Anda di halaman 1dari 40

PETUNJUK PRAKTIKUM

FORMULASI DAN TEKNOLOGI


SEDIAAN STERIL

Laboratorium Teknologi Farmasi


Program Studi Farmasi (S-1)
Fakultas Kesehatan
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

VISI DAN MISI PRODI FARMASI (S-1)


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA

VISI PRODI
“Menghasilkan Lulusan Yang Unggul dan Terdepan Dalam Bidang Kefarmasian Di Tingkat Nasional,
Serta Mewarisi Nilai-Nilai Kejuangan Jenderal Achmad Yani”

MISI PRODI
1. Melaksanakan pendidikan tinggi kefarmasian yang bermutu dan responsif terhadap kemajuan
ilmu dan teknologi.
2. Melaksanakan kegiatan penelitian yang unggul di bidang kefarmasian berdasarkan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan budaya bangsa, dan menghasilkan produk-produk inovasi.
3. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat di bidang kefarmasian yang berdaya guna dan
berhasil guna.
4. Melakukan kerja sama yang berkelanjutan dengan stakeholder untuk mewujudkan daya saing
global.
5. Menyelenggarakan dan mengembangkan manajemen yang baik dan mandiri (Good University
Governance).
6. Mendalami dan mengembangkan nilai-nilai kejuangan Jenderal Achmad Yani untuk
diterapkan oleh sivitas akademika dan pendukungnya

Program Studi Farmasi (S-1) ii


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

TATA CARA PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Tata Tertib Praktikum Teknologi Formulasi Sediaan Steril


1. Sebelum melaksanakan praktikum, praktikan wajib mengikuti pretest dan pengarahan oleh dosen
pengampu masing-masing acara praktikum. Mekanisme pretest dan pengarahan tersebut diserahkan
kepada masing-masing dosen.
2. Praktikan datang tepat pada waktunya (±5 menit sebelum praktikum dimulai). Mahasiswa yang
terlambat lebih dari 15 menit setelah praktikum dimulai tanpa ada alasan yang dapat diterima, tidak
diperkenankan mengikuti praktikum.
3. Syarat mengikuti praktikum:
a. Membawa dan mengenakan name tag pada jas praktikum.
b. Menyerahkan laporan praktikum sebelumnya.
c. Membawa perlengkapan praktikum berupa: jas praktikum, masker, serbet, alat tulis, kalkulator,
kertas label, dan perlengkapan lain yang diperlukan.
4. Praktikan wajib mengenakan jas praktikum selama berada di dalam laboratorium.
5. Praktikan diwajibkan berada di laboratorium selama acara praktikum berlangsung kecuali untuk
istirahat sholat dan makan (maksimal 30 menit) secara bergantian dalam satu kelompok. Untuk
keperluan tersebut praktikan wajib memberitahukan asisten atau petugas jaga.
6. Selama jam praktikum, praktikan diwajibkan ikut menjaga ketenangan dan ketertiban di laboratorium
serta lingkungan di sekitarnya.
7. Jika praktikan akan meninggalkan laboratorium untuk istirahat atau telah menyelesaikan acara
praktikum, jas praktikum harus dilepas.
8. Sepuluh menit sebelum jam praktikum berakhir, praktikan diwajibkan mengembalikan semua alat dan
bahan yang dipinjam dalam keadaan bersih dan rapi kepada laporan.
9. Praktikan diwajibkan membuat laporan hasil praktikum (sesuai dengan format yang berlaku) dan
dikumpulkan menjelang praktikum untuk percobaan berikutnya.
10. Untuk mendapatkan nilai praktikum, mahasiswa diharuskan:
a. Telah selesai melakukan pretest tertulis, dan mengikuti acara praktikum.
b. Mengikuti ujian responsi praktikum.
11. Bagi mahasiswa yang tidak dapat mengikuti praktikum karena sakit atau hal-hal yang dapat dipandang
sebagai kondisi darurat atau mendesak diwajibkan mengirimkan surat tertulis dilengkapi dengan surat
dokter atau surat keterangan lain yang diperlukan. Mahasiswa yang tidak hadir praktikum tanpa
pemberitahuan tertulis akan diberikan nilai nol (0) untuk mata kuliah praktikum yang ditinggalkan.
12. Pada akhir praktikum petugas laboratorium akan memeriksa kembali alat-alat yang digunakan. Bila
ada barang yang rusak atau hilang, mahasiswa harus mengganti selambat-lambatnya satu minggu
setelah praktikum yang bersangkutan.

Program Studi Farmasi (S-1) iii


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

B. Format Laporan
1. Format laporan resmi
2. Cover laporan resmi
1. Format laporan resmi

1. JUDUL PERCOBAAN
2. TUJUAN PERCOBAAN
3. TINJAUAN PUSTAKA
4. ALAT DAN BAHAN
5. CARA KERJA
6. HASIL PERCOBAAN
7. PEMBAHASAN
8. KESIMPULAN
9. DAFTAR PUSTAKA
(Penulisan daftar pustaka mengikuti: Nama penulis, tahun terbit, judul buku, jilid, edisi, penerbit,
kota terbit, halaman yang diacu.
Contoh: Stiawan, A., 2017, Farmasi Fisik, Jilid 2, Edisi ketiga, Purnama press, Yogyakarta, 201-
204)

Catatan: Tulis laporan resmi pada kertas HVS (tidak bolak-balik) dan ditulis tangan.

Program Studi Farmasi (S-1) iv


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

2. Cover laporan resmi

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM


TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN STERIL

Penyusun:

Nama :
NPM :
Golongan :
Hari/jam praktikum :
Dosen jaga :

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI


PROGRAM STUDI FARMASI (S-1)
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
2021

Program Studi Farmasi (S-1) 5


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

SEDIAAN FARMASI STERIL


1. PENDAHULUAN

Sediaan farmasi steril adalah sediaan farmasi yang memenuhi syarat bebas dari
mikroorganisme disamping syarat fisika dan kimia. Beberapa istilah yang perlu diketahui, missal:
Steril adalah bebas dari mikroorganisme dan sterilisasi adalah metode untuk mendapatkan kondisi
steril.
Bentuk sediaan farmasi steril dapat dibagi berdasarkan sifat fisiknya.:
1. Bentuk Cair, misalnya larutan steril, emulsi steril, dan suspensi steril, tetes mata.
2. Bentuk Semi Padat: Misal salep mata steril
3. Bentuk Padat: missal serbuk kering steril dan implant
Sediaan farmasi steril dapat digunakan secara topical, missal salep mata tetapi pada umumnya
diberikan dengan cara disuntikkan atau diinjeksikan ke dalam atau melalui kulit, atau mukosa.
Pemberian dengan diinjeksikan disebut pula dengan pemberian secara parenteral. Parenteral suatu
istilah yang berasal dari bahasa Greek (Yunani) dan mempunyai arti di luar intestine (Para=diluar,
enteron=intestine)
Sediaan farmasi steril harus memenuhi persyaratan antara lain:
1. Steril
Semua bentuk sediaan yang digunakan secara parenteral, larutan tetes mata dan alat-alat
kedokteran yang dipakai untuk penggunaan sediaan-sediaan/obat parenteral harus steril,
bebas dari mikroorganisme. Keadaan steril, bebas dari mikroorganisme hidup harus
diusahakan dan dijaga sejak awal proses pembuatan, pada pengemasan sampai pada saat
obat digunakan oleh pasien. Farmakope Indonesia Edisi IV (1995) memuat media yang
digunakan dalam uji sterilisasi:
a. Media Tioglikolat Cair
pH media setelah sterilisasi 7,1±0,2. Media tioglikolat cair digunakan untuk inkubasi
dalam kondisi aerob.
b. Media Tioglikolat alternative
pH media setelah sterilisasi 7,1±0,2. Media Tioglikolat alternative digunakan dengan
cara menjamin kondisi anaerob selama masa inkubasi.

Program Studi Farmasi (S-1) 6


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

c. Soybean - Casein Digest Medium


d. pH media setelah sterilisasi 7,1±0,2. Soybean - Casein Digest Medium digunakan
untuk inkubasi dalam kondisi aerob
2. Bebas dari partikel asing
Partikel asing ini biasanya merupakan bahan bergerak yang tidak larut dan secara tidak
sengaja terdapat dalam sediaan parenteral. Partikel asing dalam sediaan parenteral telah
menjadikan perhatian tersendiri. Partikel asing dalam larutan sediaan steril (parenteral)
dapat memberikan resiko pada penggunaannya sehingga harus diusahakan untuk
dihilangkan termasuk sumber-sumbernya dan kemungkina penyebabnya.
Beberapa sumber yang dianggap dapat menghasilkan atau mengeluarkan partikel asing
antara lain
a. Larutan dan zat kimia yang dikandung
b. Proses pembuatan dan variable lain seperti lingkungan, alat dan personal
c. Komponen pengemas
d. Perangkat dan alat yang digunakan untuk menginjeksi sediaan parenteral.
Untuk mengetahui adanya partikel dapat dipakai beberapa cara. Partikel dengan ukuran 50
µ atau lebih dapat dilihat langsung dengan mata (visual). Untuk partikel yang lebih kecil
maka diperlukan teknik dan alat khusus.
3. Bebas pirogen
Pirogen didefinisikan sebagai hasil metabolik dari mikroorganisme hidup atau mati
yang menyebabkan respon piretik spesifik pada penyuntikan (injeksi). Secara kimia
pirogen berupa lipopolisakarida, larut dalam air. Pirogen ini dapat disaring (dengan ukuran
tertentu), dan merupakan zat padat mikromolekul dengan BM antara 15.000-4.000.000.
Karena larut dalam air dan tahan panas, baik sterilisasi dengan uap air bertekanan
maupun filtrasi melalui filter penyeteril tidak dapat menghilangkan pirogen, meskipun
proses tersebut dapat menghilangkan mikroorganismenya. Pirogen yang dihasilkan oleh
mikroorganisme Gram-negatif adalah apling paten. Dalam tubuh manusia reaksi pirogenik
ditandai dengan timbulnya demam dan kedinginan. Setelah pemberian injeksi ada waktu
laten 45 sampai 90 menit, kemudian kenaikan yang cepat dari temperature badan yang
diikuti dengan kedinginan, sakit kepala dan malaise ( perasaan tidak enak badan). Pirogen

Program Studi Farmasi (S-1) 7


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

yang terdapat dalam sediaan parenteral dapat berasal dari ketiga sumber: 1) air yang
dipakai sebagai solven; 2) wadah atau alay yang dipakai untuk pembuatan, pengemas,
penyimpanan atau penggunaan; 3) bahan-bahan kimia yang digunakan untuk membuat
larutan/sediaan parenteral.
Beberapa cara dapat digunakan untuk menghilangkan pirogen. Sebagai senyawa
organic, pirogen dapat dihancurkan dengan panas tinggi (oksidasi), atau dibakar.
Temperature yang cukup memuaskan adalah 250 oC selama 30-45 menit atau 170-180 oC
selama 3-4 jam. Metode diatas cukup efektif untuk alat-alat atau wadah dari gelas atau
metal, tetapi tidak bias digunakan untuk larutan. Dalam larutan, pirogen dapat dihilangkan
dengan:
1. Secara kimia dengan peroksida, asam-asam dan basa (tetapi zat-zat ini juga dapat
merusak alat dan bahan lain dalam larutan tersebut)
2. Absorpsi dengan asbestos dan charcoal (carboadsorbent)
3. Filtrasi (penyaringan/media filtrasi sintesis)
Dari segi praktik, pendekatan yang paling baik untuk menghindari terjadinya reaksi
pirogen adalah membuat sediaan parenteral dengan solven, pengemas, alat dan bahan yang
bebas pirogen.
4. Stabilitas
Dalam pembuatan bentuk sediaan steril, suatu hal yang harus diperhatikan adalah stabilitas
dari obatnya. Obat dalam larutan pada umumnya kurang stabil dibandingkan bentuk
padatnya.
Bahan-bahan tambahan yang berfungsi untuk mempertahankan stabilitas fisik dan kimia
perlu dipilih. Untuk larutan stabilitas fisik pada umumnya ditunjukkan dengan perubahan
fisiknya pada penyimpanan. Misal adanya endapan atau perubahan warna merupakan
indikasi ketidakstabilan.
Dalam hal ini perlu diperhatikan wadah yang dipakai untuk kemasan, termasuk juga wadah
yang harus digunakan untuk obat-obat yang sensitive terhadap cahaya.
1. Tonisitas

Program Studi Farmasi (S-1) 8


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

Tonisitas berhubungan dengan tekanan osmose yang diberikan oleh suatu larutan dari
zat atau zat padat yang terlarut. Cairan badan atau cairan mata memberikan tekanan
osmose yang sama dengan tekanan osmose normal.
Saline atau larutan NaCl 0,9%. Suatu larutan dengan jumlah solute/zat terlarut lebih
banyak dari cairan badan/cairan mata mempunyai tekanan osmose lebih besar dan
larutan ini disebut dengan larutan hipertonis. Sebaliknya bila jumlah solute lebih
sedikit sehingga tekanan osmose lebih rendah disebut isotonis.
Cairan badan termasuk juga cairan mata mengandung sejumlah zat terlarut yang dapat
menurunkan titik didih larutan 0,52 oC. demikian juga larutan NaCl 0,9% dapat
menurunkan titik beku 0,52%. Oleh karena itu larutan NaCl 0,9% dan cairan badan
disebut isotonis.
Beberapa cara dapat dipakai untuk menghitung nilai isotonis (tonisitas) suatu larutan
antara lain:
A. Penurunan titik baku
B. Ekuivalen NaCl
Contoh perhitungan isotonis dengan penurunan titik beku.
Diketahui larutan pencuci mata mengandung 1% asam borat. Untuk asam borat
1% menyebabkan penurunan titik beku sebesar 0,29oC. hitung NaCl yang harus
ditambahkan untuk mendapatkan larutan isotonis.
Hitungan : larutan NaCl 0,9% = larutan isotonis
Penurunan titik beku cairan mata = 0,52 oC
0,29o C
Asam borat 1% menurunkan titik beku =
0,23o C
NaCl harus ditambahkan untuk menurunkan titik beku (f.p) sebesar -0,23 oC.
Larutan 0,9% NaCl menurunkan f.p 0,52 oC.
Sehingga jumlah NaCl yang harus ditambahkan :
0,52o C 0,23o C
=
0,9o C x
X = 0,40% ………………………………. NaCl = 0,40 g/100 ml.
C. Faktor disosiasi

Program Studi Farmasi (S-1) 9


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

Dikatakan suatu larutan isotonis bila terpenuhi:


Fa Fb
xa+ x b + … = 0,28
Ma Mb
Untuk menghitung banyaknya zat pembantu yang diperlukan untuk mencapai
isotonis, dinyatakan dalam gram setiap liter (h), dipakai rumus
Mh Fa Fb
h= x (0,28 - xa+ x b + …) g/l
Fh Ma Mb
Ma, Mb = berat molekul zat-zat terlarut (a,b)
a, b = kadar zat-zat dalam gram setiap liter
Mh = berat molekul zat pengisotonis

Fh, fa, fb = faktor-faktor yang mempunyai harga berikut:


a. Zat yang tidak terdisosiasi(glukosa, gliserin) ………………...1
b. Basa-basa dan asam lemah …………………………………1,5
c. Basa-basa dan asam kuat, garam-garam ……………………1,8
Mh
Harga = NaCl = 32
fh

Bahan-bahan yang biasa dipakai untuk membuat larutan isotonis antara lain:
1. NaCl
2. Glukosa
2. Kejernihan (kelarutan)
Larutan injeksi yang dibuat harus jernih.
3. pH yang sesuai

Keuntungan pemberian obat secara parenteral


Pemberian obat secara parenteral dapat memberikan beberapa keuntungan:
1. Dapat diperoleh efek yang cepat (i.v)
2. Dapat diperoleh efek yang lebih lama (i.m)
3. Untuk memperoleh efek local
4. Pemberian larutan elektrolit
5. Untuk pemberian nutrisi

Program Studi Farmasi (S-1) 10


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

6. Untuk menghindari penggunaan obat melalui oral


7. Karena kondisi pasien sehingga pemberian hanya lewat parenteral

Kerugian:
Pemberian obat secara parenteral memberikan beberapa kerugian antara lain:
1. Tidak praktis
2. Rasa sakit

Rute penggunaan:
Sediaan parenteral diinjeksikan menggunakan jarum dengan diameter yang sesuai melalui
beberapa rute yang berbeda, misal:
1. Rute umum/utama
a. Subcutan
b. Intramuscular
c. Intravena, untuk sediaan parenteral volume besar dan kecil.
2. Rute lain/khusus
a. Intra asterial
b. Intra thecal
c. Intra epidural
d. Intra cardial
e. Intra cisternal

Program Studi Farmasi (S-1) 11


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

2. TIPE-TIPE BENTUK SEDIAN STERIL

Bentuk sediaan steril dapat dikategorikan menjadi 3 jenis, yaitu: small volume injectables (SVIs),
large volume injectables (LVIs), dan modified release (Depot) injectables.

1. Small volume injectables (SVIs)


bentuk sediaan small volume injectables (SVIs) merupakan sediaan steril yang volumenya tidak
lebih dari 100 ml. bentuk sediaan tersebut meliputi solution, suspensi, emulsi, dan solids.
a. Solutions
Solutions merupakan produk yang siap digunakan atau cairan konsentrasi tinggi yang
diencerkan dengan pelarut tertentu yang sesuai. Solutions dapat merupakan larutan encer
atau pekat. Larutan encer dapat ditambahkan sejumlah air, bias pula ditambahkan air yang
dikombinasikan dengan pelarut organic larut air seperti etanol, PEG, gliserin, ataupun
propilenglikol.
Larutan pekat, biasa dikenal dengan istilah oleaginous solutions mengandung
minyak sebagai pembawa. Minyak yang digunakan untuk produk injeksi umumnya
merupakan minyak tumbuhan alami, antara lain soybean oil (minyak kedelai), sesame oil
(minyak wijen), dan cotton seed (minyak biji kapas). Larutan mengandung minyak tersebut
tidak boleh dihantarkan melalui rute intravena

b. Suspensi
Suspensi dapat berisi partikel zat padat tidak larut yang berukuran makro ataupun
mikro (mikro atau nano suspensi) ysng terdispersi dalam pembawa yang sesuai, baik air
maupun minyak. Insulin, vaksin, dan sistem penghantaran mikrospere diformulasikan dan
diberikan sebagai injectable suspension. Suspensi tidak dapat dihantarkan melalui rute
intravena, kecuali jika partikel terdispersinya berukuran nano partikel

c. Emulsi
Emulsi merupakan sistem terdispersi kombinasi fase air dan fase minyak. Jika fase
minyak terdispersi dalam fase air, bentuk sediaan disebut sebagai emulsi minyak dalam air

Program Studi Farmasi (S-1) 12


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

(O/W). jika fase air terdispersi dalam fase minyak, bentuk sediaan disebut sebagai emulsi air
dalam minyak (W/O). sebagian besar, tetapi tidak semua, emulsi yang dapat diinjeksikan
merupakan sistem minyak dalam air (O/W). liposom merupakan emulsified spherical
vesicles yang tersusun dari fosfolipid bilayer dengan fase dalam berupa air. Obat dapat
dimasukkan baik di dalam fase lipid maupun fase air, tergantung pada kelarutan obatnya
titik. Struktur liposom menyerupai membrane biologis dan sangat potensial sebagai sistem
penghantaran untuk terapi genetik.
Emulsi parenteral berwarna putih susu dan memiliki ukuran globul berkisar 1-5µm.
emulsi utamanya digunakan untuk nutrisi parenteral dan infus secara intravena. Emulsi
nutrisi parenteral sebenarnya bervolume besar dan mengalami sterilisasi akhir denga nada
desain siklus sterilisasi untuk memelihara distribusi ukuran globul. Emulsi yang diinjeksikan
dengan volume kecil diformulasikan dengan zat aktif, misalnya propofol dan vitamin larut
minyak.

d. Solid
Bentuk padatan tersebut dibuat melalui proses liofilisasi pada cairan dalam wadah.
Kebanyakan padatan steril dibuat secara liofilisasi dari cairan didalam wadah karena
pengisian cairan memiliki masalah yang lebih sedikit daripada pengisian serbuk dan untuk
pengisian serbuk, produk harus dikristalkan dalam keadaan padat. Padatan amorf sulit untuk
diisikan ke dalam wadah karena densitasnya yang rendah. Meskipun demikian, jika
formulasi solid dapat dikristalkan, pengisian serbuk dapat dilakukan melalui liofilisasi.
Kebanyakan sediaan injeksi cephalosporin, karena dapat dikristalkan, diisikan sebagai
serbuk steril. Beberapa protein dipreparasi dengan teknik spray drying dan diisikan sebagai
serbuk steril. Padatan steril selanjutnya direkonstitusikan dahulu dengan pelarut yang sesuai
sebelum dihantarkan. Kategori lain dari solids adalah solid implants, sediaan yang
dimasukkan ke dalam jaringan tubuh melalui pembedahan, terutama untuk aksi yang
diperpanjang.

2. Large volume injectables (LVIs)

Program Studi Farmasi (S-1) 13


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

Bentuk sediaan large volume injectables merupakan bentuk sediaan steril yang volume
sediaannya lebih dari 100 ml. bentuk sediaan tersebut meliputi: larutan elektrolit, carbohydrate
solutions, nutritional proteins, emulsi lemak, peritoneal dialysis solutions, dan irrigating
solutions.
a. Larutan elektrolit
Larutan elektrolit terutama berisis larutan isotonic NaCl (0,9%), konsentrasi lain NaCl
(0,45%, 3%), KCl (20-40 mEq/L), Ringer’s laktat, sodium laktat, sodium bikarbonat, dan
variasi kombinasi dari NaCl, KCl, dana tau dekstrosa.
b. Carbohydrate solutions
Dekstrosa 5% dalam air merupakan large volume carbohydrate yang paling umum. Dextran
solutions seringkali juga mengandung kombinasi dextrose dan NaCl, dextrose dan KCl,
dextrose dan Ringer’s atau Ringer’s laktat, dan kombinasi lain dari itu.
c. Nuritional proteins
Sediaan nutritional proteins merupakan kumpulan asam amino sintetik, campuran L-amino
acids dengan konsentrasi 2,5%-10%, hamper keseluruhan dari 20 tipe utama asam amino.
Sediaan tersebut digunakan secara luas, tergantung kondisi penyakit pasien (kelaparan, gagal
ginjal, gagal hati) dan tingkat tekanan (trauma, infeksi, tingkat keparahan penyakit.
d. Emulsi lemak
Large volume emulsions merupakan sumber lemak nutrisi untuk pasien yang sedang
menjalani terapi nutrisi parenteral. Emulsi tersusun atas soybean oil (biasanya 10-20%), air
(pH sekitar 8), fosfolipid kuning telur (1,2%) sebagai agen pengemulsi atau stabilizer, dan
gliserin (2,5%) sebagai isotonicity adjustment.
e. Peritoneal dialysis solutions
Dialysis solution memerlukan glukosa (dextrose) dalam volume besar (0,5-4,25%) untuk
menghilangkan urea dan potassium dari darah, maupun kelebihan cairan, ketika ginjal tidak
mampu melakukannya, seperti pada penderita penyakit gagal ginjal. Peritoneal dialysis
bekerja pada prinsip bahwa membrane peritoneal yang mengelilingi intestine dapat beraksi
sebagai membrane semipermeable alami dan larutan dialysis ditanmakan/disuling
mengelilingi membrane kemudian dialysis dapat terjadi dengan cara difusi. Kelebihan cairan

Program Studi Farmasi (S-1) 14


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

juga dapat dihilangkan secara osmosis dengan mengubah konsentrasi glukosa di dalam
cairan.
f. Irrigating solutions
Ada beberapa variasi formulasi larutan irigasi, mengandung beberapa komponen seperti
elektrolit dan beberapa senyawa organic seperti glutation. Larutan irigasi harus memenuhi
syarat steril, bebas pirogen, dan bebas partikel asing.

Kategori Injeksi
Ada 6 kategori utama dari produk injeksi yaitu:
1. Larutan yang siap disuntikkan,
2. Serbuk kering,produk larut yang siap dikombinasikan dengan pelarut sebelum digunakan,
3. Suspensi yang siap disuntikkan,
4. Serbuk kering, produk tidak larut yang siap dikombinasikan dengan pembawa sebelum
digunakan,
5. Emulsi,
6. Larutan konsentrasi tinggi (pekat) yang diencerkan terlebih dahulu sebelum diberikan.

3. Modified release (depot) injectables


Bentuk sediaan modified release (depot) injectables merupakan tipe small volume injectables
yang formulasinya didesain untuk menghantarkan obat melalui rute lain selain intravena dan
frekuensi pemberiannya minimal. Sediaan injeksi steril yang pelepasannya terkontrol antara
lain: microsphere, implants, atau pun teknologi hydrogel. Bentuk sediaan ini tujuan utamanya
antara lain untuk: meningkatkan durasi pelepasan obat sehingga mengurangi frekuensi
pemberian dan meningkatkan kepatuhan pasien, penghantaran tertarget pada terapi kanker dan
penggunaan vaksin, dan melindungi terjadinya degradasi in vivo dari zat aktif.
a. Polymeric implants
Sediaan tersebut merupakan sediaan obat padat yang steril, dibuat dengan memberikan
tekanan kompresi ataupun proses peleburan. Implants terdiri dari obat dan sistem polimer
yang biodegradable ataupun dapat diganti. Sistem polymeric menjadi kunci utama dalam
mengontrol kecepatan dalam mempertahankan atau pun memperlama penghantaran obat.

Program Studi Farmasi (S-1) 15


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

b. Microspheres
Microspheres merupakan injectable suspensions yang mengandung partikel dengan
diameter 1-100 µm dan tersedia dalam bentuk serbuk kering. Sebelum diinjekkan, partikel
dicampur dengan pembawa yang sesuai, didispersikan, dan dihantarkan. Kinetika pelepasan
dikontrol oleh degradasi polimer dan difusi obat, dan durasi bias diatur mulai dari harian
hingga bulanan.
c. Liposom
Liposom merupakan hydrated phospholipid vesicles dimana zat aktifnya terperangkap di
dalam inti hidrofobik bagian dalam dari liposom. Liposom terbentuk secara spontan dengan
disperse dari lapisan lipid di dalam lingkungan berair. Formulasi liposom dapat
menghantarkan senyawa berbobot molekul rendah (misal: amphotericin), protein, peptide,
dan sangat penting dalam menghantarkan terapi berbasis DNA. Liposom dapat bersifat
unilamellar ataupun multilamellar

Program Studi Farmasi (S-1) 16


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

3. PEMBUATAN SEDIAAN STERIL


Sesuai dengan sifat fisika kimia atau formulanya maka sediaan steril dalam pembuatannya dapat
digolongkan menjadi 2 cara yaitu sterilisasi akhir dan teknik aseptis.
1) Sterilisasi akhir
Larutan/sediaan setelah diisikan ke dalam pengemas primer dan ditutup kemudian disterilisasi
dalam autoclave.
Wadah Dicuci
Tutup Dicuci Pengisian

Obat
(Formula)
STERILISASI
Disaring
FINAL PRODUCT
Gambar 1. Proses sterilisasi akhir
2) Teknik aseptik
Untuk sediaan yang tidak bisa disterilisasi akhir dengan autoclave maka dibuat dengan cara
aseptis, masing-masing komponen disterilkan. Untuk sediaan yang dibuat dengan cara aseptis
setelah dimasukkan ke dalam pengemas primer tidak dilakukan sterilisasi lagi dan proses
pengisian dikerjakan di ruang kelas I di bawah LAF-System.

Wadah Dicuci Autoclave


Tutup Dicuci Oven

Obat Filtrasi steril


(Formula)
PENGISIAN

FINAL PRODUCT
Gambar 2. Teknik aseptis

Program Studi Farmasi (S-1) 17


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

4. STERILISASI

Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan, mematikan atau menghancurkan semua
bentuk mikroorganisme hidup baik yang pathogen maupun tidak, baik dalam bentuk vegetative
atau spora dari suatu objek atau bahan. Dengan sterilisasi akan diperoleh objek/bahan yang steril.
Pada umumnya suatu proses yang dapat menghancurkan zat hidup juga mampu menyebabkan
beberapa kerusakan pada objek yang disterilkan. Dengan alasan inilah maka kadang-kadang
diperlukan energi minimum, missal dalam bentuk panas, untuk memperkecil kerusakan bahan
tetapi dalam jumlah yang cukup menjamin bahwa semua bentuk mikroorganisme telah
dihancurkan dari objek/bahan tersebut.
Dalam pembuatan sediaan parenteral maka metode sterilisasi apa yang akan digunakan
tergantung apakah obat (dalam larutan) tahan panas atau tidak. Larutan yang tahan panas (stabil)
disaring dengan saringan yang sesuai (supaya jernih, bebas dari partikel asing) kemudian
dituang/dibagi-bagi ke dalam wadah akhir, di-seal (ditutup rapat) selanjutnya disterilisasi dengan
autoclave. Untuk larutan yang tidak tahan panas (heat labile) disaring melalui saringan yang sesuai
untuk kejernihan dan sterilisasi kemudian dibagi/dituang ke dalam wadah steril akhir dan di-seal
(ditutup rapat).

Beberapa metode sterilisasi diantaranya adalah sebagai berikut:


a. Kimia (destruksi)
Bahan-bahan yang digunakan antara lain: antibiotika, phenol-phenol, senyawa ammonium
quarterner, dan alcohol. Disamping itu juga digunakan gas ethylene oxide dan formaldehyde.
Sterilisasi dengan gas juga telah menjadi popular dengan bermunculannya antibiotic. Athylenen
oxide memiliki kemampuan berdifusi dan menembus melalui bahan-bahan kering sehingga
merupakan senyawa pilihan untuk sterilisasi dengan gas.
Ethylene murni mudah terbakar dan campurannya dengan 38% udara membentuk
campuran yang mudah meledak. Untuk mengurangi resiko kebakaran, ethylene oxide dipakai
sebagai campuran dengan karbon dioksida. CARBOXIDE yang dipakai dalam industri farmasi
adalah merupakan campuran 10% ethylene oxide dan 90% CO2.

Program Studi Farmasi (S-1) 18


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

b. Radiasi (destruksi)
Proses ini menggunakan beberapa sinar antara lain: sinar UV (253,7 nm), laser, sinar
gamma, missal = [60 Co], 2,5 megarad. Radiasi ultraviolet dengan 2500 A0 dapat mematikan
bakteri, tetapi radiasi ini tidak akan menembus kebanyakan bahan. Radiasi juga kurang
bermanfaat untuk obat-obat, makanan, dan pakaian.

c. Panas (detruksi)
Sterilisasi dengan panas terdiri dari panas kring (misal 170 oC, 120 menit) dan panas basah
(uap) (misal:121 oC, 15 menit). Sterilisasi dengan panas kering membunuh mikroorganisme
dengan oksidasi, sedangkan sterilisasi dengan panas basah membunuh mikroorganisme dengan
koagulasi protein sel. Meskipun metode panas kering terbatas dalam penggunaannya, metode
ini umum dipakai untuk sterilisasi alat-alat gelas, porselin, wadah, dan alat dari logam. Sebelum
sterilisasi, alat dan wadah harus bersih dari bahan-bahan organic.
Susunan alat-alat pada sterilisasi dengan panas kering penting untuk diperhatikan. Alat
gelas tidak seharusnya disusun atau dikemas rapat dalam suatu oven tetapi harus disusun agak
renggang sehingga aliran udara dapat menembus dan terdispersi. Disamping itu, perlu
diperhatikan bahwa bahan-bahan seperti gliserin, propilenglikol, paraffin cair, dan minyak
tumbuhan dipanaskan sehingga seluruh kandungan dari masing-masing wadah dapat mencapai
suhu 170 oC dan dipertahankan untuk waktu yang telah ditetapkan. Obat-obat dalam bentuk
serbuk biasanya dihamparkan (ditaburkan) dengan ketebalan ¼ inci untuk mempermudah
distribusi panas yang homogen. Sterilisasi dengan menggunakan autoclave atau uap bertekanan
pada umumnya merupakan metode yang paling memuaskan. Pada temperature 121 oC uap
jenuh dalam waktu 20 menit akan membunuh tidak hanya mikroorganismenya saja, tetapi juga
spora bakteri. Udara di dalam autoclave harus dikeluarkan sebelum sterilisasi dimulai karena
tekanan yang diberikan oleh uap merupakan tekanan yang efektif untuk menaikkan temperature
uap. Lamanya waktu yang diperlukan untuk proses sterilisasi adalah jumlah waktu yang
diperlukan untuk memanaskan larutan/alat/bahan sampai temperature sterilisasi, ditambah
lamanya sterilisasi setelah mencapai temperature tersebut.

Program Studi Farmasi (S-1) 19


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

Sterilisasi dengan autoclave 120 oC, 20 menit maksudnya adalah waktu yang diperlukan
untuk memanaskan larutan/alat/bahan sampai temperature 120 oC ditambah 20 menit dengan
tetap mempertahankan temperature 120 oC.

d. Filtrasi
Sterilisasi dengan filtrasi digunakan untuk larutan yang sensitive terhadap panas. Filtrasi
merupakan penghilangan mikroorganisme melalui proses adsorpsi pada media penyaring atau
dengan menggunakan mekanisme ayakan. Preparasi kedokteran yang disterilkan dengan
metode ini harus dilakukan validasi yang tepat dan monitoring karena keefektifan produk yang
difilter dapat sangat dipengaruhi oleh kekuatan mikroba dalam larutan.

Program Studi Farmasi (S-1) 20


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

5. PENGEMAS DAN LABELING


A. PENGEMAS
Bentuk keasan antara lain: ampul, vial, botol infus, dan disposable syringe. Ampul-ampul
ditutup dengan melelehkan gelas pada bagian leher ampul. Penutupan ampul ada 2 cara yaitu:
1. Teknik “tarik-putus”, dimana leher ampul bagian bawah ujung dipanaskan sampai leleh dan
bias dibentuk, kemudian bagian atas leher ditarik dari badan ampul.
2. Teknik “tutup ujung”, dimana leher ampul diputar dan bagian puncak dari leher dipanaskan
sampai leher menutup ampul pada pendinginan.
3. Dari kedua macam cara tersebut, CPOB menganjurkan untuk menggunakan cara “tarik-
putus” (drawing off). Namun, cara apapun yang dipergunakan pada penutupan ampul,
keutuhan tutup harus diperiksa sebelum ampul tersebut dikemas. Bahan yang digunakan
untuk pengemas antara lain: gelas, karet, dan plastik.
a. Gelas
Gelas merupakan wadah parenteral yang sudah lama dikenal penggunaannya. Wadah ini
memberikan beberapa keuntungan, antara lain:
1. Bersifat impermeable
2. Cukup keras dan mempunyai bentuk stabil
3. Transparan sehingga mudah untuk melihat isi
4. Dapat disterilisasi dengan panas kering (260 oC) atau uap bertekanan tanpa
mengalami perubahan.
5. Mudah dipasang dengan alat pemakai sediaan parenteral.

Dikenal beberapa tipe gelas:


1. Tipe I : merupakan BOROSILICATE, mempunyai resistensi kimia yang tinggi
2. Tipe II : Treated soda – Lime glass
3. Tipe III : Soda – Lime glass
NP-Glass merupakan Soda – Lime glass untuk penggunaan umum.
Pemeriksaan untuk gelas ada 2 macam yaitu:
1. Pemeriksaan terhadap alkalinitas gelas dengan metode “powdered test”
2. Pemeriksaan terhadap alkalinitas gelas dengan metode “water attack”

Program Studi Farmasi (S-1) 21


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

b. Plastik
Bahan pengemas mengalami perkembangan yang cukup pesat. Selain gelas, dikenal juga
bahan pengemas dari plastic. Plastic merupakan polimer dengan BM tinggi dan
berbentuk padat.
Plastik (polimer) dibagi dalam 2 kategori:
1. Thermoplastic padat pada temperature kamar tetapi dapat lunak dengan panas dan
tekanan.
2. Thermosetting plastic (thermoset), stabil terhadap panas.

Beberapa keuntungan dari penggunaan plastic, antara lain:


1. Relative murah
2. Ringan
3. Tahan terhadap benturan mekanis
4. Fleksibel
5. Beberapa jenis plastic bersifat transparan
c. Karet
Penutup untuk wadah sediaan steril pada umumnya menggunakan karet. Penutup karet
ini memberikan kemudahan untuk pengambilan isinya serta tetap dapat memberikan
perlindungan isinya dari pengaruh luar. Dikenal 2 macam karet yaitu karet alam dan
karet sintesis.
Persyaratan karet sebagai penutup adalah sebagai berikut:
1. Fisika: elastis, tidak melepaskan partikel
2. Kimia: tidak melepaskan zat kimia ke dalam isi/larutan.

B. LABELING
Sediaan steril atau parenteral setelah selesai dibuat diberi penanndaan yang berisi informasi
antara lain:
1. Nama sediaan
2. Volume sediaan/berat sediaan
3. Cara/rute penggunaan

Program Studi Farmasi (S-1) 22


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

4. Syarat sterilisasi dan bebas pirogen


5. Waktu kadaluarsa
6. Komposisi
7. Kadar zat aktif
8. Nama industri farmasi
9. Nomor registrasi
10. Nomor batch

Pencucian dan depirogenasi


Pencucian bertujuan untuk membersihkan pengemas/wadah dari:
1. Lemak
2. Partikel
3. Bakteri
4. Pirogen
Bahan yang dapat digunakan dalam pencucian antara lain:
1. Alkali
2. Detergen
3. Purified water (PW)
4. Aqua demineralisasi (DI)
5. Non-pirogen water
6. Air untuk injeksi (WFI)
Depirogenasi dapat dilakukan dengan oven pada suhu tinggi (±200 oC).

INFUS
Infus merupakan larutan yang diberikan secara parenteral dan biasanya dikemas dalam
volume 0,5-1 liter. Laporan yang diberikan dapat berupa larutan elektrolit. Larutan elektrolit
diberikan setelah terjadi shock ataupun kehilangan cairan tubuh karena dehidrasi. Dalam
pembuatannya sering diberi zat tambahan yang berfungsi untuk mendapatkan larutan dengan
nilai tonisitas dan pH yang sesuai.

Program Studi Farmasi (S-1) 23


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

Konsentrasi dari elektrolit dalam suatu larutan parenteral (infus) biasanya ditunjukkan
dalam persen (%) (w/v) atau miliequivalen, mEq, dapat dihitung dengan:
g/100ml x 1000 x (valensi ion x (jumlah ion terisodasi)
mEq =
berat molekul (BM)
Contoh: Hitung jumlah calcium dan chloride ion dalam larutan yang mengandung 20 mg CaCl2
(calcium chloride USP) dalam 100 ml.
0,02 ml x 1000 x 2 x 1
mEq = = 2,6 mEq Ca
147
Contoh larutan/cairan infus:
1. NaCl 0,9%
2. Larutan ringer laktat
3. Larutan dextrose
4. Larutan asam amino 350 kCal

Setelah larutan disterilkan maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan (control kualitas)
sebelum dilakukan pengemasan dan pemasangan etiket pada wadah.

Program Studi Farmasi (S-1) 24


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

6. KONTROL KUALITAS

Kontrol kualitas yang dilakukan pada sediaan steril yang telah dibuat antara lain adalah
pemeriksaan kebocoran, pemeriksaan sterilitas, pemeriksaan pirogen, pemeriksaan kejernihan dan
warna, pemeriksaan volume dan berat, dan pemeriksaan identitas/labelling.
1. Pemeriksaan kebocoran
Dua metode yang dapat dipergunakan untuk pemeriksaan kebocoran ampul yang berisi larutan
obat adalah sebagai berikut:
a. Uji dengan larutan warna (Dye Bath Test)
Dalam uji ini digunakan larutan metilen biru 0,0025% (b/v) dalam larutan phenol 0,0025%
(b/v). ampul-ampul harus terendam dalam larutan. Uji dilakukan dalam bejana yang dibuat
vakum sampai 70 mmHg (0,96 kg/cm2) dan dijaga selama tidak tidak kurang dari 15 menit.
Ampul-ampul yang berwarna biru harus dibuang.
b. Metode penarikan vakum ganda (The Double Vacuum Pull Method)
Uji dilakukan dalam bejana yang diberi alas kertas penyerap. Bejana dibuat vakum sampai
70 mmHg (0,96 kg/cm2) dan dijaga selama tidak tidak kurang dari 15 menit. Setelah pompa
vakum dimatikan, diamati ada tidaknya noda basah pada kertas penyerap. Ampul yang
menyebabkan noda basah dibuang. Uji dilakukan dengan posisi terbalik dengan kertas
penyaring baru. Pada akhir uji ampul yang menyebabkan noda basah harus dibuang.

2. Pemeriksaan sterilitas
Pada umumnya dikenal du acara uji:
a. Metode langsung
b. Metode filtrasi

3. Pemeriksaan pirogen
Adanya iyrogen dalam sediaan parenteral dapat diketahui dengan uji pirogen.
Uji pirogen dapat dilakukan dengan:
a. Menggunakan kelinci

Program Studi Farmasi (S-1) 25


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

Kelinci ditempatkan dalam kandang suhu antara 20-23 oC. Larutan parenteral yang diuji,
disuntikkan dengan dosis 10 ml per Kg bobot badan, melalui vena tepi telinga seekor kelinci
dan penyuntikan dilakukan dalam waktu 10 menit. Rekam suhu berturut-turut antara jam
ke 1 dan jam ke 3 setelah penyuntikan dengan selang waktu 30 menit.
Penafsiran hasil:
1) Setiap penurunan suhu dianggap nol
2) Sediaan memenuhi syarat apabila tak seekor kelincipun menunjukkan kenaikan suhu
0,5 oC atau lebih.
3) Jika ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5 oC atau lebih, lanjutkn pengujian
dengan menggunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari 3 eker kelinci dari 8 ekor
kelinci masing-masing menunjukkan kenaikan suhu 0,5 oC atau lebih dan jumlah
kenaikan suhu maksimum 8 ekor kelinci tidak lebih dari 3,3 oC, sediaan dinyatakan
memenuhi syarat bebas pirogen.
b. Menggunakan Limulus Amobocyte Lysate Test (LAL-Test)
Pengujian dilakukan dengan cara mencampur larutan parenteral yang diuji dengan LAL,
campuran dipanaskan dalam suhu 37 oC selama waktu tertentu. Kemudian diamati ada
tidaknya/terbentuknya jendal gel (penggumpalan) yang stabil. Bila terjadi penggumpalan
yang stabil berarti ada pirogen.
LAL-Test memberikan keuntungan dibandingkan dengan rabbit tes, antara lain:
1. Mudah/sederhana
2. Lebih sensitive
3. Reliable

4. Pemeriksaan kejernihan dan warna


Semua larutan injeksi dan larutan tetes mata sangat diharapkan bebas dari partikel asing. Oleh
karena itu seluruh wadah yang berisi larutan injeksi (misal: ampul, vial) dan larutan tetes mata
harus diperiksa terhadap adanya partikel asing (partikel gelas, arang) dan wadah yang rusak.
Wadah-wadah yang rusak ini harus dipisahkan.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Program Studi Farmasi (S-1) 26


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

a. Pengamatan dilakukan pada meja pemeriksaan atau kotak yang dilengkapi dengan sumber
cahaya lampu yang pada jarak 25 cm dari permukaan kotak dapat memberikan kekuatan
penyinaran tidak kurang dari 1000 Lux dan tidak boleh lebih dari 3500 Lux. (sumber sinar
berupa lampu pijar putih, kekuatan 100 watt atau 3 buah lampu neon kekuatan masing-
masing 15 watt). Ruang pemeriksaan harus gelap.
b. Sejumlah wadah (ampul, vial) yang belum berlabel dipegang pada lehernya, balikkan
perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya gelembung udara, kemudian putar sedikit untuk
memutar isi larutan di dalamnya. Kemudian wadah dipegang secara horizontal.
Pemeriksaan wadah dilakukan dengan menggunakan latar belakang hitam putih selang
seling. Wadah yang berisi larutan yang tercemar partikel asing atau wadah rusak harus
dipisah. Bila jumlah wadah yang tercemar melebihi batas persyaratan maka pemeriksaan
diulang atau kemudian produk ditolak.
5. Pemeriksaan volume dan berat
6. Pemeriksaan identitas/labelling.

Program Studi Farmasi (S-1) 27


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

Tabel 1. Bentuk Sediaan untuk Penggunaan secara Parenteral (Fox, 2014)


Volume
Rute Spesifikasi Bentuk sediaan Onset
pemberian
Intravena 1-1000 mL pH 3-11 Larutan Immediate
Osmolarity 215-900 10-20
a. Bolus Emulsi
masmol/L menit
b. Infusion Bebas partikel
15-30
Intramuscular 0,2-2,5 mL Isotonic, pH 3-7 Larutan
menit
a. Deltoid Emulsi
b. Vastus 24-48
Larutan minyak
laterals menit
c. Gluteus Suspensi 2-4 jam
Subkutan 0,2-2 mL Isotonic, pH 3-7
15-60
a. Lengan atas Larutan
menit
b. Abdomen Suspensi 1-4 jam
c. Lateral thigh Implant 1-4 jam
Larutan,
Intradermal 0,05-0,1 mL Isotonik Immediate
suspensi
Intraarterial 2-20 mL Isotonic, bebas partikel Larutan Immediate
Isotonic, bebas pengawet, pH Larutan, 15-30
Epidural 6-30 mL
7,4 suspensi menit
Isotonic, bebas pengawet, pH Larutan, 15-30
Intratekal 1-4 mL
7,4 suspensi menit
Larutan,
Intraarticular 2-20 mL Isotonic 3-4 jam
suspensi

Program Studi Farmasi (S-1) 28


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

Tabel II. Bentuk Sediaan Parenteral dan Penamaannya Berdasarkan USP (Fox, 2014)
Bentuk sediaan Label USP Formulasi Kategori
pelepasan
Injection WFI, buffer, antioksidan, pengawet, agen Immediate
Larutan
tonisitas
Injection WFI, alcohol, propilenglikol, Immediate
Larutan kosolven
polietilenglikol cair, antioksidan
Larutan mengandung Injection WFI, surfaktan nonionic, pengawet, agen Immediate
surfaktan tonisitas
Serbuk injeksi For injection Protectants, buffer, agen tonisitas Immediate
(rekonstitusi)
Emulsi Injectable WFI, minyak soybean atau safflower, Immediate
emulsion emulgator, agen tonisitas, antioksidan,
pengawet
Suspensi Injectable Pembasah, suspending agent, pengawet, Sustained
suspension buffer, antioksidan, WFI atau minyak
tumbuhan
Serbuk untuk For injectable Protectants, agen tonisitas, pembasah, Sustained
suspensi suspension suspending agent, pengawet, antioksidan
(rekonstitusi)
Larutan dengan Injection Minyak tumbuhan (pembawa), anestesi Sustained
pembawa minyak local (benzyl alcohol)

Program Studi Farmasi (S-1) 29


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

Tabel III. Prosedur Sterilisasi yang Umum Digunakan (Fox, 2014)


Metode Sterilisasi Panas Basah Filtrasi Steril
(autoclave)
o
Deskripsi 121 C x 20 menit (tekanan 6,8 kg) Filtrasi dengan membrane filter
ukuran 0,22 µm (cellulose acetate,
nylon, polyvinyl chloride,
polycarbonate, Teflon)
Kegunaan untuk Obat stabil panas, pelarut obat, Larutan dari obat yang tidak tahan
larutan pembawa, penutup karet, panas
filter
Lethality Spora, bakteri vegetative, jamur, Memisahkan partikel berukuran
virus dengan denaturasi panas besar. Spora, virus, dan endotoksin
molekul kritik berukuran kecil dapat lolos
Validasi Spora Bacillus stearothermophillus Bubble point test

Program Studi Farmasi (S-1) 30


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

PRAKTIKUM 1
PENCUCIAN DAN STERILISASI PENGEMAS

Tujuan : Mahasiswa diharapkan dapat memahami dan melakukan pencucian dan


sterilisasi karet, ampul, vial, dan botol infus.
Alat : Autoclave, Glassware
Bahan : Natrium karbonat 0,5%, Teepol, aquadest, alkohol, HCl encer

PROSEDUR KERJA :
A. Cara mencuci tutup karet botol infus:
1. Direndam dalam larutan HCl 2% selama 2 hari.
2. Direndam dalam larutan (teepol 1% dan Na karbonat 0,5% selama 1 hari).
3. Rendaman karet dalam (2) dididihkan.
4. Karet dididhkan lagi dengan larutan (teepol 1% dan Na karbonat 0,5%) baru.
5. Diulang-ulang tindakan (4) sampai larutan kelihatan jernih, bersih.
6. Karet kemudian ditambah aquabidest lalu di autoclave 110 oC 20 menit (1x atau 2x melihat
jernih tidaknya aquabidest rendaman setelah di autoclave 1x)
7. Karet kemudian ditambah spiritus dilutes dan aquabidest sama banyak 1x atau 2x
tergantung jernih tidaknya cairan rendaman setelah di autoclave 1x (untuk membilas karet).
8. Terakhir di autoclave 1x lagi dalam kantong plastik tanpa air untuk mensterilkannya.

NB: Untuk karet yang berkualitas baik no. 1 dan 2 bisa diabaikan

B. Ampul, Vial, Botol Infus (Glassware)


1. Rendam ampul, vial, botol infus dengan HCl encer
2. Didihkan ampul, vial, botol infus dengan campuran sama banyak teepol 1% dan Na2CO3
0,5% (Natrium karbonat 0,5%).
3. Ulangi prosedur no. 2 hingga larutan tetap jernih (maks. 3x)
4. Cucilah ampul, vial, botol infus dengan aquadest

Program Studi Farmasi (S-1) 31


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

5. Atur container dengan teratur dan rapi dalam oven dan sterilkan pada temperature 200 oC
selama 1 jam.

Pertanyaan:
1. Sebutkan tipe gelas yang cocok untuk kemasan sediaan steril. Jelaskan?
2. Jelaskan beberapa persyaratan tutup karet untuk sediaan steril?
3. Jelaskan cara mematikan mikroorganisme dengan sterilisasi panas kering dan panas basah
(autoclave)?
4. Sebutkan sifat yang kurang menguntungkan yang dimiliki oleh gelas?
5. Sebutkan sifat yang menguntungkan dari wadah plastic dibandingkan gelas?

EVALUASI:
Kualifikasi alat pencuci penggunaan glass : (Ampul, vial, dll)
a. DQ (Design Qualification)
b. IQ (Installation Qualification)
c. OQ (Operational Qualification)
d. PQ (Performance Qualification)

Program Studi Farmasi (S-1) 32


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

PRAKTIKUM II
INJEKSI AMINOPHYLIN 2,4%

Tujuan : Mahasiswa dapat memahami dan mampu membuat injeksi aminophylin


Alat : Autoclave, Glassware, Timbangan
Bahan : Theophylin, Etilendiamin, Aqua p.i
Formula : R/ Theophylin 2 (g)
Etilendiamin 0,55 (g)
Aqua p.i ad 100 (ml)

PROSEDUR KERJA :
1. Hitung tonisitas larutan yang akan dibuat!
2. Buatlah akua bebas karbondioksida (CO2)
3. Suspensikan theophylin dengan sebagian akua bebas CO
4. Campurlah etilendiamin dengan sebagian aquadest.
5. Suspensi (3) ditambah larutan (4) tetes demi tetes sampai campuran (3 dan 4) betul-betul jernih
dan pH larutan antara 9,5-9,6.
6. Gojok larutan dengan carbo absorben 0,1% yang telah diaktifkan selama 5-10 menit, diamkan,
kemudian disaring hingga jernih.
7. Masukkan larutan ke dalam ampul sesuai volume yang diminta, tutup dan sterilkan dalam
autoclave 110 oC selama 30 menit atau 120 oC selama 20 menit.
8. Periksa larutan terhadap:
pH
Kebocoran
Partikel
Kejernihan
Keseragaman volume/berat

PERTANYAAN :
1. Apa keuntungan dari bentuk leher pada ampul?

Program Studi Farmasi (S-1) 33


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

2. Jelaskan beberapa persyaratan untuk larutan parenteral?


3. Terangkan beberapa cara penutupan ampul?
4. Apa yang terjadi bila larutan hipotonis atau hipertonis diinjeksikan?
5. Bagaimana mekanisme terjadinya peristiwa tersebut?
6. Sebutkan beberapa cara pemberian obat secara parenteral uraikan spesifiknya?

EVALUASI :
Kualifikasi autoclave

Program Studi Farmasi (S-1) 34


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

PRAKTIKUM III
PEMBUATAN LARUTAN RINGER LAKTAT

Tujuan : Mahasiswa DAPat memahami dan mampu membuat infus Ringer Laktat
Alat : Penangas air, Glassware, Autoclave
Bahan : Natrium laktat, NaCl, KCl, CaCl2.2H2O, Aqua p.i, Karboadsorben, HCl 0,1N
- NaOH 0,1 N

Cara kerja :
A. Formula : (Berat bahan dalam gram)
Natrium laktat 0,31
NaCl 0,6
KCl 0,03
CaCl2.2H2O 0,01
Aqua p.i. ad 100 ml

B. CARA KERJA :
1. Cek apakah larutan isotonis/tidak isotonis
2. Didihkan aquadest
3. Larutkan semua bahan ke dalam aquadest panas
4. Cek ph larutan antara 5-7, jika kurang asam ditambah HCl 0,1 N sedangkan bila kurang
basa ditambah NaOH 0,1 N.
5. Tambahkan sisa aquadest
6. Gojog larutan dengan karboadsorben 0,1%, diamkan kemudian saring hingga jernih.
7. Masukan larutan dalam wadah yang sesuai, kemudia ditutup kedap.
8. Sterilisisasi dengan autoclave 121oc, 15’
9. Periksa larutan terhadap
10. pH
Kebocoran
Partikel asing

Program Studi Farmasi (S-1) 35


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

Kejernihan
Beri etiketnya.

PERTANYAAN :
1. Jelaskan tujuan pemberian larutan elektrolit
2. Tuliskan beberapa cara menghitung (rumus) isotonis dan terangkan arti masing-masing dalam
rumus tersebut
3. Sebutkan beberapa bahan yang sering ditambahkan dalam pembuatan larutan parenteral dan
beri contohnya?
4. Jelaskan cara manakah yang lebih efektif sterilisasi dengan kering dan panas basah?
5. Apa tujuan penggunaan karboadsorben, bagaimana usaha yang dilakukan agar karboadsorben
bekerja lebih efektif, jelaskan?

EVALUASI :
Kalibrasi pH meter:
- Waktu/penggunaan
- Cara

Program Studi Farmasi (S-1) 36


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

PRAKTIKUM IV
PEMBUATAN SUSPENSI STERIL HIDROKORTISON ASETAT DAN UJI
STERILITAS

Tujuan : Mahasiswa dapat memahami dan mampu membuat injeksi kortison asetat
Alat : Glassware, Timbangan
Bahan : Hidrokortison asetat, NaCl, Polysorbate 80, CMC-Na, Benzyl alcohol, Aqua

PROSEDUR KERJA
A. FORMULA
R/ Tiap cc mengandung:
- Hidrokortison asetat 25 mg
- NaCl 9 mg
- Polysorbate 4 mg
- CMC-Na 5 mg
- Benzyl alcohol 0,9%
- Aq. Pi 1 cc

B. CARA KERJA
1. a) Larutkan CMC-Na, kemudian disterilkan dalam autoclave.
b) Aqua sterilkan dalam autoclave (121 oC, 15’)
2. Kortison asetat, NaCl dan polysorbate 80 disterilkan kering dalam oven (160 oC, 1 jam)
3. Dibuat suspensi dalam kotak aseptis/LAF cabinet:
a. Larutkan NaCl dalam sebagian aqua, tambah benzyl alcohol
b. Kortison asetat ditambah polysorbate 80, campur homogeny
c. Campuran (b) ditambah dengan larutan CMC-Na, aduk homogeny
d. Campuran (c) ditambah dengan larutan (a) dan sisa aqua, aduk homogeny.
e. Masukkan ke dalam vial 10 ml, tutup kedap
f. Amati suspensi yang terjadi
g. Beri etiket

Program Studi Farmasi (S-1) 37


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

PERTANYAAN :
1. Jelaskan tujuan penggunaan polysorbate 80
2. Apa fungsi benzyl alcohol dalam formula tersebut. Jelaskan!
3. Jelaskan mengapa CMC-Na disterilkan dalam bentuk larutan?
4. Sediaan injeksi kortison asetat diberikan melalui rute, mengapa?

EVALUASI :
Kualifikasi oven

Program Studi Farmasi (S-1) 38


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

PRAKTIKUM V
PEMBUATAN TETES MATA KLORAMFENIKOL DAN UJI STERILITAS

Tujuan : Mahasiswa dapat memahami dan mampu membuat tetes mata kloramfenikol
Alat : Glassware, pH meter.
Bahan : Asam borat, natrium tetra borat, preservative, aquadestilata, HCl 0,1 N –
NaOH 0,1 N, Pengemas

PROSEDUR KERJA
A. FORMULA
R/ Tiap 10 ml mengandung:
- Kloramfenikol 50 mg
- Asam borat 150 mg
- Natri tetra borat 30 mg
- Metil paraben 0,01%
- Aqua pi. Ad 10 ml
B. CARA KERJA
1. Larutkan asam borat dan natri tetra borat dalam akuades
2. Larutkan preservative dalam akuades dan tambahkan pada larutan 1.
3. Larutkan kloramfenikol dalam larutan 2 dan tambahkan sisa akuadesnya.
4. Sterilkan menurut cara B
Masukkan wadah, tutup kedap kemudian beri etiket

PERTANYAAN:
1. Sebutkan persyaratan yang harus dipenuhi untuk tetes mata!
2. Apakah tetes mata harus bebas pirogen? Jelaskan!
3. Sebutkan macam-macam bentuk sediaan untuk pengobatan mata?
4. Sebutkan pemeriksaan yang dilakukan terhadap sediaan tetes mata?
5. Sebutkan keuntungan penggunaan bentuk tetes/larutan dari bentuk lain (salep) pada
pengobatan mata

Program Studi Farmasi (S-1) 39


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PETUNJUK PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

DAFTAR PUSTAKA

Akers, Michel J., 2010, Sterile Drug Products: Formulation, Packaging, Manufacturing, and
Quality, Informa Healthcare, USA.
Allen, Jr., L.V., Popovich, N.G., dan Ansel, H.C., 2011, Ansel’s Pharmaceutical Dosage Forms
and Drug Delivery Sysyems, William & Wilkins, Parkway PA.
Departemen Kesehatan, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Fox, Shelley Chambers, 2014, Remington Education Pharmaceutics, Pharmaceutical Press, UK.

Program Studi Farmasi (S-1) 40


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai