Anda di halaman 1dari 31

FARMASI INDUSTRI

PEMBUATAN SUPPOSITORIA PARASETAMOL

OLEH

KELOMPOK 3 (GANJIL):
Rizka Meidhika (1901070)
Citra Handayani (1901042)
Jihan Virdia Putri (1901056)
Kiki Riski Syofia AA (1901058)
Nora Efendi (1901064)
Desy Rahmanisya (1901047)
Sendra Eka Putra (1901074)

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Gressy Novita, M.Farm.,Apt

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIV RIAU

TAHUN 2020
1. Definisi Suppositoria

Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk,

yang diberikan melalui rectal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh,

melunak atau melarut pada suhu tubuh.

2. Preformulasi

a. Parasetamol

Paracetamol mempunyai nama kimia N-(4-hydroxyphenyl)

acetamide. Rumus molekul paracetamol adalah C8H9NO2 dengan berat

molekul 151,16 gr/mol. Rumus bangun paracetamol adalah sebagai

berikut.

Paracetamol berbentuk hablur atau serbuk berwarna putih, tidak

berbau dan rasa pahit. Paracetamol larut dalam 70 bagian air, dalam 7

bagian etanol (95%) dalam 13 bagian aseton, dalam 40 bagian gliserol

dan dalam 9 bagian propilen glikol.

Paracetamol merupakan salah satu analgetik antipiretik dengan

mekanisme kerja menghambat pembentukan prostaglandine.

Paracetamol digolongkan kedalam biopharmaceutical classification

class 4, yaitu memiliki permeabilitas dan kelarutannya yang buruk.

Koefisien partisi paracetamol adalah 0.46. titik leleh paracetamol

adalah 169-170oC. Paracetamol diabsorbsi melalui pemberian secara


oral pada saluran gastrointestinal dengan bioavailibilitas 63-89%.

Paracetamol terikat pada protein plasma sekitar 10-25% dengan waktu

paruh 1-4 jam serta dieliminasi sebagian besar melalui urin.

b. Palm Karnel Oil (PKO)

PKO merupakan minyak inti buah tanaman kelapa sawit yang telah

dipisahkan dari daging buah dan tempurungnya. PKO bersifat semi

padat pada suhu ruang, lebih jenuh dari pada minyak kelapa sawit

namun setara dengan minyak kelapa. PKO umumnya mengandung

asam lemak bebas <2%, berwarna kuning muda dan memiliki sifat

leleh yang baik dan memiliki titik leleh 26-28 oC. Kandungan asam

lemak dalam PKO dapat dilihat dalam tabel 1.


c. Palm Karnel Stearin

Palm karnel stearin adalah produk premium dari fraksinasi palm karnel

oil. Palm karnel stearin bersifat semi padat dan memiliki titik leleh

yang lebih tinggi yaitu sekitar 33 oC.

d. Asam Stearat

Asam stearat adalah campuran campuran asam organik padat yang

diperoleh dari lemak, sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat

dan asam heksadekanoat. Asam stearat berbentuk zat padat keras

mengkilat berwarna putih atau kuning pucat mirip lemak lilin, praktis

tidak larut dalam air dan memiliki suhu lebur tidak kurang dari 54oC.

e. Gliserin Monostearat

Gliserin Monostearat adalah senyawa yang memiliki rumus kimia

C21H42O4 dan BM 358,6. Gliserin monostearat dapat berfungsi sebagai

emollient, emulsi agent, selubilizing agent, stabilizing agent,

sustained-release agent, dan sebagai lubrikan pada tablet dan kapsul.

Gliserin monostearat dapat diaplikasikan dalam sedian lepas lambat

tablet atau suppost, memiliki titik lebur 50-60oC, larut dalam lemak

dan nilai HLB 3,8.


Gambar Struktur Gliserin Monostearat

3. Material Handling

a. Pengadaan Bahan

Pembelian bahan awal adalah suatu aktifitas penting dan oleh karena itu

hendaklah melibatkan staf yang mempunyai pengetahuan khusus dan

menyeluruh perihal pemasok. Pembelian bahan awal hendaklah hanya

dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan,

dan bila memungkinkan langsung dari produsen. Untuk pengadaan bahan,

dokumen penting yang perlu disiapkan, antara lain :

1) Kualifikasi pemasok

2) Daftar pemasok (supplier/vendor) yang disetujui, dapat berupa

produsen atau distributor bahan awal. Daftar pemasok tersebut

berisi antara lain nama pemasok, nama dan alamat pabrik pembuat

serta nama bahan yang dipasok. Daftar tersebut harus disetujui oleh

Bagian Pengadaandan Pemastian Mutu.

3) Quality Assurance Agreement antara pemasok dan pengguna yang

antara lain memuat persetujuan spesifikasi, persetujuan audit,

pemberitahuan atas perubahan yang dilakukan oleh produsen bahan


baku obat, missal perubahan lokasi pabrik, perubahan teknologi

pembuatan bahan baku obat.

b. Penerimaan

1) Pada tiap penerimaan bahan dilakukan pemeriksaan visual tentan

kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, ceceran dan

kemungkinan adanya kerusakan bahan, dan tentang kesesuaian

catatan pengiriman dengan label dari pemasok. Sampel diambil

oleh personil dan dengan metode yang telah disetujui oleh kepala

bagian Pengawasan Mutu.

2) Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa

hendaklah dicatat. Catatan berisi keterangan mengenai pasokan,

nomor bets/lot, tanggal penerimaan atau penyerahan, tanggal

pelulusan dan tanggal daluwarsa bila ada.

3) Sampel bahan awal hendaklah diuji pemenuhannya terhadap

spesifikasi. Dalam keadaan tertentu, pemenuhan sebagian atau

keseluruhan terhadap spesifikasi dapat ditunjukkan dengan

sertifikat analisis yang diperkuat dengan pemastian identitas yang

dilakukan sendiri.

4) Bahan awal yang diterima dikarantina sampai disetujui dan

diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian Pengawasan Mutu.

c. Penandaan Bahan Awal dan Pengemas

Bahan awal di area penyimpanan hendaklah diberi label yang tepat. Label

hendaklah memuat keterangan paling sedikit sebagai berikut:


1) Nama bahan dan bila perlu nomor kode bahan

2) Nomor bets/kontrol yang diberikan pada saat penerimaan bahan

3) Status bahan (misal: karantina, sedangdiuji, diluluskan, ditolak)

4) Tanggal daluwarsa atau tanggal uji ulang bila perlu.

Label yang menunjukkan status bahan awal ditempelkanhanya oleh

personil yang ditunjuk oleh kepala bagian Pengawasan Mutu. Untuk

mencegah kekeliruan, label tersebut hendaklah berbeda dengan label yang

digunakan oleh pemasok (missal dengan mencantumkan nama atau logo

perusahaan). Bila status bahan mengalami perubahan, maka label penunjuk

status hendaklah juga diubah.

Gambar Contoh Penandaan Untuk Bahan Awal


d. Penyimpanan

Penyimpanan bahan awal baik padas aat proses karantina selama

pemeriksaan maupun setelah diluluskan harus disesuaikan dengan

persyaratan penyimpanan yang tercantumdalam label bahan awal atau

Certificate of Analysis (COA) yang disertakan dari bahan baku tersebut.

Berikut adalah contoht emperatur ruang penyimpanan yang tercantum

dalam label bahan awal:

 Suhu ruang (ambient) : suhu ruang tidak lebih dari 30°C

 Suhu ruang berpendingin udara(AC) : suhu ruang di bawah 25°C

 Suhu dingin: suhu ruang antara 2 – 8°C

 Suhubeku :suhu ruang di bawah 0°C.

Bahan awal disimpan pada rak bahan awal yang telah ditentukan dengan

nama bahan awal yang tertera pada rak tersebut, jangan menaruh bahana

wal di lokasi yang tidak sesuai dengan nama bahan awal yang tercantum

pada rak tersebut. Bahan awal tidak boleh disimpan langsung bersentuhan

dengan lantai gudang, simpan bahan awal di atas rak atau pallet.

e. Distribusi

Penyerahan bahan awal hendaklah dilakukan hanya oleh personil yang

berwenang sesuai dengan prosedur yang telah disetujui.Catatan persediaan

bahan hendaklah disimpan dengan baik agar rekonsiliasi persediaan dapat

dilakukan. Penimbangan bahan awal hendaklah dilakukan olehpersonil

yang berwenang sesuai prosedur tertulis untuk memastikan bahan yang


benar yang ditimbang atau diukur dengan akurat kedalam wadah yang

bersih dan diberi label dengan benar.

4. Pemeriksaan Bahan Baku

a. Parasetamol (FI ed.IV)

1. Larutkan baku timbang seksama sejumlah parasetamol BPFI,

larutkan dalam air hingga kadar ±12µg/ml. Larutan uji Timbang

seksama lebih kurang 120 mg,

2. masukkan dalam labu ukur 500ml, larut kandalam 10ml methanol

P, encerkan dengan air sampai tanda.

3. Masukkan 5,0 ml larutan kedalam labu ukur 100ml, encerkan

dengan air sampai tanda dan campur.

4. Ukur serapan larutan uji dan larutan baku pada panjang gelombang

serapan maksimum lebih kurang 244nm, terhadap air sebagai

blangko.
𝐴𝑢
5. Hitung jumlah dalam mg,C8H9NO2, denganrumus : 10𝐶( As )

C adalah kadar parasetamol BPFI dalam µg/ml larutan baku; Au

dan As berturut- turut adalah serapan larutan uji dan larutan baku.

b. Gliserin monostearat

1. Larutan natrium periodat larutkan 60g natrium metaperiodat P

dalam air yang mengandung 120ml asam sulfat, 0,1N hingga

volume 1000ml. tidak boleh dipanaskan.

2. kanji kalau tidak jernih saring melalui kaca masir.

3. Simpan larutan dalam wadah tidak tembus cahaya, bersumbat kaca.


4. Lakukan uji kesesuaian larutan sebagai berikut: larutan periodat

encer : pipet 10ml kedalam labu ukur 250ml, encerkan dengan air

sampai tanda. Pada lebih kurang 550mg gliserin monostearat larut

kandalam 50ml air, tambahkan 50,0ml larutan periodat encer:

5. sebagai blangko, pipet 50ml larutan periodat encer kedalam labu

ukur berisi 50ml air.

6. Biarkan selama 30 menit, kemudian pada masing-masing larutan

tambahkan 5ml asam klorida P dan 10ml kalium iodida LP, kocok

memutar. Biarkan selama 5 menit, tambahkan 100ml air, dan titrasi

dengan natriumtiosulfat 0,1 N LV

7. kocok terus menerus dan tambahkan kanji LP menjelang titik akhir.

Perbandingan volume natrium tiosulfat 0,1N yang diperlukan

untuk blangko antara 0,750 dan 0,765.

8. Prosedur: timbang seksama lebih kurang 400mg, masukkan

kedalam gelas piala 600ml, encerkan dengan 50 air, tambahkan

biru bromotimol LP, dan asamkan dengan asam sufat 0,2N sampai

terjadi warna hijau mantap atau kuning kehijauan.

9. Netralkan dengan natrium hidroksida 0.05N hingga titik akhir

berwarna biru mantap, tanpa warna hijau. Buat blangko yang berisi

50 ml air dan netralkan dengan cara yang sama.

10. Pipet 50ml larutan natrium periodat kedalam masing-masing gelas

piala, campur dengan menggoyangkan hati-hati.Tutup dengan kaca


arloji, dan biarkan selama 30 menit pada suhu kamar (tidak lebih

dari 35o) ditempat gelap atau dengan pengurangan cahaya.

11. Tambahkan 10ml campuran etilenglikol P dan air dengan volume

sama, biarkan selama 20menit. Encerkan masing-masing larutan

dengan air hingga lebih kurang 300ml

12. titrasi dengan natrium hidroksida 0,1N LV hingga pH 8,1±0,1

untuk larutan uji dan pH6,5±0,1 untuk blangko, menggunakan pH

meter.

c. Asam stearat

1. Ditimbang 0,5 gram asam stearat dan dilarutkan dalam 400 mL

akuades, tambahkan 1-3 tetes indikator pp dan dipanaskan sampai

mendidih, kemudian didinginkan dan diencerkan sampai 500 mL

dengan labu takar.

2. Diambil 20 mL larutan tersebut dengan pipet volume dan

masukkan dalam corong pisah, tambahkan 10 mL kloroform. Jika

terbentuk emulsi ditambahkan 10 mL NaCl jenuh kemudian

dikocok selama 10-15 menit dan biarkan beberapa menit sampai

terpisah. Lapisan kloroform dipisahkan.

3. Lapisan kloroform yang didapat dimasukkan kembali ke dalam

corong pisah dan tambahkan akuades 10 mL serta 1-2 tetes

indikator pp. kocok dan biarkan sampai terpisah antara air dan

kloroform. Lapisan air dibuang. lakukan penambahan air sampai air

tidak bersifat basa.


4. Ke dalam lapisan kloroform ditambahkan 20 mL alkohol dan 10

mL NaCl jenuh lalu dikocok 10-15 menit. Setelah itu dibiarkan

sampai terpisah. Lapisan alkohol dipisahkan ke dalam erlenmeyer

dan tambahkan indikator pp 2 tetes. Setelah itu dilakukan titrasi

dengan menggunakan larutan standart NaOH 0,01 M.

5. Hitungah konsentrasi asam stearat.

d. Palm Karnel Oil & palm karnel stearin

1. Pembuatan larutan standar: Larutan stok standar 3-MCPD

dibuat dari 3-MCPD cair kemurnian 98 dengan konsentrasi 1

mg/mL atau 1000 µg/mL dalam etil asetat, selanjutnya larutan

diencerkan 100 kali (2 tahap, masing-masing tahap 10 kali pe-

ngenceran) menjadi larutan kerja konsentrasi 10 µg/mL dengan

etil asetat. Larutan stok 3-MCPD-D5 konsentrasi 1 mg/mL

diencerkan 100 kali (2 tahap) menjadi larutan kerja 10 µg/mL

dengan etil asetat.

2. Uji linieritas alat dilakukan dengan menginjeksikan lima vial

larutan standar 3-MCPD yang konsentrasinya berbeda-beda.

Konsentrasi 3-MCPD yang digunakan, yaitu 0,25, 0,50, 1,00,

2,50, 5,00, dan 7,50µg/mL

larutan uji. Pembuatan larutan standar dilakukan dengan

mencampurkan larutan 3-MCPD sebanyak 100 µL dan 2 µg

standar internal 3-MCPD-D5 (dimodifikasi dari 5 µg menurut

Lanovia et al. 2014). Campuran kemudian diderivatisasi


dengan 250 μL reagen PBA. Larutan selanjutnya dimasukkan

pada penangas air yang bersuhu 80 °C selama 20 menit.

Setelah didinginkan larutan diekstrak dengan 2 x 0,5 mL

heksana (dimodifikasi dari 1 x 3 mL menurut Lanovia et al.

2014). Larutan uji yang diperoleh kemudian diinjeksikan ke

instrumen GC-MS.

3. Sampel minyak sebanyak 100 ± 5 mg dimasukkan ke dalam

tabung kaca 10 mL bertutup. Ke dalam vial tersebut kemudian

ditambahkan 0,5 mL MTBE – etil asetat (8:2 v/v) dan 2 µg larutan

standar internal 3-MCPD-D5 (atau 2 µg/mL dalam larutan akhir

setelah derivatisasi atau larutan uji), yaitu diambil dari 200 µL

larutan dari larutan kerja 10 µg/mL 3-MCPD- D.

4. Larutan yang telah dicampurkan tersebut dibiarkan pada suhu

ruang selama 2 jam.

5. Ke dalam tabung kemudian ditambahkan 1 mL NaOCH3 (0,5

mol/L dalam metanol HPLC grade) yang selanjutnya didiamkan

pada suhu kamar selama 10 menit.

6. Tambahkan 3 mL heksana, 0,1 mL asam asetat glasial, dan 3

mL NaCl (200 g/L). Setelah dilakukan homogenisasi campuran

dipisahkan dengan lapisan organik. Pada lapisan air

ditambahkan 3 mL n-heksana, yang kemudian dibuang lapisan

organik- nya kembali setelah dilakukan homogenisasi.

7. Hasil ekstrak (3 mL) yang diperoleh kemudian diderivatisasi


dengan PBA (5 g PBA dalam 20 mL pelarut (aseton:air 19: ))

sebanyak 250 μL dan dipanaskan dalam penangas air bersuhu

80 °C selama 20 menit.

Setelah didinginkan pada suhu kamar, derivat 3-MCPD diekstraksi dengan

2 x 0,5 mL heksana. Setelah dilakukan ekstraksi pisahkan bagian heksana.

Larutan uji ini siap diinjeksikan pada instrumen GC-MS.

5. Formula

R/ Paracetamol 125 mg

Palm Kernel Oil 1,35

Palm Kernel Stearin 0,3375

Stearic Acid 5%

Glyceryl Monostearat 5%

Mf supposno.M

 Paracetamol : ZatAktif

 Palm Kernel Oil : Basis Supos

 Palm Kernel Stearin : Basis Supos

 Stearic Acid : Bahan tambahan untuk meningkatkan titik lebur

 Glyceryl Monostearat : Bahan tambahan untuk menurunkan titik lebur

(plastisizer)

Alasan pemilihan basis supos berupa palm oil karena memiliki stabilitas

yang baik (tidak memiliki bentuk polimorfisme seperti lemak coklat).


Palm oil tidak mengiritasi dan mudah untuk dikeluarkan dari cetakan,

sehingga tidak memerlukan pelumasan pencetakan. Asam stearate dipilih

sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan titik lebur dari basis supos,

dimana titik lebur asam stearate adalah tidak kurang dari 54ºC. Sedangkan

gliceryl monostearat dipilih sebagai bahan tambahan untuk menurunkan

titik lebur basis supos (plastisizer).Gliceryl monostearat berfungsi sebaga

iplastisizer, yaitu untuk meningkatkan kestabilan dan keelastisandari basis

supos yang akan di hasilkan.

Perhitungan Bahan Untuk Pembuatan 1 batch Supositoria

 Bobot 1 supos = 2 gram

 1 batch terdiridari 1000 buah supos

 Basis untuk 1 supos = 2 gram – 0,125 gram (paaracetamol) = 1,875 gram

 Basis untuk 1000 supos = 2 gram x 1000 = 2000 gram – 125 gram = 1.875

gram

1. Paracetamol : 0,125 gram x 1000 = 125 gram

Basis supos di lebihkan 50%

2. Palm Kernel Oil : 1,35 gram x 1000 = 1.350 gram + 50% = 2.025

gram

3. Palm Kernel Stearin : 0,3375 gram x 1000 =337,5 gram + 50% =

506,25 gram

4. Stearic Acid : 5% x 1.875 gram = 93,75 gram + 50% = 140,625

gram
5. Glyceryl Monostearat : 5% x 1.875 gram = 93,75 gram + 50% =

140,625 gram

Teknik Pembutan

 Pembuatan Basis Supos

1. Campur palm kernel oil dan palm kernel stearin menggunakan

mesin pencampur Erweka pada suhu 45ºC dengan kecepatan 1000

RPM

2. Tambahkan asam stearate 5% w/w dari jumlah basis

3. Tambahkan glyceryl monostearat 5% w/w dari jumlah basis

4. Campuran tersebut dibiarkan mengeras pada suhu 25ºC selama 7

hari

 Pembutan Supos

1. Basis yang sudah mengeras dileburkan pada suhu 40ºC

2. Campuran paracetamol kedalam basis yang sudah melebur diaduk

perlahan sampai homogen

3. Massa cair di tuangkan kecetakan dan biarkan mengeras pada suhu

25ºC selama 60 menit.

6. Evaluasi In Process Control (IPC)

1. Homogenitas (FI edisi III)

Tujuan : Menjamin kehomogenitasan sediaan suppos

Prinsip : Homogenitas dapat ditentukan berdasarkan jumlah partikel maupun

distribusi ukuran partikelnya dengan pengambilan sampel pada berbagai


tempat menggunakan mikroskop untuk hasil yang lebih akurat atau jika sulit

dilakukan atau membutuhkan waktu yang lama, homogenitas dapat ditentukan

secara visual.

Kriteriapenerimaan: pencampuranyang homogen akan memperlihatkan

jumlah atau distribusi ukuran partikel yang relatif hampir sama pada berbagai

tempat pengambilan sampel.

2. Uji Penampilan

Tujuan : Untuk melihat ada atau tidaknya distribusi zat aktif yang tidak

merata, keretakan, lubang, eksudasi cairan, dan pembengkakan basis

Prinsip: Pengamatan dilakukan secara organoleptik. Untuk melihat ada-

tidaknya migrasi zat aktif dilakukan dengan memotong supos secara

longitudinal lalu dilihat secara visual pada bagian internal dan eksternal dan

harus nampak seragam. Tes ini lebih ditekankan pada distribusi zat berkhasiat

di dalam basis suppositoria. Juga diamati adanya retakan atau lubang

Kriteriapenerimaan: Supos yang baik memberikan penampilan distribusi za

tberkhasiat yang seragam pada semua bagian supos yang diamati (internal dan

eksternal), juga tidak ada keretakan atau lubang.

3. Keragaman Bobot

Tujuan : Memastikan supos yang dihasilkan memiliki bobot yang tidak terlalu

berbeda jauh

Prinsip : Bobot supos ditimbang masing-masing sebanyak 20 buah dihitung

bobot rata-rata dan simpangan baku relatifnya.


Persyaratan : Tidak lebih dari 2 suppositoria/ovula yang bobotnya

menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari 5 % dan tidak satupun

suppositoria/ovula yang bobotnya menyimpang dari 10%.

Evaluasi sediaan akhir

Sediaan akhir yang dihasilkan diuji berdasarkan persyaratan sesuai yang tertera

pada farmakope dan atau buku resmi lainnya.


1. Uji penampilan

(Pharmaceutical dosage form, disperse system Vol II)

Tujuan : Untuk melihat ada atau tidaknya distribusi zat aktif yang tidak

merata, keretakan, lubang, eksudasi cairan, dan pembengkakan basis.

Prinsip: Pengamatan dilakukan secara organoleptik. Untuk melihat ada-

tidaknya migrasi zat aktif dilakukan dengan memotong supo secara

longitudinal lalu dilihat secara visual pada bagian internal dan eksternal dan

harus nampak seragam. Tes ini lebih ditekankan pada distribusi zat

berkhasiat di dalam basis suppositoria. Juga diamati adanya retakan atau

lubang

KriteriaPenerimaan: Supos yang baik memberikan penampilan distribusi

zat berkhasiat yang seragampada semua bagian supos yang diamati (internal

dan eksternal), juga tidak ada keretakan atau lubang.

2. Waktuhancur (Supposdengan basis larut air)(FI IV)

Tujuan : untuk menetapkan waktu hancur atau menjadi lunaknya suatu

sediaan suppositoria dalam waktu yang ditetapkan apabila dimasukkan

dalam suatu cairan media pada kondisi percobaan yang ditetapkan

Prinsip : Supositoria sebanyak 3 buah ditempatkan pada setiap alat dan masing-

masing dimasukkan dalam wadah berisi paling sedikit 4 liter, bersuhu antar 36-

37˚C, yang dilengkapi dengan suatu pengaduk lambat. Setiap 10 menit, alat

dibalikkan tanpa mengeluarkan suppositoria dari cairan.


Kriteria penerimaan: (pilih salah satu)

Waktu yang diperlukan untuk menghancurkan supo tidak lebih dari 30

menit (untuk supo basis lemak)

Waktu yang diperlukan untuk menghancurkan supo tidak lebih dari 60

menit (untuk supo basis larut air).

3. Keragaman bobot

Tujuan : Memastikan supos yang dihasilkan memiliki bobot yang tidak

terlalu berbeda jauh

Prinsip : Bobot supos ditimbang masing-masing sebanyak 20 buah dihitung

bobot rata-rata dan simpangan baku relatifnya.

Persyaratan : Tidak lebih dari 2 suppositoria/ovula yang bobotnya

menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari 5 % dan tidak satupun

suppositoria/ovula yang bobotnya menyimpang dari 10%.

4. Uji titik leleh (untuk basis lemak)

Tujuan :Untuk mengetahui titik leleh supos basis lemak.

Prinsip : Supos ditempatkan dalam wadah kemudian dimasukkan dalam

tangas air yang suhunya dinaikkan secara bertahap sampai supo meleleh dan

dilengkapi dengan termometer

Persyaratan: Suhu saat supos meleleh merupakan titik leleh supos

5. Keseragaman kandungan
Tujuan : Menjamin keseragaman kadar zat aktif dalam masing-masing

suppositoria.

Prinsip: Menetapkan kadar 10 satuan supo satu per satu sesuai penetapan

kadar.

KriteriaPenerimaan: Keseragaman dosis terpenuhi jika jumlah zat aktif

dalam masing-masing dari 10 tablet adalah 85-115% dari yang tertera pada

etiket dan simpangan baku relatif  6%.

Jika 1 satuan berada di luar rentang tersebut dan tidak ada satuan berada

dalam rentang 75,0-125,0% dari kadar yang tertera pada etiket atau SBR >

6% atau jika kedua kondisi tidak terpenuhi dilakukan uji 20 satuan

tambahan.

Persyaratan: Terpenuhi jika tidak lebih dari 1 satuan dari 30 sampel

terletak di luar rentang 85,0-115% dari kadar tablet yang tertera pada etiket

dan tidak ada satuan yang terletak di luar rentang 75,0-125,0% dari kadar

tablet yang tertera pada etiket dan SBR 30 satuan tidak lebih dari 7,8%

6. Uji pelunakan / Penetrasi

Tujuan : Menentukan waktu melunak atau melarut suppositoria/ovula.

Prinsip : Alat yang digunakan mempunyai tiga tabung uji yang dicelupkan

dalam wadah penangas air suling dengan suhu 37C. Pada tabung uji ini

diamati waktu yang diperlukan oleh batang penetrasi untuk menembus


suppositoria/ovula. Waktu pelunakan atau pelarutan suppositoria/ovula

adalah rata-rata dari 3 penentuan yang dilakukan

Penafsiran hasil : Waktu pelunakan tidak lebih dari 30 menit.

7. Uji kehancuran / Uji Kekerasan (British Pharmacopoeia)

Tujuan : Menjamin ketahanan supos terhadap gaya mekanik pada proses,

pengemasan dan penghantaran dan menjaga bentuk sediaan tetap sebelum

digunakan

Prinsip : Pengujian dilakukan berdasarkan jumlah beban yang dibutuhkan

untuk menghancurkan suppositoria, dihitung dengan menjumlahkan beban

yang diterima suppositoria/ovula hingga sebelum suppositoria/ovula hancur.

Penafsiran hasil : Penilaian bobot beban yang diperhitungkan sebagai

kekerasan suppositoria/ovula adalah sebagai berikut yaitu :

 Jika suppositoria/ovula hancur dalam waktu 20 detik setelah

penambahan beban terakhir, maka berat beban tersebut tidak ikut

ditambahkan.

 Bila suppositoria/ovula hancur antara 20-40 detik setelah

penambahan beban terakhir, maka hanya setengah dari bobot beban

ini yang ditambahkan dalam perhitungan

 Jika suppositoria/ovula tetap tidak hancur lebih dari 40 detik setelah

penambahan beban terakhir maka bobot beban ini diperhitungkan

seluruhnya
8. Uji disolusi (Abdou, Dissolution, Bioavalability and Bioequivalence; TA

A 673, Teori dan Praktek Farmasi Industri, Leon Lachman).

Tujuan :Untuk mengetahui kecepatan pelepasan zat aktif dari sediaan

suppos secara in vitro.

 Tidak ada alat khusus untuk uji disolusi sediaan suppos.

 Pada umumnya alat uji disolusi dan prosedurnya mengikuti alat uji dan

prosedur disolusi sediaan tablet.

 Hanya untuk mencegah mengapungnya suppos di permukaan medium.

 Ditambahkan spiral kawat yang melilit sediaan supos.

 Belum ada metode atau desain alat yang dijadikan standard untuk

digunakan dalam laboratorium farmasi.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi disolusi farmasi dari sediaan

supositoria: Pengaruh surfaktan dan kelarutan, pengaruh viskositas, zat

tambahan dan ukuran partikel zat aktif.

9. Uji Stabilitas

Jenis ujistabilitas yang dilakukan ada dua yaitu: uji stabilitas

dipercepat dan uji stabilitas jangka panjang. Suhu yang digunakan untuk uji

stabilitas dipercepat adalah 40 ± 2oC dengan kelembaba nudara 75% ± 5% dan

dilakukan selama enam bulan. Uji stabilitas jangka panjang dilakukan pada suhu

30 ± 2oC dengan kelembaban udara 75% ± 5% minimum selama dua tahun.

Keduanya berfungsi untuk mengetahui stabilitas suatuo bat yang disimpan dalam

waktu tertentu. Stabilitas jangka pendek dilakukan pada awal, tiga bulan dan
enam bulan penyimpanan, sedangkan stabilitas jangka panjang dilakukan pada

awal, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, 18 bulan, 24 bulan dan bahkan sampai

batas kadaluarsa suatu produk. Tahap yang dikerjakan dalam pengujian ini

adalah menyusun protocol uji stabilitas, melakukan analisa dan membuat

laporan. Uji stabilitas yang dilakukan oleh Unit Analytical Development

bertujuan :

a. Meneliti karakteristik tentang bagaimana mutu bahan atau produk obat

berubah

dengan waktu di bawah pengaruh faktor lingkungan seperti suhu,

kelembaban,

dan cahaya.

b. Menentukan masa uji ulang bahan obat atau masa edar produk obat, yakni

waktu penyimpanan dalam kondisi tertentu di mana produk obat tersebut

masih

memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.

c. Memberikan rekomendasi untuk kondisi pemrosesan, pengangkutan dan

penyimpanan.

7. Syarat Ruang Produksi

Terbagi menjadi dua daerah, yaitu daerah abu-abu (grey area) dan

daerah hitam (black area). Daerah abu-abu terbagi menjadi beberapa ruangan,

yaitu ruangan proses sediaan padat, semi padat, cairan, ruang pengujian IPC,

ruang pengemasan primer, ruang airlock, dan ruang karantina. Tata letak tiap

ruangan disesuaikan dengan jenis kegiatan dan alur proses produksi. Masing-
masing dibatasi oleh sekat kaca berukuran lebar sehingga kegiatan di dalam

ruangan dapat dilihat dari luar. Daerah hitam meliputi ruang pengemasan

sekunder, ruang ganti pakaian serta ruang penyimpanan bahan kemasan dan

produk jadi. Bangunan untuk produksi baik itu di liquid building (bangunan

khusus untuk pembuatan sediaan cair) dan main building (bangunan untuk

produksi sediaan solid dan semi solid) memiliki rancangan konstruksi, tata

ruang dan letak yang sesuai untuk memudahkan dalam pelaksanaan kerja.

Gambar Tata letak ruang produksi.

Luas bangunan untuk penempatan alat di ruang produksi sudah

memenuhi syarat karena pada saat pemesanan atau pembelian alat atau sistem

peralatan telah dilakukan Desain Qualification (DQ) terlebih dahulu. Koridor di

setiap ruangan disediakan agar antar ruangan tidak terjadi kontaminasi. Selain

itu, perbedaan tekanan udara antara koridor dengan ruangan produksi dapat

menjaga personil tidak terkontaminasi bahan atau produk obat. Pada bangunan
dibuat beberapa ruangan terpisah agar memenuhi pedoman CPOB, yaitu antara

lain penerimaan barang, karantina barang masuk, penyimpanan bahan awal,

penimbangan dan penyerahan, pengolahan, penyimpanan produk ruahan,

pengemasan, karantina produk jadi selama menunggu dirilis oleh bagian

Penjaminan mutu, penyimpanan produk jadi, pengirimanbarang, dan pencucian

peralatan. Bangunan mendapatkan penerangan yang efektif dan mempunyai

ventilasi dengan fasilitas pengendalian udara dan tenaga listrik yang memadai

untuk menjamin kelancaran fungsi peralatan produksi dan laboratorium. Daerah

penyimpanan terpisah untuk bahan yang terbakar, bahan mudah meledak dan

bahan yang sangat beracun.

Desain Sistem Tata Udara memengaruhi tata letak ruang berkaitan

dengan hal seperti posisi ruang penyangga udara (airlock) dan pintu. Tata letak

ruang memberikan efek pada kaskade perbedaan tekanan udara ruangan dan

pengendalian kontaminasi silang. Pencegahan kontaminasi dan kontaminasi

silang merupakan suatup ertimbangan desain yang esensial dari sistem Tata

Udara. Mengingat aspek kritis ini, desain Sistem Tata Udara harus

dipertimbangkan pada tahap desain konsep industry farmasi.

Parameter kritis dari tataudara yang dapat memengaruhi produk adalah :

 suhu

 kelembaban

 partikel udara (viable dan non viabel)

 perbedaan tekanan antar ruang dan pola aliran udara

 volume alir udara dan pertukaran udara


 sistem filtrasi udara

Gambar.Pengaturan tekanan udara pada tiap ruang

Perbedaan tekanan pada ruang ditentukan oleh faktor-faktor berikut:

 Penggunaan fasilitas (khusus/ produkganda/ fleksibel/ secara

kampanye)

 Campuranproduk

 Karakteristik proses

 Operasi unit

 Penempatandanlokasi filter udara

 Aliranbahandanpersonil.
8. Pengemasan
Sediaan dibungkus dengan aluminium foil.

ETIKET

STIFAMOL®
Paracetamol 125 mg suppositoria

DIPRODUKSI

PT.STIFAR FARMA HARUS DENGAN RESEP


DOKTER

NO Batch: TNS 271114


Mfg Date: JAN 20
Exp Dte:JAN 22
Het:Rp. 17.000
Obat yang akan diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki Izin Edar.

Untuk memperoleh Izin Edar harus dilakukan Registrasi. Registrasi diajukan oleh

Pendaftar kepada Kepala Badan. Obat yang mendapat Izin Edar harus memenuhi

kriteria berikut:

a. khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui

uji nonklinik dan uji klinik atau bukti-bukti lain sesuai dengan status

perkembangan ilmu pengetahuan;

b. mutu yang memenuhi syarat sesuai dengan standar yang ditetapkan,

termasuk proses produksi sesuai dengan CPOB dan dilengkapi dengan bukti

yang sahih; dan

c. Informasi Produk dan Label berisi informasi lengkap, objektif dan tidak

menyesatkan yang dapat menjamin penggunaan Obat secara tepat, rasional

dan aman.

Alut Tatalaksana Registrasi Obat


 Tatalaksana Registrasi Obat

Proses registrasi diawali dengan proses pra-registrasi. Pra-registrasi dan

registrasi diajukan oleh pendaftaran secara tertulis kepada Kepala BPOM

dilampirkan dengan dokumen pra-registrasi atau dokuen registrasi.

Alur registrasi Obat

Keterangan

1. industro farmasi melakukan pendaftaran kepada kepala Badam

POM,sekaligus tahap pra-registrasi yang akan menentukan jalur evaluasi dan

kategori registrasi. Pada tahap ini dilakukan pula penerahan dokumen pra-

registrasi.

2. Pemberitahuan hasil pra-registrasi secara tertulis dari BPOM

3. Pengajuan registrasi dengan menyerahkan berkas registrasi, mengisi

formulir registrasi da disket, menyerahkan bukti pembayaran baiaya evaluasi

dan pendaftaran, serta hasil pra-registrasi.

4. Evaluasi berkasi registrasi obat oleh KomNas penilaian obat jadi yang

dibentuk oleh Badan POM.

5. KomNas penilaian obat jadi memberitahukan hasil evaluasi secara tertulis

kepada Industri Farmasi pendaftaran dan memberikan rekomendasi kepada

kepala Badan POM.

6. Kepala Badan POM memberikan keputusan berupa pemberin izin edar atau

penolakan pemberian izin edar. Keputusan ini disampaikan secara tertulis

kepada Industri Farmasi yang bersangkutan. Pemberian keputusan diberikan


selambat-lambatnya berkisaran 40-100 hari kerja (tergantung kategori dan

jalur evaluasi) setelah menerima berkas registrasi lengkap.

7. Setelah mendapatkan izin edar, Industri Farmasi yang bersangkutan boleh

mulai memproduksi obt jadi tersebut untuk kemudian diedarkan.

8. Badan POM melporkan pemberian ijin edar obat jadi kepada Menteri

Kesehatan setiap satu tahun sekali.

Anda mungkin juga menyukai