Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISA FARMASI

“TITRASI ASAM BASA: PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT DALAM


BEDAK DENGAN METODE ALKALIMETRI”

Oleh:
Grace Jessica (1801094)

S1 – 4C Grup D

Tanggal Praktikum : Jumat, 15 Mei 2020

Dosen : Rahma Dona, M. Si., Apt

Asisten Dosen : Hajrah Miranda Hakim

Melati Risman

Program Studi S1 Farmasi

Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau

YAYASAN UNIV RIAU

2020
TITRASI ASAM BASA: PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT DALAM BEDAK
DENGAN METODE ALKALIMETRI

I. TUJUAN PERCOBAAN
a. Mahasiswa dapat membuat larutan baku natrium hidroksida 0,1 N yang
diperlukan dalam titrasi
b. Mahasiswa dapat melakukan pembakuan natrium hidroksida dengan kalium biftalat
c. Mahasiswa dapat melakukan penentapan kadar asam salsilat dalam sampel
bedak dengan metode alkalimetri

II. PRINSIP PERCOBAAN


Pelarut yang dipakai adalah air. Metode ini dipakai untuk menetapkan kadar asam lemah
(pKa <6) yang larut dalam air. Misalnya penetapan kadar asam asetat (pKa = 4,74).
Pentiter yang dipakai adalah NaOH 0,1 N dalam air yang sebelumnya dibakukan dengan
Kalium Hidrogenftalat. Sebagai indikator biasanya dipakai fenolftalein karena pH pada
titik ekivalen 8,7

III. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan : Bahan yang digunakan :


1) Erlenmeyer 250 ml 1) Sampel bedak salisilat
2) Buret 50 ml 2) Natrium hidroksida
3) Labu ukur 500 ml 3) Kalium biftalat
4) Gelas ukur 4) Indikator fenolftalein
5) Gelas kimia 100 ml 5) Etanol
6) Neraca analitik 6) Air suling
7) Pipet tetes

IV. PROSEDUR KERJA


a. Pembuatan larutan titer natrium hidroksida 0,1 N
1) Timbang 2 g kristal natrium hidroksida dalam gelas kimia 100 ml, larutkan
dengan air suling. Masukkan ke dalam labu ukur 500 ml.
2) Bilas gelas kimia beberapa kali dengan airsuling, masukkan bilasan ke dalam
labu ukur di atas. Kemudian cukupkan volumenya dengan air suling hingga
tanda.
b. Pembakuan larutan titer natrium hidroksida 0,1 N
1) Timbang saksama 400 mg kalium biftalat, masukkan ke dalam erlenmeyer 250
ml
2) Larutkan dengan 50 ml air bebas karbondioksida (mintalah sama
pengawas di laboratorium).
3) Tambahkan 3 tetes larutan indikator fenolftalein, kocok hingga homogen
4) Titrasi dengan larutan natrium hidroksida hingga warna larutan berubah dari
tidak berwarna menjadi merah muda (pink)
5) Ulangi prosedur ini 2 kali lagi.
6) Hitung normalitas larutan titer natrium hidroksida tersebut (normalitas
larutan hasil perhitungan ditulis sampai 4 desimal/4 angka di belakang
koma

c. Penetapan Kadar
1) Timbang saksama sampel uji (bedak salisil) sebanyak dengan 300 mg asam
salisilat, masukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml
2) Masukkan ke dalam erlenmeyer, tambahkan 25 ml etanol yang sudah
dinetralkan dengan natrium hidroksida 0,1 N (mintalah sama pengawas di
laboratorium).
3) Tambahkan 25 ml air suling dan beberapa tetes indikator fenolftalein (untuk
memperjelas titik akhir karena adanya talkum, indikator fenolftalein
ditambahkan sebanyak 10 tetes)
4) Titrasi hingga warna larutan berubah dari tidak berwarna menjadi pink. Ulangi
prosedur ini 2 kali lagi.
5) Hitung kadar asam salisilat dalam sampel uji

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Replikasi (Pengulangan) Berat sampel yang Volume NaOH Hasil


ditimbang Titrasi
1 0,402 20 ml
2 0,399 19 ml
Tabel 1. Hasil Pembakuan titran NaOH

Replikasi (Pengulangan) Berat sampel yang Volume NaOH Hasil


ditimbang Titrasi
1 300 mg 0,5 ml
2 300 mg 0,4 ml
Tabel 1. Hasil Penetapan Kadar Asam Salisilat

PERHITUNGAN:
1) Pembuatan larutan titran NaOH 0,1 N sebanyak 500 ml
Mg = V × N × BE
= 500 ml × 0,1 N × 40
= 2000 mg ~ 2 g

2) Pembakuan titran NaOH 0,1 N


Rata – rata bobot : (0,402 + 0,399) ÷ 2 = 0.4005
Rata – rata volume : (20 + 19) ÷ 2 = 19,5 ml
- Kesetaraan

400.5 mg× 0,1


19,5 ml × N =
20,42
19,5 ml × N = 1,9613
Normalitas = 0,10056 N ~ 0,1006 N

- Menggunakan BM

400,5 mg
N =
204,23× 19,5 ml
= 010056 N ~ 0,1006 N

3) Penetapan kadar asam salisilat


Berat sampel : 300 mg
Volume titran: (0,5 ml + 0,4 ml) ÷ 2 = 0,45 ml
V × N × BE
% Kadar = × 100%
Berat Sampel
0,45× 0,1006 ×138,12
= × 100%
300 mg
= 2,0842%

Reaksi Penetapan Kadar

Reaksi Pembakuan NaOH 0,1 N

Pada praktikum kali ini, kami melakukan percobaan dengan judul “Penetapan
Kadar Asam Salisilat dalam Bedak dengan Metode Alkalimetri. Percobaan kali ini
dilakukan dengan tujuan, agar mahasiswa dapat membuat larutan baku natrium
hidroksida 0,1 N yang diperlukan dalam titrasi, agar mahasiswa dapat melakukan
pembakuan natrium hidroksida dengan kalium biftalat, dan agar mahasiswa dapat
melakukan penentapan kadar asam salsilat dalam sampel bedak dengan metode
alkalimetri.

Metode ini dipakai untuk menetapkan kadar asam lemah (pKa <6) yang larut
dalam air. Misalnya penetapan kadar asam asetat (pKa = 4,74). Pentiter yang dipakai
adalah NaOH 0,1 N dalam air yang sebelumnya dibakukan dengan Kalium
Hidrogenftalat. Sebagai indikator biasanya dipakai fenolftalein karena pH pada titik
ekivalen 8,7.

Alkalimetri adalah analisis yang menggunakan alkali (basa) sebagai larutan standar
dan bentuk titrasi berdasarkan reaksi netralisasi antara zat titran dan zat yang akan
dititrasi. Dalam titrasi asam basa, jumlah relatif asam dan basa yang diperlukan untuk
mencapai titik ekivalen ditentukan oleh perbandingan mol asam (H+) dan basa (OH-)
yang bereaksi.

Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna pada larutan titer yang telah
ditambahkan indikator. Penggunaan indikator fenolftalein pada titrasi alkalimetri karena
perubahan warnanya yang jelas, karena titrasi alkalimetri yang tadinya tidak berwarna
menjadi berwarna MM (merah muda). Perubahan pada titrasi alkalimetri yang berubah
menjadi merah muda dapat dinyatakan bahwa titrasi tersebut sudah selesai. pH pada
fenolftalein adalah 8,3- 10,0.

Sebelum dilakukan percobaan penetapan kadar, terlebih dahulu dilakukan


pembakuan larutan titer NaOH 0,1 N menggunakan Kalium biftalat dan indikator PP.
Tujuan dari pembakuan ini adalah, untuk memastikan konsentrasi sebenarnya dari
larutan titer. Sebab, zat NaOH merupakan zat yang higroskopis, sehingga kestabilan
kadarnya tidak dapat dipastikan.

Prosedur pembakuan dilakukan dengan mentitrasi larutan kalium biftalat dengan


NaOH dan digunakan indikator fenolftalein. Titrasi dilakukan hingga warna larutan
berubah dari tidak berwarna menjadi merah muda (pink). Setelah itu dicatat volume
yang terpakai dan dihitung normalitasnya. Dari data yang didapatkan, maka didapatkan
hasil normalitas titer NaOH adalah 0,1006 N. Nilai ini nantinya akan dipakai untuk
penentuan kadar asam salisilat.

Senyawa yang akan ditentukan kadarnya dalam percobaan ini adalah asam salisilat
yang terdapat dalam sediaan bedak. Dalam bidang dermatologi, asam salisilat telah
lama dikenal dengan khasiat utama sebagai bahan keratolitik. Kandungan asam salisilat
yang tinggi dalam sediaan kosmetik ternyata memiliki dampak bagi kesehatan
tubuh, mulai dari dampak yang ringan hingga yang berat.

Pengetahuan dan informasi akan bahaya kandungan asam salisilat yang


terkandung dalam sediaan kosmetik ini tidak sepenuhnya diketahui oleh masyarakat
luas. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian kadar asam salisilat dalam sediaan
kosmetik, khususnya didalam sediaan bedak.

Prosedur penetapan kadar dilakukan dengan melarutkan lebih dahulu sampel dalam
air dengan bantuan etanol. Penggunaan etanol netral dalam pelarutan sampel
dikarenakan sampel tidak dapat larut dengan air. Etanol yang digunakan adalah etanol
yang netral karena etanol biasa mempunyai pH yang dapat mempengaruhi sifat
keasaman dari asam salisilat dan dapat menyebabkan kadarnya tidak sesuai dengan yang
sebenarnya. Lalu digunakan indikator PP untuk memperjelas titik akhir titrasi, dan
akhirnya dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga larutan berubah menjadi merah muda
(pink).

Adapun mekanisme dari reaksi antara asam salisilat dengan natrium hidroksida
yaitu pada saat asam salisilat direaksikan dengan natrium hidroksida maka atom H+ pada
asam salisilat lepas sehingga pada hasil reaksi salisilat mengikat atom Na+ sehingga
menjadi Natrium salisilat dan air.

Berdasarkan data pengamatan yang ada, ternyata 300 mg sampel dapat dititrasi
dengan NaOH 0,1 N sebanyak 19,5 ml (rata – rata). Sehingga bila dilakukan
perhitungan, didapatkan kadar asam salisilat dalam 300 mg sampel bedak adalah 6,2527
mg. Sehingga dapat disimpulkan kadar asam salisilat dalam bedak adalah 2,0842%.

VI. TINJAUAN PUSTAKA


Alkalimetri adalah analisis yang menggunakan alkali (basa) sebagai larutan standar dan
bentuk titrasi berdasarkan reaksi netralisasi antara zat titran dan zat yang akan dititrasi.
Dalam titrasi asam basa, jumlah relatif asam dan basa yang diperlukan untuk mencapai
titik ekivalen ditentukan oleh perbandingan mol asam (H +) dan basa (OH-) yang
bereaksi (Sudjadi, 2007)

Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah
dicapai. Umumnya indikator yang digunakan adalah indikator azo dengan warna yang
spesifik pada berbagai perubahan pH. Titrasi melibatkan suatu proses penambahan
suatu larutan yang disebut titrant dari buret ke suatu flask yang berisi sampel dan
disebut analit. Pada titik tersebut, jumlah mol H 30+ yang terdapat dalam analit. (Sudjadi,
2007)

Faktor utama dalam menentukan pengukuran adalah [H+] dan [OH-] dalam larutan, baik
sebagai titrat maupun sebagai titran. Karena itulah maka dalam mempersiapkan larutan
pemeriksaan harus menggunakan air suling sebagai bahan pelarut, sebab air suling
netral. (Sudjadi, 2017)

Dalam titrasi alkalimetri, di dalam titrat asam sudah mempunyai harga pH tertentu.
Perjalanan titrasi dengan penambahan titrasi yang akan menyebabkan perubahan pH
yang pada suatu saat nanti dimana mgeqtitrat = mgeqtitran akan mempunyai pH tertentu.
Syarat- syarat reaksi pada volumetri: (Cartika, 2017)
a. Reaksi berlangsung sederhana dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi
b. Reaksi berlangsung terus menerus dengan cepat
c. Ada perubahan fisika maupun kimia yang dapat dideteksi pada titik ekivalen, atau
dapat mengubah indikator sehingga diketahui titik akhir titrasinya.

Syarat baku primer: (Cartika, 2017)


a. Harus murni
b. Tidak higroskopis, tidak teroksidasi, tidak menyerap udara selama penyimpanan
tidak boleh berubah
c. Mengandung kotoran (zat lain) tidak melebihi
d. Harus mempunyai berat ekivalen yang tinggi
e. Mudah larut dalam pelarut yang sesuai
f. Reaksinya stoichiometri dan berlangsung terus menerus

Senyawa yang akan ditentukan kadarnya dalam percobaan ini adalah asam salisilat
yang terdapat dalam sediaan bedak. Asam salisilat telah digunakan sebagai bahan
terapi topikal sejak lebih dari 2000 tahun yang lalu. Dalam bidang dermatologi, asam
salisilat telah lama dikenal dengan khasiat utama sebagai bahan keratolitik. Kandungan
asam salisilat yang tinggi dalam sediaan kosmetik ternyata memiliki dampak bagi
kesehatan tubuh, mulai dari dampak yang ringan hingga yang berat. Pengetahuan
dan informasi akan bahaya kandungan asam salisilat yang terkandung dalam sediaan
kosmetik ini tidak sepenuhnya diketahui oleh masyarakat luas. Oleh karena itu perlu
dilakukan pengujian kadar asam salisilat dalam sediaan kosmetik, khususnya
didalam sediaan bedak. (Sudjadi, 2017)

1. Uraian Asam Salisilat


a. Nama resmi : Acidum Salicylicum
b. Nama lain : Asam salisilat
c. Struktur kimia :
d. Rumus kimia :C7H6O3
e. BM :138,12
f. Pemerian :
1) FI ed III
Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna putih; hampir tidak
berbau; atau rasa agak manis dan tajam.
2) FI ed IV
Hablur putih; biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk hablur halus
putih; rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk sintetis warna putih
dan tidak berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami dapat berwarna
kekuningan atau merah jambu dan berbau lemah mirip mentol.
g. Kelarutan
1) FI ed III
Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95%) P;
mudah larut dalam kloroformP dan dalam eter P; larut dalam larutan
amonium asetat P, dinatrium hidrogen fosfat P, kalium sitrat P dan dalam
natrium sitrat P.
2) FI ed IV
Sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah larut dalam etanol dan
dalam eter; larut dalam air mendidih; agak sukar larut dalam kloroform

2. Penetapan Kadar Asam Salisilat


Untuk menetapkan kadar asam salisilat, Farmakope Indonesia menyatakan
bahwa analisis kadar dilakukan secara volumetri menggunakan larutan titer natrium
hidroksida 0,1 N. Metode titrasi yang menggunakan larutan titer natrium
hidroksida dikenal sebagai metode alkalimetri, cara ini didasarkan pada reaksi
netralisasi antara zat uji asam dengan larutan baku basa sebagai larutan titer.
Berdasarkan kelarutan asam salisilat yang sukar larut dalam air tetapi lebih
mudah larut dalam etanol, sehingga dalam analisisnya asam salisilat dilarutkan
dengan etanol agar terjadi reaksi yang sempurna. Oleh karena etanol sedikit
bereaksi asam, maka pelarut tersebut harus dinetralkan terlebih dahulu sehingga
dalam proses titrasi larutan titer hanya menetralkan larutan sampel. Untuk
mengetahui selesainya reaksi maka digunakan indikator, indikator yang
digunakan adalah fenolftalein (pp) yang merupakan indikator basa. Interval pH
fenolftalein adalah 8,0-10,0, perubahan warna diamati dari tidak berwarna menjadi
merah jambu (Cartika, 2017)

VII. DAFTAR PUSTAKA


Cartika, H, 2017, Bahan Ajar Farmasi Kimia Farmasi II, Kemenkes RI, Jakarta
Depkes RI,1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Direktorat Jendral Pengawasan
Obat dan Makanan, Jakarta.
Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Direktorat Jendral Pengawasan
Obat dan Makanan, Jakarta.
Sudjadi, Abd Rohman, 2012, Analisis Farmasi, Pustaka Pelajar Yogyakarta
Sudjadi, Abd Rohman, 2007, Analisis Kuantitatif Obat, Pustaka Pelajar Yogyakarta
Basset, J., Denney, R C., dkk., 1994, Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif
Anorganik, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai