Anda di halaman 1dari 53

S1-7B

TEKNIK EVALUASI
BIOAKTIVITAS
“ANTI INFLAMASI”

DOSEN PENGAMPU : Apt. Novia Sinata, M.Si


KELOMPOK 4
Nanang 2201248

Rinda Yunelva 2001074

Rizki Abi Rahman 2001075

Rizsari Ningsih 2201250

Salsabila 2001076

Salsabila Alhamdania Balqis 2001077

Santri Zia Muna 2001078

Sella Hilmalia 2001079

Sherly Rahmawati Bayu 2001080

Silvia Sumbarita 2001081


SUB MATERI

01 Anti Inflamasi Teb Anti Inflamasi


04 Secara In Silico

Teb Anti Inflamasi


02 Secara In Vitro

05 REVIEW JURNAL
Teb Anti Inflamasi
03 Secara In Vivo
01
ANTI INFLAMASI
DEFINISI
Inflamasi adalah reaksi sistemik Menurut waktu terjadinya, inflamasi
atau lokal dari jaringan dan dibagi menjadi 2 yaitu:
mikrosirkulasi terhadap gangguan ● Inflamasi akut
patogen. Respon inflamasi disebabkan oleh rangsangan sesaat atau
bertujuan untuk melokalisasi dan mendadak (akut).
● inflamasi kronis
mengeliminasi sel-sel yang
disebabkan oleh luka yang berlangsung
terinfeksi, partikel asing,
beberapa minggu, bulan, atau bersifat
mikroorganisme, dan antigen menetap dan merupakan kelanjutan dari
sehingga jaringan dapat kembali inflamasi akut (Sander, 2003).
pada struktur dan fungsi normal
(Rubin & Reisner, 2001).
TANDA-TANDA INFLAMASI DAN OBAT
ANTI INFLAMASI
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat
Tanda-tanda klinis inflamasi antiinflamasi terbagi ke dalam golongan :
berupa: ● Antiinflamasi Steroid
● Rubor (kemerahan) Termasuk golongan obat ini adalah:
● Kalor (panas) prednison,hidrokortison,deksametason, dan
● Dolor (nyeri) betametason (Katzung, 2006).
● Tumor (pembengkakan)
● Antiinflamasi Non Steroid
● Function laesa (kehilangan
Termasuk golongan obat ini adalah : aspirin,
fungsi) (freire & dyke,
ibuprofen, indometasin, diklofenak,
2013). fenilbutazon, dan pirosikam (Katzung, 2006).
02
TEB ANTI INFLAMASI
SECARA IN VITRO
TEB ANTI INFLAMASI SECARA IN VITRO
1. Uji Aktivitas Enzim 2. Stabilisasi sel darah merah
Siklooksigenase-2 (COX2)

metode penghambatan aktivitas Metode ini digunakan karena sel darah merah mirip
enzim COX2 terhadap pembentukan dengan membran lisosom yang dapat mempengaruhi
asam arakidonat dengan proses inflamasi, sehingga jika kestabilan sel darah
menggunakan COX2 inhibitor merah terjaga maka stabilisasi membran lisosom juga
screening assay. Kit yang digunakan akan terjaga. Hal ini ditunjukan melalui stabilisasinya
terdiri atas larutan COX Assay Buffer, terhadap sel darah merah yang di induksi dengan
COX Probe (dalam DMSO), substrat
larutan hipotonik sehingga tidak terjadi lisis pada sel
asam arakidonat, COX Cofactor
(dalam DMSO),NaOH, dan COX2 dan mencegah lepasnya hemoglobin (Hb) (Arifah,
Human Recombinant. 2017).
TEB ANTI INFLAMASI SECARA IN VITRO

3. Denaturasi protein

Pengujian secara in-vitro pengaruh pemanasan terhadap anti-denaturasi Bovine


Serum Albumin, dapat digunakan untuk mendeteksi adanya senyawa anti-inflamasi. Hal ini
dikarenakan metode pengujian denaturasi protein merupakan metode yang layak dan
sederhana untuk menilai potensial obat anti-inflamasi . Denaturasi protein adalah sebuah
proses dimana protein kehilangan struktur sekunder dan tersiernya yang disebabkan oleh
rangsangan eksternal seperti asam kuat atau basa kuat, garam anorganik, pelarut organik,
dan juga pemanasan. Denaturasi albumin bertindak sebagai antigen yang terlibat pada
reaksi imun, salah satunya yaitu pada rematoid artritis. Suatu agen yang dapat menghambat
denaturasi albumin atau menstabilkan albumin >20%, maka dapat dipertimbangkan
mempunyai sifat anti-inflamasi (Bailey-shaw et al., 2017).
03
TEB ANTI INFLAMASI
SECARA IN VIVO
TEB ANTI INFLAMASI SECARA IN VIVO
1. Uji eritema

Tanda paling awal dari reaksi inflamasi di kulit adalah kemerahan (eritema)
yang berhubungan dengan vasodilatasi, dimana belum disertai eksudasi
plasma dan udema. Pada marmot albino reaksi eritema terlihat dua jam
setelah penyinaran UV pada kulit yang telah dicukur. Uji eritema yang
disebabkan UV dapat digunakan untuk mengukur fase vasodilatasi pada
reaksi inflamasi. Prinsip pada uji eritema adalah dengan melihat ada atau
tidaknya efek eritema yang timbul.

Alat yang digunakan adalah patch test.


TEB ANTI INFLAMASI SECARA IN VIVO

2. Radang telapak kaki belakang

Diantara banyak metode yang digunakan untuk skrining obat anti-


inflamasi, satu dari teknik yang paling umum digunakan didasarkan pada
kemampuan beberapa bahan uji untuk menghambat produksi udema kaki
hewan uji setelah injeksi bahan pembuat radang. Banyak zat pembuat
radang (iritan) yang telah digunakan seperti formaldehid, dextran, albumin
telur, karagenin, dll (Vogel, 2002).
Prinsip yang digunakan adalah dengan melihat kemampuan
zat uji untuk mencegah timbulnya pembengkakan akibat induksi
karagen. Alat yang digunakan adalah pletismometer.
TEB ANTI INFLAMASI SECARA IN VIVO
3. Tes radang selaput dada

Radang selaput dada dikenal sebagai fenomena inflamasi


eksudatif pada manusia (Vogel, 2002). Radang selaput dada pada tikus
dapat disebabkan injeksi intrapleural dari turpentine, evans blue, gum arab,
glikogen, dekstran, atau karagenin. Radang selaput dada yang disebabkan
karagenin dipertimbangkan sebagai model inflamasi akut yang paling
sempurna dimana keluarnya cairan, migrasi leukosit, dan parameter
biokimia lain yang ada dalam respon inflamasi dapat diukur dengan mudah
dari eksudat (Vogel, 2002).
Prinsipnya adalah pada waktu tertentu setelah injeksi iritan
hewan uji dibunuh dan eksudat dipindahkan, lebih baik dengan
mencuci rongga dada dengan sejumlah larutan hank's yang diketahui
volumenya untuk memastikan didapatnya eksudat dan sel utuh yang
lengkap.
TEB ANTI INFLAMASI SECARA IN VIVO
4. Radang Sendi

Prinsip radang sendi adalah mengetahui adanya radang


dilihat saat benjolan sudah muncul. Hewan uji diinjeksi subplantar
suspensi yang mengandung 0,5% mycobacterium tuberculosis mati (0,05
ml untuk tikus dan 0,025 ml untuk mencit).
Pemberian obat untuk anti inflamasinya sudah diberikan satu
hari sebelum injeksi dan dilanjutkan maksimal sampai 28 hari. Untuk
mengetahui adanya radang dilihat saat benjolan sudah muncul (biasanya
pada hari ke-13), kemudian diukur volumenya (Williamson, 1996).
Parameter yang dilihat adalah benjolan. Alat yang digunakan adalah
pletismometer
TEB ANTI INFLAMASI SECARA IN VIVO
5. Tes kantung granuloma

Metode ini dapat digunakan untuk memperkirakan potensi anti-inflamasi


kortikosteroid (Vogel, 2002). Setelah kantung dibuat di punggung tikus
dengan injeksi subkutan 10 – 25 ml udara steril, berbagai iritan (minyak
croton yang dicairkan, turpentine, microbacterial, fosfolipase A2 atau
karagenin) dimasukkan pada lubang (Gryglewski, 1977). Empat puluh
delapan jam sesudahnya udara diambil dan hewan diinjeksi larutan uji
atau larutan standar (Vogel, 2002). Empat sampai empat belas hari
setelahnya respon inflamasi dievaluasi dengan dasar volume cairan yang
diambil dari kantung sama seperti berat dan tebal dinding kantung.
Model kantung granuloma ini lebih sensitif terhadap obat anti-inflamasi
steroid daripada non steroid (Gryglewski, 1977).
TEB ANTI INFLAMASI
05 SECARA IN SILICO
TEB ANTI INFLAMASI SECARA IN SILICO
Metode screening Lipinski’s Rule of Five

Aturan Lipinski dapat menentukan sifat fisikokimia ligan untuk menentukan karakter
hidrofobik/hidrofilik suatu senyawa untuk melalu membran sel oleh difusi pasif. Secara umum
aturan Lipinski menggambarkan solubilitas senyawa tertentu untuk menembus membran sel oleh
difusi pasif. Secara umum aturan Lipinski menggambarkan solubilitas senyawa tertentu untuk
menembus membran sel oleh difusi pasif (Lipinski dkk., 2001).
Metode screening lipinski’s rule of five, meliputi:
1) Berat molekul ˂500 g/mol
2) Lipofilitas ˂5
3) Donor ikatan hidrogen ˂5
4) Akseptor ikatan hidrogen ˂10
5) Refractory molar antara 40 ‒ 130.
Metode Molecular Docking

1. Pemodelan Struktur Molekuler:


• Prinsip: Molekul ligand dan molekul target harus direpresentasikan
dengan model struktur tiga dimensi yang akurat.
2. Grid-Based Scoring:
• Prinsip: Pemodelan docking sering melibatkan pembuatan grid 3D di
sekitar situs ikatan pada molekul target.
3. Algoritma Pencarian:
• Prinsip: Mencari konformasi atau orientasi yang optimal dari molekul
ligand di dalam situs ikatan pada molekul target.
4. Skoring Fungsi:
• Prinsip: Menilai kekuatan interaksi antara molekul ligand dan molekul target
dengan skoring fungsi.
5. Validasi dan Verifikasi:
• Prinsip: Memvalidasi metode docking dengan menggunakan data eksperimental
dan memverifikasi hasilnya.
6. Fleksibilitas Molekuler:
• Prinsip: Memperhitungkan fleksibilitas baik dari molekul ligand maupun
molekul target selama proses docking.
7. Interaksi Protein-Ligand:
• Prinsip: Memahami dan mengidentifikasi interaksi kunci antara molekul ligand
dan molekul target.
Bioinformatika

Bioinformatika adalah bidang interdisipliner yang menggunakan


teknik komputasional untuk mengumpulkan, mengorganisir,
menganalisis, dan memahami data biologis, terutama data
molekuler seperti sekuens DNA, RNA, dan protein. Metode
bioinformatika mencakup berbagai teknik dan alat komputasional
untuk memecahkan masalah dalam biologi molekuler dan genetika
Metode bioinformatika

1. Pemodelan Komputasional:
• Prinsip: Bioinformatika menggunakan pendekatan komputasional dan model
matematika untuk merepresentasikan, menganalisis, dan memahami data
biologis.
2. Analisis Sekuens:
• Prinsip: Analisis sekuens genetik (DNA, RNA) dan protein merupakan
bagian integral dari bioinformatika.
3. Interaksi Molekuler:
• Prinsip: Mempelajari interaksi antara molekul, seperti protein-protein,
protein-ligand, atau interaksi dalam jaringan biologis
Simulasi Epidemiologi

Simulasi epidemiologi adalah suatu metode komputasional yang digunakan


untuk memodelkan dan memahami penyebaran penyakit di dalam suatu
populasi. Metode ini dapat memberikan wawasan tentang bagaimana suatu
penyakit menyebar dan bagaimana berbagai strategi kontrol dapat
mempengaruhi hasil epidemiologi
1. Inisialisasi Populasi:
• Prinsip: Menentukan komposisi awal populasi dan status kesehatan individu.
• Implementasi: Mendefinisikan jumlah individu, tingkat kekebalan awal, dan individu yang
mungkin terinfeksi secara awal.
2. Dinamika Penyebaran:
• Prinsip: Menyimulasikan perpindahan individu antar status kesehatan dan menyertakan
probabilitas transmisi.
• Implementasi: Menggunakan model matematika untuk menghitung kemungkinan transmisi
berdasarkan faktor-faktor seperti tingkat reproduksi dasar (R0) dan tingkat kontak antar individu.
3. Iterasi Waktu:
• Prinsip: Mensimulasikan perubahan status individu dari waktu ke waktu.
• Implementasi: Melakukan iterasi untuk setiap langkah waktu, memperbarui status individu dan
memperbarui model berdasarkan dinamika penyebaran.
4. Intervensi dan Kontrol:
• Prinsip: Memasukkan intervensi dan kontrol ke dalam simulasi untuk melihat dampaknya.
• Implementasi: Mengubah parameter model untuk merepresentasikan intervensi seperti vaksinasi
massal atau isolasi, dan memonitor efeknya
05
REVIEW JURNAL
Uji Inflamasi Secara In Vitro
Tujuan : Metode :

Untuk mengetahui golongan Pengukuran antiinflamasi in vitro


metabolit sekunder dari H. menggunakan metode stabilitas
leucospilota dan aktivitas membrane sel darah merah dari
antiinflamasi ekstrak metanol H. ekstak methanol teripang buoh
leucospilota keling (H. leucospilota)
Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan dibagi menjadi 3 Tahap II, yaitu preparasi suspensi (10% v/v) sel
tahap. Penelitian tahap I, mengekstrak darah merah tikus. Sampel darah dimasukkan ke
metabolit sekunder H. leucospilota. Tahapan dalam tabung sentrifugasi yang telah berisi larutan
dari proses ekstraksi yaitu merendam, mencuci alsever dengan perbandingan yang sama, kemudian
dan membersihkan isi perut, memotong-motong disentrifugasi dengan kecepatan 3.000 rpm selama 15
daging H. leucospilota kemudian dikering menit pada suhu ruang. Supernatan yang terbentuk
anginkan, dimaserasi dengan pelarut metanol dipisahkan dengan hati-hati dari sel darah merah
selama 24 jam dan dipisahkan antara filtrat dan menggunakan pipet tetes steril. Endapan sel-sel darah
residunya kemudian residu direndam kembali dicuci dengan larutan isosaline dan disentrifugasi
dengan metanol dan dilakukan berulang kali kembali. Proses pencucian dan sentrifugasi dilakukan
hingga warna residu menjadi pucat. Filtrat pengulangan sebanyak 5 kali sampai supernatan
kemudian dievaporasi menggunakan rotary jernih. Volume sel darah merah diukur dan
evaporator pada suhu 30-40C, kemudian diresuspensi dengan larutan isosaline sehingga
ditentukan kandungan fitokimia nya. diperoleh konsentrasi suspensi sel darah merah 10%
v/v
Metode Penelitian
Tahap III, yaitu dilakukan uji aktivitas antiinflamasi secara in-vitro dengan menggunakan metode
stabilisasi membran sel darah merah dan dibandingkan dengan larutan standar (aspirin 100
µg/mL). Campuran uji terdiri dari 2 mL hipotonik saline; 1,0 mL 0,15 M buffer natrium posfat (pH
7,4); 0,5 mL (10% v/v) suspensi sel darah merah dan 1,0 mL sampel uji dan larutan standar.
Campuran uji diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit, dan kemudian larutan disentrifugasi pada
kecepatan 3000 rpm selama 30 menit. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 560 nm.
Persentase inhibisi hemolisis dihitung dengan menggunakan rumus (Leelaprakash and Dass, 2011):
Hasil dan Pembahasan
1. Ekstraksi
Teripang H. leucospilota berwarna cokelat kehitaman, memiliki tentakel menyerupai kembang kol,
terdapat bintil pada seluruh bagian tubuh, berlendir dan memiliki getah putih dengan rata-rata
memiliki panjang 25-35 cm dan diperoleh berat bersihnya sebanyak 10 kg. Selanjutnya dilakukan
maserasi dengan pelarut metanol untuk menarik metabolit yang terdapat pada ekstrak. Metanol
memiliki sifat yang baik dalam melarutkan metabolit dari sampel, yaitu dapat memecah dinding
dan membran sel akibat perbedaan tekanan didalam dan diluar sel, sehingga metabolit yang
terdapat pada sitoplasma akan larut dalam pelarut metanol dan akan terekstraksi sempurna (Darwis,
2000). Maserasi dilakukan berulang-ulang hingga warna dari sampel pucat, kemudian filtrat
dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 30-40oC. Ekstrak kasar H. leucospilota diperoleh
sebanyak 565,86 g dengan persentase rendemen sebesar 5,66%
Hasil dan Pembahasan
2. Fitokimia
Analisis fitokimia yang dilakukan yaitu uji steroid, triterpenoid, alkaloid, saponin, polifenol dan
flavonoid. Metabolit yang terdapat pada H. leucospita Brandt ditunjukkan pada Tabel 2. Ekstrak H.
leucospilota positif mengandung triterpenoid yang ditandai dengan terbentuknya warna merah keunguan
saat ditambahkan dengan pereaksi LiebermannBurchard. Senyawa triterpenoid yang memiliki struktur
siklik berupa alkohol yang menyebabkan senyawa ini cenderung bersifat semipolar

Ekstrak H. leucospilota juga positif mengandung


steroid yang ditandai dengan terbentuknya warna
hijau saat ditambahkan dengan pereaksi
Liebermann-Burchard. Steroid bersifat non-polar
sehingga dapat larut dalam pelarut-pelarut non-polar
dan secara umum tidak larut dalam air atau pelarut
polar lainnya. Meskipun demikian, dengan
meningkatnya gugus hidroksil (OH- ) atau gugus
fungsional polar lainnya pada kerangka steroid,
membuat kelarutan steroid dalam pelarut polar
menjadi meningkat (Sarker dan Nahar, 2009).
Hasil dan Pembahasan
2. Fitokimia
Ekstrak H. leucospilota positif mengandung saponin. Menurut Zhang et al., (2006) saponin merupakan
senyawa yang dominan dihasilkan oleh teripang. Saponin memiliki kerangka glikosida kompleks yang
apabila dihidrolisis akan menghasilkan suatu senyawa triterpenoid dan glikosida (gula). Menurut Wu et
al. (2007), saponin mudah larut dalam air sehingga metabolit tersebut terkonsentrasi pada pelarut yang
bersifat polar, hal ini dikarenakan glikosa (gula) sangat banyak mengandung gugus OH- , sehingga
sangat baik larut dalam air dan pelarut polar lainnya

Ekstrak H. leucoapilota juga positif mengandung


flavonoid. Menurut Markham (1988), flavonoid
memiliki ikatan dengan gugus gula yang
menyebabkan flavonoid bersifat polar, hal ini
dibuktikan dengan perubahan warna pada
flavonoid dengan pereaksi Mg-HCl.
Hasil dan Pembahasan
3. Uji Aktivitas Anti-inflamasi
Setelah pengukuran dan diperoleh
data absorbansi kemudian
dihitung persen inhibisinya.
Persen inhibisi adalah
kemampuan suatu sampel untuk
menstabilisasi sel darah merah
yang didapat dari perbandingan
serapan antara serapan
(absorbansi kontrol dikurangi
absorbansi larutan uji) dengan
Tabel 2 menunjukkan : Stabilitas membran sel darah merah dari
absorbansi kontrol.
ekstrak H. leucospilota dan aspirin 100 µg/mL. Sampel uji yang
memiliki aktivitas antiinflamasi dilihat dari penurunan
absorbansi hemoglobin yang terdeteksi pada campuran larutan
uji, yaitu semakin kecilnya serapan yang terdeteksi pada
campuran larutan uji berarti membran sel darah merah
semakin stabil dan sedikit mengalami lisis (Lutfiana, 2013).
Hasil dan Pembahasan
3. Uji Aktivitas Anti-inflamasi
Gambar 2 menjelaskan : Ekstrak H.
leucospilota memberikan stabilitas membran sel
darah merah pada setiap variasi konsentrasi,
yaitu semakin besar konsentrasi sampel maka
semakin kecil absorbansi, sehingga stabilitas
membran semakin besar. Semakin kecilnya
serapan yang terdeteksi pada campuran
larutan uji, berarti membran sel darah merah
semakin stabil dan sedikit mengalami lisis
(Lutfiana, 2013)
Lanjutan
Senyawa yang memiliki kemampuan untuk senyawa yang juga diduga memiliki
menstabilkan membran dikenal dapat mengganggu kemampuan menstabilkan membran adalah
proses awal dari fase inflamasi. Analisis kimia triterpenoid. Senyawa triterpenoid glikosida
menunjukkan bahwa ekstrak H. leucospilota telah diisolasi dari H. leucospilota, beberapa
mengandung senyawa saponin, triterpenoid, steroid penelitian menunjukkan bahwa senyawa
dan flavonoid. Beberapa penelitian mengungkapkan triterpenoid berhubungan dengan stabilitas
bahwa ada hubungan antara kemampuan senyawa membran. Hasil penelitian Wu et al (2011)
flavonoid dalam menstabilkan membran dan menunjukkan, senyawa triterpenoid dari
sebagai penghambat proses enzimatis selama inflamasi Ligustrum memiliki kemampuan menghambat
berlangsung. Hasil penelitian Muralidhar et al (2010) aktivitas enzim siklooksigenase dalam
menunjukkan bahwa flavonoid yang diisolasi dari kulit mengkonversi asam arakhidonat menjadi
batang Butea monosperma, yaitu Genistein (4’,5,7- prostaglandin sebagai mediator inflamasi. Hal
trihydroxy isoflavone) dan Prunetine (4’,5- dihydroxy- yang sama juga dilaporkan oleh Cippada et al
7-methoxy isoflavone) memiliki kemampuan (2011) bahwa senyawa flavonoid dan
menghambat kerja enzim siklooksigenase dan triterpenoid dari ekstrak Cintella asiatica
lipooksigenase dalam mengkonversi asam arakidonat bertanggung jawab terhadap aktivitas
menjadi prostaglandin dan leukotrien yang merupakan antiinflamasi dalam menstabilkan membran sel
mediator inflamasi. darah merah.
Kesimpulan
Metabolit sekunder yang diduga memiliki kemampuan dalam menstabilkan membran
adalah steroid, triterpenoid dan flavonoid. Ekstrak metanol H. leucospilota memiliki
aktivitas antiinflamasi pada berbagai variasi konsentrasi (10, 100, 500 dan 1000 µg/mL),
yaitu masing-masing sebesar 31,27; 57,19; 59,18 dan 61,23%. Ekstrak H. leucospilota
Brandt berpotensi sebagai obat antiinflamasi.
Uji Inflamasi Secara In Vivo
Tujuan :
untuk menguji aktivitas antiinfamasi dari ekstrak etanol
batang antawali (Tinospora sinensis) dan
mengidentifikasi kandungan kimianya

Metode :
.Uji aktivitas antiinflamasi dilakukan secara in vivo dengan
metode induksi karagenan, sedangkan identifikasi
kandungan kimia secara kualiatif dengan uji fitokimia.
Metode

2. Uji Aktivitas Antiinflamasi


1. Ekstraksi batang Tinospora a. Optimasi lambda karagenan untuk
sinensis menentukan volume karagenan yang
Sebanyak 178, 91 g serbuk batang mampu memberikan inflamasi secara
Tinospora sinensis dimaserasi dengan optimal
etanol 96% sebanyak 3 Liter selama Variasi volume yang digunakan pada optimasi
3x 24 jam sehingga diperoleh ekstrak lambda karagenan yaitu 0,10 mL (K1), 0,15
etanol. Selanjutnya dipekatkan dengan mL (K2), dan 0,20 mL (K3).
rotary vacuum evaporator hingga
diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental b. Uji aktivitas antiinflamasi
selanjutnya diuji aktivitas 25 ekor tikus dibagi kedalam 5 kelompok yaitu
antiinflamasinya serta ditentukan kelompok kontrol negatif (P0), kelompok
golongan senyawa metabolit kontrol positif (P1), dan kelompok hewan uji
sekundernya dengan uji fitokimia. (P2, P3, dan P4). Masing-masing kelompok
terdiri dari 5 ekor tikus.
Sebelum diberi perlakuan, semua tikus dipuasakan selama
10-12 jam. Masing-masing hewan ditimbang dan diberi
tanda pada kaki kirinya, kemudian kaki kiri tikus
dimasukkan kedalam alat pengukur volume udema dan
dicatat volume awal (V0) kaki tikus. Selanjutnya hewan
uji diberikan larutan uji dengan volume 1-2 mL. Satu jam
kemudian, masing-masing telapak kaki tikus disuntik
secara subkutan dengan larutan lamda karagenan 1%
(b/v). Setelah 30 menit, volume cairan yang terjadi dicatat
sebagai volume telapak kaki tikus (Vt). Pengukuran
dilakukan setiap 60 menit selama 360 menit. Volume
inflamasi adalah selisih dari volume telapak kaki tikus
setelah dan sebelum disuntik karagenan.
Hasil :

Perlakuan kelompok yang diinjeksi karagenan 1% sebanyak 0,15 mL (K2)


memperlihatkan persentase inflamasi tertinggi diantara variasi volume karagenan
lainnya, sehingga menghasilkan bengkak yang optimal. Selain itu, K2 juga
memiliki persentase inflamasi yang konstan dimulai pada menit ke-240 hingga
menit ke-360. Oleh karena itu, volume induksi suspensi lambda karagenan 1% (b/v)
yang digunakan untuk menginduksi terjadinya inflamasi pada telapak kaki kiri tikus
dalam perlakuan selanjutnya adalah 0,15 mL.
semua kelompok uji mengalami inflamasi setelah diinduksi dengan 0,15
mL lambda karagenan 1% (b/v) hingga menit ke-360. Pada menit ke-240
terlihat bahwa semua kelompok perlakuan mengalami penurunan
persentase inflamasi yang konstan hingga menit ke-360 kecuali P0
(kontrol negatif). Pada akhir pengamatan (menit ke-360) terlihat bahwa P0
memiliki persentase inflamasi tertinggi yaitu 85%, disusul oleh P4, P1, P3
dan P2 dengan nilai persentase inflamasi berturut-turut yaitu 60%,
47,36%, 40%, dan 30 %
Terlihat bahwa semakin tinggi dosis yang diberikan, maka persentase
hambatan antiinflamasinya semakin menurun. Diantara ketiga variasi
dosis, terlihat bahwa persentase hambatan inflamasi pada dosis 125 mg/kg
BB hampir sama dengan P1 (kontrol positif).
Kesimpulan :
Tinospora sinensis memiliki aktivitas antiinflamasi
pada dosis 125 mg/kg BB dengan nilai ED50 sebesar
51,521 mg/kg BB. Kandungan senyawa yang
terkandung pada ekstrak etanol batang Tinospora
sinensis adalah senyawa golongan alkaloid, fenolik,
dan steroid
Uji Inflamasi Secara In Silico
In silico merupakan metode yang digunakan untuk memprediksi dan
konfirmasi desain obat secara komputasi. Metode ini memiliki
kelebihan antara lain murah, menghemat waktu dan meminimalisir
isolasi senyawa tidak aktif
Tujuan Penelitian : untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi dan nilai LD50 dari senyawa
peristrophine secara komputasi.

Metode Penelitian : Molecular Docking

Alat :
Perangkat komputer ASUS A409UABV3511T dengan prosesor Intel CORE i3, RAM 4GB,
penyimpanan SSD 512GB, Windows 10 (64 bit) dilengkapi program AutoDockTools-1.5.6,
MarvinSketch Version 20.13 2020 dari ChemAxon®, Marvin Sketch, untuk mengetahui ADME,
diperoleh melalui website Predicting Small-Molecule Pharmakokinetic and Toxicity Properties
using Graph-Based Signatures (pkCSM) http://structure.bioc.cam.ac.uk/pkcsm.

Bahan :
• Reseptor yg diperoleh dari situs web Protein Data Bank (PDB) melalui
http://www.rcsb.org/structure/5ikr dengan kode PDB 5IKR yaitu Prostaglandin Sintase 2
(PTGS2)
• Obat pembanding yang digunakan adalah Asam Mefenamat
• Senyawa uji peristrophine diperoleh struktur dua dimensi melalui program MarvinSketch
Version 20.13 2020 dari ChemAxon®
• Gambar struktur tiga dimensi menggunakan program UCSF Chimera Version 1.14 Build 42094.
PROSEDUR PENELITIAN
Struktur 2 dimensi senyawa peristrophine dan Struktur 3 dimensi yaitu preparasi protein
asam mefenamat dioptimasi menggunakan dilakukan menggunakan program UCSF Chimera
program MarvinSketch Version 20.13 2020. Version 1.14 Build 42094.

Sifat fisikokimia senyawa peristrophine dan asam Validasi metode molecular docking : Sebelum
mefenamat diprediksi melalui website pkCSM dan melakukan docking pada senyawa uji maka perlu
memperoleh hasil Hukum 5 Lipinski dari senyawa dilakukan validasi pada reseptor Prostaglandin
yang terdiri atas LogP, molecular weight, num, H- Sintase 2 (PTGS2) dgn ligan asli yg ada pada kode
bond donor, H-bond acceptor. PDB 5IKR. Parameter validasi metode adalah Root
Mean Square Deviation (RMSD). RMSD yang dapat
diterima adalah ≤ 2,0.

Analisis Data : Hasil molecular docking yaitu ikatan hidrogen dan energi ikatan yang
terbentuk. Energi ikatan digunakan untuk mengetahui kekuatan ikatan antara ligan
dengan makromolekul. Semakin rendah nilai energi ikatan, maka ikatan yang
terbentuk semakin kuat dan stabil. Jenis ikatan hidrogen yang terbentuk digunakan
untuk menganalisis mekanisme interaksi yang terbentuk.
Nilai RMSD adalah salah satu kriteria yg digunakan
dalam bidang komputasi. Kriteria nilai RMSD terbaik adalah lebih
kecil dari 2,0 Å artinya memiliki validitas dan reliabilitas yg baik.
Pada Tabel 2 menunjukkan nilai redocking score pada ligan 2 - ((2,3-
dimetilfenil) amino) Asam Mefenamat dengan kode PDB 5IKR
sebesar -7.58 kkal/mol, nilai RMSD yang dihasilkan adalah 0.43 Å
sehingga dapat dinyatakan valid serta memenuhi kriteria dan dapat
dilanjutkan pada tahap pengujian berikutnya.
Docking score adalah nilai yg menunjukkan kekuatan
ikatan antara ligand dengan reseptor. Semakin rendah nilai docking
score menunjukkan bahwa aktivitas biologis yang dihasilkan
semakin baik dikarenakan energi yang diperlukan oleh senyawa
untuk berikatan dengan reseptor semakin rendah dan ikatannya
menjadi stabil.
Nilai docking score oleh kristal ligan memiliki nilai yang lebih kecil sebesar -
7.58 kkal/mol dibandingkan dengan peristrophine yang memiliki nilai docking
score sebesar -6.90 kkal/mol (Tabel 2). Hal tersebut menunjukkan bahwa
asam mefenamat memiliki ikatan yang lebih kuat pada reseptor PTGS2
dibandingkan dengan peristrophine. Senyawa peristrophine mampu
berikatan dengan PTGS2 melalui pembentukan ikatan hidrogen pada asam
amino Tyr 385A. Ikatan Tyr 385A merupakan ikatan hidrogen yang sama
antara asam mefenamat dengan PTGS2. Visualisasi interaksi senyawa
pembanding dan senyawa uji terhadap reseptor PTGS2 dapat dilihat pada
Gambar 2.
Parameter selanjutnya yaitu parameter
toksisitas yang ditunjukkan dengan nilai LD50 (Lethal
dose 50). LD50 menggambarkan dosis terapeutik
yang dapat menyebabkan kematian pada hewan uji
sebanyak 50%.
Semakin kecil nilai LD50 maka senyawa
tersebut semakin toksik karena dapat membunuh
setengah dari populasi hewan coba.
Hasil dari prediksi toksisitas dapat dilihat
pada Tabel 3 Senyawa peristrophine memiliki nilai
toksisitas sebesar 650,974 mg/kg, berada pada
toksisitas kelas 4 yang artinya berbahaya jika tertelan
(300 < LD50 ≤ 2000). Sedangkan pada senyawa
pembanding Asam Mefenamat LD50 sebesar 595,50
mg/kg dengan toksisitas kelas 4 yang artinya
berbahaya jika tertelan.
Senyawa uji peristrophine diprediksi lebih
aman dibandingkan Asam Mefenamat karena mamiliki
rentang nilai LD50 yang lebih luas.
Senyawa peristrophine memiliki nilai LogP
yang lebih kecil dibandingkan dengan asam
mefenamat, sehingga asam mefenamat memiliki
molekul yang lebih hidrofobik dibandingkan
dengan peristrophine. Senyawa peristrophine
memenuhi seluruh ketentuan Hukum Lima
Hukum 5 Lipinski menyatakan bahwa senyawa Lipinski, sehingga dapat diprediksi memiliki
akan susah diabsorpsi serta permeabilitasnya kemampuan untuk menembus lipid bilayer
rendah apabila : dengan baik.
• berat molekulnya lebih besar dari 500;
• nilai log koefisien partisi oktanol/air (log P)
lebih besar +5; Pada senyawa peristrophine memiliki 5 ikatan
• ikatan -H donor yg dinyatakan dengan jumlah
interaksi asam amino Tyr 385A dan Arg 120A
gugus O-H dan N-H kurang dari 5;
• ikatan - H aseptor yg dinyatakan dengan melalui ikatan hidrogen; Leu 351A, Ala 527A,
jumlah atom O dan N kurang dari 10. Val 349A melalui ikatan hidrofobik. Senyawa
Jika Hukum 5 Lipinski terpenuhi, maka membran peristrophine memiliki ikatan asam amino
suatu senyawa dapat menembus suatu membran khususnya ikatan hidrogen yang sama dengan
sehingga senyawa tersebut dapat diperkirakan senyawa pembanding pada asam amino Tyr
memiliki daya untuk menembus membran 385A.
biologis yang baik
Kesimpulan :

Berdasarkan hasil dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa


senyawa uji peristrophine mampu berikatan dengan reseptor PTGS2 dan
memiliki afinitas terhadap reseptor PTGS2 sebagai antiinflamasi.
Peristrophine memiliki docking score -6.90 kkal/mol, sedangkan asam
mefenamat sebesar -7.58 kkal/mol. Senyawa peristrophine memiliki
interaksi asam amino yang sama dengan asam mefenamat dengan ikatan
asam amino Tyr 385A, sehingga diprediksi memiliki mekanisme molekuler
yang sama dengan asam mefenamat melalui mekanisme kerja
penghambatan reseptor PTGS2 sebagai antiinflamasi. Senyawa
peristrophine dan asam mefenamat memiliki toksisitas dengan nilai LD50
pada kelas 4 yang berarti berbahaya jika tertelan.
Thanks!
Do you have any questions?

Anda mungkin juga menyukai