Anda di halaman 1dari 5

1. Bagaimana terapi dari hiperemesis gravidarium?

(SITI NIRMALA PANO)


JAWABAN (YULAN SULEMAN)
Secara keseluruhan penatalaksanaan untuk hiperemesis gravidarum harus tergantung
padaangka kesakitan yang dirasakan ibu, pengaruh yang kuat pada kualitas kehidupan
seorangwanita dan aman bagi bayi. Penatalaksanaan dimulai dari perubahan pola makan dan
pola hidup sampai penggunaan supplement vitamin, terapi antiemetic, sampai pada hospitalisasi.
Penatalaksaan umum dimulai dari intervensi nonfarmakologi, terapi obat-obatan diperlukan jika
mual dan muntah tidak dapat diatasi. Pertimbangan yang ada yaitu dengan pendekatan terapi
nonfarmakologi dan terapi farmakologi, petugas kesehatan harus mengerti bahwa
penatalaksanaan yang adekuat dengan menggabungkan terapi nonfarmakologi dan terapi
farmakologi ( Smith, et al., 2006).
Menurut Tim medikal mini notes (2019), hiperemesis gravidarium adalahsuatu kondisi
yang lebih serius, keadaan ini membutuhkan cairan infus dan penggantian elektrolit serta suport
nutrisi.
2. Mengapa harus menghindari makan 1-2 jam sebelum dan sesudah kemoterapi ? (Muzdalifah
Mohammad )
JAWABAN (WANDA GITA VAN GOBEL)
Menurut Menurut DR dr Noorwati Sutandyo S SpD KHOM.Makanan melewati perut dan
usus kecil dalam waktu 6-8 jam, sehingga pasien harus menghindari makan 1-2 jam sesudah dan
sebelum kemoterapi untuk menghindari pengeluaran makanan dari isi lambung karena makanan
belum termetabolisme sempurna.
3. Apa Hubungan Mual Muntah dengan Rokok (Saraswati Abd. Rahman)
JAWABAN
Dalam kasus tersebut pasien memiliki kebiasaan merokok yang dapat memicu terjadinya
kanker pada bagian esofagus. Hubungan rokok sebenarnya berdampak pada kesehatan pasien
yang terkena kanker yang akan di kemoterapi yang memiliki efek samping mual dan muntah.
Dalam rokok terdapat tar yang memiliki senyawa polinuklin hidrokarbon aromatik yang bersifat
karsinogenik. Tar dapat merusak sel paru karena dapat lengket dan menempel pada jalan napas
dan paru-paru sehingga mengakibatkan terjadinya kanker. Rokok dapat menyebabkan mutase
genetic pada p53. P53 merupakan gen supresor tumor yang memainkan peran penting dalam
menghambat terjadinya tumor, mutasi pada p53 menyebabkan struktur p53 (tumor protein 53)
akan mengalami perubahan, perubahan tersebut akan mempengaruhi fungsinya dalam
menghambat terbentuknya tumor ( Smith, et al., 2006).
4. Mengapa pada terapi non farmakologi mual muntah perlu dihindari makanan yang
berbau,berminyak dan berlemak, pedas, terlalu manis dan panas ? (Abdul Wahid Ibrahim)
JAWABAN (RIKA AMALIA, SITI ALFANDA MAKMUR)
Makanan pedas dapat merangsang lapisan lambung untuk menghasilkan lendir lebih
banyak sebagai bentuk perlindungan terhadap rangsang iritatif. Produksi berlebihan lendir
menyebabkan peningkatan volume / isi cairan lambung sehingga seringkali menyebabkan rasa
mual (sampai muntah) pada orang yang sensitif.
Sedangkan untuk makanan dengan aroma menyengat, ketika terhirup otak akan menerima
itu sebagai sinyal berbahaya, kemudian memerintahkan tubuh untuk bersiaga dan muncullah rasa
mual. Makanan yang masih dalam keadaan panas perlu dihindari juga karena makanan yang
dalam keadaan panas memiliki aroma yang lebih kuat dan dapat memicu rasa mual.
Lemak pada makanan berminyak akan dicerna lebih lambat karena mereka harus dipecah
dahulu menjadi partikel yang lebih kecil sebelum mereka dapat memasuki usus kecil. Hal ini
akan membutuhkan waktu lebih lama bagi lemak untuk bisa dicerna, dan akhirnya akan
mengendap sekian lama, menyebabkan penumpukan di perut serta gangguan pencernaan lainnya
seperti mual hingga muntah.
Menurut pakar kesehatan, lambung yang mendapatkan asupan gula terlalu banyak, maka
rasa mual pun akan muncul. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan pemanis buatan pada
makanan manis yang kita konsumsi. Terdapat 2 jenis gula yang biasa kita konsumsi, yakni gula
alami yang bisa didapatkan dari buah-buahan dan gula olahan. Gula olahan bisa berupa sukrosa
atau sirup jagung yang tinggi kandungan fruktosa. Kandungan inilah yang membuat perut bisa
menjadi tidak nyaman atau bahkan mengalami mual-mual jika dikonsumsi dengan berlebihan.
5. Apakah dipasaran terdapat dosis dexamethasone 12 mg? (Ibu endah)
JAWABAN (Fujiana Abd. Karim)
Untuk pencegahan CINV akut, dosis dexamethason yang direkomendasikan adalah 20 mg
(12 mg ketika diberikan bersama dengan aprepitant) untuk kemoterapi yang sangat ematogenik
dan dexamethason 8 mg sebagai dosis tunggal (12 mg menurut guideline NCCN) untuk
kemoterapi emetogenik derajat sedang. Rekomendasi dosis ini terutama didasarkan pada studi
Italian group for antiemetik research. Dexamethason dapat diberikan sampai dengan 4 hari
setelah kemoterapi. Umumnya pada hari ke-2 dan seterusnya dilakukan penurunan dosis.
6. Mengapa radioterapi dapat menyebabkan mual muntah? Mekanismenya seperti apa?(FEGITA
HASANIA)
JAWABAN(NUR AFNI YUNITA SALEH) :
Terapi radiasi bertujuan untuk membunuh sel kanker serta mengecilkan ukuran tumor
dengan menggunakan radiasi tingkat tinggi. Radioterapi diberikan pada bagian
sel kanker tumbuh untuk menghentikan serta menghancurkan sel kanker tersebut. Namun karena
radioterapi biasanya dilakukan dalam dosis yang tinggi (agar bisa mematikan sel kanker) sel-sel
normal yang ada di sekitar bagian yang di radioterapi terkadang juga ikut rusak.Terapi ini akan
bekerja dengan cara merusak DNA dari sel kanker yang kemudian menghentikan
pertumbuhannya. Telah disebutkan sebelumnya bahwa radioterapi tidak hanya merusak DNA sel
kanker namun juga pada sel normal. Ketika sel normal juga ikut rusak, maka berbagai efek
samping pun akan bermunculan seperti mual dan muntah. ( Susanti, 2012)
7. Kenapa obat cisplatin untuk kemoterapi dapat menyebabkan adanya mual dan muntah.
Jelaskan! (ISRAVANI YUSUF)
JAWABAN (MAIMUN DATAU) :
Cisplatin merupakan obat kanker yang termasuk kedalam sitotastika dengan potensi
emetogenik yang kuat. Obat ini dapat merangsang CTZ (Chemoreceptor Trigger Zone) dan VC
(Vomitting Center) melalui reseptor 5-HT3 sehingga menyebabkan keluhan mual muntah.
Sitostatika bersifat toksik bagi sel enterokromafin yang melapisi mukosa traktus gastrointestinal.
Kerusakan sel tersebut mengaktifkan radikal bebas yang menyebabkan sel enterokromafin
melepaskan serotonin dalam jumlah banyak. Serotonin kemudian berikatan dengan reseptor 5-
HT3 yang terdapat pada serat aferen nervus vagus yang berdekatan dengan sel enterokromafin
tersebut. Ikatan tersebut memberikan informasi pada otak sehingga terjadi respon muntah pada
CINV akut sekaligus mensensitisasi nervus vagus terhadap substansi P yang dilepas oleh sel
enterokromafin yang berperan pada CINV lambat (Janelsins et al, 2013).
8. Terapi non farmakologi untuk mual muntah karena mabuk perjalanan. (Putriani Isa)
Jawaban: Yulan Monoarfa
Motion sickness atau mabuk perjalanan terjadi akibat terdapat perbedaan reaksi bagian
tubuh saat menerima stimulus. Contohnya ketika berada di jalan yang berbelok-belok, otak Anda
akan merespon bahwa sedang bergerak, namun beberapa bagian lain tubuh tidak merespon
seperti itu sehingga otak menanggap tubuh sedang keracunan dan timbul reaksi tubuh untuk
mabuk atau mual.
Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan untuk mencegah mabuk perjalanan yaitu;
sebelum berangkat sebaiknya menghindari makanan berat hingga 2 jam sebelum bepergian,
jangan mencoba untuk membaca saat bepergian. Lebih baik melihat pemandangan di luar jendela
pada obyek yang jauh, atau memejamkan mata.. Di dalam mobil atau bus, pilih posisi duduk di
mana kita dapat melihat pemandangan di luar dan bila perlu bukalah kaca jendela agar
mendapatkan udara segar.
9 Mengapa harus digunakan kombinasi obat pada pasien yang menerima terapi oba-
obatan kemoterapi? Apkah ada pengaruhnya? (Paramita Musa)
Jawaban : Rahmawati Ismail
Dilakukan kombinasi obat dikarenakan obat CINV yang digunakan pada kemoterapi ini
dapat menyebabkan muntah yang tinggi sebesar 90%. Jadi, dalam menangani hal ini kita tidak
bisa memberikan obat-obat tunggal lini pertama seperti golongan antasida dan lain-lain dalam
terapi ini. Kita membutuhkan obat-obatan yang dapat memeberikan efek yang lebih besar
sebagai obat antiemetik pada pasie-pasien yang menjalani kemoterapi. Oleh karena itu
penggunaan obat-obatan ini sangat berpengaruh dalam mengatasi mual muntah untuk pasien
kemoterapi. Neurotransmiter yang berperan dalam CINV yaitu serotonin atau 5-hidroxytriptamin
(5- HT), NK-1 dan dopamin. Sehingga dibutuhkan obat-obat yang akan bekerja pada tiap-tiap
reseptor tersebut. Berdasarkan pedoman National Comprehensive Cancer Network (NCCN)
(2007), dikatakan bahwa preparat anti emetik sebagai terapi CINV meliputi preparat antagonis
reseptor 5-HT3, NK-1, antagonis dopamin, kortikosteroid. Kombinasi obat-obatan yang
digunakan pada pasca kemoterapi ini yaitu palonosetron, aprepitan, dan deksametason.
.Menurut Shinta R., Nindya., Bakti Surarso (2016), palonosetron merupakan preparat
antagonis 5-HT3 generasi kedua. Aktivitas antiemetik dari obat ini ditimbulkan melalui
penghambatan reseptor 5-HT3 yang hadir baik secara terpusat (medullary chemoreceptor zone)
maupun perifer (GI tract). Penghambatan reseptor 5-HT3 ini pada dapat menghambat stimulasi
aferen visceral dari pusat muntah. Kemungkinan secara tidak langsung pada tingkat area
postrema, serta melalui penghambatan langsung aktivitas serotonin dalam area postrema dan
zona pemicu chemoreceptor. Sedangkan aprepitan itu sendiri merupakan golongan obat
Substansi P terdistribusi luas pada sistem saraf pusat maupun perifer. Obat ini akan berikatan
dengan reseptor NK-1. Reseptor tersebut terdapat pada usus dan area postrema. Pelepasan
substansi P yang dirangsang oleh sitostatika akan berikatan dengan reseptor NK-1 dan memberi
sinyal kepada serat aferen nervus vagus untuk diteruskan ke CTZ dan VC. Rangsangan substansi
P terhadap nervus vagus menyebabkan CINV lambat. Kortikosteroid seperti deksametason
merupakan anti emetik dan digunakan sebagai kombinasi dengan preparat lain. Deksametason
menghambat sintesis prostaglandin di hipotalamus. Gabapentin pertama kali dikenal sebagai
antikonvulsan tetapi juga dapat menghilangkan nyeri pada neuropati, neuralgia post herpetik, dan
migrain. Gabapentin merupakan analog GABA tetapi tidak berikatan dengan reseptor GABA-A
atau GABA-B. Mekanisme aksi preparat ini yakni berkaitan dengan voltagedependent calcium
channels tertentu sehingga mengontrol pelepasan neurotransmiter eksitasi. Oleh karena itu,
kombinasi dari 3 obat ini sangat cocok digunakan untuk pasien-pasien yang menerima terapi
CINV.

Anda mungkin juga menyukai