Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA

Nama : Dwi Melinia

NIM : 08061181823122

Kelas/Kelompok : B/7

DosenPembimbing : Dina Permata Wijaya, M.Si., Apt.

Herlina, M.Kes., Apt.

PERCOBAAN VII: STUDI TENTANG IKATAN PROTEIN


MENGGUNAKAN METODE DIALISIS DINAMIS

LABORATORIUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2020
LAPORAN PRATIKUM
BIOFARMASETIKA- FARMAKOKINETIKA
STUDI TENTANG IKATAN PROTEIN MENGGUNAKAN METODE
DIALISIS DINAMIS

I. TUJUAN
1. Mempelajari pengaruh ikatan protein pada difusi obat dengan metode
dialisis dinamis.
2. Mengetahui tahapan proses metode dialisis dinamis untuk pemeriksaan
pengikatan obat-protein.

3. Mengetahui perbedaan difusi obat pada medium serum dan plasma darah.

4. Pengaruh ikatan obat dengan protein terhadap difusi obat.

5. Mengetahui fungsi dari setiap bahan yang digunakan.

II. DASAR TEORI


Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang paling erat
hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Nama protein berasal dari bahasa
Yunani (Greek) proteus yang berarti “yang pertama” atau “yang terpenting”.
Seorang ahli kimia Belanda yang bernama Mulder, mengisolasi susunan tubuh
yang mengandung nitrogen dan menamakannya protein, terdiri dari satuan
dasarnya yaitu asam amino (biasa disebut juga unit pembangun protein), dalam
proses pencernaan, protein akan dipecah menjadi satuansatuan dasar kimia
(Suhardjo dan Clara, 1992).
Protein terbentuk dari unsur-unsur organik yang hampir sama dengan
karbohidrat dan lemak yaitu terdiri dari unsur karbon (C), hidrogen (H), dan
oksigen (O), akan tetapi ditambah dengan unsur lain yaitu nitrogen (N). Molekul
protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang
mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. Molekul protein tersusun dari
satuan-satuan dasar kimia yaitu asam amino, dalam molekul protein, asam-asam
amino ini saling berhubunghubungan dengan suatu ikatan yang disebut ikatan
peptida (CONH) (Suhardjo dan Clara, 1992).
Satu molekul protein dapat terdiri dari 12 sampai 18 macam asam amino
dan dapat mencapai jumlah ratusan asam amino. Ciri-ciri molekul protein antara
lain yaitu, Berat molekulnya besar, hingga mencapai ribuan bahkan jutaan
sehingga merupakan suatu makromolekul. Umumnya terdiri dari 20 macam asam
amino, asam amino tersebut berikatan secara kovalen satu dengan yang lainnya
dalam variasi urutan yang bermacam-macam membentuk suatu rantai polipeptida.
Ada ikatan kimia lainnya Ikatan kimia lainnya mengakibatkan terbentuknya
lengkunganlengkungan rantai polipeptida menjadi struktur tiga dimensi protein,
sebagai contohnya yaitu ikatan hidrogen dan ikatan ion. Struktur tidak stabil
terhadap beberapa faktor, antara lain, pH, radiasi, temperatur, dan pelarut organik
(Suhardjo dan Clara, 1992).
Klasifikasi Protein berdasarkan fungsi biologisnya yaitu Protein Enzim,
Golongan protein ini berperan pada biokatalisator dan pada umumnya mempunyai
bentuk globular. Protein enzim ini mempunyai sifat yang khas, karena hanya
bekerja pada substrat tertentu yang termasuk golongan ini antara lain yaitu
Peroksidase yang mengkatalase peruraian hidrogen peroksida, Pepsin yang
mengkatalisa pemutusan ikatan peptida, Polinukleotidase yang mengkatalisa
hidrolisa polinukleotida (Winarno, 2004).
Protein pengangkut mempunyai kemampuan membawa ion atau molekul
tertentu dari satu organ ke organ lain melalui aliran darah yang termasuk golongan
ini antara lain yaitu Hemoglobin pengangkut oksigen dan Lipoprotein pengangkut
lipid. Protein Struktural, Peranan protein struktural adalah sebagai pembentuk
struktural, sel jaringan dan memberi kekuatan pada jaringan, yang termasuk
golongan ini adalah elastin, fibrin, dan keratin. Protein Hormon yaitu hormon
yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin membantu mengatur aktifitas metabolisme
didalam tubuh (Winarno, 2004).
Protein Pelindung Protein pada umumnya terdapat pada darah, melindungi
organisme dengan cara melawan serangan zat asing yang masuk dalam tubuh.
Protein Kontraktil Golongan ini berperan dalam proses gerak, memberi
kemampuan pada sel untuk berkontraksi atau mengubah bentuk, yang termasuk
olongan ini adalah miosin dan aktin. Protein Cadangan Protein cadangan atau
protein simpanan adalah protein yang disimpan dan dicadangan untuk beberapa
roses metabolisme (Winarno, 2004).
Berdasarkan Struktur Susunan Molekul protein Fibriler/Skleroprotein
Protein ini berbentuk serabut, tidak larut dalam pelarut-pelarut encer, baik larutan
garam, asam, basa, ataupun alkohol. Bera molekulnya yang besar belum dapat
ditentukan dengan pasti dan sukar dimurnikan. Susunan molekulnya terdiri dari
rantai molekul yang panjang sejajar dengan rantai utama, tidak membentuk
kristal dan bila rantai ditarik memanjang, dapat kembali pada keadaan semula.
Kegunaan protein ini terutama hanya untuk membentuk struktur bahan dan
jaringan. Conto protein fibriler adalah kolagen yang terdapat pada tulang rawan,
miosin pada otot, keratin pada rambut, dan fibrin pada gumpalan darah (Winarno,
2004).
Protein Globuler/Sferoprotein Protein ini berbentuk bola, banyak terdapat
pada bahan pangan seperti susu, telur, dan daging. Protein ini larut dalam larutan
garam dan asam encer, juga lebih mudah berubah dibawah pengaruh suhu,
onsentrasi garam, pelarut asam, dan basa jika dibandingkan dengan protein
fibriler. Protein ini mudah terdenaurasi, yaitu susunan molekulnya berubah yang
diikuti dengan perubahan sifat fisik dan fisiologiknya seperti yang dialami oleh
enzim dan hormon (Winarno, 2004).
Berbagai obat mengadakan interaksi dengan plasma atau jaringan protein
atau dengan makromolekul yang lain seperti melanin dan DNA, membentuk
kompleks makromolekul obat. Formasi kompleks obat protein disebut protein–
binding (pengikatan protein terhadap obat) dan mungkin merupakan proses
reversible (dapat balik) atau irreversible (tidak dapat balik). Ikatan obat dengan
protein yang tidak dapat ba lik ( irreversible drug- protein binding) umumnya
merupakan hasil dari aktifasi kimia obat, dimana kemudian mengadakan
pengikatan yang kuat terhadap protein atau makromolekul dengan ikatan kimia
kovalen (Leon Shargel, 1999).
Pengikatan obat yang tidak dapat balik (irreversible), yang ditemukan
dalam waktu yang cukup lama dapat menyebabkan berbagai jenis keracunan obat,
seperti kasus karsinogenesis kimia, atau dalam jangka waktu yang pendek, seperti
dalam kasus obat dalam bentuk perantara (intermediated) kimia yang reaktip,
misalnya, Hepatotoksisitas dari dosis tinggi acetaminophen, yang akan
membentuk metabolit antara (intermediated metabolite) reaktip yang berinteraksi
dengan protein hati. Umumnya obat akan berikatan atau membentuk kompleks
dengan protein melalui proses bolak balik (reversibel) (Leon Shargel, 1999).
Ikatan obat-protein yang bolak balik menyatakan secara tidak langsung
bahwa obat mengikat protein dengan ikatan kimia yang lemah, misalnya; ikatan
hydrogen atau ikatan van deer waals. Asam amino yang menyusun rantai protein
mempunyai gugus hydroxyl, carboxyl, atau berbagai tempat yang ada, untuk
interaksi obat yang bolak balik. Obat dapat mengikat berbagai komponen
makromolekuler dalam darah, meliputi: albumin, a1- asam glycoprotein,
lipoprotein, immunoglobulin ( IgG ), erythrocyte ( RBC ) (Leon Shargel, 1999).
Albumin adalah komponen terbesar dari plasma protein yang berperanan
dalam pengikatan obat yang bolak balik, dalam tubuh, albumin terdistribusi
dalam plasma dan dalam cairan ekstrasellular dan kulit, otot dan berbagai jaringan
lain. Konsentrasi albumin dalam cairan intertitial adalah sekitar 60 % dari yang
ada pada plasma. Waktu paruh dari eliminasi albumin adalah 17–18 hari.
Konsentrasi albumin normal dipertahankan pada tingkatan yang relatif tetap yaitu
3,5% sampai 5,5% (berat per volume) atau 4,5 mg/dL (Leon Shargel, 1999).
Albumin berperanan untuk mempertahankan tekanan osmosa darah dan
untuk transpor bahan eksogen dan endogen. Sebagai protein transpor untuk bahan
endogen, albumin akan membentuk kompleks dengan asam lemak bebas (FFA),
bilirubin, berbagai hormon (seperti cortisone, aldosterone, dan thyroxine),
tryptophan, dan senyawa lain. Banyak obat yang bersifat asam lemah (anionic)
berikatan dengan albumin dengan ikatan elektrostatik dan hydrophobic. Obat yang
bersifat asam lemah seperti : salisilat, phenylbutazon, dan penicillin sangat cepat
berikatan dengan albumin. Namun, kekuatan dari pengikatan obat berbeda untuk
setiap obat (Leon Shargel, 1999).
A1-asam glycoprotein (orosomucoid) adalah globulin dengan berat
molekul sekitar 44.000 d. Konsentrasi a1-asam glycoprotein dalam plasma sangat
rendah (0,4 sampai 1 %) dan terutama mengikat obat yang bersifat basa (kationik)
seperti propranolol, imipramine, dan lidocaine. Globulin (a, ß ,? globulin)
mungkin berperanan untuk transpor berbagai bahan endogen seperti
corticosteroid. Globulin mempunyai kapasitas yang rendah tetapi mempunyai
affinitas yang tinggi untuk mengikat bahan endogen ini (Leon Shargel, 1999).
Lipoprotein adalah kompleks makromolekul dari lipid dan protein, dan
diklasifikasika n berdasarkan atas densitas dan pemisahan dengan ultrasentrifuge.
Istilah VLDL, LDL, dan HDL adalah singkatan dari : very-low-density
lipoprotein, lowdensity lipoprotein, dan high-density lipoprotein. Lipoprotein
berperan untuk transpor plasma lipid dan mungkin berperan dalam pengikatan
obat bila tempat albumin telah jenuh. Erythrocytes atau sel darah merah ( RBCs ),
dapat mengikat baik senyawa endogen dan eksogen. Kira kira 45% dari volume
darah merupakan RBCs. Phenytoin, pentobarbital, dan amobarbital diketahui
mempunyai rasio RBC/air plasma = 4 sampai 2, yang menunjukkan pengikatan
istimewa dari obat pada erythrocytes lebih dari air plasma ( Astuti, 2011 ).
Penetrasi kedalam erythrocytes tergantung pada konsentrasi bebas obat .
Untuk Phenytoin, level obat dalam RBC meningkat secara liner dengan
peningkatan konsentrasi obat bebas dalam plasma. Hampir pada semua obat
peningkatan pengikatan obat pada albumin plasma akan mengurangi konsentrasi
obat dalam RBC. Namun,pengikatan obat pada RBC umumnya tidak berpengaruh
terhadap volume distribusi, sebab obat selalu berikatan dengan albumin pada air
plasma. Meskipun phenytoin mempunyai affinitas yang besar untuk RBC, hanya
sekitar 25% dari konsentrasi obat dalam darah yang terdapat pada sel darah, dan
75% terdapat dalam plasma sebab obat sangat kuat berikatan dengan albumin (
Astuti, 2011 ).
Obat yang berikatan sangat kuat dengan erythrocytes, maka hematocrit
akan mempengaruhi jumlah total obat dalam darah. Untuk obat ini, konsentrasi
obat total dalam seluruh darah harus ditentukan. Pengikatan obat –protein yang
bolak balik (reversible) sangat penting dalam pharmakokinetik. Ikatan obat-
protein merupakan kompleks yang besar, sehingga tidak mudah melalui sel
membran dan oleh karena itu akan terbatas terdistribusi. Selanjutnya, ikatan obat-
protein biasanya secara pharmakologi inaktif. Sebaliknya, obat yang tidak
berikatan atau bebas dapat melalui membran sel serta aktif untuk pengobatan.
Penelitian yang mengevaluasi secara mendetail pengikatan obat-protein biasanya
dilakukan secara in-vitro mempergunakan protein yang telah dimurnikan seperti,
albumin ( Astuti, 2011 ).
Metode untuk pemeriksaaan pengikatan protein, meliputi dialysis
kesetimbangan dan ultrafiltrasi, yang mempergunakan membrane semipermiabel
yang akan memisahkan protein dan ikatan obat-protein dari obat yang terikat atau
yang bebas dengan metode ini, dapat ditentukan konsentrasi obat terikat, obat
bebas, dan total protein. Setiap metode untuk pemeriksaan ikatan obat-protein
secara in-vitro mempunyai kebaikan dan keburukan bila ditinjau dari segi biaya,
kemudahan penentuan , waktu, peralatan, dan pertimbangan lainnya. Kinetika
pengikatan obat -protein merupakan informasi yang digunakan untuk pengunaan
terapi dan memprediksi kemungkinan interaksi obat (Bridges, 1976).
Berbagai faktor percobaan untuk menentukan ikatan protein yaitu harus
diperoleh kesetimbangan antara obat yang terikat dan yang bebas Metode harus
sahih pada konsentrasi protein dan obat yang digunakan, Pengotoran pada ikatan
obat atau adsorbsi obat dari dinding alat, membran, atau komponen lain harus
dihilangkan atau harus diperhatikan dalam metode yang dipakai. Harus dicegah
denaturasi protein atau kontaminasi protein. Metode harus telah
mempertimbangkan pH dan konsentrasi ionik dari media dan efek donnan dari
protein. Metode harus dapat digunakan untuk mendeteksi baik ikatan obat yang
bolak balik ataupun yang searah, termasuk fase assosiasi yang cepat dan yang
lambat serta disosiasi obat dan protein. (Bridges, 1976).
Pengikatan obat-protein dipengaruhi oleh sejumlah factor yang penting,
yaitu Sifat fisika kimia dari obat, Konsentrasi total obat dalam tubuh, Jumlah
protein yang berguna untuk pengikatan obat-protein, Kualitas atau fisiko kimia
alamiah dari protein hasil sintesa. Affinitas antara obat dan protein, meliputi
besarnya tetapan asosiasi. Interaksi obat, Kompetisi antara obat oleh bahan lain
pada tempat pengikatan protein, Pergantian prot ein dengan bahan yang akan
memodifikasi affinitas obat terhadap protein. Contoh : aspirin acetylasi lysine sisa
albumin. Kondisi pathophysiologi dari pasien, Sebagai contoh, Pengikatan obat -
protein mungkin berkurang pada pasien uremik dan pada pasien denga n penyakit
hati (Wilson, 1976).
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
1. spektrofotometer UV 1 buah
2. Magnetic stirrer 1 buah
3. Alat dialisis dinamis 1 buah

B. Bahan
1. Tetrasiklin 100 mg

2. Serum darah 1 ml

3. Plasma darah 1 ml

4. Membran telur 1 buah

5. Air suling 100 ml


IV. CARA KERJA
1. Pembuatan kurva kalibrasi Tetrasiklin

a.
Persiapan larutan stok standar : larutan
stok standar
dibuat

dari tetrasiklin 100 mg yang dilarutkan dalam 100 ml aquadest

diambil

10 mL larutan dan encerkan sampai 100 mL.

b.
Persiapan larutan : pipet larutan stok standar 0,2; 0,4; 0,6;
0,8; 1 dan 1,5 mL ke dalam labu ukur 10 mL

dibatur

volume untuk mendapatkan konsentrasi kisaran 2-15 μg/mL.

c. Pengukuran absorbansi larutan standar dilakukan pada panjang


gelombang 360 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis

diukur

Absorbansi air sebagai blanko

dibuat

plot grafik absorbansi terhadap konsentrasi dan tentukan


slop dan intersepnya.

2. Persiapan membran kulit telur

Membran kulit telur dapat diperoleh dengan merendam


telur ayam mentah dalam larutan HCl 0,5 N

.
dibiarkan

cangkang telur terendam sampai melunak kemudian pisahkan


bagian membran kulit telur dari cangkangnya dengan melubangi
bagian atas telur dan keluarkan isinya.

dicuci

Membran yang telah terpisah dari cangkangnya dengan air


suling hingga bersih

3. Studi ikatan protein dengan Tetrasiklin

a.
Membran kulit telur diikat pada salah satu ujung silinder
kaca terbuka sebagai kompartemen protein (donor).

digunakan

beker gelas 25 mL sebagai kompartemen non protein


(aseptor) dan isi dengan 20 mL air suling.

ditempatkan

obat (1 mg/mL) dari 2 mL ke dalam tabung dan celupkan ke


dalam beker gelas, jaga larutan obat secara tepat dimana terdapat
air pada kompartemen luar dan atur posisi tetap berdiri.

diuaduk

menggunakan magnetic stirer pada kompartemen non


protein dan jaga suhu pada 35 ± 2⁰C.

diukur

absorbansi larutan tetrasiklin dengan dipipet 1 mL sampel dan ganti


dengan 1 mL aquadest pada interval waktu 5, 10, 15, 30, 60, 90 menit
menggunakan spektrofotometer UV-Vis ( λ 360 nm).
diulangi

percobaan diatas dengan menggunakan 1 mL


plasma darah manusia dan larutan obat (2
mg/1mL) pada kompartemen protein

.
ditentukan

persentase obat yang terlepas dengan periode


waktu yang sama.
). .
dibuat

plot grafik antara persen pelepasan obat kumulatif


terhadap waktu.

.
V. DATA HASIL PENGAMATAN
A. Absorbansi Larutan Stok D. Absorbansi Plasma
Standar Tetrasiklin darahdanTetrasiklin
Konsentrasi Absorbansi terhadapwaktu
(ppm) (nm)
2 0,001 Waktu(menit) Absorbansi(nm
)
4 0,006
5 0.6240
6 0,008
10 0.0260
8 0,011
15 0.6220
10 0,013
30 0.0090
15 0,018
60 0.6350
90 0.0190
B. Absorbansi
LarutanObatTetrasiklin

Waktu (menit) Absorbansi (nm)


5 -0,002
10 0,027
15 0,034
30 0,040
60 0,634
90 0,669

C. Absorbansi Serumdarahdan

Tetrasiklin terhadapWaktu
Waktu(menit) Absorbansi(nm
)
5 0.770
10 0.069
15 0.714
30 0.117
60 0.752
90 0.174
A. Absorbansi Larutan Stok StandarTetrasiklin
Konsentrasi Absorbansi
(ppm) (nm)
2 0.001
4 0.006
6 0.008
8 0.011
10 0.013
15 0.018

Absorbansi Larutan Stok Standar Tetrasiklin


0.02
0.018 y = 0.0013x + 0.0001
0.016 R² = 0.9699
Absorbansi (nm)

0.014
0.012
0.01 absorbansi
0.008 Linear (absorbansi)
0.006
Linear (absorbansi)
0.004
0.002
0
0 5 10 15 20
Konsentrasi (ppm)

Faktor Jumlah terdifusi % Pelepasan


Pengenceran
µ𝑔
V1.N1 = V2.N2 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( ) 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 (𝑚𝑙) 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝑚𝑔)𝑥 100
𝑚𝐿
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡
1000 10 x 100
X.100 = 10.2 2 x 100 x 50
= 10 %
= 10 100 𝑚𝑔
X = 0,2 mL 1000
10
Fp = 0,2 = 50
µ𝑔
V1.N1 = V2.N2 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( ) 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 (𝑚𝑙) 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝑚𝑔)𝑥 100
𝑚𝐿
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡
1000 10 x 100
X.100 = 10.4 4 x 100 x 25
= 10 %
= 10 100 𝑚𝑔
X = 0,4 mL 1000
10
Fp = 0,4 = 25
µ𝑔
V1.N1 = V2.N2 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( ) 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 (𝑚𝑙) 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝑚𝑔)𝑥 100
𝑚𝐿
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡
. 1000 10 x 100
X.100 = 10.6 6 x 100 x 16 67
= 10 %
= 10.002 100 𝑚𝑔
X = 0,6 mL 1000
10
Fp = 0,6 = 16,67
µ𝑔
V1.N1 = V2.N2 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( ) 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 (𝑚𝑙) 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝑚𝑔)𝑥 100
𝑚𝐿
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡
, 1000 10 x 100
X.100 = 10.8 8 x 100 x 12 5
= 10 %
= 10 100 𝑚𝑔
X = 0,8 mL 1000
10
Fp = 0,8 = 12,5
µ𝑔
V1.N1 = V2.N2 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( ) 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 (𝑚𝑙) 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝑚𝑔)𝑥 100
𝑚𝐿
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡
1000 10 x 100
X.100 = 10.10 10 x 100 x 10
= 10 %
= 10 100 𝑚𝑔
X = 1 mL 1000
10
Fp = 1 = 10
µ𝑔
V1.N1 = V2.N2 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( ) 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 (𝑚𝑙) 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝑚𝑔)𝑥 100
𝑚𝐿
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡
, 1000 10 x 100
X.100 = 10.15 15 x 100 x 6 67
= 10 %
= 10,005 100 𝑚𝑔
X = 1,5 mL 1000
10
Fp = 1,5 = 6,67

B. Absorbansi Larutan Obat Tetrasiklin

Waktu Absorbansi
(menit) (nm)
5 -0.002
10 0.027
15 0.034
30 0.04
60 0.634
90 0.669

Absorbansi Larutan Obat Tetrasiklin


0.8
0.7 y = 0.0091x - 0.086
R² = 0.8892
0.6
Absorbansi (nm)

0.5 Absorbansi (nm)


0.4
Linear (Absorbansi
0.3
(nm))
0.2 Linear (Absorbansi
0.1 (nm))

0
0 20 40 60 80 100
-0.1
Waktu (menit)
Konsentrasi Jumlah terdifusi % Pelepasan
µ𝑔 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝑚𝑔)𝑥 100
Y = -0,002 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( ) 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 (𝑚𝑙) 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝑚𝐿
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡
1,866 x 100
1000
-0,002 = 0,009x- 9,33x 20 x 10 = 1,86 %
= 1,866 100 𝑚𝑔
0,086 1000
X=9,33
µ𝑔 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝑚𝑔)𝑥 100
Y = 0,027 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( ) 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 (𝑚𝑙) 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝑚𝐿
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡
2,51 x 100
1000
0,027= 0,009x- 12,55x 20 x 10 = 2,51 %
= 2,51 100 𝑚𝑔
0,086 1000
X= 12,55
µ𝑔 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝑚𝑔)𝑥 100
Y = 0,034 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( ) 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 (𝑚𝑙) 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝑚𝐿
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡
2,66 x 100
1000
0,034= 0,009x- 13,33x 20 x 10 = 2,66 %
= 2,66 100 𝑚𝑔
0,086 1000
X=13,33
µ𝑔 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝑚𝑔)𝑥 100
Y = 0,040 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( ) 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 (𝑚𝑙) 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝑚𝐿
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡
0,888 x 100
1000
0,040= 0,009x- 8 x 20 x 10
= 0,88 %
= 0,888 100 𝑚𝑔
0,086 1000
X= 4,44
µ𝑔 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝑚𝑔)𝑥 100
Y = 0,634 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( ) 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 (𝑚𝑙) 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝑚𝐿
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡
14,088 x 100
1000
0,634= 0,009x- 70,44x 20 x 10 = 14,08 %
= 14,088 100 𝑚𝑔
0,086 1000
X=70,44
µ𝑔 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝑚𝑔)𝑥 100
Y = 0,669 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( ) 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 (𝑚𝑙) 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝑚𝐿
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡
1000 16,778 x 100
0,669= 0,009x- 16,778x 20 x 10 = 16,78 %
= 16,778 100 𝑚𝑔
0,086 1000
X=16,778

C. Absorbansi Serum Darah dan Tetrasiklin Terhadap Waktu

Waktu Absorbansi
(menit) (nm)
5 0.77
10 0.069
15 0.714
30 0.117
60 0.752
90 0.174
Kurva Absorbansi serum darah dan tetrasiklin
terhadap waktu
0.9
0.8
0.7

absorbansi (nm)
0.6 Absorbansi (nm)
0.5
0.4
y = -0.002x + 0.5034 Linear (Absorbansi
0.3 R² = 0.0385 (nm))
0.2
0.1 Linear (Absorbansi
(nm))
0
0 20 40 60 80 100
waktu (menit)

Konsentrasi Jumlah terdifusi %Pelepasan

Y = 0,77 Jumlah terdifusi : %pelepasan:


0,77 = -0,002x
+ %pelepasan :
0,503 113,5𝑥20𝑥10=-22,7 −22,7𝑋100
Jumlahterdifusi:
X = -133,5 100 𝑚𝑔
1000
= -22,7%

Y = 0,069 Jumlah terdifusi : %pelepasan:


0,069=-0,002x
+ %pelepasan :4,34𝑋100
Jumlah terdifusi :21,7𝑥20𝑥10= 4,34
0,503 1000 100 𝑚𝑔
X =21,7 = 4,34%
Y=0,714 Jumlah terdifusi : %pelepasan:
0,714=-0,002x
+ %pelepasan :
0,503 Jumlah terdifusi : −105,5𝑥20𝑥10= -21,1
1000 −21,1𝑋100/100 𝑚𝑔
X = -105,5
= -21,1%
Y=0,117 Jumlah terdifusi : %pelepasan:
0,117=-
0,002x+ %pelepasan :38,6𝑋100
Jumlah terdifusi :193 𝑥 20 𝑥 10= 38,6
0,503 1000 100 𝑚𝑔
X= 193 = 38,6%
Y=0,752 Jumlah terdifusi : %pelepasan:
0,752=-
0,002x+ %pelepasan :
Jumlah terdifusi : −124,5𝑥20𝑥10= -24,9
0,503 1000 −24,9𝑋100
X =-124,5 100 𝑚𝑔
= -24,9%
Y=0,174 Jumlah terdifusi : %pelepasan:
0,174=-
0,002x+ Jumlah terdifusi :164,5𝑥20𝑥10= 32,9 %pelepasan :32,9𝑋100
0,503 1000 100 𝑚𝑔
X= 164,5 = 32,9%

D. Absorbansi Plasma darah dan tetrasiklin terhadap waktu

Waktu Absorbansi
(menit) (nm)
5 0.624
10 0.026
15 0.622
30 0.009
60 0.635
90 0.019

Absorbansi Plasma Darah dan Tetrasiklin


terhadap Waktu
0.7
0.6
Absorbansi (ppm)

0.5
Absorbansi (nm)
0.4
0.3 Linear (Absorbansi
0.2 y = -0.0027x + 0.4158 (nm))
R² = 0.0716 Linear (Absorbansi
0.1
(nm))
0
0 20 40 60 80 100
Waktu (menit)

Konsentrasi Jumlah terdifusi %Pelepasan

Y = 0,624 Jumlah terdifusi : %pelepasan:


0,624 = -
0,002x %pelepasan :
+0,415 Jumlahterdifusi:104,5𝑥20𝑥10=-20,9 −20,9𝑋100
− 100 𝑚𝑔
X = -104,5 1000
= -20,9%
Y = 0,026 Jumlah terdifusi : %pelepasan:
0,026=-0,002x
+ %pelepasan :
Jumlah terdifusi :194,5𝑥20𝑥10= 38,9
0,415 1000 38,9𝑋100
X =194.5 100 𝑚𝑔
= 38,9%
Y=0,622 Jumlah terdifusi : %pelepasan:
0,622=-0,002x
+ %pelepasan :
Jumlah terdifusi : −103,5𝑥20𝑥10=-20,7
0,415 1000 −20,7𝑋100
X = -103,5 100 𝑚𝑔
= -20,7%
Y=0,009 Jumlah terdifusi : %pelepasan:
0,009=-
0,002x+ %pelepasan :
Jumlah terdifusi :203 𝑥 20 𝑥 10= 40,6
0,415 1000 40,6𝑋100=
40,6%
X= 203 100 𝑚𝑔
Y=0,635 Jumlah terdifusi : %pelepasan:
0,635=-
0,002x+ Jumlah terdifusi : −110𝑥20𝑥10= -22 %pelepasan :
0,415 1000 −22𝑋 100
X =-110 100 𝑚𝑔
= -22%
Y=0,019 Jumlah terdifusi : %pelepasan:
0,019=-
0,002x+ %pelepasan :
Jumlah terdifusi :198 𝑥 20 𝑥 10= 39,6
0,415 1000 39,6𝑋100
X= 198 100 𝑚𝑔
= 39,6%
V. PEMBAHASAN
Pratikum Biofarmasetika dan Farmakokinetika yang kedua ini, dilakukan
percobaan mengenai Studi Tentang Ikatan Protein Menggunakan Metode Dialisis
Dinamis. Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang paling erat
hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Nama protein berasal dari bahasa
Yunani (Greek) proteus yang berarti “yang pertama” atau “yang terpenting”.
Protein terbentuk dari unsur-unsur organik yang hampir sama dengan karbohidrat
dan lemak yaitu terdiri dari unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O), akan
tetapi ditambah dengan unsur lain yaitu nitrogen (N). Molekul protein
mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur
logam seperti besi dan tembaga.
Metode dialisis dinamis menggunakan dinamika aliran untuk
meningkatkan laju dan efisiensi dialisis. Dialisis mengedarkan sampel sehingga
menimbulkan kemungkinan gradiend konsentrasi meningkat secara signifikan
sehingga mengurangi waktu dialisis. Pengikatan obat –protein yang bolak balik
(reversible) sangat penting dalam farmakokinetik. Ikatan obat-protein yang
reversible menyatakan secara tidak langsung bahwa obat mengikat protein dengan
ikatan kimia yang lemah. Pengikatan obat yang tidak dapat balik (irreversible),
yang ditemukan dalam waktu yang cukup lama dapat menyebabkan berbagai jenis
keracunan obat, seperti kasus karsinogenesis kimia ikatan obat-protein biasanya
secara farmakologi inaktif.
Alat alat yang digunakan pada praktikum Biofarmasetika dan
Farmakokinetika yang kedua ini yaitu spektrofotometer UV, Magnetic stirrer, dan
Alat dialisis dinamis. Adapun bahan-bahan yang digunakan yaitu Tetrasiklin 100
mg, Serum darah 1 m, Plasma darah 1 ml, Membran telur 1 , dan air suling 100
ml. Adapun fungsi dari bahan-bahan yang digunakan yaitu Membran telur sebagai
kompartemen protein sedangkan aquadest sebagai kompartemen nonprotein.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini masing-masing mempunyai
peran untuk memudahkan dalam suatu percobaan. Bahan-bahan tersebut cangkang
telur yang diambil membrannya untuk pengujian difusi. Zat aktif

Tetrasiklin sebagai zat aktif yang digunakan pada praktikum


Biofarmasetika dan Farmakokinetika yang kedua ini mempunyai khasiat sebagai
antibiotic. Mekanisme kerja dari tetrasiklin yaitu menghambat atau menginhibisi
sintesis protein dengan cara mengganggu sub unit protein pada 30 s ribosom. Zat
aktif ini dipakai pada praktikum dengan alasan bahwa tetrasiklin mempunyai
mekanisme kerja yang berhubungan dengan protein selain itu, tetrasiklin
didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh dengan beikatan bersama
protein pada plasma darah sehingga sangat tepat dan linear pada parameter
pengamatan yang diinginkan.

Pratikum Biofarmasetika dan Farmakokinetika yang kedua ini juga


menggunakan plasma darah dan serum darah untuk keperluan percoban difusi
dengan membandingkan hasil difusi yang diperoleh dengan hasil difusi pada
membrane kulit telur. Antara plasma darah dan serum darah terdapat perbedaan
yaitu plasma darah mengandung fibrinogen sedangkan serum darah tidak
mengandung fibrinogen. Plasma darah digunakan dengan alasan kandungan dari
plasma darah berupa albumin yang paling bertanggung jawab dengan kaitan
ikatan protein.

Albumin diproduksi oleh tubuh dalam plasma darahs sekitar 60% sebagai
persentase tertinggi untuk setiap komponen yang ada dalam plasma darah.
Albumin berfungsi sebagai pembentukan jaringan sel baru, mempercepat
pemulihan jaringan, memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh. Bahan asam
klorida atau HCl berfungsi untuk memisahkan membrane telur dengan
cangkangnya. . Asam klorida digunakan sebagai pelarut pada perendaman
cangkang telur, digunakannya asam klorida menyebabkan ikatan yang kompleks
antara kalsium klorida sebagai kandungan pada cangkang telur dan asam klorida.
Asam klorida akan merusak kalsium yang ada pada cangkang telur sehingga
membrane pada cangkang telur akan terlepas dari cangkang telur dan dapat
digunakan dalam percobaan tahap berikutnya.

Obat dapat berinteraksi dengan protein akan yang membentuk suatu


kompleks yang bersifat reversible atau irreversible. Ikatan protein dengan obat
yang bersifat reversible sebagai suatu hasil ikatan kimia obat dengan protein baik
yang berikatan dengan makromolekul maupun mikromelokel dengan ikatan
kovalen akan menyebabkan ikatan tersebut dapat bolak balik, maka dengan
demikian obat tersebut akan menimbulkan efek teraupetik. Ikatan protein obat
secara irreversible yang tidak mudah melewati membrane sel dan membrane
kapiler sehingga distribusi obat cenderung terbatas dan ikatan ini tidak dapat
menimbulkan efek teraupetik.
Metode yang dipilih pada Pratikum Biofarmasetika dan Farmakokinetika
yang kedua ini yaitu dialisi dinamis yang dilakukan dengan memanfaatkan
dinamika aliran untuk meningkatan laju dan efisiensi analisis. Metode ini juga
diiringi dengan pemanfaatan perpindahan molekul terlarut dari suatu campuran
larutan yang terjadi akibat difusi pada membrane semi permeable. Metode ini
tergolong metode yang paling mudah dan sederhana tanpa harus menggunakan
peralatan yang rumit dan ketersediaan bahan dan alat tidak menjadi kendala pada
saat percobaan.
Adapun metode laiinya yang dapat digunakan selain metode dialis
dinamis antara lain etode-metode analisis dalam dunia farmasi yang lainnya ada
analisi equibilirium, ultafiltasi, elektroforensis,dan lain-lain. Metode dialysis
terdiri dari dua metode dialis dinamis dan metode dialysis statis. Metode dialysis
statis maka hasil yang akan dihasilkan sama per waktu. Metode dialysis dinamis
hasil yang akan dihasilkan akan bervariasi tergantung per waktu yang digunakan.
Metode dialysis dinamis digunakan untuk mengetahui konsentrasi obat yang
berikatan dalam larutan protein. Metode ini didasarkan pada laju hilangnya obat
dari sel

Dialisis adalah proses perpindahan molekul terlarut dari suatu campuran


larutan yang terjadi akibat difusi pada membran semi-permeabel. Molekul
terlarut yang oke berukuran lebih kecil dari pori-pori membran tersebut dapat
keluar, sedangkan molekul lainnya yang lebih besar akan tertahan di dalam
kantung membran. Selulosa adalah salah satu jenis materi penyusun membran
dialisis yang cukup umum dipakai karena bersifat inert untuk berbagai jenis
senyawa atau molekul yang akan dipisahkan. Laju difusi ditentukan oleh
beberapa kondisi yaitu Konsentrasi molekul pelarut yang akan keluar dari
kantung dialisis. Jika konsentrasi molekul terlarut di lingkungan lebih kecil
dibandingkan dengan yang ada di dalam kantung dialisis maka laju difusi akan
semakin cepat.
luas permukaan kantung dialisis. Semakin luas permukaan membran yang
digunakan maka laju difusi akan semakin cepat. Volume pelarut. Jika rasio
luas permukaan membran dengan volume pelarut besar maka laju difusi akan
berlangsung dengan cepat karena molekul terlarut dapat berdifusi dalam jarak
yang dekat.

Dalam proses ini, dialisis digunakan untuk menghilangkan molekul garam,


seperti amonium sulfat, sebelum dilanjutkan alam proses pemurnian berikutnya
ataupun pada tahap akhir pemurnian. Dialisis juga banyak digunakan dalam
proses pencucian darah pada pasien penderita gagal ginjal. Untuk kasus ini,
peranan ginjal untuk menghilangkan senyawa beracun, garam dan air berlebih
digantikan dengan sistem buatan. Hemodialisis adalah metode pencucian darah
dengan menggunakan mesin, sedangkan dialisis peritoneal menggunakan
membran peritoneal yang berlokasi di daerah perut untuk menggantikan peranan
ginjal.

Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui nilai yang ditunjukkan pada


kurva regresi linear pada komponen R akan menunjukkan hubungan antara R
dengan kelarutan yang ada pada tetrasiklin. Absorbansi pada pembakuan
tetrasiklin akan menunjukkan regresi yang yang tidak mendekati 1 hanya berkisar
pada angka 0,7 yang menunjukkan bahwa distribusi tetrasiklin dalam larutan tidak
tersebar secara merata. Ketidakmerataan distribusi tetrasiklin disebabkan karena
pelarut yang dipakai berupa aquadest dan tetrasiklin tidak larut dalam pelarut
tersebut. Ikatan obat dengan protein kuat atau lemahnya mempunyai pengaruh
terhadap efek yang akan ditimbulkan dari suatu obat bisa semakin baik ataupun
semakin buruk.
Ikatan obat dengan protein semakin kuat obat tersebut terikat pada protein
plasma maka efek yang dihasilkan dari suatu obat akan semakin lambat. Efek
yang semakin melambat ini disebabkan karena ikatan kuat antara obat dan protein
menyebabkan difusi obat tidak akan terjadi. Tidak adanya difusi obat yang
berlangsung menyebabkan keterlambatan efek yang terjadi dalam tubuh terhadap
obat yang dikonsumsi bahkan ikatan kuat antara obat dengan protein plasma dapat
menyebabkan obat yang dikonsumsi tidak berefek.
Berdasarkan data hasil pengamatan dari interval waktu yang digunakan
dalam prcobaan dengan metode dialysis dinamis akan menghasilkan nilai
absorbansi yang berbeda pula. Data pada masing-masing percobaan akan
diperoleh absorbansi yang semakin menurun. Semakin lama waktu percobaan
akan semakin turun data absorbansi. Absorbansi yang mengalami penurunan
menyebabkan ikatan protein obat yang semakin kecil. Ikatan protein dengan obat
yang semakin mengalami penurunan akan linear dengan konsentrasi obat yang
diperoleh yang juga akan semakin kecil.
Ikatan protein yang mengalami penurunan dapat mengakibatkan kenaikan
konsentasi pada obat bebas yang akan memungkinkan lebih banyak obat yang
melewati membrane sel. Meningkatnya jumlah obat bebas akan meningkatkan
pula distribusi obat ke dalam jaringan. Lebih banyak obat akan tersedia untuk
berinteraksi dengan reseptor untuk menghasilkan suatu efek farmakologi yang
lebih kuat. Selain itu, juga akan lebih banyak jumlah obat dapat berada pada
jaringan yang akan terlibat dalam eliminasi obat. Pengaruh ikatan obat dengan
protein terhadap difusi obat yaitu pengikatan obat pada yang terdapat pada ikatan
protein dengan obat dalam tubuh mempengaruhi kerja dengan mempermudah
distribusi obat tubuh, menonaktifkan obat dengan memberi kemungkinan
konsentrasi obat yang bebas untuk berkembang pada reseptor, mempengaruhi
lama kerja suatu obat dan menurunkan ekskresi suatu obat.
Hal tersebut dapat terjadi karena persen kumulatif obat yang diperoleh
akan mengalami kenaikan pada setiap interval waktu yang digunakan dalam suatu
percobaan. Perbedaan difusi obat pada medium serum dan plasma darah. Setelah
diamatai diketahui pada serum bagian cair darah yang tidak mengandung sel-sel
darah dan faktor-faktor pembekuan darah. Protein-protein koagulasi lainnya dan
protein yang tidak terkait dengan hemostasis, tetap berada dalam serum dengan
kadar serupa dalam plasma. Disimpulkan bahwa plasma mencegah proses
penggumpalan darah sedangkan serum membiarkan terjadinya proses
penggumpalan darah. Plasma mengandung senyawa fibrinogen yaitu suatu protein
darah yang berubah menjadi jaring dari serat-serat fibrin pada peristiwa
penggumpalan, dimana senyawa tersebut sudah tidak ada lagi dalam serum.
VI. KESIMPULAN

1. Protein terbentuk dari unsur-unsur organik yang hampir sama dengan


karbohidrat dan lemak yaitu terdiri dari unsur karbon (C), hidrogen (H),
dan oksigen (O), akan tetapi ditambah dengan unsur lain yaitu nitrogen
(N).
2. Obat yang berikatan sangat kuat dengan erythrocytes, maka hematocrit
akan mempengaruhi jumlah total obat dalam darah
3. Pengikatan obat-protein dipengaruhi oleh sejumlah factor yang penting,
yaitu Sifat fisika kimia dari obat, Konsentrasi total obat dalam tubuh,
Jumlah protein yang berguna untuk pengikatan obat-protein, Kualitas
atau fisiko kimia alamiah dari protein hasil sintesa.
4. Ikatan obat-protein yang bolak balik menyatakan secara tidak langsung
bahwa obat mengikat protein dengan ikatan kimia yang lemah, misalnya;
ikatan hydrogen atau ikatan van deer waals.

5. Kinetika pengikatan obat -protein merupakan informasi yang digunakan


untuk pengunaan terapi dan memprediksi kemungkinan interaksi obat.
DAFTAR PUSTAKA

Suhardjo dan Clara M.K. 1992. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta: Kanisius
(Winarno, 2004).

Leon Shargel, Andrew Yu ; Applied Biopharmaceutics & Pharmakokinetics,


fourth edition, halaman 281 –321, 1999, USA.

A. D. Astuti and A. B. Mutiara, “Simulasi dinamika molekuler protein dengan


aplikasi gromacs,” Teh. Inform. dan Ind., vol. 1, no. 2, pp. 1–9, 2011.
(Bridges, 1976).

Wilson J.R. 1976. Shade-Stimulad growth and nitroden up take by pasture grasses
in a subtropical environment. Aust. J. Agrie. United Kingdom.

Forages for Plantation Crops. Proceeding of workshop, Sanur, Bali, Indonesia. 10


– 24. Priestley, M.J.N., Seible, F., Calvi, M.G. (1995). Seismic Design and
Retrofit of Bridges, Penerbit: John Wiley and Sons, New York.
PERTANYAAN PASCA PRATIKUM

1. Jelaskan mengapa membran telur dan tetrasiklin digunakan pada percobaan


ini! Sebutkan bahan-bahan lain yang dapat digunakan untuk mengganti
membran telur (jika ada)!
Jawab :
Membrane telur dalam praktikum kali ini digunakan sebagai kompartemen protein
sedangkan tetrasiklin sebagai obat yang akan berikatan dengan protein, hal ini
dikarenakan mekanisme kerjanya yang berkaitan dengan protein. Bahan yang
dapat digunakan untuk mengganti membrane telur ialah membrane selofam.

2. Apa fungsi HCl 5N dalam percobaan ini? Jelaskan dan gambarkan reaksi
yang terjadi antara cangkang telur dan larutan HCl!
Jawab :
Fungsi HCL 5N dalam percobaan ini berfungsi untuk memisahkan membrane
telur dari cangkang telur.
CaCO3 + 2HCl CaCl2 + Co2 + H2o
CaCl2 + 2NaOH Ca(OH)2 + 2NaCl
Ca(OH)2 CaO + H2O
Karena cangkang telur merupakan senyawa kalsium karbonat sehingga apabila
terkena zat asam akan bereaksi menghasilkan garam + air + karbondioksida.

3. Jelaskan pengaruh ikatan obat dengan protein terhadap difusi obat tersebut!
Jawab :
pengaruh ikatan obat dengan protein terhadap difusi obat yaitu pengikatan obat
pada yang terdapat pada ikatan protein dengan obat dalam tubuh mempengaruhi
kerja dengan mempermudah distribusi obat tubuh, menonaktifkan obat dengan
memberi kemungkinan konsentrasi obat yang bebas untuk berkembang pada
reseptor, mempengaruhi lama kerja suatu obat dan menurunkan ekskresi suatu
obat.
4. Selain albumin, protein apa sajakah yang terdapat di dalam darah? Apakah
protein yang terkandung di dalam darah sama dengan protein yang
terkandung di dalam telur, jelaskan!
Jawaba :
Protein dalam darah selain albumin yaitu globulin dan fibrinogen. Kandungan
protein pada membran telur dan pada manusia tidak semuanya sama, yang sama
hanya ovalbumin saja.

5. Adakah perbedaan difusi obat pada medium serum dan plasma darah
jelaskan alasannya!
Jawab :
Perbedaan difusi obat pada medium serum dan plasma darah yaitu pada serum
bagian cair darah yang tidak mengandung sel-sel darah dan faktor-faktor
pembekuan darah. Protein-protein koagulasi lainnya dan protein yang tidak terkait
dengan hemostasis, tetap berada dalam serum dengan kadar serupa dalam plasma.
Plasma mencegah proses penggumpalan darah sedangkan serum membiarkan
terjadinya proses penggumpalan darah. Plasma mengandung senyawa fibrinogen
yaitu suatu protein darah yang berubah menjadi jaring dari serat-serat fibrin pada
peristiwa penggumpalan, dimana senyawa tersebut sudah tidak ada lagi dalam
serum.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai