Dosen Pengampu:
apt. Anastasia S. P., M.Si.
apt. Ernestine A.P., M. Farm.Ind.
apt. Nurista Dida A., S. Farm., M. Sc.
Oleh :
Kelompok 2 / L2
NAMA NIM
Risky 01038210041
1.2 Tujuan
Mahasiswa memiliki kemampuan untuk melakukan perhitungan dan analisis terhadap
data konsentrasi obat dalam sampel biologis dengan menggunakan konsep teoritis
farmakokinetika.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Farmakokinetika merupakan suatu ilmu yang mempelajari nasib suatu obat didalam
tubuh. Fase farmakokinetik berkaitan dengan profil waktu konsentrasi obat dalam plasma dan
hubungannya dengan dosis, bentuk sediaan, dan frekuensi pemberian dosis serta rute
pemberian. Salah satu kegunaan prinsip farmakokinetik dalam dunia klinis adalah
mengoptimalkan dosis obat agar sesuai dengan kebutuhan masing-masing pasien dan
mencapai utilitas terapeutik yang maksimal. Farmakokinetika terdiri dari empat proses, antara
lain sebagai berikut :
● Absorbsi
Absorbsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam
darah. Laju dan jumlah absorbsi pada obat dalam tubuh dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti luas permukaan dinding usus, kecepatan pengosongan
lambung, pergerakan saluran cerna dan aliran darah ke tempat absorpsi (Shargel dan
Yu, 2005).
● Distribusi
Distribusi obat merupakan suatu proses obat yang dihantarkan dari sirkulasi
sistemik menuju jaringan dan cairan tubuh. Distribusi obat yang telah mengalami
diabsorpsi bergantung pada beberapa faktor, seperti aliran darah, permeabilitas
kapiler, dan ikatan protein. Konsentrasi obat dalam darah atau plasma tergantung pada
jumlah obat yang berada di dalam tubuh, serta seberapa luas obat itu didistribusikan.
● Metabolisme
Metabolisme atau biotransformasi obat merupakan suatu proses tubuh
mengubah komposisi obat sehingga menjadi lebih larut air untuk dapat dikeluarkan
dari tubuh. Tujuan metabolisme obat adalah untuk mengubah obat yang nonpolar
(larut lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau
empedu. Dengan adanya perubahan ini, obat aktif seringkali diubah menjadi inaktif,
melainkan sebagian dapat berubah menjadi lebih aktif, kurang aktif atau menjadi
toksik. Faktor faktor yang dapat mempengaruhi metabolisme, seperti pengaruh gen,
pengaruh lingkungan, kondisi khusus seperti terkena penyakit tertentu, dan usia.
Reaksi metabolisme terjadi dari reaksi fase I dan reaksi fase II. Reaksi fase I berfungsi
untuk mengubah molekul lipofilik menjadi molekul yang lebih polar. Sedangkan,
pada reaksi fase II terjadi reaksi penggabungan (konjugasi) (Tjay dan Rahardja,
2007).
● Ekskresi
Ekskresi obat artinya eliminasi atau pembuangan obat dari tubuh. Sebagian
besar obat dibuang dari tubuh oleh ginjal dan melalui urin.
Adapun beberapa manfaat dari ilmu farmakokinetika antara lain sebagai berikut :
● Dapat dimanfaatkan untuk pembuatan obat baru.
● Dapat dimanfaatkan untuk pengembangan formulasi dari suatu sediaan.
● Dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan desain studi obat.
● Dapat dimanfaatkan oleh suatu lembaga pemerintahan dalam pengawasan mutu obat.
● Dapat dimanfaatkan guna mengatasi dan mencegah interaksi yang akan terjadi antar
obat.
Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara matematis dari
model berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi obat atau metabolitnya dalam cairan
fisiologis seperti plasma dan urin. Konsentrasi plasma biasanya diperiksa, dan biopsi
tambahan dapat diambil dari hewan serta dari manusia. Parameter farmakokinetik
memberikan indikasi keseluruhan perilaku obat dalam tubuh (Tillement, 2007). Secara umum
parameter farmakokinetika digolongkan menjadi parameter primer, sekunder dan turunan.
Parameter primer adalah parameter farmakokinetika yang nilainya dipengaruhi oleh variable
biologis seperti volume distribusi (Vd), klirens (Cl), dan konstanta laju absorbsi (Ka). Obat
dapat berinteraksi dengan makanan, zat kimia yang masuk dari lingkungan atau dengan obat
lain. Interaksi antara obat dan makanan dapat terjadi selama fase farmakodinamik dan
farmakokinetika. Interaksi farmakokinetika dapat terjadi selama fase farmakokinetika secara
menyeluruh yaitu pada absorpsi, distribusi dan eliminasi (Setiawati, 2008).
Intravena (IV) adalah metode pemberian obat (baik diencerkan atau tidak diencerkan)
langsung ke dalam vena menggunakan syringe melalui port tanpa jarum pada saluran IV
yang ada atau saline lock. Rute IV langsung biasanya memberikan sejumlah kecil cairan/obat
(maks 20 ml) yang didorong secara manual ke pasien. Pemberian obat secara intravena
menghilangkan proses absorbsi dan penguraian obat dengan langsung memasukkannya ke
dalam darah. Hal ini menyebabkan peningkatan langsung kadar serum dan konsentrasi tinggi
pada organ vital, seperti jantung, otak, dan ginjal. Efek terapeutik dan efek samping dapat
terjadi dengan cepat dengan pemberian intravena langsung (Glynda Rees Doyle & Jodie
Anita McCutcheon, 2015).
Bioavailabilitas merupakan pengertian dari tingkatan dan sejauh mana zat aktif
diserap dari bentuk sediaan menjadi available di tempat kerja obat. Obat rute IV dapat
dikatakan 100% bioavailabilitas (BA). Perbedaan dalam bioavailabilitas dapat menyebabkan
terapeutik nonequivalence. Perubahan dari sediaan dengan bioavailabilitas tinggi menjadi
sediaan dengan bioavailabilitas rendah dapat mengakibatkan kegagalan pengobatan.
Sebaliknya, dapat menyebabkan situasi berbahaya akut, contohnya adalah dengan
antikoagulan (perdarahan) atau agen hipoglikemik (hipoglikemia).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
1. Klem 1
2. Statif 1
3. Corong Pisah 1
4. Kantong Infus 1
7. Stopwatch 1
8. Mikropipet 1
9. Tabung Reaksi 7
3.1.2 Bahan-bahan
2. Aquadest qs
3.2 Prosedur
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2 Perhitungan
Konsentrasi (ppm) larutan standar baku sebenarnya
10.7 mg /0.1L = 107 ppm
a. 2 ppm
2 ppm x 10 mL / 107 ppm
= 0.186 mL
100 ppm x 0.186 mL /10 mL
= 1.86 ppm
b. 4 ppm
4 ppm x 10 mL / 107 ppm
= 0.373 mL
100 ppm x 0.373 mL /10 mL
= 3.73 ppm
c. 6 ppm
6 ppm x 10 mL / 107 ppm
= 0.56 mL
100 ppm x 0.56 mL /10 mL
= 5.6 ppm
d. 8 ppm
8 ppm x 10 mL / 107 ppm
= 0.747 mL
100 ppm x 0.747 mL /10 mL
= 7.47 ppm
e. 10 ppm
10ppm x 10 mL / 107 ppm
= 0.934 mL
100 ppm x 0.934 mL /10 mL
= 9.34 ppm
Gambar 4.3 Grafik Persamaan Regresi Eksponensial (tanpa menit ke-5 dan 10)
a. Persamaan farmakokinetik : y = 2.65e-0.0000695x
b. Nilai :
k = 0.0000695/jam
Co = 2.65
c. Parameter farmakokinetik :
Vd = Dosis obat / Co
= (1g/250mL)/2.65ppm
= 4000ppm/2.65ppm
= 1509.43 mL
Cl = Vd x k
= 1509.43 mL x 0.0000695/jam
= 0.1049 mL/jam
T1/2 = 0.693/k
= 0.693/0.0000695
= 9971.22 jam
4.3 Pembahasan
Pada dasarnya, pemberian obat secara intravaskular memiliki efek yang cepat
karena obat langsung masuk ke aliran darah atau sistemik dan didistribusikan. Jika
dibandingkan dengan rute per oral, pemberian obat secara intravena tidak melewati
tahap absorpsi pada saluran cerna dan terhindar dari first pass metabolism yang
membuatnya memiliki kemampuan bioavailabilitas tertinggi dari semua rute
pemberian obat, yaitu 100%.
Jika dihubungkan dengan teori farmakokinetika, laju intravena seperti infus
yang masuk ke aliran darah mengikuti orde reaksi ke nol karena kecepatan masuknya
obat ke dalam tubuh adalah konstan dan tidak dipengaruhi konsentrasi obat dalam
tubuh. Namun, laju eliminasi obat mengikuti orde reaksi pertama yang eksponensial
(Shargel, 1998). Sehingga melalui perhitungan matematis, kadar obat dalam fungsi
waktu dapat diidentifikasi dan menentukan parameter farmakokinetik obat terkait
dengan pemberian secara intravena.
Laju masuknya obat yang konstan ini digambarkan dalam suatu model
percobaan yang dirancang untuk dapat menggambarkan proses sebenarnya seperti
cairan pada kantong infus (Vitamin C 1 gr dalam 250 mL) yang diposisikan antara
corong pisah dan beaker sebagai kompartemen darah dengan kandungan obat, corong
pisah berisikan air 250 mL sebagai pengganti cairan yang dikeluarkan selama proses
eliminasi atau pada kondisi sebenarnya merupakan air yang diminum dan
menggantikan cairan tubuh yang dikeluarkan setiap waktunya. Serta beaker pada
bagian paling bawah sebagai wadah untuk cairan yang dikeluarkan secara konstan
sebagai ekskresi renal. Sebelumnya tetesan kran corong dan infus disesuaikan pada 20
tetes/menit. Kemudian larutan Vitamin C dan air sebanyak 250 mL dimasukkan
seluruhnya ke dalam model dan stopwatch dimulai. Pada menit ke 5, 10, 15, 30, 45,
60, 90, cuplikan diambil, diencerkan dan diidentifikasi absorbansinya dengan
spektrofotometri UV-vis.
Hasil absorbansi yang didapatkan dari cuplikan setiap waktunya ini kemudian
diperhitungkan kadarnya dengan plot terhadap kurva baku. Kurva baku ini dibuat
dengan larutan standar vitamin C yang diketahui secara pasti kadarnya, yaitu 10.7 mg
yang dibuat ke dalam 5 deret konsentrasi pada rentang absorbansi 0.2-0.8 pada
panjang gelombang maksimum 266 nm. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
kadar sebenarnya dari deret kurva baku secara berturut-turut 1.86 ppm, 3.73 ppm, 5.6
ppm, 7.4 ppm, 9.3 ppm dengan persamaan regresi linearnya y = 0.098x + 0.0721 dan
R = 0.996. Persamaan ini yang digunakan untuk menentukan kadar sampel dari
absorbansi yang diidentifikasi melalui spektrofotometer UV-vis.
Hasil sampel yang didapatkan pada cuplikan setiap menitnya dibentuk dalam
kurva regresi eksponensial mengikuti orde reaksi. Jika dilihat pada Gambar 4.2, pada
menit ke- 5 dan 10 tidak berada pada rentang absorbansi sehingga menampilkan
persamaan linear yang meningkat dibandingkan menurun. Jika dihubungkan dengan
eliminasi obat, seharusnya kadar vitamin C menampilkan penurunan setiap waktunya.
Oleh sebab itu, data tersebut tidak digunakan dan didapatkan persamaan y =
2.65e-0.0000695x . Persamaan ini yang kemudian digunakan untuk menentukan parameter
farmakokinetik dari vitamin C yang diberikan, yaitu ketetapan eliminasi obat (k),
jumlah volume distribusi (Vd), klirens(Cl) dan waktu paruh obat (T1/2). Volume
distribusi obat di dalam tubuh secara menyeluruh adalah 1509.43 mL, kecepatan
eliminasi obat adalah 0.1049 mL/jam dan waktu untuk obat berada pada setengah
konsentrasi puncak dalam tubuh adalah 9971.22 jam. Hasil ini menunjukkan obat
yang diabsorpsi berlangsung sangat cepat dibandingkan obat yang dieliminasi
sehingga konsentrasi obat yang terdistribusi dalam tubuh sangat besar dan waktu
paruh yang sangat lama. Pada kenyataannya, jika hasil serupa didapatkan pada suatu
obat, maka obat tersebut cenderung memiliki resiko toksisitas yang tinggi dan perlu
dihindari penambahan dosis obat atau interaksi selama rentang waktu tersebut karena
dengan dosis yang kecil, obat tersebut mampu bertahan dan terdistribusi dalam tubuh
dalam waktu yang sangat lama. Faktor yang mempengaruhinya adalah laju tetesan
yang sebelumnya dikalibrasi tidak sesuai antara drop yang masuk ke dalam kantong
infus (kompartemen darah) yang terlalu cepat dan drop yang dikeluarkan ke beaker
(eliminasi) yang terlalu lambat. Hal ini dapat disebabkan karena posisi selang untuk
jalur eliminasi obat di model yang melengkung sehingga berbeda dengan laju tetesan
ketika dikalibrasikan pertama kali.
Parameter-parameter ini yang nantinya menentukan dosis obat untuk
mempertahankan rata-rata konsentrasi plasma yang stabil untuk menjaga supaya obat
tetap berada di rentang terapi yang optimal. Jika dibandingkan dengan pemberian
bolus yang tidak berlangsung sebagai intermitten, dosis obat akan mengalami
fluktuasi diantara tiap dosis pemberiannya sehingga terkadang konsentrasi obat
melewati rentan terapi yang dapat berarti toksik atau justru tidak efektif berkerja dan
memberikan efek terapeutis.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum, ditemukan bahwa hasil sampel yang diperoleh pada cuplikan
setiap menitnya membentuk kurva regresi eksponensial yang mengikuti orde reaksi dalam
proses eliminasi obat. Hasil dari grafik menunjukkan pada menit ke-5 dan ke-10, konsentrasi
obat tidak berada dalam rentang absorbansi yang diharapkan, menghasilkan persamaan
regresi eksponensial yang menunjukkan kecenderungan linear yang meningkat daripada
menurun. Hal ini menunjukkan bahwa eliminasi obat yang lambat, di mana volume distribusi
obat di dalam tubuh mencapai angka yang signifikan, yaitu sebesar 1509.43 mL, sementara
kecepatan eliminasi obat relatif rendah, yaitu sebesar 0.1049 mL/jam. Hal ini mengakibatkan
konsentrasi obat yang terdistribusi dalam tubuh tetap tinggi dan waktu paruh yang lama yaitu
9971.22 jam. Oleh karena itu, obat yang mengalami pola ini cenderung memiliki risiko
toksisitas yang tinggi, membutuhkan perhatian khusus dalam pengaturan dosis dan interaksi
obat selama periode distribusi obat yang panjang tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Glynda Rees Doyle, & Jodie Anita McCutcheon. (2015, November 23). 7.5 Intravenous
Medications by Direct IV Route. Opentextbc.ca; BCcampus.
Grogan, S., & Preuss, C. V. (2022). Pharmacokinetics. Stat Pearls Publishing.
Haki, Lukman. (2012). Farmakokinetik. Yogyakarta: Bursa Ilmu.
Setiawati, A., Dermawan.(2008). Media Pembelajaran Pendidikan Kesehatan. Gala Ilmu
Semesta.Yogyakarta
Shargel dan Yu. (1998). Biofarmasetika dan Farmakokinetik Terapan. Surabaya. Airlangga
University Press.
Shargel, L., Yu, A., and Wu, S., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Edisi
kedua, Airlangga University Press, Surabaya. 167 – 187.
Tillement, J-P., and D. Tremblay.2007 Clinical Pharmacokinetic Criteria for Drug Research.
Elsevier 11-30.
Thomson, A. (2009). Back to basics: pharmacokinetics - The Pharmaceutical Journal. The
Pharmaceutical Journal.
Tjay, T.H & Rahardja, K., 2007, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek
Sampingya, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Zou, H., Banerjee, P., Leung, S. S. Y., & Yan, X. (2020). Application of
Pharmacokinetic-Pharmacodynamic Modeling in Drug Delivery: Development and
Challenges. Frontiers in Pharmacology, 11.