Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOFARMASETIKA FARMAKOKINETIKA

PERCOBAAN IV

ANALISA OBAT DALAM MATRIKS BIOLOGI

RIZKY ARISKA NINGSIH

1801072

TANGGAL PRAKTIKUM : SABTU, 14 NOVEMBER 2020

DOSEN : APT. NESA AGISTIA, M.FARM

ASISTEN DOSEN : ARAVA PUTRI FADHILA

BERLIANI APRILIA RAHMADEWI

YULINDA ANGGRAINI, S.FARM

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIV RIAU

PEKANBARU

2020
PERCOBAAN IV

ANALISA OBAT DALAM MATRIKS BIOLOGI

1. Tujuan Praktikum

Memahami prinsip dan prosedur analisis obat dalam matrik biologi.

2. Tinjauan Pustaka

Obat merupakan zat kimia, baik alami maupun sintetik yang mempunyai pengaruh
ataudapat menimbulkan efek pada organisme hidup, baik efek psikologis, fisiologis maupun
biokimiawi. Kerja suatu obat merupakan hasil dari banyak proses yang didasari oleh
suaturangkaian reaksi. Rangkaian reaksi inilah yang dialami oleh obat dari mulai dikonsumsi
hinggasampai ke reseptor dan akhirnya obat dalam bentuk aktifnya akan berinteraksi dengan
reseptor atau tempat aksi atau sel target yang nantinya akan bisa memberikan efek biologis
yangdiinginkan. Rangkaian reaksi ini dibagi menjadi tiga fase, yaiktu fase
biofarmasetik,farmakodinamik, dan farmakokinetik (Mutschler, 1991).

Parameter farmakokinetika obat dapat diperoleh berdasarkan hasil pengukurankadar


obat utuh dan atau metabolitnya di dalam cairan hayati (darah, urin, saliva atau cairan tubuh
lainnya). Oleh karena itu agar nilai-nilai parameter kinetik obat dapatdipercaya, metode
penetapan kadar harus memenuhi berbagai kriteria yaitu meliputi perolehankembali (recovery),
presisi dan akurasi. Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika metode
tersebut dapat memberikan nilai perolehan kembali yang tinggi (75-90% atau lebih), kesalahan
acak dan sistematik kurang dari 10% (Pasha dkk, 1986).

Penentuan ketersediaan hayati kebanyakan hanya untuk bentuk sediaan seperti kablet
dan kapsul yang digunakan peroral untuk memperoleh efek sistemik. Hal ini bukan berarti
ketersediaan hayati tidak ada dalam bentuk sediaan obat yang lain selain bentuk padat atau
penggunaan bentuk obat melalui rute lain selain melalui mulut (Anief, 1995).
Penilaian ketersediaan hayati dapat dilakukan dengan metode menggunakan data darah,
data urin, dan data farmakologis atau klinis, namun lazimnya dipergunakan data darah atau data
urin untuk menilai ketersediaan hayati sediaan obat yang metode analisis zat berkhasiatnya telah
diketahui cara dan validitasinya. Jika cara dan validitas belum diketahui, dapat digunakan data
farmakologi dengan syarat efek farmakologi yang timbul dapat diukur secara kuantitatif
(Syukri, 2002).

Dalam sebuah analisis obat dalam cairan hayati, ada hal-hal penting dalam
farmakokinetika yang digunakan sebagai parameter-parameter antara lain yaitu (Syukri,
2002):

a. Tetapan (laju) invasi (tetapan absorpsi).


b. Volume distribusi menghubungkan jumlah obat di dalam tubuh dengan konsentrasi obat (c)
di dalam darah atau plasma.
c. Ikatan protein.
d. Laju eliminasi dan waktu paruh (t½).
e. Bersihan (clearance) renal, ekstra renal, dan total.
f. Luas daerah di bawah kurva (AUC).
g. Ketersediaan hayati.

Pengukuran konsentrasi obat di darah, serum, atau plasma adalah pendekatan secara
langsung yang paling baik untuk menilai farmakokinetik obat di tubuh. Darah mengandung
elemen seluler mencakup sel darah merah, sel darah putih, keping darah, dan protein seperti
albumin dan globulin. Pada umumnya serum atau plasma digunakan untuk pengukuran obat.
Untuk mendapatkan serum, darah dibekukan dan serum diambil dari supernatan setelah
disentrifugasi. Plasma diperoleh dari supernatan darah yang disentrifugasi dengan
ditambahkan antikoagulan seperti heparin. Oleh karena itu, serum dan plasma tidak sama.
Plasma mengalir keseluruh jaringan tubuh termasuk semua elemen seluler dari darah. Dengan
berasumsi bahwa obat di plasma dalam kesetimbangan equilibrium dengan jaringan,
perubahan konsentrasi obat akan merefleksikan perubahan konsentrasi perubahan konsentrasi
obat di jaringan (Shargel, 1988).
Dalam penetapan kadar obat dalam darah (cairan tubuh), metode yang digunakan
harus tepat, dan dalam pengerjaannya diperlukan statu ketelitian yang cukup tinggi agar
diperoleh hasil yang akurat. Sehingga nantinya dapat menghindari kesalahan yang fatal.
Dalam analisis ini, kesalahan hasil tidak boleh lebih dari 10% (tergantung pula alat apa yang
digunakan dalam analisis). Akurasi yang baik untuk bahan obat dengan kadar kecil adalah 90-
110%, akurasi untuk kadar obat yang lebih besar biasanya disepakati 95-105%, akurasi untuk
bahan baku biasanya disepakati 98-102%, sedangkan untuk bioanalisis rentang akurasi 80-
120% masih bisa diterima (Ritschel,1976).

Dalam menaksir ketersediaan hayati ada tiga parameter yang biasanya diukur untuk
menggambarkan profil konsentrasi obat dalam darah dan waktu dari obat yang diberikan,
yaitu :
a. Konsentrasi puncak (C max)
Menggambarkan konsentrasi obat tertinggi dalam sirkulasi sistemik.
Konsentrasi ini tergantung pada konstanta absorbsi, dosis volume distribusi dan waktu
pencapaian konsentrasi obat maksimum dalam darah. Konsentrasi puncak harus di atas
konsentrasi efektif minimum dan tidak melebihi konsentrasi toksik minimun.
b. Waktu untuk konsentrasi puncak (t max)
Menggambarkan lamanya waktu tersedia untuk mencapai konsentrasi puncak
dari obat dalam sirkulasi sistemik. Parameter ini tergantung pada konstanta absorbsi yang
menggambarkan permulaan dari level puncak oleh respon biologis dan bisa digunakan
sebagai perkiraan kasar laju absorbsi.
c. Luas daerah di bawah kurva (AUC)
Total area di bawah kurva konsentrasi vs waktu yang menggambarkan
perkiraan jumlah obat yang berada pada sirkulasi sistemik. Parameter ini menggambarkan
jumlah ketersediaan hayati dan bisa digunakan sebagai perkiraan kasar jumlah obat
diabsorbsi (Syukri, 2002).
Validasi metode menurut United States Pharmacopeia (USP) dilakukan untuk
menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran
analit yang akan dianalisis. Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan
verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem
analisis, karenanya suatu metode harus divalidasi (Gandjar, 2007).
3. Alat dan Bahan

A. Alat
- NaoH 0,1 N - Labu ukur 100 ml

- Pipet volume 0,1; 0,2; 1 dan 2 ml - pH meter

- Alat suntik - Termostat

- Vial - Sentrifuge

- Lemari pendingin - Pipet ukur 1 ml dan 5 ml

- Kuvet, spektrofotometer - Kalkulator fx 3600

- Stop watch, kertas grafik semilog

B. Bahan

- NaoH 0,1 N - Alkohol 70%

- Teofilin - HCl 0,1 N

- Kloroform - Isopropil alkohol

- Plasma kelinci/manusia - Heparin

4. Prosedur Kerja

a. Penentuan panjang gelombang serapan maksimal teofilin dalam NaoH 0,1N


- Buat larutan induk teofilin 50 mg/50 ml dalam NaOH 0,1 N
- Dari larutan induk tersebut diencerkan sehingga didapat larutan dengan konsentrasi
3,5 µg/ml
- Ukur serapan larutan pada panjang gelombang 200 sampai 400 nm menggunakan
spektrofotometer UV
- Tentukan panjang gelombang serapan maksimum teofilin
b. Pembuatan kurva kalibrasi teofilin dalam NaOH 0,1N
- Dari larutan induk teofilin dibuat satu deret larutan dengan konsentrasi 3,5 ; 5,5 ; 7,5 ;
9,5 ; 11,5 ; 13,5 µg/ml
- Ukur serapan masing- masing larutan tersebut pada panjang gelombang serapan
maksimum
- Tentukan persamaan regresi
c. Penetapan kadar dilakukan berdasarkan metode Schack dan Waxler yang
dimodifikasikan oleh Jenne dkk serta Zudema
- Timbang 50 mg theopilin larutkan dalam 50 ml NaOH
- Dengan menggunakan larutan induk di atas, di buat satu seri larutan dalam plasma
masing-masing dengan kadar 2,5 ; 5,0 ; 7,5 ; 10 ; 12,5 ; dan 15 µg/ml sebanyak 10 ml
- 2 ml larutan obat dalam plasma ditambahkan kedalam 0,4 ml HCl 0,1N dan 20 ml
campuran kloroform-isopropil alkohol (2 : 1). Campuran dikocok 1 menit
menggunakan corong pisah, ambil lapisan organik pada bagian bawah, lalu saring
- Filtrat yang diperoleh dipipet sebanyak 5 ml dan dimasukkan kedalam tabung
sentrifugasi, kemudian ditambahkan 2 ml NaOH 0,1N, dikocok selama 1 menit dan
disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Lapisan NaOH diambil
(bagian atas)
- Nilai Absorbansi larutan diamati dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
maksimum
- Buat kurva konsentrasi versus serapan
4. Hasil dan Pembahasan

Hasil

 Pembuatan larutan baku

50mg/50 mL = 100.000 μg/100 mL = 1000 ppm

Dari 1000 ppm kemudian diencerkan menjadi 3,5, 5,5, 7,5, 9,5, 11,5, dan 13,5 ppm.

 Pengenceran
a. 3,5 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1.1000 ppm = 10 ml . 3,5 ppm
V1 = 35/1000 = 0,035 ml
b. 5,5 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1.1000 ppm = 10 ml . 5,5 ppm
V1 = 55/1000 = 0,055 ml
c. 7,5 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1.1000 ppm = 10 ml . 7,5 ppm
V1 = 75/1000 = 0,075 ml
d. 9,5 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1.1000 ppm = 10 ml . 9,5 ppm
V1 = 95/1000 = 0,095 ml
e. 11,5 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1.1000 ppm = 10 ml . 11,5 ppm
V1 = 115/1000 = 0,115 ml
f. 13,5 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1.1000 ppm = 10 ml . 13,5 ppm
V1 = 135/1000 = 0,135 ml

 Kurva Kalibrasi Teofilin dalam NaOH 0,1 N

Konsentras Absorban
i (ppm)
3,5 0,276
5,5 0,402
7,5 0,533
9,5 0,665
11,5 0,787
13,5 0,857

Kurva Kalibrasi Teofilin dalam NaOH 0,1N


0.9
0.8 f(x) = 0.06 x + 0.08
R² = 0.99
0.7
0.6
Absorban

0.5 Absorbansi
0.4 Linear (Absorbansi)
0.3
0.2
0.1
0
2 4 6 8 10 12 14 16
Konsentrasi (ppm)

Y = 0599x + 0,0776

R2 = 0,9929

 Penetapan kadar Teofilin dalam matrik biologi

Konsentrasi (µg/mL) Absorban % Perolehan Kembali


2,5 0,992 610,616%
5 0,248 48,46%
7,5 0,584 90,04%
10 0,374 40,47%
12,5 0,644 60,216%
15 0,748 59,113%

Y = 0,0599x + 0,0776
1. 2,5 μg/ml
0,992 = 0,0599x + 0,0776
0,9144 = 0,0599x
X = 15,2654 µg/ ml
%Perolehan Kembali = Kadar terukur x 100% = 15,2654/2,5 x 100% = 610,616%
Kadar diketahui
Kesalahan Sistemik = 100% - Recovery Kesalahan = 100% - 610,616% = -540,616%
2. 5 ppm
0,248 = 0,0599x + 0,0776
0,1704 = 0,0599x
X = 2,8447 µg/ ml
%Perolehan Kembali = Kadar terukur x 100% = 2,8447 /5 x 100% = 56,894 %
Kadar diketahui
Kesalahan Sistemik = 100% - Recovery Kesalahan = 100% - 56,894 %= 45,106%
3. 7,5 ppm
0,584 = 0,0599x + 0,0776
0,5064 = 0,0599x
X = 8,4540 µg/ml
%Perolehan Kembali = Kadar terukur x 100% = 8,4540 /7,5 x 100% = 112,72 %
Kadar diketahui
Kesalahan Sistemik = 100% - Recovery Kesalahan = 100% - 112,72 %= -12,72%
4. 10 ppm
0,374 = 0,0599x + 0,0776
0,296 = 0,0599x
X = 4,9482 µg/ ml
%Perolehan Kembali = Kadar terukur x 100% = 4,9482 /10 x 100% = 49,482 %
Kadar diketahui
Kesalahan Sistemik = 100% - Recovery Kesalahan = 100% - 49,482 %= 50,518%
5. 12,5 ppm
0,644 = 0,0599x + 0,0776
0,566 = 0,0599x
X = 9,4557 µg/ ml
%Perolehan Kembali = Kadar terukur x 100% = 9,4557/12,5 x 100% = 75,6456 %
Kadar diketahui
Kesalahan Sistemik = 100% - Recovery Kesalahan = 100% - 75.6456 % = 24,3544%
6. 15 ppm
0,748 = 0,0599x + 0,0776
0,6704 = 0,0599x
X = 11,1919 µg/ ml
%Perolehan Kembali = Kadar terukur x 100% = 11,1919 x 100% = 74,6126%
Kadar diketahui
Kesalahan Sistemik = 100% - Recovery Kesalahan = 100% - 74.6126 % = 25,3874%

 Grafik antara konsentrasi vs persen perolehan kembali


Perbandingan antara Konsentarsi VS
%Perolehan Kembali
70000%
%Perolehan Kembali 60000%
50000%
40000% %Perolehan Kembali
30000%
20000%
10000%
0%
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Konsentrasi (µg/mL)

Pembahasan

Pada praktikum ini bertujuan untuk memahami langkah-langkah analisis obat dalam
matriks biologi. Matriks biologi adalah bahan-bahan lain diluar analit dalam sampel biologi
misalnya darah, urine, hati, empedu, otak, ginjal, daging, rambut. Matriks biologi yang
digunakan pada praktikum ini adalah plasma. Obat yang digunakan adalah teofilin. Metode
yang digunakan adalah metode Schack dan Waxler yang dimodifikasikan oleh Jenne dkk serta
Zudema. Untuk menguji ketepatan dan ketelitian metode yang digunakan, ditetapkan
beberapa parameter statistika yaitu recovery dan kesalahan sistematik sebagai parameter
ketelitian.

Plasma merupakan komponen darah berbentuk cairan berwarna kuning yang menjadi
medium sel-sel darah dimana sel darah ditutup, 55% dari volume darah merupakan plasma
darah.

Teofilin adalah obat yang bermanfaat untuk mengatasi gejala sesak nafas akibat
penyempitan saluran pernapasan (bronkospasme) pada asma atau penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK). Obat ini bekerja dengan cara mengendurkan otot dalam saluran pernafsan,
serta mengurangi respons saluran pernafasan terhadap rangsangan luar.
Plasma darah dibutuhkan karena nantinya teofilin akan berikatan dengan protein
plasma dan membentuk kompleks obat makromolekul yang disebut kompleks protein-obat.
Kompleks protein-obat bersifat tidak aktif sehingga tidak lagi dapat dibaca melalui
absorbansi. Protein yang berperan dalam pengikatan obat di plasma darah antara lain ialah
albumin dan globulin. Albumin bertangggung jawab terhadap ikatan obat, sedangkan globulin
merupakan bagian terkecil dari keseluruhan protein plasma. Obat akan berikatan dengan
protein plasma jika plasma darah memebentuk suatu agregat besar. Oleh karena itu,
digunakan plasma darah yang tidak terkoagulasi.

Analisis ini diawali dengan membuat larutan stok teofilin dalam beberapa seri
konsentrasi yaitu 3,5, 5,5, 7,5, 9,5, 11,5, dan 13,5 μg/ml. Pembuatan larutan stok dilakukan
dengan cara teofilin yang telah ditimbang sesuai perhitungan dilarutkan dalam NaOH 0,1 N.
Hal ini dilakukan karena teofilin sangat sukar larut dalam air, tetapi dapat larut dalam alkali
hidroksida. Berdasarkan sifat kelarutannya, maka larutan obat ini dibuat dengan cara
melarutkan terlebih dahulu teofilin dalam NaOH dan kemudian diencerkan dengan
menggunakan aquadest hingga konsentrasi yang dikehendaki dan agar meningkatkan
intensitas (serapan). Dari kurva kalibrasi diperoleh persamaan regresi Y = 0,0599x + 0,0776
dan R2 = 0,9929. Dimana nilai R2 mendekati 1 sehingga diperoleh grafik yang linier/lurus.

Pada penetapan kadar larutan plasma ditambahkan HCl yang bertujuan untuk
memecahkan protein sehingga dapat menarik teofilin yang ada dalam plasma. Setelah
penambahan HCl, ditambahkan juga campuran larutan kloroform : isopropil alkohol yang
bertujuan untuk memisahkan teofilin dengan plasma dan aatu pelarut organik sehingga saat
dikocok dengan corong pisah maka akan terbentuk dua lapisan. Lapisan yang diambil adalah
lapisan organik yang berada pada lapisan bawah.

Cuplikandarah sangat relevan, karena semua proses obat dalam tubuh melibatkan
darah sebgaai media, suatu alat ukur dari organ satu ke organ lain seperti absorbs, distribusi,
metabolisme, dan eksresi. Oleh karena itu, agar nilai-nilai parameter dapat dipercaya, metode
penetapan kadar harus memenuhi kriteria. Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode
analisa adalah jika metode tersebut dapat memperoleh nilai perolehan kembali yang tinggi
(75% - 90% atau lebih) dan kesalahan sistemik kurang dari 10%. Uji perolehan kembali
bertujuan untuk mengamati perbandingan respon detector analit yang dipreparasi dan sampel
biologis dengan respon detektor analit yang sebenarnya. Recovery merupakan tolak ukur
efisiensi analisis. Analisis memenuhi syarat jika recovery berkisar antara 75-90%. Jika diluar
rentang kadar tersebut maka percobaan dianggap kurang efisien. Nilai perolehan kembali
yaitu 610,616%; 45,106%; 112,72 %; 49,482 %; 75,6456 %; 25,3874%. Sedangkan akurasi
dianggap baik jika kesalahan sistematik tidak lebih dari 10%. Harga kesalahan sistematik
menunjukan kemampuan metode ini memberikan hasil pengukuran sedekat mungkin dengan
nilai sebenarnya. Kesalahan sistemik yang diperoleh adalah -540,616%; 56,894 %; -12,72%;
50,518%; 24,3544%; 74,6126%

Pada data perbandingan konsentrasi dengan perolehan kembali tidak terjadi


hubungan berbanding lurus maupun berbanding terbalik. Misalnya pada konsentrasi yang
meningkat dari 2,5 ppm perolehan kembalinya 610,616%, pada konsentrasi 5 ppm perolehan
kembalinya 48,46% (lebih kecil dari konsentrasi sebelumnya), sedangkan pada konsnetrasi
7,5 ppm perolehan kembalinya 90,04% (lebih besar dari konsentarsi sebelumnya).

Pertanyaan

1. Mengapa pada penetapan kadar theopillin dalam plasma menggunakan HCl, NaOH,
serta isopropilalkohol? Jelaskan peran masing-masing larutan diatas dalam analisa
obat pada plasma.
Penambahan NaOH bertujuan untuk menambah kelarutan teofilin. Hal ini dilakukan
karena teofilin sangat sukar larut dalam air, tetapi dapat larut dalam alkali hidroksida.

HCl bertujuan untuk memecahkan protein sehingga dapat menarik teofilin yang ada dalam
plasma.

Isopropil alkohol yang dicampur dengan kloroform bertujuan untuk memisahkan teofilin
dengan plasma dan aatu pelarut organik sehingga saat dikocok dengan corong pisah maka
akan terbentuk dua lapisan. Lapisan yang diambil adalah lapisan organik yang berada
pada lapisan bawah.

2. Yang manakah dari percobaan diatas yang dimaksud dengan matrik biologi?
Plasma darah yang digunakan.
3. Sebutkan contoh lain dari matrik
Plasma, serum, darah, urine, hati, empedu, otak, ginjal, daging, rambut.

5. Kesimpulan

 Matriks biologi adalah bahan-bahan lain diluar analit dalam sampel biologi misalnya
darah, urine, hati, empedu, otak, ginjal, daging, rambut.
 Plasma merupakan komponen darah berbentuk cairan berwarna kuning yang menjadi
medium sel-sel darah dimana sel darah ditutup, 55% dari volume darah merupakan plasma
darah.
 Dari kurva kalibrasi diperoleh persamaan regresi Y = 0,0599x + 0,0776 dan R2 = 0,9929.
Dimana nilai R2 mendekati 1 sehingga diperoleh grafik yang linier/lurus.
 Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika metode tersebut dapat
memperoleh nilai perolehan kembali yang tinggi (75% - 90% atau lebih) dan kesalahan
sistemik kurang dari 10%.
 Uji perolehan kembali bertujuan untuk mengamati perbandingan respon detector analit
yang dipreparasi dan sampel biologis dengan respon detektor analit yang sebenarnya.
 Recovery merupakan tolak ukur efisiensi analisis. Analisis memenuhi syarat jika recovery
berkisar antara 75-90%.
 Nilai perolehan kembali yaitu 610,616%; 45,106%; 112,72 %; 49,482 %; 75,6456 %;
25,3874%.
 Sedangkan akurasi dianggap baik jika kesalahan sistematik tidak lebih dari 10%. Harga
kesalahan sistematik menunjukan kemampuan metode ini memberikan hasil pengukuran
sedekat mungkin dengan nilai sebenarnya.
 Kesalahan sistemik yang diperoleh adalah -540,616%; 56,894 %; -12,72%; 50,518%;
24,3544%; 74,6126%.
 Pada data perbandingan konsentrasi dengan perolehan kembali tidak terjadi hubungan
berbanding lurus maupun berbanding terbalik.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 1995. Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Gandjar I.G., dan Rohman A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat. Bandung : ITB.

Pasha, L.A., Wright, D.S., dan Reinlods, D.L. 1986. Bioanalytic Consideration for
Pharmacokinetik and Biopharmaceutic Studies, J. Clin, Pharmacol.
Ritschel, W. A. 1976. Handbook of Basic Pharmacokinetics, 1st Edition. USA: Drug Inteligence
Publication Inc.
Shargel, Leon. 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Surabaya: Airlangga
University Press.
Syukri. 2002. Biofarmasetika. Yogyakarat : UII Press.

Anda mungkin juga menyukai