“DIURETIK”
LAPORAN PRAKTIKUM
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mata Kuliah Farmakologi 2 Jurusan
Farmasi Fakultas Olahraga dan Kesehatan
Oleh
1. Amelia Rahma Hamzah (821318007)
2. Sri Ameliani Kamanga (821318014)
3. Gustin Anas (821318023)
4. Miya Permatasari Sunardi (821318029)
5. Divia Handayani Mudjidu (821318082)
6. Sukmawati Hi. Djaim (821318073)
Kelompok IV
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..........................................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................
1.3 Manfaat .............................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................
2.1 Dasar Teori........................................................................................................
2.2 Uraian Bahan ....................................................................................................
2.3 Uraian Hewan ...................................................................................................
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan ..................................................................................................
3.2 Cara Kerja .........................................................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................
4.1 Hasil ..................................................................................................................
4.2 Pembahasan.......................................................................................................
BAB V PENUTUP........................................................................................................
5.1 Kesimpulan .......................................................................................................
5.2 Saran
LAMPIRAN..........................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam mempertahankan homeostatis, ekskresi air dan elektrolit pada asupan harus
melebihi ekskresi karena sebagian dari jumlah air dan elektrolit tersebut akan diikat dalam
tubuh. Jika asupan kurang dari ekskresi maka jumlah zat dalam tubuh akan berkurang.
Kapasitas ginjal untuk mengubah ekskresi natrium sebagai respont terhadap perubahan
asupan natrium akan sangat besar. Hal ini sesuai untuk air dan kebanyakan elektrolit lainnya
seperti klorida, kalium, kalsium, hidrogen, magnesium, dan fosfat.
Pada abad ke-16, Obat-obat diuretik telah diperkenalkan oleh Paracelsus sebagai
terapi edema. Kemudian pada tahun 1930, Swartz menemukan bahwa sulfanilamide
(antimikrobial) dapat mengobati pasien gagal jantung, yaitu dengan meningkatkan ekskresi
dari Na+. Sejak diketahui bahwa obat-obat antimikroba seperti sulfanilamide memiliki efek
samping terhadap perubahan komposisi dan jumlah ekskresi urin, dilakukan berbagai
penelitian terhadap obat-obat diuretik kembali.
Obat-obatan yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urine disebut
Diuretik. Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorbsi
Na+ dan ion lain seperti Cl+ memasuki urine dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dalam
keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan
keseimbangan osmotic. Perubahan Osmotik dimana dalam tubulus menjadi menjadi
meningkat karena Natrium lebih banyak dalam urine, dan mengikat air lebih banyak didalam
tubulus ginjal. Dan produksi urine menjadi lebih banyak. Dengan demikian diuretic
meningkatkan volume urine dan sering mengubah PH-nya serta komposisi ion didalam urine
dan darah.
Diuretik adalah obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan ekskresi air dan
natrium klorida. Secara normal, reabsobsi garam dan air dikendalikan masing–masing oleh
aldosteron vasopiesin (hormon anti diuretik, ADH). Sebagian basar diuretik bekerja dengan
menurukan reabsorbsi elektrolit oleh tubulus. Ekskresi elektolit yang meningkat diikuti oleh
peningkatan ekskresi air, yang penting untuk mempertahankan keseimbangan osmotik.
Diuretik digunakan untuk mengurangi udema pada gagal jantung kongesif, beberapa penyakit
ginjal, dan sirosis hepatis.
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang berarti mengubah
keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel menjadi
normal.Obat-obatan yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urine disebut
Diuretik. Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorbsi
Na+ dan ion lain seperti Cl+ memasuki urine dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dalam
keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan
keseimbangan osmotic. Perubahan Osmotik dimana dalam tubulus menjadi meningkat karena
Natrium lebih banyak dalam urine, dan mengikat air lebih banyak didalam tubulus ginjal.
Dan produksi urine menjadi lebih banyak. Dengan demikian diuretic meningkatkan volume
urine dan sering mengubah PH-nya serta komposisi ion didalam urine dan darah.
Diuretik dalam kehidupan sehari contohnya pada obat furosemide, spironolakton,
dimana obat furosemide dan spironolakton adalah obat-obat yang digunakan untuk diuretic
yang fungsinya dalam mengurangi tekanan darah dan mengeluarkan urine yang terdapat di
dalam tubuh. Adapun pentingnya mempelajari diuretik bagi seorang farmasis yaitu bisa
memahami dan mengetahui hal apa yang bisa menyebabkan terjadinya diuresis, sekaligus
mengetahui obat-obat yang termasuk dalam golongan diuretik, dan mengetahui patofisiologi
dari diuretik.
1.2 Rumusan Masalah
1. Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan diuretik
2. Dapat mengetahui efek yang ditimbulkan oleh obat diuretik
3. Dapat mengetahui dan memahami mekanisme kerja diuretic
1.3 Manfaat
1. Mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan diuretik
2. Mengetahui dan memahami efek apa saja yang ditimbulkan oleh obat diuretik
3. Mengetahui dan memahami mekanisme kerja diuretik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian
Diuretik merupakan golongan obat yang berfungsi untuk mendorong produksi air seni
(KBBI.web.id). Diuretik merupakan obat-obatan yang dapat meningkatkan laju aliran urin.
Golongan obat ini menghambat penyerapan ion natrium pada bagianbagian tertentu dari
ginjal. Oleh karena itu, terdapat perbedaan tekanan osmotik yang menyebabkan air ikut
tertarik, sehingga produksi urin semakin bertambah (Satyadharma, 2014). Diuretik juga bisa
diartikan sebagai obat-obat yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urin.
Obat-obat ini menghambat transport ion yang menurunkan reabsorpsi Na+ pada bagian-
bagian nefron yang berbeda. Akibatnya Na+ dan ion lain seperti Cl- memasuki urin dalam
jumlah lebih banyak dibandingkan bila keadaan normal bersama-sama air yang mengangkut
secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotik (Pamela dkk., 1995).
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan edema yang berarti
mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali
menjadi normal (Farmakologi dan terapi, 2012).
Faktor yang Mempengaruhi Respon Diuretik Terdapat tiga faktor utama yang
mempengaruhi respon diuretik. Pertama, tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yang
bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium sedikit, akan memberi efek yang lebih kecil bila
dibandingkan dengan diuretik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium banyak.
Kedua, status fisiologi dari organ. Misalnya dekompensasi jantung, sirosis hati, gagal ginjal.
Dalam keadaan ini akan memberikan respon yang berbeda terhadap diuretik. Ketiga, interaksi
antara obat dengan reseptor (Siregar, P., W.P., R. Oesman, R.P. Sidabutar , 2008).
Diuretik menghasilkan peningkatan aliran urin (diuresis) dengan menghambat
reabsorpsi natrium dan air dari tubulus ginjal. Kebanyakan reabsorpsi natrium dan air terjadi
di sepanjang segmen-segmen tubulus ginjal (proksimal, ansa Henle dan distal) (Kee dan
Hayes, 1996).
A. Tubuli proksimal
Garam direabsorpsi secara aktif (70%), antara lain Na+ dan air, begitu pula glukosa
dan ureum. Karena reabsorpsi berlangsung proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah
dan tetap isotonis terhadap plasma. Diuretika osmosis (manitol, sorbitol) bekerja disini
dengan merintangi reabsorpsi air dan natrium (Tjay dan Rahardja, 2002).
B. Lengkungan Henle
Di bagian menaik lengkungan Henle ini, 25 % dari semua Cl- yang telah difiltrasi
direabsorpsi secara aktif, disusul dengan reabsorpsi pasif dari Na+ dan K+, tetapi tanpa air,
hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan (furosemida, bumetamida, etakrinat)
bekerja dengan merintangi transport Cl-, dan demikian reabsorpsi Na+, pengeluaran K+, dan
air diperbanyak (Tjay dan Rahardja, 2002).
C. Tubuli distal
Di bagian pertama segmen ini, Na+ direabsorpsi secara aktif tanpa air hingga filtrat
menjadi lebih cair dan hipotonis. Senyawa thiazida dan klortalidon bekerja di tempat ini
(Tjay dan Rahardja, 2002). Di bagian kedua segmen ini, ion Na+ ditukarkan dengan ion K+
atau, proses ini dikendalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron. Antagonis aldosteron
(spironolakton) dan zat-zat penghemat kalium (amilorida, triamteren) bekerja disini (Tjay dan
Rahardja, 2002).
D. Saluran pengumpul
Hormon antidiuretik vasopresin dari hipofise bekerja di saluran pengumpul dengan
jalan mempengaruhi permeabilitas bagi air dan sel-sel saluran ini (Tjay dan Rahardja, 2002).
2.1.2 Frekuensi Volume Urin Normal
Volume urin tergantung pada jumlah air diekskresikan oleh ginjal. Air adalah
komposisi utama. Oleh karena itu, banyaknya eskresi oleh tubuh tergantung dari hidrasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi volume urin meliputi asupan cairan, kehilangan cairan
yang bukan bersumber dari ginjal, variasi yang tergantung dari antidiuretik hormon (ADH),
dan kebutuhan untuk mengeluarkan jumlah peningkatan zat terlarut seperti glukosa atau
garam. Volume urin normal pada manusia yaitu pada anak-anak volumenya adalah 500-1400
mL / hari, sedangkan pada orang dewasa volumenya adalah 800-2500 mL / hari.
2.1.3 Penggolongan Diuretik
Secara umum dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu penghambat
mekanisme transport elektrolit dalam tubuli ginjal dan diuretik osmosis.
Diuretik Penghambat Mekanisme Transport Elektrolit dalam Tubuli Ginjal. Golongan obat
diuretik ini, digolongkan kedalam beberapa golongan, yaitu:
A. Benzotiazid
Bezotiazid merupakan diuretik turunan tiazida adalah saluretik, yang dapat menekan
absorpsi kembali ion-ion Na+, Cl- dan air. Turunan ini juga meningkatkan ekskresi ion-ion
K+, Mg++ dan HCO3- dan menurunkan eksresi asam urat (Siswandono dan Soekardjo,
2000).
Diuretik turunan tiazida terutama digunakan untuk pengobatan udem pada keadaan
dekompensasi jantung dan sebagai penunjang pada pengobatan hipertensi karena dapat
mengurangi volume darah dan secara langsung menyebabkan relaksasi otot polos arteriola.
Turunan ini dalam sediaan sering dikombinasi dengan obat-obat antihipertensi, seperti
reserpin dan hidralazin, untuk pengobatan hipertensi karena menimbulkan efek potensiasi
(Siswandono dan Soekardjo, 2000).
Diuretik turunan tiazida menimbulkan efek samping hipokalemi, gangguan
keseimbangan elektrolit dan menimbulkan penyakit pirai yang akut (Siswandono dan
Soekardjo, 2000).
Diuretik turunan tiazida mengandung gugus sulfanil sehingga menghambat enzim
karbonik anhidrase. Juga diketahui bahwa efek saluretik terjadi karena adanya pemblokkan
proses pengangkutan aktif ion klorida dan absorpsi kembali ion yang menyertainya pada
lengkungan Henle, dengan mekanisme yang belum jelas kemungkinan karena peran dari
prostaglandin. Turunan tiazida juga menghambat enzim karbonik anhidrase di tubulus distalis
tetapi efeknya relatif lemah. Contohnya adalah Hidroklorotiazid (HCT), bendroflumetiazid
(naturetin), xipamid (diurexan), indapamid (natrilix), klopamid, klortalidon (Siswandono dan
Soekardjo, 2000).
B. Diuretik Kuat
Diuretik kuat mencakup sekelompok diuretic yang efeknya sangat kuat dibandingkan
dengan diuretic lain. Tempat kerja utamanya dibagian epitel tebal lengkung henlebagian
asenden, oleh karena itu golongan obat ini disebut juga sebagai loop diuretic. Obat yang
termasuk dalam golongan ini adalah furosemid, toremid, asam etakrinat, dan bumetanid
(Farmakologi dan terapi, 2012).
Diuretik lengkung Henle merupakan senyawa saluretik yang sangat kuat, aktivitasnya
jauh lebih besar dibanding turunan tiazida dan senyawa saluretik lain. Turunan ini dapat
memblok pengangkutan aktif NaCl pada lengkung Henle sehingga menurunkan absorpsi
kembali NaCl dan meningkatkan ekskresi NaCl lebih dari 25% (Siswandono dan Soekardjo,
2000). Diuretik lengkung Henle menimbulkan efek samping yang cukup serius, seperti
hiperurisemi, hiperglikemi, hipotensi, hipokalemi, hipokloremik alkalosis, kelainan
hematologis dan dehidrasi. Biasanya digunakan untuk pengobatan udem paru yang akut,
udem karena kelainan jantung, ginjal atau hati, udem karena keracunan kehamilan, udem otak
dan untuk pengobatan hipertensi ringan. Untuk pengobatan hipertensi yang sedang dan berat
biasanya dikombinasikan dengan obat antihipertensi (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
C. Diuretik Hemat Kalium
Diuretik hemat kalium adalah senyawa yang mempunyai aktivitas natriuretik ringan
dan dapat menurunkan sekresi ion H+ dan K+. Senyawa tersebut bekerja pada tubulus distalis
dengan cara memblok penukaran ion Na+ dengan ion H+ dan K+, menyebabkan retensi ion
K+ dan meningkatkan sekresi ion Na+ dan air (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Aktivitas
diuretiknya relatif lemah, biasanya diberikan bersama-sama dengan diuretik tiazida.
Kombinasi ini menguntungkan karena dapat mengurangi sekresi ion K+ sehingga
menurunkan terjadinya hipokalemi dan menimbulkan efek aditif. Obat golongan ini
menimbulkan efek samping hiperkalemi, dapat memperberat penyakit diabetes dan pirai,
serta menyebabkan gangguan pada saluran cerna (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
Diuretik hemat kalium bekerja pada saluran pengumpul, dengan mengubah kekuatan
pasif yang mengontrol pergerakan ion-ion, memblok absorpsi kembali ion Na+ dan ekskresi
ion K+ sehingga meningkatkan ekskresi ion Na+ dan Cl dalam urin. Diuretik hemat kalium
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu diuretika dengan efek langsung, contohnya adalah
amilorid dan triamteren, dan diuretika antagonis aldosteron, contohnya adalah spironolakton
(Siswandono dan Soekardjo, 2000).
D. Penghambat Karbonik Anhidrase
Senyawa penghambat karbonik anhidrase adalah saluretik, digunakan secara luas
untuk pengobatan sembab yang ringan dan moderat, sebelum diketemukan diuretik turunan
tiazida. Efek samping yang ditimbulkan golongan ini antara lain adalah gangguan saluran
cerna, menurunnya nafsu makan, parestisia, asidosis sistemik, alkalinisasi urin dan
hipokalemi. Adanya efek asidosis sistemik dan alkalinisasi urin dapat mengubah secara
bermakna perbandingan bentuk terionisasi dan yang tak terionisasi dari obat-obat lain dalam
cairan tubuh, sehingga mempengaruhi pengangkutan, penyimpanan, metabolisme, ekskresi
dan aktivitas obat-obat tersebut (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
Penggunaan diuretik penghambat karbonik anhidrase terbatas karena cepat
menimbulkan toleransi. Sekarang diuretik penghambat karbonik anhidrase lebih banyak
digunakan sebagai obat penunjang pada pengobatan glaukoma, dikombinasikan dengan
miotik, seperti pilokarpin, karena dapat menekan pembentukan aqueus humour dan
menurunkan tekanan dalam mata. Contoh diuretik penghambat karbonik anhidrase adalah
asetazolamid, metazolamid, etokzolamid, diklorfenamid (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
E. Diuretik Osmosis
Diuretik osmosis adalah senyawa yang dapat meningkatkan ekskresi urin dengan
mekanisme kerja berdasarkan perbedaan tekanan osmosa. Diuretik osmosis mempunyai berat
molekul yang rendah, dalam tubuh tidak mengalami metabolisme, secara pasif disaring
melalui kapsula Bowman ginjal, dan tidak dapat direabsorpsi kembali oleh tubulus renalis.
Bila diberikan dalam dosis besar atau larutan pekat akan menarik air dan elektrolit ke tubulus
renalis yang disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan osmosa sehingga terjadi dieresis
(Siswandono dan Sukardjo, 1995).
Diuretik osmotik adalah natriuretik, dapat meningkatkan ekskresi natrium dan air.
Efek samping diuretika osmotik antara lain adalah gangguan keseimbangan elektrolit,
dehidrasi, mata kabur, nyeri kepala dan takikardia. Contoh diuretik osmosis: manitol, gliserin,
isosorbid, dan urea (Siswandono dan Sukardjo, 2000).
2.2 Uraiaan Bahan
A. Aquadest (Ditjen POM, 1979 : 96)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling
RM : H2O
BM : 18,02
Rumus struktur :
Dipiro, J. T., Dipiro, C.V., Wells, B.G., & Scwinghammer, T.L. 20011. Pharmacoteraphy
Handbook Seventh Edition. USA : McGraw-Hill Company
Goodman and Gilman. 2008. Manual Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC
Nafrialdi. 2009. Antihipertensi. Sulistia Gan Gunawan (ed). Farmakologi dan Terapi, Edisi
5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Tietjen, L., Bossemeyer, D., McIntosh, N. 2004. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas
Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas, Cetakan 2. Jakarta : Penerbit
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Diuretik
Hasil
Lampiran 2
LITERATUR