembanding. Lalu setelah itu
mencukupkan volumenya hingga 100 ml dengan larutan na.cmc 1%.
Langkah ketiga yaitu membuat spironolakton obat ini termasuk diuretik lemah
langkah awal yang harus dilakukan yaitu mengambil 2 tablet Spironolakton lalu gerus hingga
halus, lalu memasukkan serbuk Spironolakton yang sudah halus kedalam erlenmeyer 100 ml
setelah itu Tambahkan sekitar 50 ml larutan Na.CMC 1%, kocok hingga homogen, tujuan
pengocokan hingga homogen agar Na-cmc dan spironolakton dapat bercampur dengan
sempurna dan tujuan dicampurkannya dengan Na-cmc yaitu sebgai pembanding. Lalu
mencukupkan volumenya hingga 100 ml dengan larutan Na.CMC 1%.
Langkah keempat kami menyiapkan furosemid yang merupakan contoh obat diuretik
loop yaitu golongan obat yang paling kuat dibandingkan dengan obat obat diuretik yang
lainnya. Untuk membuat furosemid langkah pertama yang harus kita lakukan yaitu
mengambil 1 tablet Furosemid, alasan hanya menggunakan 1 tablet dibanding dengan obat-
obat yang lainnya adalah karena obat ini termasuk golongan obat yang paling kuat diantara
golongan diuretik yang lainnya yaitu termasuk dalam golongan obat diuretik loop. Setelah itu
kemudian obat furosemid digerus hingga halus, lalu Masukkan serbuk Furosemid yang sudah
halus kedalam erlenmeyer 100 ml setelah itu Tambahkan sekitar 50 ml larutan Na.CMC 1%,
kocok hingga homogeny tujuan pengocokan agar furosemid dan Na-cmc dapat bercampur
secara homogen, Lalu mencukupkan volumenya hingga 100 ml dengan larutan Na.CMC 1%
Setelah disiapkannya Na-cmc dan 3 obat lainnya langkah selanjutnya yaitu perlakuan
terhadap hewan coba mencit yang kami gunakan yaitu 4 ekor yang terbagi menjadi 4
kelompok. Pada praktikum kali ini kami melihat serta menghitung banyaknya urine pada
masing-masing kelompok. Untuk langkah pertama dalam perlakuan hewan coba ini yaitu
menyiapkan mencit jantan sebanyak 4 ekor lalu menimbangnya serta dicatat berat badan dari
keempat mencit yang akan dilakukan percobaan, Mencit kemudian dibagi dalam 4 kelompok
yang masing-masing kelompok terdiri dari 1 ekor mencit. Kemudian masing-masing
kelompok diberikan perlakukan dimana kelompok I adalah control mencit yang digunakan
memiliki berat badan 22 gram, diberikan Na.CMC1%, kelompok 2 diberikan suspensi HCT
berat badan mencit yang digunakan pada kelompok 2 yaitu 27 gram, kelompok 3, diberikan
suspensi Spironolakton, berat badan mencit yang digunakan untuk kelompok 3 yaitu 29
gram, Kelompok 4, diberikan suspensi Furosemid dengan menggunakan mencit dengan berat
badam 28 gram. Pemberian dilakukan secara intrapritoneal (ip) atau secara oral dengan
volume pemberian 0,2 ml/30 g BB mencit. Mencit kemudian ditempatkan dalam kandang
khusus yang memilki penampungan urin, Urine mencit ditampung selama 15-30 menit,
dengan pencatatan volume urine dilakukan tiap 15-30 menit.
Untuk hasil yang kami dapatkan pada praktikum kali ini yaitu mencit kelompok 1
dengan pemberian Na-cmc yang memiliki berat badan 22 gram pada menit ke 15 volume
urinnya 0,05 ml dan 30 menit volume urinnya 0,5 ml, untuk mencit kelompok 2 dengan
berat badan 27 gram pada pemberian furosemid pada menit ke 15 volume urinnya 0,31 ml
dan pada menit ke 30 volume urinnya 0,25 ml, pada mencit kelompok 3 dengan pemberian
hct mencit memiliki berat badan 29 gram pada menit ke 15 volume urinnya 0 atau dengan
kata lain mencit tidak megeluarkan urine selama 15 menit dan pada menit ke 30 volume
urinnya 0,45 gram dan pada mencit kelompok 4 dengan pemberian spironolakton mencit
yang digunakan memiliki berat badan 28 gram pada menit ke 15 volume urinnya 0,15 ml dan
pada 30 menit volume urinnya 0,45 ml.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa furosemid memiliki penurunan jumlah urin
dari menit ke 15 sampai menit ke 30 tetapi furosemid adalah golongan obat diuretik yang
paling kuat diantara golongan diuretik yang lainnya dikarenakan pada saat perlakuan kami
menggunakan rute oral dan intraperitonial menurut (felker et al, 2009) secara umum
penggunaan IV kontinyu dilaporkan menghasilkan output urin yang lebih besar, mengurangi
lama tinggal dirumah sakit, dan menurunkan penurunan angka kematian. Hct pada menit ke
15 mencit tidak mengeluarkan urine sedangkan pada menit ke 30 mencit mengeluarkan urin
dengan volume 0,45 ml hal tersebut menunjukan bahwa hct bekerja pada menit ke 30.
Terakhir untuk spironolakton yaitu contoh obat dengan golongan diuretik yang paling rendah
ada kenaikan 0,30 ml pada waktu menit ke15 sampai menit ke 30.
Adapun kemungkinan kesalahan yang terjadi yaitu kurangnya ketelitian dalam
membersihkan alat-alat sehingga bahan yang digunakan terkontaminasi, adanya kesalahan
dalam menimbang serta menentukan dosis pemberian obat dan salah melakukan perlakuan
kepada mencit sehingga mencit merasa tersiksa.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Diuretika adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis)
melalui kerja langsung terhadap ginjal
2. Efek utama dari obat efek diuretik ialah meningkatkan volume urin yang diproduksi
serta meningkatkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dan air
3. Mekanisme kerja obat diuretic yaitu menghambat reabsorpsi elektrolit Na+ pada
bagian-bagian nefron yang berbeda, akibatnya Na+ dan ion lain seperti Cl- memasuki
urin dalam jumlah yang banyak dibandingkan bila dalam keadaan normal bersama-
sama air, yang mengangkkut secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan
osmotik sehingga meningkatkan volume urin
5.2 Saran
1. Saran Asisten
Asisten lebih memperhatikan praktikan pada saat melakukan praktikum, terutama
saat melakukan setiap perlakuan pada suatu percobaan saat praktikum berlangsung.
2. Saran untuk laboratorium
Lebih meningkatkan sarana dan pra sarana dalam laboratorium untuk
memperlancar jalannya praktikum.
3. Saran untuk praktikan
Diharapkan agar praktikan lebih meningkatkan kinerrjanya sehingga dapat
memahami serta melakukan dengan baik praktikum yang akan dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA

Dipiro, J. T., Dipiro, C.V., Wells, B.G., & Scwinghammer, T.L. 20011. Pharmacoteraphy
Handbook Seventh Edition. USA : McGraw-Hill Company

Felker GM, Hasselbach V, Hernandez AF, O’connor CM, Durham. Biomarker-guided


therapy in chronic heart failure: A meta-analysis of randomized controlled trials.
American Heart Journal. 2009;158:422-28.

Goodman and Gilman. 2008. Manual Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC

Nafrialdi. 2009. Antihipertensi. Sulistia Gan Gunawan (ed). Farmakologi dan Terapi, Edisi
5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Tietjen, L., Bossemeyer, D., McIntosh, N. 2004. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas
Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas, Cetakan 2. Jakarta : Penerbit
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Winarno, F.G.(1995). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka.


LAMPIRAN
Lampiran 1
DIAGRAM ALIR

Diuretik

- Digunakan mencit jantan sebanyak 12 ekor


- Ditimbang berat badan tiap mencit lalu catat
- Dibagi Mencit dalam 4 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari
3 ekor mencit.
- Diberikan Masing-masing perlakukan dimana kelompok I adalah kontrol,
diberikan Na.CMC1%, kelompok 2 diberikan suspensi HCT, kelompok 3,
diberikan suspensi Spironolakton, Kelompok 4, diberikan suspensi
Furosemid. Pemberian dilakukan secara intrapritoneal (ip) atau secara oral
dengan volume pemberian 0,2 ml/30 g BB mencit
- Ditempatkan mencit dalam kandang khusus yang memilki penampungan urin
- Ditampung urine mencit selama 2 jam, dengan pencatatan volume urine
dilakukan tiap 30 menit.

Hasil
Lampiran 2
LITERATUR

Anda mungkin juga menyukai