B.
C.
epitop
D.
Determinan
antigenik baru
Non determinan
Determinan antigenik
antigenik Tidak ada
determinan
LINEAR DETERMINANT CONFORMATIONAL DETERMINANT antigenik
Gambar 6-2. Formasi determinan antigenik dalam protein natif . A. Formasi linear (linear determinan) tidak terakses oleh
antibodi karena tidak berada di permukaan protein natif sehingga peran determinan antigenik tidak terjadi, apabila protein
natif didenaturasi maka determinan antigenik tidak tersembunyi lagi dapat terakses oleh antibodi sehingga peran sebagai
determinan antigenik dapat terjadi. B. Formasi linear terakses oleh antibodi akan berperan sebagai determinan antigenik
pada saat masih protein natif maupun sesudah denaturasi. C. Formasi konformasi (conformational determinant) akan
berperan sebagai determinan antigenik pada saat masih protein natif dan kehilangan peran sebagai determinan antigenik
setelah denaturasi karena formasi konformasi tidak ada lagi. D. Protein natif tidak memiliki determinan antigenik tetapi
akibat proteolisis pada saat denaturasi akan terbentuk determinan antigenik baru.
Gambar 6-2. Formasi determinan antigenik dalam protein natif . A. Formasi linear (linear determinan) tidak terakses oleh
antibodi karena tidak berada di permukaan protein natif sehingga peran determinan antigenik tidak terjadi, apabila protein
natif didenaturasi maka determinan antigenik tidak tersembunyi lagi dapat terakses oleh antibodi sehingga peran sebagai
determinan antigenik dapat terjadi. B. Formasi linear terakses oleh antibodi akan berperan sebagai determinan antigenik
pada saat masih protein natif maupun sesudah denaturasi. C. Formasi konformasi (conformational determinant) akan
berperan sebagai determinan antigenik pada saat masih protein natif dan kehilangan peran sebagai determinan antigenik
setelah denaturasi karena formasi konformasi tidak ada lagi. D. Protein natif tidak memiliki determinan antigenik tetapi
akibat proteolisis pada saat denaturasi akan terbentuk determinan antigenik baru.
Antigen eksracellulair
(protein, polisakarida dan lemak)
Pagositosis
SEL DENDRITIK
Antigen peptida
PAGOSIT LIMPOSIT B
SEL T HELPER
(makropag dan neutropil)
antibodi KOMPLEMEN
Pagositosis Mikroba
ekstraseluler
SEL DENDRITIK memasuki sel
menjadi antigen
intraseluler
Antigen peptida
Gambar 6-4. Proses pengenalan sampai eliminasi antigen intraseluler.. Sel dendritik mempagositosis dan
menghancurkan mikroba ekstraseluler untuk memunculkan antigen peptida guna diperkenalkan kepada sel T
helper dan sel T sitoltoksik (cross presentation) . Sel T helper memberikan help factors kepada sel T sitolitik dan
makropag , Makropag saling membantu sitokin dengan sel Natural Killer dan sel T helper. Makropag, sel T sitolitik
dan sel Natural Killer aktif membunuh sel yang mengandung antigen intraseluler.
THYMUS INDEPENDENT-ANTIGEN (TI-ANTIGEN)
TI-1 ANTIGEN (B-CELL MITOGEN)......LPS
kadar rendah..........memicu respon imun spesifik
kadar tinggi.....B-cell mitogen
TI-2 ANTIGEN
karbohidrat di permukaan kuman
memicu respon imun spesifik
diresponi oleh sel B zona marginal dan sel B-B1
antibodi mengopsonisasi patogen untuk fagositosis
.....imunita seluler
THYMUS-DEPENDENT ANTIGEN (TD-ANTIGEN)
Sel B hanya bisa menjadi sel B efektor menghasilkan
antibodi kalau ada help factor dari sel T
Ikatan Peptida-MHC II
Pagolisosom
Pagositosis presentasi Peptida-MHC II
(endositosis)
Presentation
kostimulator
TCR
Patogen CD4
ekstraselule
r MHC-II
SEL T HELPER
Peptida-peptida (NAIF)
asal patogen APC Retikulum endoplamik
Gambar 6-5. Pemerosesan patogen jalur endosiitik dan presentasi peptida dengan
MHC II. Patogen ekstraseluler dipagositosis oleh APC lalu dihancurkan dengan enzim
lisozim dalam pagolisosom untuk memisahkan peptida-peptida dari patogen. Peptida
selanjutnya beriikatan dengan MHC-II yang datang di pagolisosom dari retikulum
endoplasmik. Kompleks peptida MHC II kemudian dipresentasikan di permukaan APC
agar dapat dikenal oleh sel T helper yang memiliki TCR spesifik untuk peptida
bersangkutan.
Peptida-peptida
Pagolisosom asal patogen
Pagositosis presentasi Peptida-MHC I
(endositosis)
Presentation
kostimulator
TCR
Patogen CD8
ekstraselule
r
SEL T SITOTOKSIK
Retikulum endoplamik
Ikatan Peptida-MHC I (NAIF)
MHC-I
APC
Gambar 6-6. Pemerosesan patogen jalur endositik dan sitosilik dan presentasi peptida dengan MHC I. Patogen ekstraseluler
dipagositosis oleh APC lalu dihancurkan dengan enzim lisozim dalam pagolisosom untuk memisahkan peptida-peptida dari patogen.
Peptida-peptida berdiffusi masuk sitosol untuk ditransfer masuk retikulum endoplasmik. Peptida selanjutnya beriikatan dengan
MHC-I yang sudah ada dalam retikulum endoplasmik . Kompleks peptida-MHC I kemudian dipresentasikan di permukaan APC agar
dapat dikenal oleh sel T sitotoksik yang memiliki TCR spesifik untuk peptida bersangkutan. Presentasi ini bertujuan untuk
mengaktifkan sel T sitotoksik naif menjadi sel T sitotoksik effektor.
Ikatan Peptida-MHC I
Patogen intraseluler
Presentasi Peptida-MHC I
Peptida asing kostimulator
dalam sitosol
TCR
CD8
SYOK
TI antigen pada mikroba
PRODUKSI ANTIBODI
ELIMINASI ANTIGEN
SEL B NAIF SEL B EFEKTOR
BCR (IgM dan IgD)
Gambar 6-9. TI-antigen memicu aktifasi sel B. Sel B naif yang telah menangkap antigen
makromolekul (mikroba) dengan menggunakan reseptor sel B (IgM dan IgD) akan l terpicu menjadi
sel B efektor yang akan menghasilkan antibodi untuk eliminasi antigen tanpa help factors dari sel T
helper.
mikroba Antigen peptida TD-antigen
fagolisosom CD40 CD40L
MHC II TCR
SEL B NAIF SEL B NAIF SEL T HELPER EFEKTOR
PRODUKSI ANTIBODI
ELIMINASI ANTIGEN
SEL B EFEKTOR
Gambar 6-10. TD-antigen memicu aktifasi sel B. Sel B yang telah menangkap antigen makromolekul (mikroba)
melakukan internalisasi antigen ke dalam pagolisosom untuk diproses menjadi peptida. Selanjutnya sel B
berperan sebagai APC, mempresentasikan peptida itu menggunakan MHC kelas II kepada sel T helper efektor yang
telah diaktifkan juga oleh peptida yang sama (dipresentasikan oleh sel dendritik). Melalui kontak langsung dengan
sel T helper efektor , sel B naif mendapatkan signal aktifasi (help factors) dari sel T helper efektor yang akan
mengaktifkan selB naif menjadi sel B effektor menghasilkan antibodi untuk eliminasi antigen. Help factors bisa
berupa signal aktifasi lewat molekul CD40 dan ligan CD40 serta sitokin misalnya inteleukin 2.
fagolisosom fagolisosom
Peptida A Peptida A Peptida B Peptida B
CD40 CD40L CD40 CD40L
HELP FACTORS
HELP FACTORS
SINTESA ANTIBODI TERHADAP HAPTEN
Gambar 6-11. Mekanisme hapten menjadi imunogenik. Konyugasi hapten-protein carrier
(conformational determinant) diikat oleh BCR lalu diendositosis dan selanjutnya terjadi denaturasi
enzimatik dalm endosom untuk memisahkan sejumlah peptida dari protein carrier yang pada gambar ini
diumpamakan peptida A dan peptida B. Peptida (linear determinant) dipresentasikan kepada sel T helper
efektor yang spesifik terhadap peptida yang sama karena telah diaktipkan oleh sel dendritik
menggunakan peptida yang sama. Dalam gambar ini sel B yang mempresentasikan peptida A akan
berkontak dengan sel T helper yang memiliki TCR spesifik terhadap peptida A (panel kiri) demikian juga
halnya dengan peptida B (panel kanan). Sel B yang menerima help factors dari sel T helper efektor melalui
presentasi peptida A dan peptida B menjadi sel B efektor yang menghasilkan antibodi terhadap hapten
karena epitop yang memicunya adalah hapten (panel kiri dan kanan).