Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOFARMASETIKA FARMAKOKINETIKA
UJI DISOLUSI
Dosen pengampu
Drs. Umar Mansur, M.Sc.
Apt. Suci Ahda Novitri, S.Farm., M.Si.

Disusun oleh:

Ghina Khalidah

1171020000078

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
OKTOBER/2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Obat merupakan suatu bahan atau campuran bahan, termasuk produk
biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki system fisiologi
atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan untuk manusia (Permenkes,
2009). Dalam obat memiliki berbagai macam rute salah satunya ialah rute oral.
Rute oral memiliki banyak bentuk sediaan salah satunya ialah bentuk sediaan
tablet.
Tablet merupakan bentuk sediaan padat oral yang sering diberikan,
mengandung zat aktif dengan atau tanpa pengisi (Amsa et al, 2014). Berbagai
jenis tablet beredar di pasaran, mulai dari tablet cetak, tablet triturat, tablet
hipodermik, tablet bukal, tablet effervecent, tablet kunyah, tablet multilapis,
tablet vaginal, tablet hancur cepat, dan tablet hisap. Tablet dapat dihantarkan
melalui beragam cara mulai dari formulasi yang sederhana yaitu immediate
release dan extended release. Tablet immediate release merupakan salah satu
tablet yang dirancang dalam penguraian dan pelepasan obat tanpa pengontrolan
atau dilapisi suatu teknik lainnya (Chaundhari et al, 2016). Sedangkan tablet
extended releas (lepas lambat) merupakan bentuk sediaan yang dirancang
melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap supaya
pelepasannya lebih lama, memperpanjang aksi obat, menjaga kadar terapi obat
yang terus-menerus dan meningkatkan kepatuhan pasien (Ansel, dkk. 2008).
Evaluasi tablet biasanya dilakukan dengan menguji beberapa parameter
diantaranya kekerasan, kerapuhan keseragaman kandungan zat aktif desintegrasi
dan disolusi (Mitra et al, 2014).
Uji disolusi merupakan suatu metode yang digunkan dalam pengembangan
formulasi obat baru, memantau kualiatas roduk obat, menilai dampak potensial
dari perubahan pasca-persetujuan pada kasus kinerja produk, memprediksi
kinerja in vivo dari produk obat (Diaz et al, 2015). Tujuannya dilakukan proses
uji disolusi untuk memprediksi kolerasi bioavaibilitas in vivo dari produk obat.
Oleh karena itu, pada praktikum kali ini dilakukan uji disolusi dengan
menggunakan obat tablet metformin immediate release (IR) dan tablet
metformin extended release (XR) untuk melihat bagaimana bioavaibilitas
produk tersebut dan untuk membandingkan tablet metformin mana yang lebih
memenuhi persyaratan uji disolusi.
1.2 Tujuan
a. Dapat menjelaskan perbedaan disolusi antara tablet lepas lambat dan lepas
cepat
b. Dapat menjelaskan pengaruh pemberian tablet lepas lambat dan lepas cepat
pada kinetika obat dalam tubuh

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metformin Hidroklorida


Metformin hidroklorida adalah obat yang digunakan secara luas sebagai
antidibetses golongan biguanid untuk pengelolaan diabetes milletus yang tidak
bergantung pada insulin. Metformin hidroklorida merupakan satu-satunya
biguanid yang tersedia (IAI, 2012). Metformin hidroklorida mempunyai sifat
kelarutan yang tinggi dalam air. Sekitar 50-60% pemberian metformin HCl
secara oral diabsorpsi dari saluran pencernaan yang mana mempunyai
permeabilitas yang rendah.
Metformin HCl memiliki nama IUPAC N,N-dimetilmidodikabronimidik
diamida dengan rumus molekul C4H11N15.HCl dengan BM 165,63. Metformin
HCl mengandung tidak kurang dari 93,5% dan tidak lebih dar 101,0%
C4H11N5.HCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Metformin klorida
memiliki bentuk serbuk hablur putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau dan
higroskopik. Kelarutan metformin HCl yaitu mudah larut dalam air, praktis
tidak larut dalam eter dan dalam kloroform, sukar larut dalam etanol. pKa
metformin = 12,4 dan pH larutan 1% metformin hidroklorida = 6,68 (Depkes
RI, 1995).
Metformin HCl memiliki kelarutan yang tinggi dan permeabilitas yang
rendah sehingga termasuk dalam karakteristik biofarmasetik kelas III
berdasarkan zat aktif serta karakteristik disolusi dan profil disolusi (Meilani,
2012). Profil disolusi metformin HCl dapat dilakukan dengan menggunakan
metode dari USP meggunakan peralatan tipe II dayung, dengan menggunakan
media dapar fosfat pH 6,8 pada suhu 37 ± 0,5°C dengan kecepatan 50 rpm
(Sari, 2013). Tablet metformin HCl memiliki beberapa sistem yaitu dengan
sistem konvensional atau bebas dan sistem lepas lambat. Metfromin HCl
memiliki nama generik Metformin hidroklorida.

2.2 Pelepasan obat dari sediaan konvensional peoral


Bentuk sediaan konvensional yang diberikan peroral umunya berupa
bentuk padat seperti serbuk, granul, mikrokapsul, tablet, kapsul, dan lain-lain.
Obat dapat masuk kedalam pembuluh darah apabila sudah dilepaskan dari
bentuk sediaanya dalam bentuk terlarut ditempat terjadinya absorpsi, seperti
pada gambar 1. Oleh Karena itu profil kadar obat dalam darah dapat diprediksi
dari model pelepasan sediaanya. Hal ini disebabkan Karena pada peberian oral
banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, seperti adanya makanan, enzim
dan lain-lain (Donal, 2000).

3
Gambar 1. Skema pelepasan dan pelarutan obat dari tablet, tablet salut dan
kapsul tidak tahan cairan lambung

2.3 Pelepasan obat dari sistem penghantaran obat baru


Model pelepasan yang dikenal dalam sistem penghantaran obat cukup
banyak , seperti controlled release, sustained releasw, delayed release, continus
release, prolong release, depot gradual release, long term releas, programe
release, protracted release, immediate release dan lain-lain. Istilah baku yang
digunakan oleh USP XXIII ada dua yaitu delayed release dan extended release.
Delayed release atau lepas tunda adalah sediaan yang bertujuan unutk
menunda pelepasan obat sampai sediaan telah melewati lambung, sedangkan
entended release atau sustained release adalah suatu sediaan yang dibuat
dengan sedemikian rupa sehingga zat aktif akan tersedia dalam jangka waktu
yang lama setelah obat diberikan.

2.4 Uji Disolusi


Disolusi merupakan suatu proses dimana suatu bahan kimia atau obat
menjadi terlarut dalam suatu pelarut (Shargel, 2004). Disolusi secara singkat
didefinisikan sebagai proses melarutnya suatu solid. Bentuk sediaan farmasetik
padat terdispersi dalam cairan setelah dikonsumsi seseorang kemudian akan
terlepas dari sediaannya dan mengalami disolusi dalam media biologis, diikuti
dengan absorpsi zat aktif ke dalam sirkulasi sistemik dan akhirnya
menunjukkan respons klinis (Siregar, 2010).

4
Efektivitas dari suatu tablet dalam melepas obatnya untuk absorbsi sistemik
agaknya bergantung pada laju disintegrasi dari bentuk sediaan dan agregasi dari
granul-granul tersebut. Laju disolusi dari obat padat merupakan tahapan yang
membatasi atau tahap yang mengontrol laju bioabsorbsi obat- obat yang
mempunyai kelarutan rendah, karena tahapan ini seringkali merupakan tahapan
yang paling lambat dari berbagai tahapan yang ada dalam penglepasan obat dari
bentuk sediaannya dan perjalanannya ke dalam sirkulasi sistemik (Martin dkk,
1993).
Laju di mana suatu padatan melarut di dalam suatu pelarut telah diajukan
dalam batasan-batasan kuantitatif oleh Noyes-Whitney pada tahun 1897, yang
mirip dengan hukum difusi Fick:

𝑑𝐶 𝐷𝑠
= (Cs-C)
𝑑𝑡 ℎ

Keterangan:
𝑑𝐶 𝐷𝑠
/ = Laju disolusi (massa/waktu)
𝑑𝑡 ℎ

D = Koefisien difusi dari zat terlarut dalam larutan


S = Luas permukaan partikel h = Ketebalan lapisan difusi
Cs = Kelarutan dari zat padat
C = Konsentrasi zat terlarut pada waktu t
V = Volume larutan
Dari persamaan Noyes-Whitney diatas terlihat bahwa kinetika pelarutan
dapat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia obat, formulasi, dan pelarut. Selain itu,
faktorfaktor suhu media dan kecepatan pengadukan juga mempengaruhi laju
pelarutan obat. Persyaratan uji disolusi pertama sekali dicantumkan dalam NF
XIII (1970) dan USP XVIII (1970).
Persyaratan yang dimaksud disini bukan hanya persyaratan untuk nilai Q
(jumlah obat yang terlarut dalam waktu yang ditentukan) saja, tetapi juga
termasuk prosedur pengujian, medium disolusi dan peralatan serta persyaratan
pengujiannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses disolusi, diantaranya
kecepatan pengadukan, temperatur pengujian, viskositas, pH, komposisi
medium disolusi, dan ada atau tidaknya bahan pembasah (wetting agent).
Komponen yang penting dalam melakukan perubahan disolusi adalah
wadah, pengadukan, suhu, dan medium. Kecepatan pengadukan mempunyai

5
hubungan dengan tetapan kecepatan disolusi, kenaikan suhu medium yang
tinggi akan semakin banyak zat aktif terlarut. Suhu harus konstan yang biasanya
pada suhu tubuh (37°C). Medium larutan hendaknya tidak jenuh obat, yang
biasa dipakai adalah cairan lambung yang diencerkan, HCl 0,1 N, dapar fosfat,
cairan lambung tiruan, air dan cairan usus tiruan tergantung sifat-sifat lokasi
obat akan larut. Ukuran dan bentuk wadah akan mempengaruhi laju dan tingkat
kelarutan, untuk mengamati pelarutan dari obat sangat tidak larut dalam air
menggunakan wadah berkapasitas besar (Lachman et al., 1970).
Metode uji disolusi menurut Farmakope Indonesia Edisi IV pelarutan dapat
digunakan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Metode Keranjang (Basket)
Metode keranjang terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari
kaca atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang
logam yang di gerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder.
Wadah tercelup sebagian didalam suatu tangas air yang sesuai berukuran
sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada
37°C ± 0,5°C selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air
dalam tangas air halus dan tetap. Wadah disolusi dianjurkan berbentuk
silinder dengan dasar setegah bola, tinggi 160 mm hingga 175 mm,
diameter dalam 98 mm hingga 106 mm dan kapasitas nominal 1000 ml.
Pada bagian atas wadah dapat digunakan suatu tutup yang pas untuk
mencegah penguapan. Batang logam berada pada posisi sedemikian
sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik dari sumbu
vertikal wadah, berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti.
Batas kecepatan yang memungkinkan untuk memilih kecepatan dan
mempertahankan kecepatan seperti yang tertera dalam masing-masing
monografi dalam batas lebih kurang 4% (Dirjen POM, 1995: 1058).
2. Metode Dayung (Paddle)
Metode dayung terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusus, yang
berfungsi memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan.
Dayung diikat secara vertikal kesuatu motor yang berputar dengan suatu
kecepatan yang terkendali. Tablet atau kapsul diletakan dalam labu
pelarutan yang beralas bulat yang juga berfungsi untuk memperkecil
turbulensi dari media pelarutan. Alat ditempatkan dalam suatu bak air
yang bersuhu konstan, seperti pada metode basket dipertahankan suhu
pada 37°C ± 0,5°C. Posisi dan kesejajaran dayung ditetapkan dalam
Farmakope Indonesia. Metode dayung sangat peka terhadap kemiringan
dayung. Pada beberapa produk obat, kesejajaran dayung yang tidak tepat
secara drastis dapat mempengaruhi hasil pelarutan. Standar kalibrasi

6
pelarutan yang sama digunakan untuk memeriksa peralatan sebelum uji
dilaksanakan (Dirjen POM, 1995: 1058)

7
BAB III

PROSEDUR KERJA

3.1 Alat dan Bahan

A. Alat
1. Beaker glass
2. Timbangan
3. Magnetic stirer
4. pH meter
5. Alat tipe basket
6. Waterbath
7. Termomter
8. Labu ukur
9. spektrofotometer

B. Bahan
1. Sodium dihydrogen phosphate monohydrate
2. Disodium dihydrogen phosphate
3. Aquadest
4. HCl atau NaOH
5. Dapar fosfat pH 6,8
6. metformin intermediate release (IR)
7. metformin Extended release (XR)

3.2 Prosedur kerja


A. Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 6,8
1. Beker gelas yang akan digunakan dikalibrasi.
2. Sodium dihydrogen phosphate monohydrate dan di-Sodium dihydrogen
phosphate ditimbang sesuai hasil perhitungan untuk pembuatan 4 L
larutan dapar fosfat pH 6,8.
3. Bahan-bahan dicampurkan kedalam beaker gelas terkalibrasi yang
berisi aquadest hingga batas kalibrasi dan diaduk hingga homogen.
Pengadukan dapat dibantu dengan menggunakan magnetic stirrer.
4. pH larutan dapar fosfat dicek dengan menggunakan alat pH meter. Jika
pH belum sesuai maka dilakukan adjust pH hingga pH 6,8 dengan
menambahkan HCl atau NaOH.
5. Dapar fosfat pH 6,8 siap untuk digunakan pada pengujian disolusi
dengan alat uji disolusi tipe basket.
B. Pengujian Disolusi
1. Dicari panjang gelombang serapan maksimum untuk metformin.

8
2. Waterbath alat uji disolusi diisi dengan air hingga batas yang
ditentukan.
3. 2 buah labu alat uji disuolusi dipasang. 1 labu untuk pengujian tablet
metformin intermediate release (IR) dan 1 labu untuk tablet metformin
extended release (XR)
4. Masing-masing labu diisi dengan 900 mL media yang sesuai yang
tercantum dalam farmakope atau literatur lainnya. Dalam praktikum
ini digunakan dapar fosfat pH 6,8. Suhu diatur dan dipertahan pada
37 ± 0,5ºC. Diamkan 15 menit atau 1 jam.
5. Kedalam masing-masing keranjang alat disolusi dimasukkan 1 buah
tablet yang sesuai. 1 keranjang diisi dengan 1 buah tablet metformin
intermediate release (IR) dan 1 keranjang diisi 1 buah tablet metformin
extended release (XR).
6. Kemudian dicelupkan ke dalam labu yang telah berisi medium dapar
fosfat sampai ke dasar yang terdapat dalam labu, suhu dipertahankan
pada 37 ± 0,5ºC, motor diatur pada kecepatan konstan 100 rpm.
7. Kemudian cairan sample diambil sebanyak 10 ml pada setiap menit
ke-5, 10, 20, 30, 40, 50 dan 60. Dan setiap volume cuplikan yang
diambil diganti dengan medium yang sama dan volume yang sama
(dapar fosfat pH 6,8 =10 mL).
8. Cairan sampel diencerkan dengan medium dapar fosfat sesuai
perhitungan.
9. Untuk menentukan kadar obat yang terdisolusi dalam cairan itu, maka
dilakukan pengecekan kadar menggunakan alat spektrofotometer
dengan mengukur tingkat absorbansinya.

9
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Kurva Standar

Konsentrasi
absorbansi (y) Persamaan
(ppm)
2 0.172 y = 0.0822x + 0.0127
4 0.34
6 0.488
8 0.685
10 0.893
12 0.952

Kurva baku y = 0.0822x + 0.0127


R² = 0.9871
1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

0
0 2 4 6 8 10 12 14

4.1.2 Tablet Metformin Immediate release

konsentrasi konsentarsi x
Jumlah kadar asli (x
Waktu Absosbansi ppm pengenceran
pengenceran 900 ml) (µg)
(µg/ml) (µg/ml)
5 20 0.667 7.960 159.197 143277.372
10 40 0.487 5.770 230.803 207722.628

10
20 40 0.788 9.432 377.275 339547.445
30 80 0.494 5.855 468.418 421576.642
40 80 0.558 6.634 530.706 477635.036
50 80 0.557 6.622 529.732 476759.124
60 100 0.432 5.101 510.097 459087.591

kadar
kosentrasi asli x kadar
faktor koreksi kumulatf % disolusi
10 (µg) kumulatif (µg)
(mg)
1591.971 0 143277.372 143.277 28.655%
2308.029 1591.971 209314.599 209.315 41.863%
3772.749 3900.000 343447.445 343.447 68.689%
4684.185 7672.749 429249.392 429.249 85.850%
5307.056 12356.934 489991.971 489.992 97.998%
5297.324 17663.990 494423.114 494.423 98.885%
5100.973 22961.314 482048.905 482.049 96.410%

Kurva Tablet Metformin IR


120.000
y = 1.2847x + 34.593
100.000
80.000
60.000 Series1
40.000 Linear (Series1)
20.000
0.000
0 20 40 60 80

4.1.3 Tablet metformin extended release

konsentrasi konsentarsi x
Jumlah kadar asli (x
Waktu absorbansi ppm pengenceran
pengenceran 900 ml) (µg)
(µg/ml) (µg/ml)
5 10 0.214 2.449 24.489 22040.146
10 10 0.309 3.605 36.046 32441.606
20 10 0.487 5.770 57.701 51930.657
30 10 0.613 7.303 73.029 65726.277

11
40 10 0.726 8.678 86.776 78098.540
50 20 0.432 5.101 102.019 91817.518
60 20 0.437 5.162 103.236 92912.409

kadar
kosentrasi asli x kadar
faktor koreksi kumulatf % disolusi
10 (µg) kumulatif (µg)
(mg)
244.891 0 22040.146 22.040 4.408%
360.462 244.891 32686.496 32.686 6.537%
577.007 605.353 52536.010 52.536 10.507%
730.292 1182.360 66908.637 66.909 13.382%
867.762 1912.652 80011.192 80.011 16.002%
1020.195 2780.414 94597.932 94.598 18.920%
1032.360 3800.608 96713.017 96.713 19.343%

Kurva Tablet Metformin XR


25.000
y = 0.2812x + 4.0915
20.000

15.000
Series1
10.000
Linear (Series1)
5.000

0.000
0 20 40 60 80

Keteragan:
Kosentrasi sebenarnya = kosentasi X pengenceran (ppm)
Kadar asli = konsentrasi x 900 ml (µg)
Kadar yang diambil = kosentasi x 10 ml (µg)
Faktor koreksi = penjumlahan dari kadar yang diambil
Kadar kumulatif = kadar asli + faktor koreksi
% disolusi = kadara awal – kadar akhir

12
4.1 Pembahasan
Pada percobaan kali ini dilakukan uji disolusi invitro dengan metode uji
disolusi terbanding antara tablet metformin Immediate release (lepasm segera)
tablet metformin extended release (lepas segera). Alat yang digunakan pada uji
ini ialah disolution tester dengan model basket menggunakan media dapar fosfat
pH 6,8 dengan suhu 37℃. Tujuan uji disolusi dilakukan untuk mengetahui
bagaimana gambaran profil pelepasan obat dalam tubuh. uji didolusi juga
digunakan untuk menentukan presentasi ketersediaan obat dalam sirkulasi
sistemik pada waktu tertentu.
Sebelum melakukan uji disolusi, terlebih dahulu membuat dapar fosfat
dengan menggunakan Sodium dihydrogen phosphate monohydrate dan di-
Sodium dihydrogen phosphate yang telah ditimbang, setelah itu mencampurkan
bahan ke dalam gelas yang sudah dikalibrasi dengan aquadest hingga batas
kalibrasi kemudian diaduk dengan pengadukan yang dibantu oleh magnetic
stirrer. Penggunan dapar fosfat pH 6,8 berfungsi sebgai alat simulasi cairan
intestinal tanpa enzim (FDA,2000).
Setelah itu menentukan kadar metformin dalam sampel dengan
menggunakan persamaan regeresi linear dari kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi
metformin dapat dilihat pada Gambar 2.

Kurva kalibrasi metformin y = 0.0822x + 0.0127


R² = 0.9871
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 2 4 6 8 10 12 14

Gambar 2. Kurva kalibrasi metformin


Persamaan regeresi linear pada kurva kalibrasi metformin adalah y =
0.0822x + 0.0127 dengan R=0,987. Persamaan regresi dengan nilai R yang
semakin mendekati 1 maka semakin baik data tersebut digunakan.

13
Pada tablet metformin immediate release didapatkan pada menit ke-5
didapatkan % disolusi sebesar 28.655%, menit ke-10 didapatkan % disolusi
sebesar 41,863%, menit ke-20 didapatkan % disolusi sebesar 68,689, menit ke-
30 didapatkan % disolusi sebesar 85,850%, menit ke-40 didapatkan % disolusi
sebesar 97,998%, menit ke-50 didapatkan % disolusi sebesar 98,885%, dan
menit ke-60 didapatkan % disolusi sebesar96,410%. Sedangkan Pada tablet
metformin extended release didapatkan pada menit ke-5 didapatkan % disolusi
sebesar 4,408%, menit ke-10 didapatkan % disolusi sebesar 6,537%, menit ke-20
didapatkan % disolusi sebesar 10,507, menit ke-30 didapatkan % disolusi
sebesar 13,382%, menit ke-40 didapatkan % disolusi sebesar 16,002%, menit ke-
50 didapatkan % disolusi sebesar 18,920%, dan menit ke-60 didapatkan %
disolusi sebesar 19,343%. Hasil tersebut dapat dilihat pada kurva Gambar 3.

Kurva perbandigangan sediaan IR dan XR


150.000

100.000

50.000

0.000
0 20 40 60 80
Series1 Series2

Pada gambar kurva diatas dapat disimpulakn bahwa tablet metformin


immediate release lebih cepat terdisolusi daripada tablet metformin extended
release. Dikarenakan Immediate release mempunyai mekanisme pelepasan obat
dengan cepat sehingga segera lepas setelah masuk ke dalam mulut langsung
diabsorpsi di membrane mukosa mulut. Obat dengan sistem ini akan terhindar
dari adanya efek dari first metabolism sehingga bioavailabilitas obat lebih besar
dan lebih banyak yang dapat dihantar langsung ke reseptor. Sedangkan extended
release mempunyai bentuk sediaan yang dirancang untuk melepaskan obatnya ke
dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap sehingga pelepasannya lebih
lama dan memperpanjang aksi obat (Ansel, Allen & Popovich, 1999).
Penggunaan dapar fosfat pada medium disolusi digunakan untuk
mempertahankan pH agar tetap konstan atau terjaga. Dapar posfat digunakan
sebagai simulasi cairan intestinal dalam bentuk buatan sehingga kita bisa melihat
bioavaibilitas obat dalam tubuh menggunakan dapar fosfat.

14
Adapun perbedaan disolusi keranjang dan dayung menurut FI IV adalah :
1. Metode basket
Alat ini memiliki kekurangan yaitu kecenderungan zat bergerak
menyumbat kasa basket, sangat peka terhadap gas terlarut dalam
media disolusi, kecepatan aliran yang kurang memadai ketika partikel
meninggalkan basket dan mengapung dalam media dan kesulitan
konstruksi jika diupayakan metode yang diotomatisasi (Siregar,
2010).
2. Metode dayung
Metode ini dapat mengatasi berbagai kekurangan dari alat tipe 1 dan
dapat pula untuk diterapkan sistem automatisasi (Siregar, 2010).
Profil disolusi pada metformin berdasarkan USP ialah
➢ Uji 1
Media disolusi : 1000 ml buffer fosfat pH 6.8
Alat tipe 1 : 100 rpm
Waktu : 45 menit tidak
Toleransi nilai kurang dari 70% C4H11N5.HCl Dalam harus larut
waktu 45 menit
➢ Uji 2
Untuk produk yang beretiket mengandung 500 mg
Metformin
Media disolusi : 1000 ml dapar fosfat pH 6,8
Alat tipe2 : 50 rpm
Waktu : 30 menit
Toleransi nilai kurang dari 80% C4H11N5.HCl Dalam harus larut
waktu 30 menit

Hasil percobaan disolusi ini menunjukan bahwa pada tablet metformin


immediate release telah memenuhi syarat karena pada menit ke-40 obat sudah
terdisolusi dengan baik, sedangkan pada tablet metformin extended release tidak
memenuhi syarat dikarenakan banyak faktor.
Adapun faktor-faktor fisika yang mempengaruhi laju disolusi yaitu
(Shargel et al., 2005: 135-165):
1. Pengadukan
Kondisi pengadukan akan sangat berpengaruh pada kecepatan
disolusi yang dikontrol difusi dengan ketebalan lapisan difusi
berbanding terbalik pada kecepatan putaran pengadukan. Kecepatan
pengadukan mempunyai hubungan dengan tetapan kecepatan
disolusi.

15
2. Suhu
Kenaikan suhu selain dapat meningkatkan gradien konsentrasi juga
akan meningkatkan tetapan difusi, sehingga akan menaikkan
kecepatan disolusi juga.
3. Medium
Kelarutan Sifat medium larutan akan mempengaruhi uji pelarutan.
Medium larutan hendaknya tidak jenuh obat. Conoth medium yang
terbaik menggunakan cairan lambung yang diencerkan, HCL 0,1 N,
dapar fosfat, cairan lambung tiruan, air dan cairan usus tiruan
tergantung dari sifat produk obat dan lokasi dalam saluran pencernaan
dan perkiraan obat yang akan terlarut.
4. Wadah
Ukuran dan bentuk dapat mempengaruhi laju dan tingkat kelarutan.
Untuk mengamati kemaknaan dari obat yang sangat tidak larut dalam
air mungkin perlu wadah berkapasitas besar.
5. Kelarutan
Zat Aktif Pada umumnya zat aktif bentuk garam lebih larut air dari
pada bentuk asam atau basanya. Dalam lambung, garam ini akan
terionisasi dan asam yang tidak larut akan mengendap sebagai partike
l yang sangat halus dan basah sehingga mudah diabsorpsi.

16
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa:
1. uji disolusi dilakukan untuk mengetahui bagaimana gambaran profil
pelepasan obat dalam tubuh
2. uji disolusi menggunakan 2 metode yaitu motode dayung dan keranjang
3. Pada gambar kurva diatas dapat disimpulakn bahwa tablet metformin
immediate release lebih cepat terdisolusi daripada tablet metformin
extended release.

17
DAFTAR PUSTAKA
Amsa. P., S. Tamizharasi., M. Jagadeeswaran., T.Sivakumar. 2014. Preparation and
solid state characterization of simvastatin nanosuspensions for enhanced
solubility and dissolution. International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences
Ansel, H, C,. 2008. Pengantar bentuk sediaan farmasi ed IV, alih bahasa Ibrahim.
Jakarta: UI Press.
Chaudhari, S.P., Vijaya Dhumal, S. C. Daswadkar and D. S. Shirode. 2016. Study Of
Formulation Variables On Bioavailability Of Metformin Hydrochloride. ejpmr,
3(11)
Diaz, Dorys Argelia., S.T. Colgan., C. S. Langer., Nagesh T. Bandi., Michael D.
Likar., Leslie Van Alstine. 2015. Dissolution Similarity Requirements: How
Similar or Dissimilar Are the Global Regulatory Expectations?. The AAPS
Journal. DOI: 10.1208/s12248-015- 9830-9
[DepKes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia., (1995). Farmakope
Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Donal L, Wise. 2000. Handbook of Pharmaceutical Control Release Technology.
IAI. 2012. ISO Farmakoterapi. PT ISFI penerbitan Jakarta.
Lachman, Leon, Herbert A. Lieberman, Joseph L. Kanig. The Theory and Practice of
Industrial Pharmacy 2nd edition. Lea & Febiger: Philadelphia, 1970
Martin, Alfred. Farmasi Fisik edisi Ketiga. Universitas Indonesia: Jakarta. 1993
Meilani, Parvin Zakeri et al. (2012). In-vitro bioequivalence study of 8 brands of
metformin tablets in Iran market. Vol 02 (08): 194-197
Mitra, Ashim K., Deep Kwatra, Aswani Dutt Vadlapudi. 2014. Drug delivery.
Burlington : Jones Bartlrtt Learning
Permenkes. 2009. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Sari, D. P., Sulaiman. T. N. S., dan Mafruhah, O. R (2013). Uji Disolusi Terbanding
Tablet Metformin Hidroklorida Generik Berlogo dan Bermerk. 9: 254-258
Shargel, L., Wu-Pong, S. and Yu, B.C A. (2004). Biofarmasetika dan
Farmakokinetika Terapan Edisi Kelima. Alih Bahasa: Fasich, B.S. Surabaya:
Pusat Penerbitan dan Percetakan Universitas Airlangga.
Siregar, C., Wikarsa., S. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar – Dasar
Praktis. Jakarta : EGC

18

Anda mungkin juga menyukai