Anda di halaman 1dari 70

SINTESIS SENYAWA ANALOG BISCALKON SERTA UJI AKTIVITASNYA SEBAGAI ANTIBAKTERI

SKRIPSI

KHARISMA CANDRA SARI

DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2011

SINTESIS SENYAWA ANALAOG BISCALKON SERTA UJI AKTIVITASNYA SEBAGAI ANTIBAKTERI

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Bidang Kimia pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga

Disetujui oleh:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Drs. Hery Suwito, M.Si NIP. 19630308 198701 1 001

Dr. Alfinda Novi K., DEA NIP. 19671115 199102 2 001

ii

LEMBAR PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI

Judul Penyusun NIM Tanggal Ujian

: Sintesis Senyawa Analog Biscalkon serta Uji Aktivitasnya sebagai Antibakteri : Kharisma Candra Sari : 080710136 : 27 Juli 2011 Disetujui Oleh

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Drs. Hery Suwito, M.Si NIP. 19630308 198701 1 001

Dr. Alfinda Novi K., DEA NIP. 19671115 199102 2 001

Mengetahui, Ketua Program Studi Kimia FSAINTEK Universitas Airlangga

Dr. Alfinda Novi Kristanti, DEA NIP. 19671115 199102 2 001

iii

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan Universitas Airlangga. Diperkenankan untuk dipakai sebagai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan harus seizin penyusun dan harus menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah. Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga.

iv

KATA PENGANTAR

Penulis ingin mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT dengan segala kerendahan hati, sebab dengan segala rahmat-Nya, penulis mampu

menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Sintesis Senyawa Analog Biscalkon serta Uji Aktivitasnya sebagai Antibakteri. Tak lupa penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada : 1. Bapak Drs. Hery Suwito, M.Si sebagai dosen pembimbing I dan Ibu Dr. Alfinda Novi Kristanti, DEA sebagai dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, saran, serta masukan dengan penuh kesabaran hingga skripsi ini dapat terselesaikan 2. Ibu Dr. Muji Harsini sebagai dosen wali yang telah memberikan saran dan bimbingan selama masa perkuliahan 3. Bapak Drs. Mulyadi Tanjung, MS dan Ibu Dr. Pratiwi Pudjiastuti, M.Si yang telah memberikan bantuan dalam pengukuran serta intepretasi spektra NMR dan MS 4. Seluruh dosen Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga yang telah memberikan ilmu baik akademik maupun nonakademik yang sangat berharga 5. Dosen-dosen Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Airlangga khususnya Ibu Jun, Ibu Nimah, dan Ibu Fat yang telah memberikan waktu, bimbingan, serta saran dengan penuh kesabaran

6. Mama dan Papa tercinta, adik tersayang (Kharisma Candra Sasi), serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa dan dukungan yang tulus baik secara moral dan materi selama ini 7. Seluruh teman-teman Kimia 2007, khususnya Sugarplum (Amalia, Eka, Intan, Rulina), kelompok sintesis (Nina, Dika, Susdian), serta teman-teman kelompok skripsi Organik dan Biokimia atas semangat, kerjasama dan dukungan selama ini, terima kasih atas kebersamaan selama empat tahun yang menjadikan segalanya indah dan bermakna 8. Segenap warga Kimia, kakak & adik angkatan, karyawan (khususnya Pak Damam, Pak Kamto, Mbak Yuli, Mas Fendi) atas bantuannya secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini 9. Orang-orang yang selalu ada dan memberikan semangat serta harapan Penulis sangat mengharapkan skripsi ini mampu memberikan informasi mengenai perkembangan ilmu sintesis organik dan kimia bahan alam. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kami terbuka dengan berbagai kritik dan saran agar menjadi lebih baik. Untuk segala kekurangan dan kesalahan, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Surabaya, 11 Juli 2011 Penyusun,

Kharisma Candra Sari

vi

Sari, Kharisma Candra, 2011, Sintesis Senyawa Analog Bis-Calkon serta Uji Aktivitasnya sebagai Antibakteri, skripsi ini dibawah bimbingan Drs. Hery Suwito, M.Si dan Dr. Alfinda Novi Kristanti, DEA, Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis senyawa analog biscalkon melalui reaksi kondensasi aldol dengan katalis basa dari bahan dasar vanilin dan N-metilpiperidin-4-on, serta untuk mengetahui aktivitasnya sebagai antibakteri. Vanilin yang digunakan diperoleh adalah vanilin pasaran yang direkristalisasi. Hasil KLT menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis masih mengandung vanilin dan hasil spektroskopi masa menunjukkan berat molekul yang tidak sesuai dengan senyawa target yang diinginkan. Hal ini menunjukkan bahwa sulit untuk memperoleh senyawa target yang diinginkan. Oleh karena itu, melalui metode sintesis yang sama dengan sebelumnya, bahan dasar vanilin diganti dengan 2,5dimetoksibenzaldehid. Identifikasi senyawa tersebut dilakukan dengan metode spektroskopi, meliputi uji UV-VIS, IR, 1H-RMI, 13C-RMI, dan MS. Senyawa hasil sintesis adalah 3,5-bis-(2,5-dimetoksi benzilidin)-N-metil piperidin-4-on. Uji antibakteri dilakukan terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan metode difusi cakram. Dari diameter zona hambat dapat diketahui bahwa senyawa target memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Kata kunci : vanilin, antibakteri, Staphylococcus aureus, Escherichia coli

vii

Sari, Kharisma Candra 2011, Synthesis Bis-Chalcone Analogue Compound and The Bioactivity as Antibacterial Agent, This Research is Under Guidance of Drs. Hery Suwito, M.Si and Dr. Alfinda Novi Kristanti, DEA, Department of Chemistry, Science and Technology Faculty, Universitas Airlangga.

ABSTRACT The purpose of this research are to syntesize a bis-chalcone analogue by using aldol condensation with a base catalyst from vanillin and N-methyl-piperidin-4on, as well as to determine the antibacterial activity. The vanillin was obtained from recrystallized vanillin. The separation using thin layer chromatograhphy (TLC) showed that the target molecule still consist of vanillin and based on the result of mass spectroscopic indicates that the molecular weight was not correspond to the target molecule. Therefore, through the same synthesis method as before, vanillin as starting material was substituted with 2-5dimethoxybenzaldehyde. The new target molecule is 3,5-bis-(2,5-dimethoxy benzilidin)-1-methyl piperidin-4-one. The structure of the target molecule was identified using spectroscopy methods, such as UV-VIS, IR, NMR, and MS. The antibacterial activity of the target molecule conducted on Staphylococcus aureus and Escherichia coli by disc diffusion method. Inhibitory zone showed that the compounds have activity as an antibacterial agent. Keywords : vanillin, antibacterial, Staphylococcus aureus, Escherichia coli

viii

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii LEMBAR PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ............................................ iv KATA PENGANTAR .......................................................................................... v ABSTRAK ........................................................................................................... vii DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 5 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 6 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 7 2.1 Senyawa Calkon................................................................................ 7 2.2 Retrosintesis ...................................................................................... 8 2.3 Kondensasi Aldol .............................................................................. 10 2.4 Vanilin............................................................................................... 12 2.5 Senyawa Antibakteri ......................................................................... 13 2.6 Bakteri ............................................................................................... 15 2.7 Kromatografi ..................................................................................... 18 2.8 Spektroskopi ..................................................................................... 19 BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 26 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 26 3.2 Alat dan Bahan penelitian ................................................................. 26 3.3 Tahapan Penelitian ............................................................................ 27

ix

3.4 Diagram alir penelitian ..................................................................... 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 33 4.1 Menguji Kemurnian Vanilin ............................................................. 33 4.2 Sintesis Calkon.................................................................................. 34 4.3 Analisis Spektroskopi ....................................................................... 36 4.4 Uji Aktivitas Antibakteri................................................................... 41 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 44 5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 45 5.2 Saran ................................................................................................. 45 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 46

DAFTAR TABEL Nomor Judul Tabel Halaman

4.1 Harga Rf vanilin dengan tiga sistem eluen ..................................................... 33 4.2 Harga Rf senyawa calkon (5) dengan tiga sistem eluen .................................. 36

xi

DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Gambar Halaman

2.1 Analisis retrosintesis senyawa target (4) & (5) ............................................... 9 2.2 Mekanisme reaksi Claisen Schmidt pada calkon ............................................ 11 4.1 Unit aromatis senyawa target .......................................................................... 38 4.2 Prediksi struktur senyawa berdasarkan spektrum RMI proton ....................... 39 4.3 Prediksi struktur senyawa berdasarkan spektrum RMI karbon....................... 40 4.4 Struktur tetrasiklin........................................................................................... 41 4.5 Grafik zona hambat bakteri Staphylococcus aureus ....................................... 42 4.6 Grafik zona hambat bakteri Escherichia coli .................................................. 43

xii

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Lampiran

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Spektrum IR Vanilin Spektrum MS Senyawa (4) Spektrum UV-Vis Senyawa (5) Spektrum Inframerah Senyawa (5) Spektrum MS Senyawa (5) Spektrum RMI Proton dan Karbon Senyawa (5) Diameter Zona Hambat Senyawa Uji terhadap Staphylococcus aureus Diameter Zona Hambat Senyawa Uji terhadap Escherichia coli

xiii

BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan, lingkungan organisme tidak dapat dipisahkan dari bakteri. Sekalipun lingkungan terlihat bersih, namun sebenarnya terdapat jutaan bakteri tersebar di lingkungan tersebut. Bakteri ada yang bersifat menguntungkan ada pula yang bersifat merugikan (Pelczar dan Chan, 1988). Bakteri yang bersifat merugikan dan menyebabkan penyakit disebut bakteri patogen. Bakteri patogen ini adalah mikroorganisme yang banyak menyebabkan penyakit infeksi. Di negara berkembang, penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri menduduki peringkat cukup tinggi dalam urutan penyakit yang diderita penduduk dan penyebab kematian yang cukup besar (Rahayu, 2009). Contoh bakteri yang dapat menyebabkan penyakit infeksi adalah Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Bakteri S. aureus merupakan bakteri gram positif yang menyebabkan penyakit diantaranya : infeksi saluran pernafasan, pembengkakan organ, endocarditis, dan toxic shock syndrome (Elliott, 2007). Sedangkan bakteri E. Coli merupakan bakteri gram negatif yang menyebabkan penyakit seperti : infeksi kandung kemih, gastroentritis meningitis pada bayi, dan yang paling banyak adalah diare (Elliott, 2007). Walaupun telah banyak zat antibiotik yang ditemukan untuk mengatasi penyakit akibat bakteri patogen, fakta menunjukkan masalah penyakit ini masih berkelanjutan (Mulyati, 2009). Hal tersebut terjadi karena adanya perkembangan

1 xiv

resistensi bakteri terhadap antibiotik, seperti Staphylococcus aureus yang diketahui mempunyai sifat resisten terhadap beberapa antibiotik seperti metisilin, penisilin, nafsilin, dan oksasilin (Bailey, 2002). Oleh sebab itu perlu dilakukan sintesis senyawa lain yang juga potensial sebagai antibakteri. Dewasa ini banyak senyawa baru yang telah disintesis karena dianggap potensial sebagai antibakteri. Salah satunya adalah senyawa calkon (1). Senyawa ini dikatakan potensial untuk berbagai aktifitas biologis dan farmakologis, seperti: antibakteri, antiinflamasi, antifungal, antiviral, dan antioksidan (Mokle, 2010).

(1) Calkon memiliki gugus karbonil ,-tak jenuh yang reaktif yang memiliki potensi sebagai antibakteri (Prasad, 2008). Gugus karbonil ,-takjenuh diketahui dapat menghambat kerja enzim dan menyebabkan metabolisme sel terganggu sehingga menyebabkan kematian sel. Beberapa contoh senyawa calkon hasil sintesis yang telah dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antibakteri adalah sebagai berikut: Senyawa 4-(3diklorofenil-3-oxopropenil) benzaldehid (2) yang memiliki nilai MIC (Minimum Inhibit Concentration) terhadap bakteri S.aureus sebesar 64g/ml, dan nilai MIC terhadap E.coli sebesar >64g/ml (Chen, et al., 2010). Struktur senyawa (2) ini memiliki satu buah gugus karbonil ,-tak jenuh.

xv

Cl

CHO

Cl

(2) Liu, et al., (2007) di dalam jurnal penelitiannya juga melaporkan bahwa senyawa (3) memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. aureus dengan nilai MIC sebesar 6,3 g/ml.
OCH 3 O Cl

H3CO

OH

N CH 3

(3) Menurut Liu, et al., (2007), senyawa (3) tersebut memiliki gugus OH dan N-metilpiperidin yang diduga meningkatkan aktivitas antibakteri. Senyawa (3) tersebut merupakan yang paling aktif bila dibandingkan dengan senyawa lain yang tidak memiliki kedua gugus tersebut. Fakta lain terkait dengan struktur calkon dan aktivitasnya sebagai antibakteri juga diungkapkan oleh Patil, et al., (2009) dalam jurnal penelitiannya yang menyatakan bahwa senyawa yang mengikat gugus metoksi dan hidroksi pada aromatis memperlihatkan aktivitas antibakteri lebih baik dibandingkan dengan yang tidak.

xvi

Dari fakta-fakta di atas, maka pada penelitian ini akan disintesis suatu senyawa target yang memiliki dua buah gugus karbonil ,-tak jenuh, gugus metoksi, hidroksi, dan N-metilpiperidin dengan harapan akan memiliki aktivitas antibakteri dan tidak resisten. Berikut ini adalah struktur senyawa target yang akan disintesis :
O H3CO OCH 3

HO

N CH 3

OH

3,5-bis-(4-hidroksi-3-metoksibenzilidin)-1-metilpiperidin-4-on (4) Dari analisis retrosintesis, senyawa target 3,5-bis(4-hidroksi-3-

metoksibenzilidin)-1-metilpiperidin-4-on dapat disintesis dari vanilin dan Nmetilpiperidin-4-on melalui mekanisme kondensasi Claisen-Schmidt dengan katalis basa. Pada strukturnya, vanilin memiliki substituen metoksi dan hidroksi yang terikat pada benzaldehid, sehingga diasumsikan vanilin memiliki potensi untuk menjadi bahan dasar sintesis senyawa biscalkon (4) yang bersifat bioaktif. Selain itu, vanilin adalah senyawa yang murah dan mudah didapatkan. Selanjutnya senyawa hasil sintesis tersebut akan diuji aktivitas antibakterinya terhadap bakteri S.aureus dan E.coli yang masing-masing mewakili bakteri gram positif dan negatif. Sintesis senyawa ini juga diharapkan mampu memberikan nilai tambah pada vanilin.

xvii

Pada

penelitian

ini

juga

dilakukan

sintesis

3,5-bis-(2,5-

dimetoksibenzilidin)-1-metilpiperidin-4-on (5).

Berikut ini adalah struktur

senyawa 3,5-bis-(2,5-dimetoksibenzilidin)-1-metilpiperidin-4-on :
OCH 3 O OCH 3

N OCH 3 CH 3 OCH 3

(5) Dari analisis retrosintesis, penggunaan vanilin sebagai bahan dasar dapat diganti dengan 2,5-dimetoksibenzaldehid untuk menghasilkan senyawa 3,5-bis(2,5-dimetoksibenzilidin)-1-metilpiperidin-4-on. Senyawa hasil sintesis (5) ini juga akan diuji aktivitas antibakterinya menggunakan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

1. 2 Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut. 1. Apakah senyawa 3,5-bis-(4-hidroksi-3-metoksibenzilidin)-1-

metilpiperidin-4-on dapat disintesis dari vanilin dan N-metilpiperidin-4-on ? 2. Apakah senyawa 3,5-bis-(2,5-dimetoksibenzilidin)-1-

metilpiperidin-4-on dapat disintesis dari 2,5-dimetoksibenzaldehid dan N-metil-piperidin-4-on ?

xviii

3. Apakah senyawa target memiliki aktivitas sebagai antibakteri ?

1. 3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mensintesis senyawa 3,5-bis-(4-hidroksi-3-metoksibenzilidin)-1metilpiperidin-4-on dari bahan dasar vanilin dan N-metil-piperidin4-on. 2. Mensintesis senyawa 3,5-bis-(2,5-dimetoksibenzilidin)-1-

metilpiperidin-4-on dari bahan dasar 2,5-dimetoksibenzaldehid dan N-metil-piperidin-4-on. 3. Menguji bioaktivitas senyawa target sebagai antibakteri.

1. 4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi apakah kedua senyawa target dapat disintesis melalui kondensasi Claisen-Smidt dan juga memberikan informasi tentang bioaktifitasnya sebagai antibakteri. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu sintesis organik dan kimia bahan alam.

xix

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Senyawa Calkon Senyawa calkon (1) adalah senyawa golongan flavonoid yang jumlahnya terbatas di alam. Karena alasan tersebut calkon juga sering disebut sebagai

flavonoid minor (Harborne, 1987). Calkon memiliki nama IUPAC 1,3-difenil-2propena-1-on. Senyawa calkon merupakan senyawa intermediet yang bisa digunakan untuk sintesis berbagai senyawa heteroatom. Sesuai dengan strukturnya, senyawa calkon (1) mempunyai dua cincin aromatis yang dihubungkan dengan tiga atom karbon yang memiliki gugus karbonil ,-tak jenuh (Patil, 2009). Gugus karbonil , -tak jenuh yang reaktif tersebut pada beberapa penelitian sebelumnya telah dilaporkan memiliki aktivitas biologis sebagai antibakteri, antiinflamasi, antioksidan, antiviral, antimalaria, dan antikanker (Patil, 2009). Gugus karbonil , -takjenuh diketahui dapat

menghambat kerja enzim dan menyebabkan metabolisme sel terganggu sehingga menyebabkan kematian sel. Senyawa calkon bisa didapat melalui isolasi tanaman maupun sintesis. Contoh senyawa calkon yang dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antibakteri adalah 2,4-dihidroksi-3,6-dimetoksicalkon (Usman dkk, 2006). Senyawa (7) yang didapat melalui isolasi tanaman Cryptocarya costata ini dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri sebesar 35,4%. Berikut ini adalah struktur senyawanya :

xx 7

HO

OCH 3

H3CO O

(7)

2. 2 Retrosintesis Apabila akan melakukan sintesis suatu senyawa organik, langkah awal yang dilakukan adalah melakukan analisis retrosintesis. Analisis retrosintesis ini berfungsi untuk mengetahui apakah suatu senyawa baru dapat disintesis dari senyawa awal. Senyawa awal yang digunakan untuk sintesis juga harus dipertimbangkan ketersediaannya dan harganya di pasaran. Analisis retrosintesis ini diawali dengan melakukan diskoneksi terhadap molekul senyawa target. Diskoneksi adalah analisis yang memutus suatu ikatan dan mengubah molekul ke dalam molekul awal yang mungkin. Dari tahap diskoneksi ini akan dihasilkan fragmen umum biasanya berupa ion yang disebut sinton (Warren,1995). Selain diskoneksi, langkah yang dapat diambil pada analisis retrosintesis adalah IGF (Interkonvensi Gugus Fungsi). IGF merupakan penggantian suatu gugus fungsi dengan gugus fungsi lain sehingga memungkinkan terjadinya reaksi. Gambar 2.1 berikut menunjukkan analisis retrosintesis dari kedua senyawa target (4) & (5) :

xxi

Retrosintesis senyawa (4) :


O H3CO OCH 3

HO

N CH 3

OH

IGF
OH H3CO O OH OCH 3

HO

N CH 3

OH

O O H3CO H N HO CH 3

Vanilin

N-metilpiperidin-4-on

Retrosintesis senyawa (5) :


OCH 3 O OCH 3

N OCH 3 CH 3 OCH 3

IGF
OH

OCH 3

OH

OCH 3

N OCH 3 CH 3 OCH 3

O OCH 3 O

H N CH 3 OCH 3

2,5-dimetoksibenzaldehid

N-metilpiperidin-4-on

Gambar 2.1 Analisis retrosintesis senyawa target (4) & (5)

xxii

10

2. 3 Kondensasi Aldol Reaksi kondensasi adalah reaksi dimana dua molekul atau lebih bergabung menjadi satu molekul yang lebih besar dengan atau tanpa hilangnya suatu molekul kecil (Fessenden, 1986). Reaksi kondensasi aldol merupakan reaksi antara dua senyawa karbonil yang melibatkan enolat dan gugus karbonil. Prinsip dasar

reaksi ini adalah adisi ikatan rangkap C=O pada sebuah senyawa karbonil oleh senyawa karbonil lainnya membentuk -hidroksi karbonil. Pada reaksi ini diperlukan sebuah basa agar sebuah senyawa karbonil dapat membentuk ion enolat. Ion enolat dapat terbentuk dari senyawa karbonil yang memiliki hidrogen. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa syarat utama terbentuknya senyawa aldehid-alkohol (aldol) ini adalah adanya atom hidrogen yang berposisi- terhadap gugus karbonil. Kemudian, ion enolat inilah yang menyerang atom karbon pada C=O. Saat ion enolat menyerang gugus karbonil, maka terjadi reaksi adisi karbonil sehingga terbentuklah gugus hidroksi yang berposisi terhadap karbonil. Senyawa yang terbentuk adalah ion alkoksida yang kurang stabil. Oleh karena itu ion alkoksida tersebut dengan mudah menarik proton dari air dan menghasilkan aldol. Produk yang muncul bisa dengan mudah terdehidrasi dan menghasilkan suatu senyawa karbonil , tak jenuh (Fessenden, 1986). Apabila suatu senyawa karbonil yang tidak memiliki hidrogen

direaksikan dengan karbonil yang memiliki hidrogen , maka reaksi yang terjadi adalah reaksi kondensasi aldol silang (Claisen-Schmidt). Kondensasi aldol silang dapat terjadi dalam suasana asam maupun basa.

xxiii

11

Suatu senyawa calkon dapat disintesis melalui reaksi Claisen-Schmidt (Patil, 2009). Berikut ini adalah mekanisme reaksi Claisen-Schmidt untuk sintesis senyawa target (4) dalam suasana basa :
O H OH N CH3 O

+ H2O
N CH3 N CH3
O OMe

O OMe H

N CH 3

OH

N CH 3

OH

Enolat

H+
OH

O
H

O
OMe

OH
H OMe

OH

N CH 3

OH

N CH 3

OH

OH OMe

O
OMe

+ H2O
N CH 3 OH N CH 3 OH

Gambar 2.2 Mekanisme reaksi Claisen Schmidt pada calkon

xxiv

12

2. 4 Vanilin Vanilin merupakan suatu senyawa yang terdapat dalam tanaman vanili. Tanaman vanili ini banyak tumbuh di daerah panas dan lembab yang tersebar di wilayah Amerika tengah dan selatan. Selain itu vanili juga tersebar di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia. Berikut ini adalah klasifikasi dari tanaman vanili: Kerajaan Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida : Orchidales : Orchidaceae : Vanilla : Vanilla planifolia

Tanaman vanili banyak dimanfaatkan sebagai penambah aroma pada makanan karena tanaman ini memiliki bau yang khas. Aroma yang khas tersebut berasal dari senyawa vanilin. Senyawa vanilin (6) memiliki nama IUPAC 4hidroksi-3-metoksibenzaldehid. Vanilin pertama kali disintesis dari eugenol. Selain itu vanilin juga dapat disintesis dari lignin. Struktur senyawa vanilin adalah sebagai berikut :
O H3CO H

HO

(6)

xxv

13

Rumus molekul vanilin adalah C8H8O3, memiliki massa molekul relatif 152,14g/mol, massa jenis sebesar 1,056 g/L, titik leleh 80-81C, dan titik didih 285C. Vanilin memiliki bentuk kristal jarum berwarna putih kekuningan, dan memiliki bau khas. Vanilin mudah larut dalam alkohol, kloroform, asam asetat glasial, minyak, dan pelarut alkali hidroksida (Merck Index, 1967).

2.5 Senyawa Antibakteri Antibakteri adalah senyawa yang digunakan untuk mengurangi

pertumbuhan bakteri, khususnya bakteri yang merugikan manusia. Suatu senyawa dikatakan potensial sebagai antibakteri apabila senyawa tersebut memiliki toksisitas selektif terhadap bakteri. Hal tersebut berarti senyawa antibakteri itu hanya berbahaya bagi bakteri, tetapi relatif tidak membahayakan bagi sel yang lain. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada senyawa antibakteri yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik dan ada yang bersifat membunuh bakteri disebut bakterisida (Bailey, 2002). Berdasarkan mekanisme kerjanya, senyawa antibakteri dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu : a. merusak dinding sel yaitu dengan menghambat pembentukan

peptidoglikan pada dinding sel mengakibatkan enzim mengalami autolisis sehingga sel mengalami kerusakan. b. mengganggu permeabilitas sel yaitu dengan merusak membran sel. Fungsi membran sel adalah mempertahankan bahan-bahan dalam sel serta

mengatur aliran keluar masuknya bahan lain. Adanya kerusakan pada

xxvi

14

membran ini mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau kematian. c. merubah molekul protein dan asam nukleat yaitu dengan

mendenaturasikan protein dan asam nukleat sehingga kerusakan sel tidak dapat diperbaiki lagi karena hidup suatu sel tergantung pada molekul protein dan asam nukleat dalam keadaan alamiah. d. menghambat kerja enzim dengan mengganggu reaksi biokimiawi yaitu dengan menempelnya zat antibakteri yang menyerupai substrat pada sisi aktif enzim. Penghambatan ini dengan mengakibatkan terganggunya metabolisme sel. e. menghambat sintesis asam nukleat dan protein. Gangguan pada pembentukan atau fungsi-fungsi DNA, RNA dan protein dapat mengakibatkan kerusakan total pada sel, karena zat-zat tersebut memegang peranan penting dalam proses kehidupan normal sel (Pelczar dan Chan, 1988). Contoh senyawa antibakteri yang banyak digunakan adalah penisilin (8). Berikut ini adalah struktur senyawa penisilin :
O R

HN S

N O O HO

(8) Cincin beta laktam yang terdapat pada senyawa ini diketahui berperan dalam menghambat sistesis dinding sel bakteri. Senyawa antibakteri lain yang xxvii

15

banyak digunakan adalah kloramfenikol (9). Senyawa ini menghambat pertumbuhan bakteri melalui mekanisme penghambatan sintesis protein pada sel bakteri. Chloramphenicol menghambat proses transpeptidase (dikatalisis oleh enzim peptidil transferase) dengan cara memblok pengikatan aminoasil pada

tRNA ke acceptor site pada mRNA di rhibosome -messenger (mRNA) complex. Berikut ini adalah struktur senyawa kloramfenikol :
OH O2N

N O Cl Cl

OH

(9)

2. 6 Bakteri Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu. Inti sel bakteri tidak bermembran disebut prokariot dan melekat pada sitoplasma. Sel bakteri memiliki bentuk bulat, batang dan spiral dan berukuran mikron. Struktur tubuh bakteri umumnya tersusun atas: inti sel, sitoplasma, membran sitoplasma, dinding sel, kapsul, flagel, pili, dan spora. Berdasarkan pewarnaan, bakteri digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu bakteri gram positif dan gram negatif. Perbedaan warna pada kedua golongan bakteri tersebut terjadi karena perbedaan struktur pada dinding selnya. Pada umumnya bakteri tumbuh pada batas suhu ekstrim (090C). Pada keadaan ekstrim, seperti pada temperatur dan pH yang ekstrim,

xxviii

16

bakteri dapat membentuk spora. Di antara bakteri ada yang dapat menimbulkan penyakit pada tumbuhan, hewan, maupun mikroba lainnya (Pelczar dan Chan, 1988). Akan tetapi tidak semua bakteri bersifat merugikan, ada juga bakteri yang menguntungkan, seperti bakteri penghasil antibiotik, enzim, biopestisida, dan fermentasi makanan. 2. 6. 1 Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus merupakan golongan bakteri gram positif dan bersifat fakultatif aerob. Bakteri ini berbentuk bulat dengan diameter antara 0,81,0 m yang tersusun dalam kelompok-kelompok tidak teratur, tidak bergerak, dan tidak membentuk spora. Koloni pada biakan padat membentuk bulat halus, berkilau-kilau, membentuk pigmen berwarna kuning emas (Jawetz, et al., 1982). Berikut ini adalah klasifikasi dari Staphylococcus aureus : Domain Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Bacteria : Firmicules : Bacilli : Bacillales : Staphylococcaceae : Staphylococcus : Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus mudah tumbuh pada berbagai media. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu antara 12-44C tetapi tumbuh paling optimum pada suhu sekitar 37C. Staphylococcus aureus memiliki kemampuan menghasilkan banyak zat ekstraseluler, sehingga bakteri ini dapat menyebar luas ke dalam jaringan dan

xxix

17

berkembangbiak dan selanjutnya mengakibatkan penyakit. Bila bakteri ini berada pada individu yang sehat, maka sel inangnya hanya berperan sebagai karier. Infeksi hanya terjadi jika resistensi tubuh inang melemah karena adanya perubahan hormon, adanya luka, penggunaan obat, atau hal lain yang dapat melemahkan imunitas sel inang. Bakteri ini dapat menyebabkan peritonis, cystitis dan meningitis (Jawetz et al., 1982). Staphylococcus aureus mempunyai sifat resistan terhadap beberapa antibiotik seperti metisilin, penisilin, nafsilin, dan oksasilin (Bailey, 2002). 2. 6. 2 Escherichia coli Escherichia coli merupakan golongan bakteri gram negatif dan bersifat fakultatif aerob. Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Theodor Escherich tahun 1885. Bakteri ini berbentuk batang. Berikut ini adalah klasifikasi dari Escherichia coli : Domain Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies Escherichia coli : Bacteria : Proteobacteria : Gamma Proteobacteria : Enterobacteriales : Enterobacteriaceae : Escherichia : Escherichia coli

tumbuh baik pada hampir semua media yang biasa

dipakai di laboratorium mikrobiologi. Escherichia coli adalah bakteri yang banyak ditemukan di dalam usus besar manusia. Bakteri ini dapat menyebabkan

xxx

18

infeksi primer pada usus misalnya diare pada anak serta dapat menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh lain di usus . E. coli merupakan spesi normal di dalam usus manusia dan akan menimbulkan penyakit bila masuk ke dalam organ atau jaringan lain. Escherichia coli juga dapat menimbulkan pneumonia, infeksi kandung kemih, gastroentritis dan meningitis pada bayi, dan yang paling banyak adalah diare (Elliott, 2007).

2. 7 Kromatografi Teknik pemisahan dan pemurnian yang umum digunakan adalah kromatografi. Kromatografi berasal dari bahasa yunani yaitu kromatos yang berarti warna dan graphos yang berarti menulis. Kromatografi merupakan teknik pemisahan suatu campuran menjadi komponen-komponennya berdasarkan perbedaan distribusinya ke dalam fasa gerak dan fasa diam atau berdasarkan pada perbedaan adsorpsi pada fasa diam. Fasa gerak pada kromatografi membawa zat terlarut melalui media hingga terpisah dari zat terlarut lainnya. Berdasarkan fasa gerak dan fasa diamnya kromatografi dibedakan menjadi: kromatografi cair-padat, cair-cair, gas-padat, dan gas-cair (Touchstone, 1992). Metode kromatografi yang sering digunakan untuk pemisahan antara lain : kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom, kromatografi cair vakum, dan kromatografi kolom cepat. Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode yang sering digunakan untuk menguji kemurnian suatu senyawa. KLT berupa lapisan tipis yang memiliki ketebalan sekitar 0,1-2 mm. Lapisan tipis tersebut tersusun atas fasa diam yang dilapiskan diatas pelat penyangga. Fasa diam yang digunakan

xxxi

19

pada umumnya adalah silika gel, alumina, selulosa, dan poliamida. Pelat penyangga dapat berupa kaca gelas, pelat polimer, dan pelat aluminium. Di antara fasa diam tersebut, yang banyak dipakai adalah silika gel. Fasa diam ini berfungsi sebagai penyerap. Sedangkan fasa gerak dalam KLT adalah eluen, biasanya berupa campuran pelarut tergantung dari sifat polaritas senyawa kimia yang akan dipisahkan (Gritter, 1991). Senyawa yang akan diuji dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, lalu ditotolkan pada pelat KLT menggunakan pipa kapiler. Setelah kering, pelat dimasukkan ke dalam bejana yang berisi eluen. Begitu proses elusi selesai, pelat KLT diambil dari bejana dan dikeringkan. Hasil kromatogram yang berupa bercak noda dapat dilihat dengan bantuan sinar UV atau direaksikan dengan pereaksi warna seperti cerium sulfat. Suatu senyawa dikatakan murni apabila hanya menampakkan satu noda dalam uji menggunakan tiga eluen yang berbeda. Data yang didapatkan berupa Rf yaitu faktor retardasi dengan perhitungan :

2. 8 Spektroskopi Metode spektroskopi digunakan dalam penentuan struktur molekul suatu senyawa organik. Spektroskopi merupakan ilmu yang mempelajari tentang antaraksi antara energi cahaya. Panjang gelombang dimana suatu senyawa organik dapat menyerap energi cahaya tergantung dari struktur senyawa tersebut. Karena itulah metode ini dapat digunakan untuk menentukan struktur suatu senyawa yang tidak diketahui (Fessenden, 1986). Spektroskopi yang sering digunakan untuk

xxxii

20

menentukan struktur suatu senyawa organik antara lain adalah spektroskopi UVVis, inframerah, Resonansi Magnetik Inti, dan spektroskopi massa. 2. 8. 1 Spektroskopi ultraviolet-visibel Spektroskopi UV-Vis adalah suatu metode yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya senyawa yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi. Prinsip dari spektroskopi ini adalah transisi elektron. Energi yang diserap oleh molekul senyawa akan menyebabkan elektron yang berada pada tingkat energi dasar mengalami eksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi (Fessenden, 1986). Absorbansi radiasi elektromagnetik pada daerah ultraviolet dan daerah sinar tampak sesuai dengan transisi molekul antara tingkat energi elektron pi dan elektron bebas. Pada daerah UV dengan panjang gelombang di bawah 200 nm, tidak nampak pita absorbansi. Pada daerah panjang gelombang 200-400 nm merupakan daerah dekat UV, senyawa tidak berwarna terukur pada panjang gelombang ini, sedangkan daerah sinar tampak ditunjukkan pada panjang gelombang 400-700 nm, senyawa yang berwarna terukur pada panjang gelombang ini (Iverson, 1998). Analisis calkon akan menghasilkan spektrum puncak pada daerah panjang gelombang 230-270 nm dan 340-390 nm (Markham,1981). 2. 8. 2 Spektroskopi inframerah Metode spektroskopi inframerah biasa digunakan untuk menentukan gugus-gugus fungsi yang terdapat pada suatu senyawa. Spektroskopi ini terjadi karena adanya radiasi inframerah yang diserap oleh molekul senyawa organik dan menyebabkan terjadinya vibrasi molekul. Vibrasi molekul terdiri dari dua tipe

xxxiii

21

yaitu vibrasi tekuk dan vibrasi ulur. Pada vibrasi ulur terjadi perubahan jarak yang semakin menjauh antar dua atom dalam molekul, sedangkan pada vibrasi tekuk terjadi perubahan sudut ikatan antara atom dalam molekul (Silverstein,1991). Untuk mengidentifikasi gugus-gugus fungsi pada suatu senyawa digunakan daerah dengan bilangan gelombang 4000-1600 cm-1. Daerah dengan bilangan gelombang tersebut disebut daerah gugus fungsi, sedangkan daerah dengan bilangan gelombang di bawah 1400 cm-1 disebut daerah sidik jari karena pada daerah ini banyak terjadi absorpsi uluran dan tekukan sehingga gugus fungsi tidak dapat diamati dengan cermat (Fessenden, 1986), tetapi pada daerah ini setiap senyawa organik memiliki resapan yang unik, sehingga dapat pula digunakan untuk membuktikan apakah senyawa yang mirip benar-benar merupakan senyawa yang sama. Radiasi yang diserap tiap molekul tidak sama, tergantung dari gugusgugus fungsi yang terdapat dalam senyawa tersebut. Misalnya gugus OH muncul pada daerah 3000-3700 cm-1 dengan pita yang melebar, gugus C=O akan menghasilkan pita tajam pada daerah 1600-1750 cm-1, (Fessenden, 1986). Analisis calkon akan menghasilkan spektrum dengan pita-pita pada dan lain sebagainya

bilangan gelombang 1600-1750 cm-1 kerena memiliki gugus karbonil, gugus C=C pada 1550-1650 cm-1, dan pada 3000-3300 cm-1 kerena memiliki gugus C-H aromatis (Fessenden,1986).

xxxiv

22

2. 8. 3 Spektroskopi resonansi magnetik inti Spektroskopi resonansi magnet inti (RMI) adalah suatu metode penentuan struktur molekul yang didasarkan pada penyerapan energi oleh partikel yang sedang berputar dalam medan magnet yang kuat. Jumlah dan tempat proton dalam molekul organik menentukan bentuk spektrum yang dihasilkan (Sudjadi, 1983). Spektroskopi ini meliputi dua jenis yaitu : spektroskopi RMI proton dan spektroskopi RMI karbon. RMI proton memberikan informasi mengenai atomatom hidrogen pada molekul organik, sedangkan RMI karbon memberikan informasi tentang struktur yang terkait dengan atom-atom karbon suatu senyawa (Fessenden, 1986). Salah satu kelebihan metode spektroskopi ini dibanding metode lainnya adalah cuplikan dapat diperoleh kembali, tidak mengalami perubahan setelah pengukuran, dan dapat digunakan lagi untuk pengukuran berikutnya (Harborne, 1987). 2. 8. 3. 1 Spektroskopi resonansi magnetik inti proton (H1-RMI) Spektrum RMI proton digunakan untuk menentukan struktur senyawa dengan mengukur momen magnet atom hidrogennya. Metode ini memberikan informasi tentang letak atom hidrogen pada molekul senyawa berdasarkan posisi sinyal, jumlah H lewat integrasi, dan interaksi kopling antar H yang bersebelahan melalui data multiplisitas. Spektrum ini tidak dapat memberikan keterangan langsung mengenai struktur karbon dari suatu senyawa (Harborne, 1987). Spektrum 1H-RMI sering terlihat di daerah 0-14 ppm.

xxxv

23

Spektrum 1H-RMI merupakan hasil rekaman sejumlah atom hidrogen yang berada dalam lingkungan kimia yang berlainan. Karena alasan itulah maka pelarut untuk pengukuran RMI ini harus inert dan tanpa proton. Oleh sebab itu, pengukuran spektroskopi RMI menggunakan pelarut seperti karbontetraklorida (CCl4), deuterokloroform (CDCl3), deuterium oksida (D2O), atau

dimetilsulfoksida terdeuterasi (Silverstein,1991). Analisis calkon akan menghasilkan spektrum pada 1H-RMI yang dapat diamati dari munculnya spektra pada daerah 9 ppm yang menunjukkan adanya gugus karbonil dan munculnya spektra pada daerah sekitar 7 ppm yang menandakan adanya gugus aromatis, selain itu juga munculnya spektra pada daerah 5-6 ppm yang menandakan adanya ikatan rangkap alkena. 2. 8. 3. 2 Spektroskopi resonansi magnetik inti karbon (13C-RMI) Spektrum 13C-RMI memberikan informasi mengenai jumlah atom C dalam senyawa, jenis atom C, serta jenis hibridisasi atom C berdasarkan nilai geseran kimia. Atom C yang memiliki lingkungan kimia yang berbeda akan menunjukkan geseran yang khas, misalnya atom karbon alifatis menunjukkan geseran antara 040 ppm, atom karbon aromatis pada 120-150 ppm, dan atom karbon keton pada 160-200 ppm (Harborne, 1987). Pelarut yang digunakan dalam pengukuran spektroskopi
13

C-RMI sama dengan yang digunakan dalam pengukuran

spektroskopi 1H-RMI. Spektrum yang dihasilkan spektroskopi ini dapat berupa spektrum dekopling proton yaitu sinyal yang muncul tidak mengalami penguraian karena C tidak terkopling dengan H sehingga tiap tipe atom karbon muncul sebagai singlet,

xxxvi

24 atau spektrum kopling proton yaitu sinyal yang muncul untuk tiap tipe karbon diuraikan oleh proton-proton yang terikat langsung dengan atom karbon tersebut. Tipe atom karbon pada spektrum kopling proton ini ada 4 macam yaitu: atom karbon primer CH3 memberikan sinyal kuartet, atom karbon CH2 memberikan sinyal triplet, atom karbon tersier CH memberikan sinyal doublet dan atom karbon kuartener C memberikan sinyal singlet (Fessenden, 1986). Analisis seyawa calkon menggunakan
13

C-RMI dapat diamati dari

munculnya sinyal karbon karbonil yang muncul di daerah sekitar 200 ppm, dan sinyal karbon aromatis akan muncul di daerah sekitar 120-150 ppm. 2. 8. 4 Spektroskopi massa (MS) Spektroskopi massa merupakan pemisahan dan pengukuran ion

berdasarkan rasio massa terhadap muatan (m/z). Metode ini berfungsi untuk menentukan pola fragmentasi dan berat molekul suatu senyawa. Kelebihan metode ini dibandingkan metode lainnya adalah sampel yang diperlukan untuk analisis hanya sedikit (Markham, 1988). Pada spektroskopi massa, terjadi tumbukan antar molekul suatu senyawa organik. Adanya elektron berenergi tinggi yang tidak stabil, menyebabkan sebuah elektron lepas dari molekul tersebut membentuk fragmen ion berupa radikal kation yang disebut ion molekuler (Watson, 1985). M + eM+ + 2e-

(ion molekuler) Pada spektrum massa akan tampak sederetan sinyal yang menunjukkan pecahan senyawa induk yang bermuatan. Puncak yang paling tajam

xxxvii

25

merupakan base peak. Base peak merupakan fragmen molekul yang paling stabil. Kebanyakan base peak merupakan puncak dari ion molekuler, meskipun tidak selalu seperti itu (Silverstein, 1991).

xxxviii

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari Juni 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga. Untuk uji spektroskopi UV-Vis dilakukan di Laboratorium Penelitian, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga. Untuk uji spektroskopi IR dilakukan di Laboratorium Instrumentasi, Departemen Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Surabaya. Uji spektroskopi RMI dilakukan di LIPI Bandung. Uji MS dilakukan di Laboratorium Institut Teknologi Bandung. Sedangkan untuk uji antibakteri dilakukan di Laboratorium Biokimia, Depertemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat penelitian Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pendingin refluks, labu leher tiga, hot plate, magnetic stirer, corong Buchner, Fischer John Melting Point Apparatus, neraca analitik, termometer, seperangkat alat KLT, dan alat-alat gelas yang biasa digunakan di Laboratorium Kimia Organik. Instrumen yang digunakan untuk identifikasi adalah spektrometer ultraviolet-visibel Shimadzu, spektrometer infra merah, spektrometer resonansi magnet inti (1H-RMI dan 13C-RMI) Bruker 400 MHz, dan spektrometer HRMS.

xxxix 26

27

Alat-alat yang digunakan untuk uji antibakteri adalah cawan petri, pinset, pengaduk, pembakar bunsen, mikroskop, autoclave, pipet tetes, pipet mikro, papan spot tes, oven, tabung kuvet, botol kultur 100 ml, paper disc, ose, dan jangka sorong. 3.2.2 Bahan penelitian Bahan-bahan yang digunakan untuk sintesis meliputi : bubuk vanilin, 2,5dimetoksibenzaldehid, N-metil piperidin-4-on, etanol, natrium hidroksida, kertas saring Whatman 40. Bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk uji kemurnian meliputi : pelarut organik seperti etil asetat, etanol, kloroform, dan n-heksana. Bahan-bahan yang digunakan untuk uji antibakteri meliputi : bakteri Escherichia coli dan bakteri Staphylococcus aureus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Saintek Universitas Airlangga, Nutrien Agar (NA), media uji Muller-Hinton Agar (MHA), alumunium foil, aquades, tissu, dan kapas.

3.3 Tahapan Penelitian 3.3.1 Penyiapan bahan Bubuk vanilin direkristalisasi dengan campuran metanol-air. Vanilin dilarutkan dengan metanol panas, kemudian setelah vanilin tepat larut, ditambahkan air sedikit demi sedikit hingga kristal terbentuk kembali. Kristal yang telah terbentuk kemudian disaring. Vanilin hasil rekristalisasi kemudian diuji kemurniannya dengan KLT dan menguji sifat fisiknya dengan mengukur titik lelehnya menggunakan Fischer John Melting Point Apparatus dengan mengamati

xl

28

saat kristal mulai meleleh sampai tepat meleleh semua dan juga dilakukan uji spektroskopi IR ( Harborne, 1987). 3.3.2 Sintesis calkon Sebanyak 6 mmol (0,9 gram) vanilin dilarutkan dengan etanol 90% sebanyak 10 ml kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat leher tiga yang pada masing-masing lehernya diberi termometer, refluks, dan corong tetes. Lalu ke dalamnya ditambahkan 3 mmol (0,34 gram) N-metil piperidin-4-on. Campuran didinginkan dan diaduk dengan stirer selama satu jam dan dijaga suhunya agar di bawah tetap 10C. Refluks dilakukan dengan penangas es. Apabila suhunya sudah di bawah 10C, NaOH 40% sebanyak 3 ml ditambahkan tetes demi tetes ke dalam campuran melalui corong tetes. Campuran tetap didinginkan selama satu jam dengan suhu sekitar 10C. Setelah satu jam, es diambil, dan campuran direfluks pada suhu kamar selama empat jam. Setelah empat jam, endapan yang terbentuk disaring menggunakan corong Buchner. Setelah disaring, senyawa yang tebentuk kemudian direkristalisasi dengan pelarut yang sesuai (Suwito, 2010). Dengan cara yang sama senyawa berikutnya (5) dapat disintesis dengan mengganti vanillin dengan 2,5-dimetoksibenzaldehid. 3.3.3 Uji kemurnian dengan KLT Untuk mengetahui kemurnian senyawa hasil sintesis, digunakan uji KLT. Pertama, senyawa hasil sintesis dilarutkan dengan pelarut yang sesuai. Kemudian sampel senyawa ditotolkan pada plat KLT menggunakan pipa kapiler. Plat KLT tersebut dielusi mengggunakan tiga macam eluen yang berbeda di dalam bejana. Setelah prosos elusi selesai, plat diangkat dari bejana dan dikeringkan. Setelah

xli

29

kering, noda pada plat KLT dilihat di bawah sinar UV. Senyawa dikatakan murni jika hanya menampakkan satu noda dengan tiga sistem eluen yang berbeda. 3. 3. 4 Uji sifat fisik Senyawa hasil sintesis diukur titik lelehnya dengan menggunakan Fischer John Melting Point Apparatus. Senyawa ditempatkan pada plat yang tersedia pada alat, kemudian diatur temperaturnya, Lalu mengamati temperatur saat kristal mulai meleleh sampai tepat meleleh sempurna. Senyawa dikatakan murni apabila renyang suhu dari mulai meleleh hingga meleleh sempurna lebih kecil atau sama dengan 2C. 3. 3. 5 Uji spektroskopi 3.3.5.1 Uji UV-Vis Melarutkan senyawa hasil sintesis dengan etanol. Kemudian mengukur panjang gelombang maksimumnya dengan spektrofotometer UV-Vis. 3.3.5.2 Uji spektroskopi IR Senyawa hasil sintesis digerus bersama dengan KBr sebanyak 10-100 mg lalu dicetak menggunakan alat hidrolik membentuk pelet. Pelet lalu diukur vibrasinya pada bilangan gelombang 4000-650 cm-1. 3.3.5.3 Uji spektroskopi RMI Senyawa hasil sintesis dilarutkan terlebih dulu menggunakan pelarut CDCl3, lalu spektrum proton RMI diukur pada pergeseran 0-14 ppm, sedangkan spektrum karbon RMI diukur pada pergeseran 0-200 ppm.

xlii

30

3.3.5.4 Uji spektroskopi MS Sampel senyawa hasil sintesis dilarutkan terlebih dulu, kemudian dianalisis menggunakan HRMS. Spektrum yang dihasilkan memberikan informasi tentang pola fragmentasi dan berat molekul senyawa. 3.3.6 Uji aktivitas antibakteri 3.3.6.1 Pembuatan larutan uji Senyawa murni hasil sintesis dilarutkan dengan pelarut yang sesuai hingga diperoleh konsentrasi larutan 1000 ppm. Kemudian dibuat variasi konsentrasinya sebesar 25, 50, 75, 100, 200, 300, 400, dan 500 ppm. 3.3.6.2 Pembuatan media tumbuh untuk peremajaan bakteri Media pertumbuhan Nutrient Agar (NA) dibuat sebanyak 2 gram yang dilarutkan pada 100 ml akuades. Media tersebut kemudian disterilisasi menggunakan autoclave selama 45 menit. Setelah itu didiamkan hingga memadat. Setelah media NA memadat, bakteri digoreskan pada permukaan media menggunakan kawat ose steril. Kemudian biakan tersebut diinkubasi pada suhu 37C. 3.3.6.3 Metode difusi cakram Suspensi bakteri uji (dibuat dengan Optical Density (OD) 0,1 pada panjang gelombang 625 nm) sebanyak 10 ml diletakkan dalam cawan petri lalu dituangkan 15 ml media MHA yang sudah disterilisasi. Setelah media uji tersebut memadat, pada permukaan agar MHA, diletakkan paper disk steril diameter 5 mm dengan jarak antarkertas berjauhan. Kemudian pada kertas cakram tersebut diinjeksikan masing-masing sebanyak 10 L senyawa hasil sintesis yang sebelumnya

xliii

31

dilarutkan terlebih dahulu dengan pelarut yang sesuai. Injeksi larutan senyawa hasil sintesis dilakukan pada beberapa cawan dengan variasi konsentrasi 25, 50, 75, 100, 200, 300, 400, dan 500 ppm. Sebagai kontrol positif digunakan antibiotik tetrasiklin. Adanya aktivitas antibakteri ditunjukkan dengan terbentuknya daerah penghambatan di sekitar paper disc setelah diinkubasi selama 24 - 48 jam pada suhu ruang (Zonby and Starzky, 1986 ; Bailey and Scott, 2002). Diameter daerah penghambatan tersebut diukur dengan menggunakan jangka sorong.

xliv

32

3.4 Diagram Alir Penelitian

Penyiapan bahan

Sintesis senyawa target (4)

Sintesis senyawa target (5)

Uji Kemurnian dengan KLT

Uji sifat fisik titik leleh Senyawa murni

Uji Spektroskopi

UV-Vis

IR

RMI

MS

Uji antibakteri

xlv

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Menguji Kemurnian Vanilin Vanilin yang digunakan dalam sintesis senyawa ini adalah vanilin yang beredar di pasaran. Untuk menghilangkan pengotor-pengotor di dalamnya, dilakukan rekristalisasi menggunakan pelarut etanol-air. Kemudian untuk mengetahui kemurnian vanilin yang telah direkristalisasi, dilakukan uji kemurnian menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dan uji titik leleh. Hasil KLT dengan tiga macam sistem eluen menunjukkan satu noda. Data Rf tertera pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Harga Rf vanilin dengan tiga sistem eluen Eluen n-heksana : Etil Asetat 7:3 n- heksana : Etil Asetat 5:5 n-heksana : Etil Asetat 3:7 Rf 0,78 0,51 0,37

Titik leleh senyawa hasil sintesis diamati dengan alat Fisher John Melting Point Aparatus adalah sebesar 81-83C. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa vanilin tersebut sudah murni. Selain menguji KLT dan titik leleh, dilakukan juga uji spektroskopi infra merah (spektrum IR vanilin ditampilkan pada Lampiran 1). Pita yang muncul pada bilangan gelombang 3175,5 cm -1 merupakan pita ulur OH. Untuk Vibrasi ulur C-O-C pada gugus metoksi (O-CH3) vanilin muncul dengan intensitas kuat pada bilangan gelombang 1159 cm-1 . Pita serapan untuk vibrasi

33 xlvi

34

ulur karbonil muncul pada bilangan gelombang 1670 cm

-1

. Sedangkan absorpsi

untuk vibrasi ikatan C=C yang khas pada aril muncul sebagai deretan empat pita pada bilangan gelombang antara 1511, 1458, 1428, dam 1379 cm-1.

4.2 Sintesis Calkon Hal pertama yang dilakukan pada sintesis ini adalah melarutkan vanilin pada etanol. Kemudian menambahkan berturut-turut n-metil piperidin-4-on dan NaOH 40%. Penambahan basa kuat ini dilakukan di akhir untuk meminimalkan terjadinya reaksi samping yang mungkin terjadi dan bertujuan untuk membentuk ion enolat. Reaksi ini berlangsung selama satu jam pada suhu di bawah 10C dan dilanjutkan selama empat jam pada suhu kamar. Produk akhir yang terbentuk adalah endapan berwarna kuning kecoklatan, dan apabila dibiarkan, lama kelamaan warna endapannya menjadi kehitaman. Selanjutnya dilakukan uji kemurnian menggunakan KLT dan uji titik leleh. Endapan yang terbentuk diuji titik lelehnya menggunakan Fisher John Melting Point Aparatus dan didapat titik leleh lebih dari 400C. Hasil KLT menunjukkan harga Rf yang sama dengan vanilin, sehingga diduga produk yang terbentuk masih mengandung vanilin. Sintesis ini kemudian diulang sebanyak dua kali, dilanjutkan dengan penggantian bahan dasar berupa vanilin murni, tetapi hasil yang didapat tetap sama. Produk yang terbentuk tersebut kemudian diuji spektroskopi masa (spektrum MS senyawa (4) tertera pada Lampiran 2). Berat molekul senyawa dapat diketahui dari puncak ion molekul pada spektrum. Hasil spektrum MS produk, menunjukkan puncak ion molekul sebesar 469,0 m/z. Berdasarkan

xlvii

35

spektrum tersebut, menunjukkan bahwa produk hasil sintesis ini bukanlah senyawa target yang diinginkan karena berat molekul senyawa target yang seharusnya adalah 381, sedangkan pada kenyataannya tidak menunjukkan demikian. Tidak terbentuknya senyawa target yang diharapkan ini diduga karena penggunaan 4-hidroksi-3-metoksi benzaldehid atau vanilin sebagai salah satu pereaksi. Keasaman hidrogen pada gugus OH pada vanilin dianggap sebagai pengganggu dalam reaksi kondensasi aldol ini, sehingga senyawa target tidak dapat terbentuk (Sastrohamidjojo dan Pranowo, 2009). Oleh karena itu, penggunaan vanilin pada reaksi kondensasi aldol silang ini digantikan dengan 2,5dimetoksi benzaldehid (10). Tanpa adanya gugus OH, diharapkan senyawa

target dapat terbentuk dengan mudah. Berikut ini adalah struktur senyawa 2,5dimetoksi benzaldehid.
OMe O

OMe

(10) Dengan cara yang sama, senyawa 2,5-dimetoksi benzaldehid direaksikan dengan N-metil piperidin-4-on dalam suasana basa, dengan perbandingan mol 2:1. Endapan yang dihasilkan berwarna kuning muda kemudian direkristalisasi menggunakan pelarut etanol-air menghasilkan kristal berbentuk jarum.

xlviii

36

Senyawa hasil sintesis diuji kemurniannya menggunakan kromatografi lapis tipis dengan tiga macam eluen yang berbeda yang menunjukkan satu noda. Harga Rf tertera pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Harga Rf senyawa calkon (5) dengan tiga sistem eluen Eluen n- heksana : Etil Asetat 7:3 n- heksana : Etil Asetat 8:2 n-heksana : Aseton 8:2 Rf 0,11 0,14 0,26

Kristal yang terbentuk juga diuji titik lelehnya menggunakan Fisher John Melting Point Aparatus dan diperoleh titik leleh sebesar 136-138C. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa senyawa calkon hasil sintesis berbahan dasar 2,5-dimetoksi benzaldehid telah murni. Senyawa hasil sintesis (5) memiliki berat sebesar 1,02 gram (dengan rendemen sebesar 83,129 %).

4. 3 Analisis Spektroskopi 4.3.1 Analisis spektroskopi UV-Vis Senyawa target yang terbentuk diuji spektroskopi UV-Vis dengan rentang panjang gelombang 200-400 nm (spektrum UV-Vis senyawa (5) dapat dilihat pada Lampiran 3). Senyawa target dilarutkan terlebih dahulu dengan klorofom, lalu diukur absorbansinya. Puncak yang muncul adalah pada panjang gelombang 279 nm, 309 nm, dan 380 nm. Pada panjang gelombang 380 nm diduga merupakan daerah serapan gugus karbonil - takjenuh ditambah perpanjangan

xlix

37

ikatan rangkap dan substituen yang terikat. Sedangkan pada panjang gelombang 279 dan 309 diduga merupakan daerah serapan untuk gugus diena terkonjugasi (fenil) ditambah perpanjangan ikatan rangkap dan substituen yang terikat. Pada literatur, analisis calkon akan menghasilkan spektrum puncak pada daerah

panjang gelombang 230-280 nm dan 340-390 nm (Markham,1981). 4.3.2 Analisis spektroskopi inframerah Senyawa hasil sintesis diuji spektroskopi infra merah menggunakan pellet KBr. Spektra infra merah senyawa hasil sintesis (5) tertera pada Lampiran 4. Gugus-gugus fungsi senyawa tersebut keluar sebagai pita-pita serapan pada bilangan gelombang tertentu yang spesifik. Vibrasi ulur C=O dari senyawa hasil sintesis muncul pada bilangan gelombang 1665 cm -1. Absorpsi untuk vibrasi ikatan C=C yang khas pada aril muncul sebagai deretan empat pita pada bilangan gelombang antara 1603-1487 cm-1. Selanjutnya untuk vibrasi ulur C-H pada aril muncul pita serapan dengan intensitas lemah pada bilangan gelombang 3000 cm-1. Vibrasi tekuk ikatan =C-H pada molekul target memunculkan pita pada bilangan gelombang 916,5 cm-1. Sedangkan vibrasi ulur C-O-C gugus metoksi (O-CH3) pada senyawa target muncul dengan intensitas kuat pada bilangan gelombang 1171 cm-1 . 4.3.3 Analisis spektroskopi masa Senyawa target baru yang terbentuk dianalisis menggunakan spektroskopi masa (spektrum MS senyawa hasil sintesis (5) tertera pada Lampiran 5). Analisis ini digunakan untuk mengetahui berat molekul dari senyawa target. Berdasarkan hasil spektrum MS [M+H]+ , didapatkan puncak ion molekul sebesar 410 m/z.

38

Dengan demikian dapat diprediksi bahwa senyawa target memiliki berat molekul sebesar 409. 4.3.4 Analisis spektroskopi resonansi magnetik inti Spektrum RMI proton menunjukkan 8 sinyal yang muncul pada pergeseran kimia 2,3 ; 3,6; 3,78; 3,79; 6,75; 6,83; 6,87; dan 7,99 ppm (spektrum tertera pada Lampiran 6). Proton pada gugus karbonil ,-tak jenuh muncul pada pergeseran kimia 7,99 (2H, s). Sinyal ini memiliki integrasi 2H sehingga diperkirakan pada pergeseran kimia tersebut terdapat dua buah proton yang identik (berada pada lingkungan kimia yang sama). Sinyal ini muncul pada pergeseran kimia yang paling deshielding sebab kerapatan elektron pada posisi menjadi lebih kecil akibat adanya resonansi. Pada gugus aromatis masing-masing terdapat tiga buah proton yang terdistribusi pada pergeseran kimia (ppm): 6,75 (2H, d, J3=3,25); 6,83 (2H, d, J2=9,1); dan 6,87 (2H, dd, J3=3,25, J2=9,1) . Masing-masing sinyal muncul dengan integrasi 2H sehingga senyawa target diprediksi memiliki dua buah gugus aromatis yang identik. Dari sinyal-sinyal tersebut dapat disimpulkan bahwa senyawa ini memiliki dua unit aromatis yang identik seperti pada Gambar 4.1 :
Ha

Hb

Hc

Gambar 4.1 Unit aromatis senyawa target Adanya gugus metoksi (-OCH3) ditandai dengan munculnya sinyal pada pergeseran kimia 3,79 (6H, s) dan 3,78 (6H, s). Kedua sinyal ini muncul dengan intensitas tinggi dan masing-masing memiliki integrasi 6H, yang mengindikasikan

li

39

bahwa

adanya

dua

buah

gugus

metoksi

yang

identik.

Sinyal

yang

mengindikasikan adanya gugus N-CH3 muncul pada pergeseran kimia 2,37 ppm (3H, s). Sedangkan unit CH2 pada gugus N-metil piperidin-4-on ditandai dengan munculnya sinyal pada pergeseran kimia 3,65 ppm (4H,s). Sinyal ini memiliki intensitas tinggi dan menunjukkan jumlah proton dua kali lipatnya, sehingga diperkirakan terdapat dua metilen yang identik. Berdasarkan spektrum RMI proton senyawa hasil sintesis, diperkirakan memiliki struktur sebagai berikut :
3,79
H3C O

3,79 7,99
H O

7,99
H

CH 3 O

6,83
H

6,83
H

3,65
N

3,65

6,87
O H3C

6,7

6,7
O

6,87

C H

3,79

2,37

2,37

CH 3

2,37

3,79

Gambar 4.2 Prediksi struktur senyawa berdasarkan spektrum RMI proton Spektrum RMI karbon terdapat 12 sinyal yang muncul pada masingmasing pergeseran kimia 45,72; 55,79; 56,23; 57,18; 111,9; 114,9; 116,49; 125,36, 132,56; 133,46; 153,0; dan 186,97 ppm. Total atom karbon yang teridentifikasi adalah 24 buah dengan rincian : 9 buah atom C kuartener, 8 buah C tersier, 2 buah atom C sekunder, dan 5 buah atom C primer. Atom C kuartener pada karbonil muncul pada pergeseran kimia yang paling deshielding yaitu 186,97 ppm. Sedangkan atom C kuartener pada gugus aromatis yang mengikat metoksi muncul pada pergeseran kimia 153,0 ppm dengan intensitas tinggi. Hal itu menunjukkan bahwa pada pergeseran kimia tersebut muncul 4 buah atom C yang

lii

40

hampir identik. Untuk atom C kuartener pada posisi terhadap karbonil muncul pada pergeseran kimia 132,56 ppm dengan integrasi menunjukkan adanya dua atom karbon yang identik. Sedangkan untuk atom C tersier pada posisi terhadap karbonil muncul lebih deshielding pada pergeseran kimia 133,46 ppm. Sinyal yang muncul pada pergeseran kimia 111,9; 114,9; dan 116,49 ppm merupakan atom C tersier penyusun aromatis. Ketiga sinyal tersebut memiliki integrasi yang menunjukkan munculnya dua atom karbon yang identik pada tiap pergeseran kimia. Sedangkan sinyal yang mengindikasikan keberadaan C primer pada 4 buah substituen metoksi (-OCH3) muncul pada pergeseran kimia hampir berdekatan yaitu 57,18 dan 56,23 ppm. Pada pergeseran kimia 55,97 muncul sinyal yang mengindikasikan adanya C sekunder (CH2-N-CH2). Sedangkan pada pergeseran kimia yang paling shielding yaitu 45,72 ppm menunjukkan atom C primer pada N-CH3. Berdasarkan spektrum RMI karbon senyawa hasil sintesis, diperkirakan memiliki struktur sebagai berikut :
57,18
H3C O O O

57,18
CH 3

153,0
C

133,47
C C

133,47
C C

153,0
C C 116,49 C 114,90

116,49 C 114,90 C
C

125.36 111,90
C

186,97 C C 132,56 132,56 55,97


C

125.36 111,90
C

55,97

153,0
O

153,0
O CH 3

56,23

H3C

45,72

CH 3

56,23

Gambar 4.3 Prediksi struktur senyawa berdasarkan spektrum RMI karbon

liii

41

4.4 Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa hasil sintesis kemudian diuji aktivitas antibakterinya terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan metode difusi menggunakan kertas cakram. Pada metode difusi dengan kertas cakram hanya didapatkan data kualitatif saja, yaitu ada atau tidaknya aktivitas antibakteri pada senyawa hasil sintesis. Senyawa hasil sintesis diuji aktivitas antibakterinya terhadap

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan 8 variasi konsentrasi yaitu 25, 50, 75, 100, 200, 300, 400, dan 500 ppm. Larutan uji masing-masing diteteskan pada kertas cakram sebanyak 10 L. Kertas cakram diletakkan pada media padat Mueller Hinton Agar (MHA) yang telah diberi suspensi bakteri. Sebagai kontrol negatif digunakan pelarut larutan uji DMSO 5% untuk memastikan bahwa pelarut yang digunakan untuk mengencerkan senyawa uji tidak mempengaruhi aktivitas antibakteri. Sedangkan sebagai kontrol positif digunakan tetrasiklin yang dibuat dengan konsentrasi sama seperti larutan senyawa uji. Hal ini untuk membandingkan zona hambat senyawa uji. Tetrasiklin dipilih karena memiliki gugus karbonil ,-tak jenuh pada strukturnya. Berikut ini adalah struktur tetrasiklin.

Gambar 4.4 Struktur senyawa tetrasiklin

liv

42

Pengamatan dilakukan setelah waktu inkubasi selama 48 jam. Ada atau tidaknya aktivitas antibakteri dapat dilihat dari daerah bening di sekitar kertas cakram. Daerah bening tersebut merupakan zona yang pertumbuhan bakterinya telah dihambat oleh senyawa uji. Hasil pengukuran zona hambat senyawa hasil sintesis terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dapat dilihat pada tabel yang tertera pada Lampiran 7. Dari data yang tertera pada tabel, menunjukkan bahwa pada bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli yang menunjukkan daerah hambat paling besar adalah pada konsentrasi 500 ppm. Jumlah atau konsentrasi zat antimikroba sangat menentukan kehidupan mikroba yang terpapar. Jadi semakin tinggi konsentrasi senyawa antimikroba, sel-sel mikroba yang terbunuh makin banyak, sehingga semakin besar pula diameter daerah hambat di sekeliling kertas cakram (Faradiani, 2010). Berikut ini adalah grafik zona hambat bakteri terhadap konsentrasi larutan uji.

Gambar 4.5 Grafik zona hambat bakteri Staphylococcus aureus lv

43

Gambar 4.6 Grafik zona hambat bakteri Escherichia coli Dari grafik terlihat bahwa diameter daerah hambat pada bakteri Staphylococcus aureus tidak mengalami peningkatan yang signifikan seiring dengan meningkatnya konsentrasi. Berbeda dengan Escherichia coli yang mengalami peningkatan cukup signifikan seiring dengan meningkatnya

konsentrasi. Hal ini dapat dipengaruhi oleh perbedaan struktur penyusun dinding sel kedua bakteri tersebut. Staphylococcus aureus merupakan kelompok bakteri gram positif yang memiliki dinding sel lebih tebal yaitu 15-80 nm yang tersusun atas peptidoglikan dengan ketebalan 40-50%. Sedangkan Escherichia coli termasuk dalam kelompok bakteri gram negatif hanya memiliki ketebalan dinding sel 10-15 nm dengan ketebalan peptidoglikan 5%. (Pelczar dan Chan, 1988). Struktur dinding sel bakteri gram positif yang tebal dan mampat ini diduga mempengaruhi interaksi senyawa dengan sel sehingga menyebabkan

Staphylococcus aureus lebih kebal dibandingkan dengan Escherichia coli.

lvi

44

Kemampuan senyawa uji dalam menghambat pertumbuhan bakteri juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah permeabilitas sel. Fessenden and Fessenden (1986) mengatakan bahwa membran sel merupakan membran yang terbentuk dari protein yang tertanam dan menyatu dengan suatu lapisan rangkap (bilayer) molekul-molekul fosfogliserida dengan ujung

hidrofobiknya yang menghadap ke dalam dan ujung hidrofiliknya yang menghadap keluar. Suatu senyawa yang bersifat polar akan sulit menembus membran sel ini. Misalkan suatu senyawa antibakteri yang sangat berpotensi ternyata hanya menghasilkan diameter daerah hambat kecil, semata-mata dikarenakan ketidakmampuannya berdifusi ke dalam membran sel tersebut (Rositasari, 2011).

lvii

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Senyawa 3,5-bis-(4-hidroksi-3-metoksibenzilidin)-1-metilpiperidin-4-on

tidak dapat disintesis dari vanilin dan 1-metil-piperidin-4-on. 2. Senyawa 3,5-bis-(2,5-dimetoksibenzilidin)-1-metilpiperidin-4-on dapat

disintesis dari bahan dasar 2,5-dimetoksibenzaldehid dan 1-metilpiperidin-4-on. 3. Senyawa target memiliki bioaktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

5.2 Saran 1. Perlu dilakukan identifikasi sifat bahan dasar sebelum melakukan sintesis untuk meminimalkan terjadinya kesalahan pada proses sintesis. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang aktivitas senyawa target sebagai antibakteri agar dapat diketahui nilai MIC (Minimum Inhibit Concentration) terhadap bakteri gram positif dan negatif.

45 lviii

DAFTAR PUSTAKA

Bailey, W. R., and Scott, E. G., 2002, Diagnotic Microbiology, 11th Ed, The CV Mosby Company, Saint Louis. Chen, Z. H., Zheng, C. J., Sun, L. P., Piao, H. R., 2010, Synthesis of new chalcone derivatives containing a rhodanine-3-acetic acid moiety with potential anti-bacterial activity, European J.Med.Chem vol 45, p : 5739-5743. Elliot, T., Worhhington, T., Osman, H., Gill, M., 2007, Medical Microbiology & Infection, 4th Ed, Blackwell Publishing Inc, Victoria. Faradiani, N. A., 2010, Isolasi, Identifikasi, Senyawa Fenolik Rimpang Jahe Merah Alpinia purpurata dan Uji Aktivita Antibakteri , Skripsi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Fessenden, R. J., and Fessenden, J. S., 1986, Kimia Organik, Edisi Ketiga, Terjemahan oleh A.H. Pudjaatmaka, Erlangga, Jakarta. Gritter, R.J., Robbit, J.M., dan Schwarting, A.F., 1991, Pengantar Kromatografi, Edisi Kedua, Terjemahan oleh K. Padmawinata, ITB, Bandung. Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia, Penentuan Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Terjemahan oleh K. Padmawinata dan Iwang Soediro, Terbitan ke-2, ITB, Bandung Hart. H., Craine. L., Hart. D., 2003 Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat, edisi kesebelas, Jakarta, Erlangga. Iverson L., 1998, Study Guide and Problem Book Organic Chemistry , 2nd Ed, Saunders College, New York. Jawetz, E., Melnick, J.L., and Adelberg, E.A., 1982, Review of Mirobiology, Lange Medical Publication, California. Medical

Liu, X.L., Xu Y.J., Go M.L., 2007, Functionalized chalcones with basic functionalities have antibacterial activity againts drug sensitive Staphylococcus aureus, J. Med. Chem vol 43, p : 1681-1687. Markham, K. R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flafonoid, Terjemahan oleh K. Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung. Mokle, S. S., Khansole, S. V., Patil, R. B., Vibhute, Y. B., 2010, Synthesis and Antibacterial Activity of Some New Chalcones and Flavones Having 2Chloro-8-Metoxhyquinolinyl Moiety, Int J. Pharm & Bio Sci vol 1(1), p : 1-7. 46 lix

47

Mulja, M. H., dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, Airlangga University Press, Surabaya. Mulyati, S. E., 2009, Uji Aktivitas Antibakteri Etil Asetat Daun Ceremai Phyllanthus acidus L. terhadap S.aureus dan E.coli dan Bioautografinya, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Patil, C. B., Mahajan, S. K., Katti, S. A., 2009, Chalcone: A Versatile Molecule, J.Pharm Sci & Res vol 1(3), p : 11-22. Pelczar, M.J., dan Chan, E.S.C., 1988, Dasar-dasar Mikrobiologi, Jilid 1, UIPress, Jakarta. Prasad, Y.R., P. Rao, A.L., Rambabu, R., , 2008, Synthesis and Antimicrobial Activity of Some Chalcone Derivatives, Int. J. Pharm Sci vol 5(3), p: 461-466. Rahayu, H. A., 2005, Studi Hubungan Kuantitatif Sifat Kimia Fisika dengan Aktivitas Antibakteri Turunan N-Benzoil Sefaleksin (Parameter Sifat Lipofilik f Rekker, Elektronik Op Hammet dan Sterik B, Sterimol Verloop terhadap Staphylococcus aureus ATCC29293), Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Surabaya. Rositasari, D., 2010, Sintesis Karakterisasi Senyawa Koordinasi Zn(II)-kurkumin dan Uji Aktivitas Antibakteri terhadap Staphylococcus aureus , Skripsi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Sastrohamidjojo, H., dan Pranowo, H.D., 2009, Sintesis Senyawa Organik, Erlangga, Jakarta. Shriner, R. L., Hermann, C. K. F., Morril, T. C., Curtin, D. Y., Fuson, R. C., 1998, The Systematic Identification of Organic Compound, 7 th Ed, John Wiley and Sons, inc., New York Silverstein, R.M., Bassler, G.C., and Morill, T.C., 1991, Spectrometri Identification of Organic Compounds, 5th Ed, John Willey and Sons, inc., New York. Sudjadi, 1983, Penentuan Struktur Senyawa Organik, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta. Suwito, H., Puspaningsih, N. N. T., 2010, Calkon Teranulasi Onkoprotein MDM2 pada Terapi Antikanker, Laporan Hibah Penelitian Strategi Nasional, Unair. Touchstone, J. C., 1992, Practice of Thin Layer Chromatography, 3rd Ed, John Willey and Sons, inc., New York. lx

48

Usman, H., Jalaludin, M. N., Harlim, T., Hakim E. H., Achmad, S. A., Syah, Y. M., Latip, J., Said, I. M., 2006, Senyawa Kalkon Baru Bersifat Antibakteri dari Tumbuhan Cryptocarya costata , J.MIPA vol 16(1), p : 37-40. Watson, J., 1985, Introduction to Mass Spectrometry, 2nd Ed, Raven Press, New York. Warren, S., 1995, Periptaan Sintesis Organik, Terjemahan Reksohadiprodjo, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. oleh S.

Zonby, J. G., Starzyk, M. J., 1986, Screening Method for Recovery of MethicillinResistant Staphylococcus aureus from Primary Plates, J. Clin. Microbiol vol 24(2), p : 186-188.

lxi

LAMPIRAN Lampiran 1 Spektrum IR Vanilin

lxii

Lampiran 2 Spektrum MS Senyawa (4)

lxiii

Lampiran 3 Spektrum UV-Vis Senyawa (5)

lxiv

Lampiran 4 Spektrum Inframerah Senyawa (5)

lxv

Lampiran 5 Spektrum MS Senyawa (5)

lxvi

Lampiran 6 Spektra RMI Proton dan Karbon Senyawa (5)

lxvii

lxviii

Lampiran 7 Diameter Zona Hambat Senyawa Uji terhadap Staphylococcus aureus

No.

Senyawa Uji (ppm)

Diameter daerah hambat (mm) Replikasi I 5,4 5,1 5,2 5,4 5,1 5,2 6,5 6,5 5,0 7,3 Replikasi II 5,3 5,2 5,5 5,5 5,4 5,5 5,6 5,69 5,0 7,07 Replikasi III 5,4 5,4 5,4 5,5 5,2 5,1 5,5 5,59 5,0 6,4

Rata-rata

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

25 50 75 100 200 300 400 500 Kontrol(-) Kontrol(+) 100 ppm

5,36 5,23 5,36 5,46 5,23 5,26 5,86 5,93 5,0 6,92

11.

Kontrol(+) 500 ppm

11,4

12,2

11,3

11,63

lxix

Lampiran 8 Diameter Zona Hambat Senyawa Uji terhadap Escherichia coli

No.

Senyawa Uji (ppm)

Diameter daerah hambat (mm) Replikasi I 5,3 6,3 7,1 7,3 7,4 8,3 8,3 8,4 5,0 7,5 Replikasi II 6,5 6,3 6,4 7,4 7,15 7,35 8,25 8,1 5,0 7,2 Replikasi III 5,3 6,1 7,1 7,2 6,35 7,45 8,3 8,4 5,0 7,4

Rata-rata

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

25 50 75 100 200 300 400 500 Kontrol (-) Kontrol(+) 100 ppm

5,7 6,23 6,86 7,3 6,96 7,7 8,28 8,3 5,0 7,36

11.

Kontrol(+) 500 ppm

9,15

9,1

9,4

9,22

lxx

Anda mungkin juga menyukai