BIOFARMASETIKA FARMAKOKINETIKA
UJI DISOLUSI
Dosen pengampu
Drs. Umar Mansur, M.Sc.
Apt. Suci Ahda Novitri, S.Farm., M.Si.
Disusun oleh:
Ghina Khalidah
1171020000078
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 1. Skema pelepasan dan pelarutan obat dari tablet, tablet salut dan
kapsul tidak tahan cairan lambung
4
Efektivitas dari suatu tablet dalam melepas obatnya untuk absorbsi sistemik
agaknya bergantung pada laju disintegrasi dari bentuk sediaan dan agregasi dari
granul-granul tersebut. Laju disolusi dari obat padat merupakan tahapan yang
membatasi atau tahap yang mengontrol laju bioabsorbsi obat- obat yang
mempunyai kelarutan rendah, karena tahapan ini seringkali merupakan tahapan
yang paling lambat dari berbagai tahapan yang ada dalam penglepasan obat dari
bentuk sediaannya dan perjalanannya ke dalam sirkulasi sistemik (Martin dkk,
1993).
Laju di mana suatu padatan melarut di dalam suatu pelarut telah diajukan
dalam batasan-batasan kuantitatif oleh Noyes-Whitney pada tahun 1897, yang
mirip dengan hukum difusi Fick:
𝑑𝐶 𝐷𝑠
= (Cs-C)
𝑑𝑡 ℎ
Keterangan:
𝑑𝐶 𝐷𝑠
/ = Laju disolusi (massa/waktu)
𝑑𝑡 ℎ
5
hubungan dengan tetapan kecepatan disolusi, kenaikan suhu medium yang
tinggi akan semakin banyak zat aktif terlarut. Suhu harus konstan yang biasanya
pada suhu tubuh (37°C). Medium larutan hendaknya tidak jenuh obat, yang
biasa dipakai adalah cairan lambung yang diencerkan, HCl 0,1 N, dapar fosfat,
cairan lambung tiruan, air dan cairan usus tiruan tergantung sifat-sifat lokasi
obat akan larut. Ukuran dan bentuk wadah akan mempengaruhi laju dan tingkat
kelarutan, untuk mengamati pelarutan dari obat sangat tidak larut dalam air
menggunakan wadah berkapasitas besar (Lachman et al., 1970).
Metode uji disolusi menurut Farmakope Indonesia Edisi IV pelarutan dapat
digunakan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Metode Keranjang (Basket)
Metode keranjang terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari
kaca atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang
logam yang di gerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder.
Wadah tercelup sebagian didalam suatu tangas air yang sesuai berukuran
sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada
37°C ± 0,5°C selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air
dalam tangas air halus dan tetap. Wadah disolusi dianjurkan berbentuk
silinder dengan dasar setegah bola, tinggi 160 mm hingga 175 mm,
diameter dalam 98 mm hingga 106 mm dan kapasitas nominal 1000 ml.
Pada bagian atas wadah dapat digunakan suatu tutup yang pas untuk
mencegah penguapan. Batang logam berada pada posisi sedemikian
sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik dari sumbu
vertikal wadah, berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti.
Batas kecepatan yang memungkinkan untuk memilih kecepatan dan
mempertahankan kecepatan seperti yang tertera dalam masing-masing
monografi dalam batas lebih kurang 4% (Dirjen POM, 1995: 1058).
2. Metode Dayung (Paddle)
Metode dayung terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusus, yang
berfungsi memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan.
Dayung diikat secara vertikal kesuatu motor yang berputar dengan suatu
kecepatan yang terkendali. Tablet atau kapsul diletakan dalam labu
pelarutan yang beralas bulat yang juga berfungsi untuk memperkecil
turbulensi dari media pelarutan. Alat ditempatkan dalam suatu bak air
yang bersuhu konstan, seperti pada metode basket dipertahankan suhu
pada 37°C ± 0,5°C. Posisi dan kesejajaran dayung ditetapkan dalam
Farmakope Indonesia. Metode dayung sangat peka terhadap kemiringan
dayung. Pada beberapa produk obat, kesejajaran dayung yang tidak tepat
secara drastis dapat mempengaruhi hasil pelarutan. Standar kalibrasi
6
pelarutan yang sama digunakan untuk memeriksa peralatan sebelum uji
dilaksanakan (Dirjen POM, 1995: 1058)
7
BAB III
PROSEDUR KERJA
A. Alat
1. Beaker glass
2. Timbangan
3. Magnetic stirer
4. pH meter
5. Alat tipe basket
6. Waterbath
7. Termomter
8. Labu ukur
9. spektrofotometer
B. Bahan
1. Sodium dihydrogen phosphate monohydrate
2. Disodium dihydrogen phosphate
3. Aquadest
4. HCl atau NaOH
5. Dapar fosfat pH 6,8
6. metformin intermediate release (IR)
7. metformin Extended release (XR)
8
2. Waterbath alat uji disolusi diisi dengan air hingga batas yang
ditentukan.
3. 2 buah labu alat uji disuolusi dipasang. 1 labu untuk pengujian tablet
metformin intermediate release (IR) dan 1 labu untuk tablet metformin
extended release (XR)
4. Masing-masing labu diisi dengan 900 mL media yang sesuai yang
tercantum dalam farmakope atau literatur lainnya. Dalam praktikum
ini digunakan dapar fosfat pH 6,8. Suhu diatur dan dipertahan pada
37 ± 0,5ºC. Diamkan 15 menit atau 1 jam.
5. Kedalam masing-masing keranjang alat disolusi dimasukkan 1 buah
tablet yang sesuai. 1 keranjang diisi dengan 1 buah tablet metformin
intermediate release (IR) dan 1 keranjang diisi 1 buah tablet metformin
extended release (XR).
6. Kemudian dicelupkan ke dalam labu yang telah berisi medium dapar
fosfat sampai ke dasar yang terdapat dalam labu, suhu dipertahankan
pada 37 ± 0,5ºC, motor diatur pada kecepatan konstan 100 rpm.
7. Kemudian cairan sample diambil sebanyak 10 ml pada setiap menit
ke-5, 10, 20, 30, 40, 50 dan 60. Dan setiap volume cuplikan yang
diambil diganti dengan medium yang sama dan volume yang sama
(dapar fosfat pH 6,8 =10 mL).
8. Cairan sampel diencerkan dengan medium dapar fosfat sesuai
perhitungan.
9. Untuk menentukan kadar obat yang terdisolusi dalam cairan itu, maka
dilakukan pengecekan kadar menggunakan alat spektrofotometer
dengan mengukur tingkat absorbansinya.
9
BAB IV
4.1 Hasil
Konsentrasi
absorbansi (y) Persamaan
(ppm)
2 0.172 y = 0.0822x + 0.0127
4 0.34
6 0.488
8 0.685
10 0.893
12 0.952
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 2 4 6 8 10 12 14
konsentrasi konsentarsi x
Jumlah kadar asli (x
Waktu Absosbansi ppm pengenceran
pengenceran 900 ml) (µg)
(µg/ml) (µg/ml)
5 20 0.667 7.960 159.197 143277.372
10 40 0.487 5.770 230.803 207722.628
10
20 40 0.788 9.432 377.275 339547.445
30 80 0.494 5.855 468.418 421576.642
40 80 0.558 6.634 530.706 477635.036
50 80 0.557 6.622 529.732 476759.124
60 100 0.432 5.101 510.097 459087.591
kadar
kosentrasi asli x kadar
faktor koreksi kumulatf % disolusi
10 (µg) kumulatif (µg)
(mg)
1591.971 0 143277.372 143.277 28.655%
2308.029 1591.971 209314.599 209.315 41.863%
3772.749 3900.000 343447.445 343.447 68.689%
4684.185 7672.749 429249.392 429.249 85.850%
5307.056 12356.934 489991.971 489.992 97.998%
5297.324 17663.990 494423.114 494.423 98.885%
5100.973 22961.314 482048.905 482.049 96.410%
konsentrasi konsentarsi x
Jumlah kadar asli (x
Waktu absorbansi ppm pengenceran
pengenceran 900 ml) (µg)
(µg/ml) (µg/ml)
5 10 0.214 2.449 24.489 22040.146
10 10 0.309 3.605 36.046 32441.606
20 10 0.487 5.770 57.701 51930.657
30 10 0.613 7.303 73.029 65726.277
11
40 10 0.726 8.678 86.776 78098.540
50 20 0.432 5.101 102.019 91817.518
60 20 0.437 5.162 103.236 92912.409
kadar
kosentrasi asli x kadar
faktor koreksi kumulatf % disolusi
10 (µg) kumulatif (µg)
(mg)
244.891 0 22040.146 22.040 4.408%
360.462 244.891 32686.496 32.686 6.537%
577.007 605.353 52536.010 52.536 10.507%
730.292 1182.360 66908.637 66.909 13.382%
867.762 1912.652 80011.192 80.011 16.002%
1020.195 2780.414 94597.932 94.598 18.920%
1032.360 3800.608 96713.017 96.713 19.343%
15.000
Series1
10.000
Linear (Series1)
5.000
0.000
0 20 40 60 80
Keteragan:
Kosentrasi sebenarnya = kosentasi X pengenceran (ppm)
Kadar asli = konsentrasi x 900 ml (µg)
Kadar yang diambil = kosentasi x 10 ml (µg)
Faktor koreksi = penjumlahan dari kadar yang diambil
Kadar kumulatif = kadar asli + faktor koreksi
% disolusi = kadara awal – kadar akhir
12
4.1 Pembahasan
Pada percobaan kali ini dilakukan uji disolusi invitro dengan metode uji
disolusi terbanding antara tablet metformin Immediate release (lepasm segera)
tablet metformin extended release (lepas segera). Alat yang digunakan pada uji
ini ialah disolution tester dengan model basket menggunakan media dapar fosfat
pH 6,8 dengan suhu 37℃. Tujuan uji disolusi dilakukan untuk mengetahui
bagaimana gambaran profil pelepasan obat dalam tubuh. uji didolusi juga
digunakan untuk menentukan presentasi ketersediaan obat dalam sirkulasi
sistemik pada waktu tertentu.
Sebelum melakukan uji disolusi, terlebih dahulu membuat dapar fosfat
dengan menggunakan Sodium dihydrogen phosphate monohydrate dan di-
Sodium dihydrogen phosphate yang telah ditimbang, setelah itu mencampurkan
bahan ke dalam gelas yang sudah dikalibrasi dengan aquadest hingga batas
kalibrasi kemudian diaduk dengan pengadukan yang dibantu oleh magnetic
stirrer. Penggunan dapar fosfat pH 6,8 berfungsi sebgai alat simulasi cairan
intestinal tanpa enzim (FDA,2000).
Setelah itu menentukan kadar metformin dalam sampel dengan
menggunakan persamaan regeresi linear dari kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi
metformin dapat dilihat pada Gambar 2.
13
Pada tablet metformin immediate release didapatkan pada menit ke-5
didapatkan % disolusi sebesar 28.655%, menit ke-10 didapatkan % disolusi
sebesar 41,863%, menit ke-20 didapatkan % disolusi sebesar 68,689, menit ke-
30 didapatkan % disolusi sebesar 85,850%, menit ke-40 didapatkan % disolusi
sebesar 97,998%, menit ke-50 didapatkan % disolusi sebesar 98,885%, dan
menit ke-60 didapatkan % disolusi sebesar96,410%. Sedangkan Pada tablet
metformin extended release didapatkan pada menit ke-5 didapatkan % disolusi
sebesar 4,408%, menit ke-10 didapatkan % disolusi sebesar 6,537%, menit ke-20
didapatkan % disolusi sebesar 10,507, menit ke-30 didapatkan % disolusi
sebesar 13,382%, menit ke-40 didapatkan % disolusi sebesar 16,002%, menit ke-
50 didapatkan % disolusi sebesar 18,920%, dan menit ke-60 didapatkan %
disolusi sebesar 19,343%. Hasil tersebut dapat dilihat pada kurva Gambar 3.
100.000
50.000
0.000
0 20 40 60 80
Series1 Series2
14
Adapun perbedaan disolusi keranjang dan dayung menurut FI IV adalah :
1. Metode basket
Alat ini memiliki kekurangan yaitu kecenderungan zat bergerak
menyumbat kasa basket, sangat peka terhadap gas terlarut dalam
media disolusi, kecepatan aliran yang kurang memadai ketika partikel
meninggalkan basket dan mengapung dalam media dan kesulitan
konstruksi jika diupayakan metode yang diotomatisasi (Siregar,
2010).
2. Metode dayung
Metode ini dapat mengatasi berbagai kekurangan dari alat tipe 1 dan
dapat pula untuk diterapkan sistem automatisasi (Siregar, 2010).
Profil disolusi pada metformin berdasarkan USP ialah
➢ Uji 1
Media disolusi : 1000 ml buffer fosfat pH 6.8
Alat tipe 1 : 100 rpm
Waktu : 45 menit tidak
Toleransi nilai kurang dari 70% C4H11N5.HCl Dalam harus larut
waktu 45 menit
➢ Uji 2
Untuk produk yang beretiket mengandung 500 mg
Metformin
Media disolusi : 1000 ml dapar fosfat pH 6,8
Alat tipe2 : 50 rpm
Waktu : 30 menit
Toleransi nilai kurang dari 80% C4H11N5.HCl Dalam harus larut
waktu 30 menit
15
2. Suhu
Kenaikan suhu selain dapat meningkatkan gradien konsentrasi juga
akan meningkatkan tetapan difusi, sehingga akan menaikkan
kecepatan disolusi juga.
3. Medium
Kelarutan Sifat medium larutan akan mempengaruhi uji pelarutan.
Medium larutan hendaknya tidak jenuh obat. Conoth medium yang
terbaik menggunakan cairan lambung yang diencerkan, HCL 0,1 N,
dapar fosfat, cairan lambung tiruan, air dan cairan usus tiruan
tergantung dari sifat produk obat dan lokasi dalam saluran pencernaan
dan perkiraan obat yang akan terlarut.
4. Wadah
Ukuran dan bentuk dapat mempengaruhi laju dan tingkat kelarutan.
Untuk mengamati kemaknaan dari obat yang sangat tidak larut dalam
air mungkin perlu wadah berkapasitas besar.
5. Kelarutan
Zat Aktif Pada umumnya zat aktif bentuk garam lebih larut air dari
pada bentuk asam atau basanya. Dalam lambung, garam ini akan
terionisasi dan asam yang tidak larut akan mengendap sebagai partike
l yang sangat halus dan basah sehingga mudah diabsorpsi.
16
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa:
1. uji disolusi dilakukan untuk mengetahui bagaimana gambaran profil
pelepasan obat dalam tubuh
2. uji disolusi menggunakan 2 metode yaitu motode dayung dan keranjang
3. Pada gambar kurva diatas dapat disimpulakn bahwa tablet metformin
immediate release lebih cepat terdisolusi daripada tablet metformin
extended release.
17
DAFTAR PUSTAKA
Amsa. P., S. Tamizharasi., M. Jagadeeswaran., T.Sivakumar. 2014. Preparation and
solid state characterization of simvastatin nanosuspensions for enhanced
solubility and dissolution. International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences
Ansel, H, C,. 2008. Pengantar bentuk sediaan farmasi ed IV, alih bahasa Ibrahim.
Jakarta: UI Press.
Chaudhari, S.P., Vijaya Dhumal, S. C. Daswadkar and D. S. Shirode. 2016. Study Of
Formulation Variables On Bioavailability Of Metformin Hydrochloride. ejpmr,
3(11)
Diaz, Dorys Argelia., S.T. Colgan., C. S. Langer., Nagesh T. Bandi., Michael D.
Likar., Leslie Van Alstine. 2015. Dissolution Similarity Requirements: How
Similar or Dissimilar Are the Global Regulatory Expectations?. The AAPS
Journal. DOI: 10.1208/s12248-015- 9830-9
[DepKes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia., (1995). Farmakope
Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Donal L, Wise. 2000. Handbook of Pharmaceutical Control Release Technology.
IAI. 2012. ISO Farmakoterapi. PT ISFI penerbitan Jakarta.
Lachman, Leon, Herbert A. Lieberman, Joseph L. Kanig. The Theory and Practice of
Industrial Pharmacy 2nd edition. Lea & Febiger: Philadelphia, 1970
Martin, Alfred. Farmasi Fisik edisi Ketiga. Universitas Indonesia: Jakarta. 1993
Meilani, Parvin Zakeri et al. (2012). In-vitro bioequivalence study of 8 brands of
metformin tablets in Iran market. Vol 02 (08): 194-197
Mitra, Ashim K., Deep Kwatra, Aswani Dutt Vadlapudi. 2014. Drug delivery.
Burlington : Jones Bartlrtt Learning
Permenkes. 2009. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Sari, D. P., Sulaiman. T. N. S., dan Mafruhah, O. R (2013). Uji Disolusi Terbanding
Tablet Metformin Hidroklorida Generik Berlogo dan Bermerk. 9: 254-258
Shargel, L., Wu-Pong, S. and Yu, B.C A. (2004). Biofarmasetika dan
Farmakokinetika Terapan Edisi Kelima. Alih Bahasa: Fasich, B.S. Surabaya:
Pusat Penerbitan dan Percetakan Universitas Airlangga.
Siregar, C., Wikarsa., S. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar – Dasar
Praktis. Jakarta : EGC
18