c. Prosedur
A. Uji difusi asam salisilat ke dalam medium agar
1. Siapkan 2 cawan petri yang telah berisi media agar yang telah didinginkan
2. Tambahkan FeCl3 kedalam masing-masing cawan petri secara merata
hingga menutupi semua permukaan agar
3. Diamkan selama 2 menit, kemudian sisa FeCl3 dituang dan dikeringkan
dengan kertas saring
4. Buat 6 lubang pada masing-masing cawan petri
5. Letakkan sampel/sediaan uji dengan jumlah yang sama pada cawan petri
yaitu :
- 2 lubang untuk salep asam salisilat
- 2 lubang untuk krim asam salisilat tipe a/m
- 2 lubang untuk krim asam salisilat tipe m/a
6. Lakukan hal yang sama pada cawan petri ke 2
7. Simpan cawan petri di dalam kulkas selama 30 menit, amati perubahan
warna yang terjadi, kemudian biarkan pada suhu kamar selama 30 menit,
amati perubahan warna yang terjadi
Keterangan warna :
3 = ungu kuat
2 = ungu
1 = ungu lemah
0 = bening
8. Ukur diameter penyebaran zat pada masing-masing cawan petri dengan
jangka sorong
9. Menurut anda apakah ketajaman warna pada agar berbanding lurus
dengan jumlah salisilat yang lepas dari basisnya???
10. Beri penjelasan anda terkait pelepasan obat dari basis bila dilihat dari jenis
basinya.
B. Uji penetrasi gel piroxicam
Uji difusi
a) Pembuatan dapar fosfat pH 7,4
Kalium dihydrogen fosfat 0,2 M sebanyak 50 ml dimasukkan kedalam
labu ukur 200 ml lalu ditambahkan 39,1 ml natrium hidroksida 0,2 N dan
dicukupkan volumenya dengan aqua dest. Kemudian diukur pH pada nilai
7,4
b) Pembuatan Larutan Baku Piroxicam
Piroxicam ditimbang sebanyak 20 mg, dimasukkan kedalam labu ukur 100
ml dilarutkan dengan etanol sebanyak 15 ml, kemudian ditambahkan
dapar fosfat 7,4 untuk memperoleh konsentrasi 200 µg/ml
c) Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum Piroxicam
Dari laruta baku dipipet o,5 ml kemudian dipindahkan kedalam labu ukur
10 ml dan ditambahkan dapat fosfat pH 7,4 sampai tanda batas. Kemudian
diukur serapannya pada Panjang gelombang 200-400 nm dan sebagai
blanko digunakan dapar fosfat pH 7,4
d) Pembuatan Kurva Kalibrasi Piroxicam
Dari larutan baku dipipet 0,1;0,2;0,3;0,4;0,5; dan 0,6 ml. dipindahkan ke
dalam labu ukur 10 ml dan dilarutkan dengan dapar fosfat 7,4 untuk
memperoleh konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10, 12 µg/ml. kemudian diukur dengan
absorbansi larutan pada rentang nilai 0,2-0,8. Tentukan persamaan
regresinya.
e) Uji difusi gel piroxicam
1) Penyediaan kulit mencit sebagai membrane penetrasi
Mencit yang telah dikorbankan diambil seluruh kulitnya kecuali
bagian kepala dan kaki dengan bantuan gunting bedah. Bagian kulit
yang telah dipotong dibersihkan dari lemak-lemak yang menempel,
rambutnya digunting dan dicukur dengan hati-hati sampai mencit
tersebut bersih. Kemudian kulit dibersihkan dengan air suling dan
dibilas dengan larutan dapar fosfat pH 7,4
2) Uji daya penetrasi
Kompartemen cairan penerima diisi dengan bantuan larutan dapar
fosfat pH 7,4 sebanyak 100 ml. sediaan ditimbang sebanyak 2 gram
lalu dioleskan secara merata pada kulit mencit yang diletakkan pada
alat difusi franz. Setelah itu dibagian tepi dari daerah pengolesan tadi
ditutup dengan gelas yang dilengkapi dengan penjepit. Sel difusi franz
ini diletakkan pada bejana kaca berisi air yang dilengkapi
thermometer untuk pengaturan suhu. Suhu air pada bejana diatur 370C
± 10C, pengambilan sampel dilakukan pada menit ke 15, 30, 45, 60,
75, 90, 105, 165, 180, 195, 210, 225, dan 240. Pengambilan sampel 5
ml dari setiap kali pengambilan sampel, jumlah yang diambil dignti
dengan 5 ml dapar fosfat pH 7,4. Ukur absorban sampel dengan
spektrofotometer UV pada Panjang gelombang maksimal, tentukan
kadar piroxicam dengan menggunakan persamaan regresi.
𝐶𝑡 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛
% kadar penetrasi = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑖𝑟𝑜𝑥𝑖𝑐𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑜𝑙𝑒𝑠𝑘𝑎𝑛 𝑥 100 %
IV. HASIL
DIFUSI AGAR
Suhu ruang Diameter (mm)
Sampel
1 2 3 4 5 6
Salep 1 0,32 0,25 0,83 0,46 0,50 0,87
Salep 2 0,33 0,36 0,94 0,63 0,53 0,75
Krim a/m 1 0,50 0,48 0,874 0,95 0,885 0,57
Krim a/m 2 0,741 0,46 1,052 0,46 0,77 0,67
Krim m/a 1 0,86 0,92 1,5 1,16 0,85 1,37
Krim m/a 2 1,11 0,96 1,53 1,26 0,80 1,17
Suhu
Sampel Suhu ruang
dingin
Ungu
Ungu lemah
Salep 1 lemah
Ungu
Ungu lemah
Salep 2 lemah
Krim a/m 1 Ungu kuat Ungu kuat
Krim a/m 2 Ungu kuat Ungu kuat
Krim m/a 1 Ungu Ungu
Krim m/a 2 Ungu Ungu
1. Uji penetrasi gel Piroksikam
- Pembuatan larutan baku piroksikam
200 mg/100 ml = 20.000 mg/100 ml
Masukkan kedalam labu ukur 100 ml kemudian dilarutkan dengan etanol
sebanyak 15 ml tambahkan dapar fosfat 7,4 ad tanda batas
- Penentuan panjang gelombang maksimum
Pengenceran 200 ppm
V1. N1 = V2. N2
0,5 . 200 ppm = 10 ml x N2
N2 = 10 ppm ( konsentrasi sampel untuk penentuan panjang gelombang
maksimum)
Kemudian ukur absorban pada panjang gelombang 200 – 400 nm untuk
menentukan panjang gelombang maksimum
1. Kurva kalibrasi uji penetrasi piroxicam
Persamaan regresi x = 0,0649 x + 0,081
R2 = 0,9928
Perhitungan seri konsenrasi
2 ppm 6 ppm
V1.C1=V2.C2 V1.C1=V2.C2
V1 200 ppm = 10 ml x 2 ppm V1 200 ppm = 10 ml x 6 ppm
V1= 0,1 ml V1= 0,3 ml
4 ppm 8 ppm
V1.C1=V2.C2 V1.C1=V2.C2
V1 200 ppm = 10 ml x 4 ppm V1 200 ppm = 10 ml x 8 ppm
V1= 0,2 ml V1= 0,4 ml
10 ppm 12 ppm
V1.C1=V2.C2 V1.C1=V2.C2
V1 200 ppm = 10 ml x 10 ppm V1 200 ppm = 10 ml x 12 ppm
V1= 0,5 ml V1= 0,6 ml
Persamaan regresi
y = 0,0649x + 0,081
R² = 0,9928
𝐶𝑡 𝑥 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐶𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛
kadar penetrasi = 𝑥 100 %
jumlah piroxicam yang dioleskan
V. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan difusi dan penetrasi secara
transdermal dengan menggunakan salep asam salisilat, krim asam salisilat a/m dan m/a
untuk diuji difusi pada media agar dan uji penetrasi gel piroxicam pada kulit mencit
dengan alat sel difusion frans.
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui dan memahami faktor yang
berpengaruh pada proses difusi pasif pada sediaan semisolid, mengetahui dan
memahami proses difusi pasif yang terjadi pada kulit, melihat proses difusi dan
penetrasi secara transdermal suatu sediaan farmasi pada saat melewati membran sel.
Dengan kata lain, melihat kemampuan zat tersebut apa dapat berdifusi dengan baik
pada saat melewati membran sel atau tidak. Apabila mampu berdifusi dengan baik,
maka sediaan tersebut akan mampu memberi efek terapi yang diinginkan. Pemberian
obat melaui rute transdermal akan membuat pelepasan obat ke tubuh melalui kulit. Rute
tersebut memberikan kita beberapa keuntungan, seperti, mengurangi metabolisme lintas
pertama obat (first pass effect), di mana obat tidak akan mendalami degradasi
gastrointestinal yang membuat konsentrasi obat berkurang, kemudian penghantaran
obat jangka panjang, dan penghantaran obat terkontrol. Namun, hanya sedikit obat yang
dapat diformulasikan dengan rute ini melalui patch transdermal karena permeabilitas
kulit yang sangat rendah, di mana pada kulit terdapat penghalang utama berupa lapisan
stratum korneum yang mempunyai struktur kompak dan sulit ditembus. Setelah obat
kontak dengan stratum korneum maka obat akan menembus epidermis dan masuk ke
dalam sirkulasi sistemik secara difusi pasif. Difusi pasif merupakan proses perpindahan
zat dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah hingga
mencapai kesetimbangan.
Untuk percobaan difusi, sampel yang akan diuji yaitu salep asam salisilat, krim
asam salisilat tipe A/M dan krim asam salisilat tipe M/A dalam media difusi agar yang
telah kita tambahkan FeCl3. Tujuan penambahan FeCl3 untuk memberi warna sehingga
penyebaran difusi lebih jelas karena jika berwarna akan memudahkan pengamatan dan
juga sebagai indikator warna dalam percobaan yaitu untuk parameter intensitas warna.
Adapun parameter yang akan kita lihat pada hasil pengamatan adalah diameter
persebaran difusi dan kepekatan/intensitas warna dan diameter sebaran warna yang
terbentuk. Perubahan warna diamati mulai dari ungu tua, ungu, dan ungu lemah.
Semakin kuat warna yang dihasilkan maka semakin baik difusi zat tersebut kedalam
medium. Pengamatan ini dilakukan pada setiap sampel dan pengukuran diameter
sebaran diukur dengan menggunakan jangka sorong, dimana semakin luas penyebaran
nya maka semakin baik difusi serta pelepasan obat dari basis ke membran. Uji ini kita
lakukan pada dua macam suhu yaitu suhu dingin dan suhu ruang untuk melihat
pengaruh suhu pada difusi. Adapun tujuan membran difusi agar uji coba ini berfungsi
sebagai sawar yang memisahkan sediaan daya cairan disekitar.
Pada data hasil diameter, dapat dilihat ada beberapa cawan petri yang digunakan
dan diamati pada suhu yang berbeda (suhu dingin dan suhu ruang). Perlu diketahui juga
bahwa suhu mempengaruhi laju difusi sampel. Semakin tinggi suhu, maka pergerakan
partikel dan molekul obat semakin cepat maka semakin cepat pula berdifusi. Secara
teori harusnya diameter difusi suhu ruang lebih besar daripada suhu dingin. Namun dari
hasil percobaan pada pengukuran salep dan krim m/a diperoleh suhu dingin lebih besar
diameternya daripada suhu ruang, seperti salep pada suhu ruang diameter rata-ratanya
0,56 cm sedang pada suhu dingin adalah 0,565 cm kemudian pada krim m/a diameter
rata-ratanya 1,124 cm (suhu ruang) dan 1,25 cm (suhu dingin). Sedangkan tipe krim
a/m sudah sesuai teori yaitu suhu ruang diameternya lebih besar daripada suhu dingin
dimana diameter rata-rata suhu ruangnya 0,700 cm dan suhu dingin 0,664 cm.
Kemungkinan terdapat beberapa faktor kesalahan yang terjadi selama praktikum
sehingga hasilnya tidak begitu sesuai dengan teori seharusnya.
Terkait pelepasan obat dari basis jika kita lihat dari jenis basisnya, diameter
sebaran difusi pada krim m/a menunjukkan hasil difusi yang lebih baik pada media agar
yaitu 1,124 cm (suhu ruang) dan 1,25 cm (suhu dingin), hal ini disebabkan oleh krim
m/a bersifat lebih polar dan dihrofilik karena basisnya air yang sesuai dengan media
agarnya sehingga sampel m/a lebih mudah berdifusi. Pada krim a/m yaitu krim dengan
basis minyak, diameternya lebih kecil yaitu 0,700 cm (suhu ruang) dan 0,664cm (suhu
dingin). Namun pada dasarnya, kandungan air pada krim lebih besar daripada salep,
sesuai dengan pengertian krim pada farmakope, krim merupakan sediaan semisolid
dengan kandungan air tidak kurang dari 60% sehingga meskipun basisnya berupa
minyak, hasil diameter nya akan lebih besar daripada sediaan salep. Dari hasil
percobaan difusi penyebaran paling rendah ditemukan pada salep asam salisilat. Salep
memiliki sifat non polar dan lipofilik sehingga lebih sulit berdifusi pada medium agar
yang bersifat polar dan hidrofilik, hal ini dapat dilihat dari hasil diameter rata-rata salep
yaitu 0,56 cm (suhu ruang) dan 0,565 cm (suhu dingin). Untuk itu, hasil pada
praktikum ini sudah sesuai dengan teorinya.
Dari hasil yang didapatkan salep asam salilisat warnanya adalah ungu lemah yang
dinilai =1. Pada krim asam salisilat (m/a) warnanya adalah ungu dengan nilai =2.
Sedangkan pada krim asam salisilat (a/m) warnanya adalah ungu kuat dengan nilai =3.
Keterangan dari warna yang terbentuk tersebut adalah jika semakin pekat/tajam
intensitas warna, maka menandakan bahwa semakin banyak zat asam salisilat yang
berdifusi ke media agar. Seharusnya, jika kita lihat berdasarkan basisnya, krim asam
salisilat m/a merupakan basis air (hidrofilik) yang harusnya lebih mudah berdifusi
dengan memberi warna paling tajam/pekat dalam media agar yang juga hidrofilik.
namun pada data diperoleh bais a/m atau minyak yang memberi intensitas kepekatan
warna paling pekat/tajam yaitu ungu kuat atau 3. Padahal bila kita lihat dari rata-rata
diameternya, difusi tipe m/a lebih besar daripada tipe a/m. Hal ini kemungkinan
disebabkan adanya kesalahan pada pembuatan FeCl3 sebagai pemberi warna, atau
terkait prosedur pewarnaannya yang kurang tepat sehingga diperoleh hasil yang tidak
sesuai dengan teori. Namun, untuk hasil intensitas warna pada salep, sudah sesuai
dengan teori yaitu ungu lemah = 1, yang menunjukkan salep paling sedikit berdifusi.
Jika kita ibaratkan pada kulit, sebenarnya yang dapat diabsorbsi oleh kulit dan
memberikan efek yang baik adalah non polar seperti salep ini, sesuai dengan sifat
permukaan dan lapisan kulit kita.
Adapun percobaan selanjutnya yaitu uji penetrasi gel piroksikam dengan
menggunakan kulit mencit sebagai membran penetrasi. Penggunaan kulit mencit di sini
dikarenakan kulit mencit memiliki struktur fisiologis hampir sama dengan kulit
manusia. Tujuan percobaan ini untuk melihat kadar piroksikam yang menembus
membran sel sehingga masuk ke dalam cairan kompartemen yang diibaratkan sebagai
aliran darah di dalam tubuh. Gel tersebut akan melewati membran sel pada menit ke 10,
20, 30, 60 dan 90. Percobaan ini digunakan menggunakan alat difusi franz dengan
prinsip kerjanya meletakkan membran semi permeabel di antara kompartemen donor
dan reseptor, kemudian senyawa-senyawa yang masuk ke dalam cairan reseptor diukur
kadarnya. Pada pengujian suhu diatur hingga 37oC, suhu ini dijaga agar konstan agar
uji sesuai dengan suhu tubuh orang normal. Dan digunakan dapar fosfat pH 7,4 sebagai
pelarut yang bertujuan untuk mengkondisikan cairan seperti pH tubuh normal yaitu
tubuh manusia mempunyai kisaran pH 7,35 sampai 7,45.Dari data yang diperoleh pada
menit ke – 10 % kadar penetrasi adalah 1,19419 %Pada menit ke – 20 % kadar
penetrasi adalah 0,7889 %.Pada menit ke – 30 % kadar penetrasi adalah 0,7303 %.
Pada menit ke – 60 % kadar penetrasi 0,234 %. Dan terakhir, Pada menit ke – 90 %
kadar penetrasi 0,3836 %Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa semakin
lama waktu maka konsentrasi atau kadar penetrasi zat aktif menembus membran
semakin tinggi atau meningkat.