BIOFARMASETIKA FARMAKOKINETIKA
PERCOBAAN IV
1801072
PEKANBARU
2020
PERCOBAAN IV
1. Tujuan Praktikum
2. Tinjauan Pustaka
Obat merupakan zat kimia, baik alami maupun sintetik yang mempunyai pengaruh
ataudapat menimbulkan efek pada organisme hidup, baik efek psikologis, fisiologis maupun
biokimiawi. Kerja suatu obat merupakan hasil dari banyak proses yang didasari oleh
suaturangkaian reaksi. Rangkaian reaksi inilah yang dialami oleh obat dari mulai dikonsumsi
hinggasampai ke reseptor dan akhirnya obat dalam bentuk aktifnya akan berinteraksi dengan
reseptor atau tempat aksi atau sel target yang nantinya akan bisa memberikan efek biologis
yangdiinginkan. Rangkaian reaksi ini dibagi menjadi tiga fase, yaiktu fase
biofarmasetik,farmakodinamik, dan farmakokinetik (Mutschler, 1991).
Penentuan ketersediaan hayati kebanyakan hanya untuk bentuk sediaan seperti kablet
dan kapsul yang digunakan peroral untuk memperoleh efek sistemik. Hal ini bukan berarti
ketersediaan hayati tidak ada dalam bentuk sediaan obat yang lain selain bentuk padat atau
penggunaan bentuk obat melalui rute lain selain melalui mulut (Anief, 1995).
Penilaian ketersediaan hayati dapat dilakukan dengan metode menggunakan data darah,
data urin, dan data farmakologis atau klinis, namun lazimnya dipergunakan data darah atau data
urin untuk menilai ketersediaan hayati sediaan obat yang metode analisis zat berkhasiatnya telah
diketahui cara dan validitasinya. Jika cara dan validitas belum diketahui, dapat digunakan data
farmakologi dengan syarat efek farmakologi yang timbul dapat diukur secara kuantitatif
(Syukri, 2002).
Dalam sebuah analisis obat dalam cairan hayati, ada hal-hal penting dalam
farmakokinetika yang digunakan sebagai parameter-parameter antara lain yaitu (Syukri,
2002):
Pengukuran konsentrasi obat di darah, serum, atau plasma adalah pendekatan secara
langsung yang paling baik untuk menilai farmakokinetik obat di tubuh. Darah mengandung
elemen seluler mencakup sel darah merah, sel darah putih, keping darah, dan protein seperti
albumin dan globulin. Pada umumnya serum atau plasma digunakan untuk pengukuran obat.
Untuk mendapatkan serum, darah dibekukan dan serum diambil dari supernatan setelah
disentrifugasi. Plasma diperoleh dari supernatan darah yang disentrifugasi dengan
ditambahkan antikoagulan seperti heparin. Oleh karena itu, serum dan plasma tidak sama.
Plasma mengalir keseluruh jaringan tubuh termasuk semua elemen seluler dari darah. Dengan
berasumsi bahwa obat di plasma dalam kesetimbangan equilibrium dengan jaringan,
perubahan konsentrasi obat akan merefleksikan perubahan konsentrasi perubahan konsentrasi
obat di jaringan (Shargel, 1988).
Dalam penetapan kadar obat dalam darah (cairan tubuh), metode yang digunakan
harus tepat, dan dalam pengerjaannya diperlukan statu ketelitian yang cukup tinggi agar
diperoleh hasil yang akurat. Sehingga nantinya dapat menghindari kesalahan yang fatal.
Dalam analisis ini, kesalahan hasil tidak boleh lebih dari 10% (tergantung pula alat apa yang
digunakan dalam analisis). Akurasi yang baik untuk bahan obat dengan kadar kecil adalah 90-
110%, akurasi untuk kadar obat yang lebih besar biasanya disepakati 95-105%, akurasi untuk
bahan baku biasanya disepakati 98-102%, sedangkan untuk bioanalisis rentang akurasi 80-
120% masih bisa diterima (Ritschel,1976).
Dalam menaksir ketersediaan hayati ada tiga parameter yang biasanya diukur untuk
menggambarkan profil konsentrasi obat dalam darah dan waktu dari obat yang diberikan,
yaitu :
a. Konsentrasi puncak (C max)
Menggambarkan konsentrasi obat tertinggi dalam sirkulasi sistemik.
Konsentrasi ini tergantung pada konstanta absorbsi, dosis volume distribusi dan waktu
pencapaian konsentrasi obat maksimum dalam darah. Konsentrasi puncak harus di atas
konsentrasi efektif minimum dan tidak melebihi konsentrasi toksik minimun.
b. Waktu untuk konsentrasi puncak (t max)
Menggambarkan lamanya waktu tersedia untuk mencapai konsentrasi puncak
dari obat dalam sirkulasi sistemik. Parameter ini tergantung pada konstanta absorbsi yang
menggambarkan permulaan dari level puncak oleh respon biologis dan bisa digunakan
sebagai perkiraan kasar laju absorbsi.
c. Luas daerah di bawah kurva (AUC)
Total area di bawah kurva konsentrasi vs waktu yang menggambarkan
perkiraan jumlah obat yang berada pada sirkulasi sistemik. Parameter ini menggambarkan
jumlah ketersediaan hayati dan bisa digunakan sebagai perkiraan kasar jumlah obat
diabsorbsi (Syukri, 2002).
Validasi metode menurut United States Pharmacopeia (USP) dilakukan untuk
menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran
analit yang akan dianalisis. Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan
verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem
analisis, karenanya suatu metode harus divalidasi (Gandjar, 2007).
3. Alat dan Bahan
A. Alat
- NaoH 0,1 N - Labu ukur 100 ml
- Vial - Sentrifuge
B. Bahan
4. Prosedur Kerja
Hasil
Dari 1000 ppm kemudian diencerkan menjadi 3,5, 5,5, 7,5, 9,5, 11,5, dan 13,5 ppm.
Pengenceran
a. 3,5 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1.1000 ppm = 10 ml . 3,5 ppm
V1 = 35/1000 = 0,035 ml
b. 5,5 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1.1000 ppm = 10 ml . 5,5 ppm
V1 = 55/1000 = 0,055 ml
c. 7,5 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1.1000 ppm = 10 ml . 7,5 ppm
V1 = 75/1000 = 0,075 ml
d. 9,5 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1.1000 ppm = 10 ml . 9,5 ppm
V1 = 95/1000 = 0,095 ml
e. 11,5 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1.1000 ppm = 10 ml . 11,5 ppm
V1 = 115/1000 = 0,115 ml
f. 13,5 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1.1000 ppm = 10 ml . 13,5 ppm
V1 = 135/1000 = 0,135 ml
Konsentras Absorban
i (ppm)
3,5 0,276
5,5 0,402
7,5 0,533
9,5 0,665
11,5 0,787
13,5 0,857
0.5 Absorbansi
0.4 Linear (Absorbansi)
0.3
0.2
0.1
0
2 4 6 8 10 12 14 16
Konsentrasi (ppm)
Y = 0599x + 0,0776
R2 = 0,9929
Y = 0,0599x + 0,0776
1. 2,5 μg/ml
0,992 = 0,0599x + 0,0776
0,9144 = 0,0599x
X = 15,2654 µg/ ml
%Perolehan Kembali = Kadar terukur x 100% = 15,2654/2,5 x 100% = 610,616%
Kadar diketahui
Kesalahan Sistemik = 100% - Recovery Kesalahan = 100% - 610,616% = -540,616%
2. 5 ppm
0,248 = 0,0599x + 0,0776
0,1704 = 0,0599x
X = 2,8447 µg/ ml
%Perolehan Kembali = Kadar terukur x 100% = 2,8447 /5 x 100% = 56,894 %
Kadar diketahui
Kesalahan Sistemik = 100% - Recovery Kesalahan = 100% - 56,894 %= 45,106%
3. 7,5 ppm
0,584 = 0,0599x + 0,0776
0,5064 = 0,0599x
X = 8,4540 µg/ml
%Perolehan Kembali = Kadar terukur x 100% = 8,4540 /7,5 x 100% = 112,72 %
Kadar diketahui
Kesalahan Sistemik = 100% - Recovery Kesalahan = 100% - 112,72 %= -12,72%
4. 10 ppm
0,374 = 0,0599x + 0,0776
0,296 = 0,0599x
X = 4,9482 µg/ ml
%Perolehan Kembali = Kadar terukur x 100% = 4,9482 /10 x 100% = 49,482 %
Kadar diketahui
Kesalahan Sistemik = 100% - Recovery Kesalahan = 100% - 49,482 %= 50,518%
5. 12,5 ppm
0,644 = 0,0599x + 0,0776
0,566 = 0,0599x
X = 9,4557 µg/ ml
%Perolehan Kembali = Kadar terukur x 100% = 9,4557/12,5 x 100% = 75,6456 %
Kadar diketahui
Kesalahan Sistemik = 100% - Recovery Kesalahan = 100% - 75.6456 % = 24,3544%
6. 15 ppm
0,748 = 0,0599x + 0,0776
0,6704 = 0,0599x
X = 11,1919 µg/ ml
%Perolehan Kembali = Kadar terukur x 100% = 11,1919 x 100% = 74,6126%
Kadar diketahui
Kesalahan Sistemik = 100% - Recovery Kesalahan = 100% - 74.6126 % = 25,3874%
Pembahasan
Pada praktikum ini bertujuan untuk memahami langkah-langkah analisis obat dalam
matriks biologi. Matriks biologi adalah bahan-bahan lain diluar analit dalam sampel biologi
misalnya darah, urine, hati, empedu, otak, ginjal, daging, rambut. Matriks biologi yang
digunakan pada praktikum ini adalah plasma. Obat yang digunakan adalah teofilin. Metode
yang digunakan adalah metode Schack dan Waxler yang dimodifikasikan oleh Jenne dkk serta
Zudema. Untuk menguji ketepatan dan ketelitian metode yang digunakan, ditetapkan
beberapa parameter statistika yaitu recovery dan kesalahan sistematik sebagai parameter
ketelitian.
Plasma merupakan komponen darah berbentuk cairan berwarna kuning yang menjadi
medium sel-sel darah dimana sel darah ditutup, 55% dari volume darah merupakan plasma
darah.
Teofilin adalah obat yang bermanfaat untuk mengatasi gejala sesak nafas akibat
penyempitan saluran pernapasan (bronkospasme) pada asma atau penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK). Obat ini bekerja dengan cara mengendurkan otot dalam saluran pernafsan,
serta mengurangi respons saluran pernafasan terhadap rangsangan luar.
Plasma darah dibutuhkan karena nantinya teofilin akan berikatan dengan protein
plasma dan membentuk kompleks obat makromolekul yang disebut kompleks protein-obat.
Kompleks protein-obat bersifat tidak aktif sehingga tidak lagi dapat dibaca melalui
absorbansi. Protein yang berperan dalam pengikatan obat di plasma darah antara lain ialah
albumin dan globulin. Albumin bertangggung jawab terhadap ikatan obat, sedangkan globulin
merupakan bagian terkecil dari keseluruhan protein plasma. Obat akan berikatan dengan
protein plasma jika plasma darah memebentuk suatu agregat besar. Oleh karena itu,
digunakan plasma darah yang tidak terkoagulasi.
Analisis ini diawali dengan membuat larutan stok teofilin dalam beberapa seri
konsentrasi yaitu 3,5, 5,5, 7,5, 9,5, 11,5, dan 13,5 μg/ml. Pembuatan larutan stok dilakukan
dengan cara teofilin yang telah ditimbang sesuai perhitungan dilarutkan dalam NaOH 0,1 N.
Hal ini dilakukan karena teofilin sangat sukar larut dalam air, tetapi dapat larut dalam alkali
hidroksida. Berdasarkan sifat kelarutannya, maka larutan obat ini dibuat dengan cara
melarutkan terlebih dahulu teofilin dalam NaOH dan kemudian diencerkan dengan
menggunakan aquadest hingga konsentrasi yang dikehendaki dan agar meningkatkan
intensitas (serapan). Dari kurva kalibrasi diperoleh persamaan regresi Y = 0,0599x + 0,0776
dan R2 = 0,9929. Dimana nilai R2 mendekati 1 sehingga diperoleh grafik yang linier/lurus.
Pada penetapan kadar larutan plasma ditambahkan HCl yang bertujuan untuk
memecahkan protein sehingga dapat menarik teofilin yang ada dalam plasma. Setelah
penambahan HCl, ditambahkan juga campuran larutan kloroform : isopropil alkohol yang
bertujuan untuk memisahkan teofilin dengan plasma dan aatu pelarut organik sehingga saat
dikocok dengan corong pisah maka akan terbentuk dua lapisan. Lapisan yang diambil adalah
lapisan organik yang berada pada lapisan bawah.
Cuplikandarah sangat relevan, karena semua proses obat dalam tubuh melibatkan
darah sebgaai media, suatu alat ukur dari organ satu ke organ lain seperti absorbs, distribusi,
metabolisme, dan eksresi. Oleh karena itu, agar nilai-nilai parameter dapat dipercaya, metode
penetapan kadar harus memenuhi kriteria. Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode
analisa adalah jika metode tersebut dapat memperoleh nilai perolehan kembali yang tinggi
(75% - 90% atau lebih) dan kesalahan sistemik kurang dari 10%. Uji perolehan kembali
bertujuan untuk mengamati perbandingan respon detector analit yang dipreparasi dan sampel
biologis dengan respon detektor analit yang sebenarnya. Recovery merupakan tolak ukur
efisiensi analisis. Analisis memenuhi syarat jika recovery berkisar antara 75-90%. Jika diluar
rentang kadar tersebut maka percobaan dianggap kurang efisien. Nilai perolehan kembali
yaitu 610,616%; 45,106%; 112,72 %; 49,482 %; 75,6456 %; 25,3874%. Sedangkan akurasi
dianggap baik jika kesalahan sistematik tidak lebih dari 10%. Harga kesalahan sistematik
menunjukan kemampuan metode ini memberikan hasil pengukuran sedekat mungkin dengan
nilai sebenarnya. Kesalahan sistemik yang diperoleh adalah -540,616%; 56,894 %; -12,72%;
50,518%; 24,3544%; 74,6126%
Pertanyaan
1. Mengapa pada penetapan kadar theopillin dalam plasma menggunakan HCl, NaOH,
serta isopropilalkohol? Jelaskan peran masing-masing larutan diatas dalam analisa
obat pada plasma.
Penambahan NaOH bertujuan untuk menambah kelarutan teofilin. Hal ini dilakukan
karena teofilin sangat sukar larut dalam air, tetapi dapat larut dalam alkali hidroksida.
HCl bertujuan untuk memecahkan protein sehingga dapat menarik teofilin yang ada dalam
plasma.
Isopropil alkohol yang dicampur dengan kloroform bertujuan untuk memisahkan teofilin
dengan plasma dan aatu pelarut organik sehingga saat dikocok dengan corong pisah maka
akan terbentuk dua lapisan. Lapisan yang diambil adalah lapisan organik yang berada
pada lapisan bawah.
2. Yang manakah dari percobaan diatas yang dimaksud dengan matrik biologi?
Plasma darah yang digunakan.
3. Sebutkan contoh lain dari matrik
Plasma, serum, darah, urine, hati, empedu, otak, ginjal, daging, rambut.
5. Kesimpulan
Matriks biologi adalah bahan-bahan lain diluar analit dalam sampel biologi misalnya
darah, urine, hati, empedu, otak, ginjal, daging, rambut.
Plasma merupakan komponen darah berbentuk cairan berwarna kuning yang menjadi
medium sel-sel darah dimana sel darah ditutup, 55% dari volume darah merupakan plasma
darah.
Dari kurva kalibrasi diperoleh persamaan regresi Y = 0,0599x + 0,0776 dan R2 = 0,9929.
Dimana nilai R2 mendekati 1 sehingga diperoleh grafik yang linier/lurus.
Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika metode tersebut dapat
memperoleh nilai perolehan kembali yang tinggi (75% - 90% atau lebih) dan kesalahan
sistemik kurang dari 10%.
Uji perolehan kembali bertujuan untuk mengamati perbandingan respon detector analit
yang dipreparasi dan sampel biologis dengan respon detektor analit yang sebenarnya.
Recovery merupakan tolak ukur efisiensi analisis. Analisis memenuhi syarat jika recovery
berkisar antara 75-90%.
Nilai perolehan kembali yaitu 610,616%; 45,106%; 112,72 %; 49,482 %; 75,6456 %;
25,3874%.
Sedangkan akurasi dianggap baik jika kesalahan sistematik tidak lebih dari 10%. Harga
kesalahan sistematik menunjukan kemampuan metode ini memberikan hasil pengukuran
sedekat mungkin dengan nilai sebenarnya.
Kesalahan sistemik yang diperoleh adalah -540,616%; 56,894 %; -12,72%; 50,518%;
24,3544%; 74,6126%.
Pada data perbandingan konsentrasi dengan perolehan kembali tidak terjadi hubungan
berbanding lurus maupun berbanding terbalik.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. 1995. Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Gandjar I.G., dan Rohman A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Pasha, L.A., Wright, D.S., dan Reinlods, D.L. 1986. Bioanalytic Consideration for
Pharmacokinetik and Biopharmaceutic Studies, J. Clin, Pharmacol.
Ritschel, W. A. 1976. Handbook of Basic Pharmacokinetics, 1st Edition. USA: Drug Inteligence
Publication Inc.
Shargel, Leon. 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Surabaya: Airlangga
University Press.
Syukri. 2002. Biofarmasetika. Yogyakarat : UII Press.