Anda di halaman 1dari 44

TEKNIK EVALUASI

BIOAKTIVITAS
“SITOTOKSIK
(ANTIKANKER)
KELOMPOK 5
Dosen Pengampu : apt. Novia Sinata, M.Si
KELOMPOK 5
1. Nur Maslina Diaputri Lubis 2201249
2. Siti Rahmatun Nur 2001083
3. Syairah Afrani 2001084
4. Thohira Ilyas 2001085
5. Wahyu Azizah 2001086
6. Whulan Mudia 2001087
7. Wiedya Alfitrya Zamri 2001088
8. Wirda Tul Jannah 2001089
9. Wistiqomah Indasari 2001090
10.Wulan Afril Lianto 2001091
POKOK PEMBAHASAN

01 02 03
SITOTOKSIK METODE PENGUJIAN METODE PENGUJIAN
(ANTIKANKER) SITOTOKSIK SECARA SITOTOKSIK SECARA
IN VITRO IN VIVO

04 05
JURNAL SITOTOKSIK (IN
METODE PENGUJIAN VITRO, IN VIVO, IN
SITOTOKSIK SECARA SILICO)
SILICO
01
SITOTOKSIK
(ANTIKANKER
)
SITOTOKSIK (ANTIKANKER)
Kanker atau neoplasma ganas merupakan kelainan genetic
berupa pertumbuhan sel atau jaringan abnormal dengan jumlah
yang tidak terkendali

Senyawa sitotoksik adalah senyawa atau zat yang dapat


merusak sel normal dan sel kanker, serta digunakan untuk
menghambat pertumbuhan dari sel tumor malignan

Sitotoksisitas adalah kemampuan sebuah substansi untuk


dapat menyebabkan kematian dari sel hidup

Uji sitotoksik merupakan uji pendahuluan untuk mengetahui


potensi dari suatu senyawa dalam memberikan efek toksik
terhadap sel
02
SITOTOKSIK
SECARA
IN VITRO
Eksklusi Dye (Pewarna) Dalam teknik ini, pewarna dikeluarkan (dieksklusikan) oleh sel-sel hidup atau sehat, sedangkan
sel-sel mati akan menyerap pewarna tersebut. Metode ini juga memungkinkan penentuan integritas membran membran
dalam sel. Dye seperti eosin, Congo red, erythrosine B dan trypan blue digunakan untuk metode eksklusi pewarna ini.

Kolorimetri Reagen yang digunakan dalam pengujian klorometri menghasilkan warna sebagai respon terhadap
kelangsungan hidup dan aktivitas metabolisme sel, dapat digunakan untuk sel line yang adherence maupun suspensi, dan
mudah untuk diaplikasikan

Fluorometri dan Luminometri Seperti dengan kolorimetri, metode fluorometri dan luminometri juga merupakan metode
sederhana dalam perkiraan persentase viabilitas sel dan sitotoksisitas. Teknik fluorometri memerlukan platform mikroskop
fluoresensi, fluorometer, plate reader fluoresensi atau flowcyometer. Dibandingkan kolorimetri, teknik fluorometri
memberikan beberapa keunggulan, mislanya hasil lebih halus (refined and subtle) dibandingkan dengan pengujian
kolorimetri.
Metode Sitotoksik In Vitro
A. Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

 Pengujian aktivitas sitotoksik dengan metode (BSLT) mengunakan larva udang Artemia salina
Leach. Larva Artemia salina Leach memiliki kemampuan berkembang biak yang cepat seperti
sel kanker. Kesamaan lain yang dimiliki Artemia salina Leach adalah membran kulitnya yang
tipis seperti sel kanker. Kandungan senyawa metabolit sekunder yang ada dalam ekstrak biji
berenuk diharapkan mampu menghambat metabolisme pada larva Artemia salina Leach dan
menyebabkan kematian (Wardana, 2013)
 Metode ini dapat digunakan sebagai bioassay giuded fractination dari bahan alam karena
mudah, cepat, murah dan cukup reprodusible.
 Beberapa senyawa bioaktif yang telah berhasil diisolasi dan telah dievaluasi aktivitasnya
dengan metode ini menunjukkan adanya korelasi terhadap pengujian spesifik antikanker.
Metode Sitotoksik In Vitro
B. Microculture Tetrazolium Assay (MTT)
PRINSIP:
Terjadinya reduksi garam kuning tetrazolium MTT (3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-
difeniltetrazolium bromid) oleh sistem reduktase. Suksinat tetrazolium yang termasuk dalam
rantai respirasi dalam mitokondria. Sel-sel yang hidup membentuk kristal formazan berwarna
ungu dan tidak larut air. Penambahan reagen stopper (bersifat detergenik) akan melarutkan
kristal berwarna ini yang kemudian diukur absorbansinya menggunakan ELISA reader .
Singkatnya : sampel yang ditambahkan MTT akan membentuk warna ungu untuk sel yang hidup
dan dihentikan dengan penambahan larutan Sodium Dodecyl Sulphate (SDS) kemudian diukur
absorbansinya menggunakan ELISA reade dan dilakukan perhitunyan IC50
PAREMETER:
Intensitas warna ungu yang terbentuk proporsional dengan jumlah sel hidup. Sehingga jika
intensitas warna ungu semakin besar, maka berarti jumlah sel hidup semakin banyak.
Metode Sitotoksik In Vitro
C. Tryphan Blue Dye Exclusion Assay

 Tryphan Blue Dye Exclusion Assay merupakan suatu pengujian yang digunakan untuk
menentukan jumlah sel yang hidup didalam suspensi sel. Prinsip dari Tryphan Blue Dye
Exclusion Assay didasarkan pada fakta bahwa sel hidup memiliki membran sel utuh yang
tidak mengambil pewarna tertentu, seperti trypan blue, eosin, atau propidium, sedangkan
sel mati aka mengambil warna
 Dalam pengujian ini, suspensi sel dicampur dengan pewarna biru trypan kemudian
diperiksa secara visual atau menggunakan alat hemositometer untuk menentukan apakah
sel mengambil pewarna atau tidak.
 Dalam hal ini, sel yang hidup akan memiliki sitoplasma yang jelas, sedangkan sel yang
tidak dapat hidup akan memiliki sitoplasma berwarna biru. Namun, jika disimpan lebih
lama, sel-sel hidup juga menghasilkan dan mengambil warna (Strober, 2015).
Metode Sitotoksik In Vitro
D. Lactic Dehydrogenase Assay

 Lactic Dehydrogenase Assay didasarkan pada pengukuran aktivitas enzim sitoplasma


yang dilepaskan oleh sel yang rusak.
 Laktat dehidrogenase (LDH) adalah enzim sitoplasma stabil yang ditemukan di
semua sel. LDH dengan cepat dilepaskan ke dalam supernatan kultur sel ketika
membran plasma rusak.
 Pengujian ini dilakukan dengan mengukur reduksi garam tetrazolium kuning, INT,
oleh NADH menjadi pewarna merah formazan yang larut dalam air dengan
absorbansi pada 492 nm. Jumlah formazan berbanding lurus dengan jumlah LDH
dalam kultur sel, yang selanjutnya berbanding lurus dengan jumlah sel mati atau
rusak (Kumar et al., 2013).
03
Metode Pengujian
Sitotoksik Secara In
Vivo
Metode Sitotoksik In Vivo
1. DMBA
 DMBA (7,12-dimethylbenz(a)anthracene) merupakan senyawa genotoksik dan mampu membentuk adduct
DNA. Menurut Rundle dkk. (2000), pembentukan adduct DNA adalah dari metabolisme DMBA yang
melibatkan enzim sitokrom p450 dan dapat menghasilkan epoksida mutagenik yaitu metabolik aktif yang
merusak molekul DNA sehingga berperan dalam karsinogenesis. Peran ini disertai dengan interaksi langsung
antara DNA dan ROS (reactive oxygen species) yang menyebabkan kerusakan oksidatif seluler melalui
biomolekul seperti protein dan DNA
 Kerusakan oksidatif ini akan mengakibatkan kerusakan dalam perbaikan DNA pada siklus sel dan
mengakibatkan terjadinya akumulasi mutasi dan terjadi transformasi ganas yang mengarah ke karsinogenesis.
 DMBA akan menginduksi terjadinya hiperplasia lobular alveolar, dan hiperplasia pada fibroadenomatoid yang
terdapat di bagian jaringan payudara mencit. Hal ini menunjukkan perubahan neoplasma pada kelenjar susu
yang mengindikasikan DMBA menginduksi proliferasi sel.
 Ada 2 tahap eksperimen karsinogenesis
1. Inisiator : DMBA ( dimethylbenzaantharacene)
2. Promotor : TPA (12-o-tetradecanol-phorbil-13-acetate)
Metode Sitotoksik In Vivo
2. Uji sitotoksik yang diinduksi benzo(a)pirena
Benzo(a)pirena adalah karsinogen kimia yang menyebabkan peristiwa perubahan dari
sel normal menjai sel sel kanker. Benzo(a)pirena merupakan senyawa karsinogenik
kimia yang termasuk golongan hidrokarbon polisiklik aromatik (HPA) dan berada dalam
bentuk procarcinogen, dimana agar menjadi karsinogen yang aktif harus melalui
perubahan metabolis atau tahapan aktivasi. Pemakaian benzo(a)pirena yang diikuti atau
diberikan bersama dengan oleum olivarum akan memperbanyak kanker yang akan
tumbuh.
Metode Sitotoksik In Vivo
3. Metode mikronukleus yang diinduksi Siklofosfamid
Tes mikronukleus (MNT) digunakan untuk menentukan apakah suatu senyawa
bersifat genotoksik dengan mengevaluasi keberadaan mikronukleus. Mikronuklei
mungkin mengandung fragmen kromosom yang dihasilkan dari kerusakan DNA
(clastogen) atau seluruh kromosom yang dihasilkan oleh gangguan aparatus mitosis
(aneugens).
Siklofosfamid memiliki toksisitas yang sangat cepat pada sel yang tumbuh cepat
seperti sumsum tulang.
04
METODE PENGUJIAN
SITOTOKSIK SECARA
SILICO
Metode Sitotoksik In Silico
1. Pengunduhan target protein (target reseptor VEGFR2)

Pada beberapa penelitian telah menggunakan reseptor VEGFR2 dengan kode pdb.
3WZE, karena mengandung ligan sorafenib (kode BAX-1201). Ligan tersebut
mengandung gugus urea (-NHCONH-) yang berfungsi sebagai farmakofor pada
proses interaksi ligan-reseptor, dan senyawa turunan N-(benzoil)-N’-feniltiourea
mengandung gugus yang mirip yaitu -NHCSNH-, yang diharapkan juga dapat
berfungsi sebagai farmakofor (Dai et al., 2008; Curtin et al., 2012, Okamoto et al.,
2015).
Metode Sitotoksik In Silico
2. Prediksi aktivitas (Docking molekul)
Senyawa N-(benzoil)-N’-feniltiourea dan 23 senyawa turunannya serta senyawa pembanding
hidroksiurea dan sorafenib yang akan di-docking digambar struktur molekul 2-D dengan program Chem
Bio Draw Ultra versi 12, kemudian dikopi pada program Chem Bio 3D Ultra versi 12 untuk membuat
struktur 3-D. Setelah diukur energi minimalnya kemudian disimpan dalam bentuk mol2
{SYBYL2(*.mol2)}. Setelah disimpan kemudian dilakukan proses docking terhadap target reseptor
VEGFR2, dengan kode PDB: 3WZE menggunakan program komputer Molegro Virtual Docker versi 5.5.
Hasil yang didapat berupa nilai Rerank Score (RS). RS menggambarkan energi yang diperlukan dalam
proses interaksi ligan-reseptor, dan dari nilai tersebut dapat diprediksi aktivitas antikanker senyawa
melalui hambatan enzim tirosin kinase yang digambarkan dengan target reseptor VEGFR2 (Okamoto et
al.,2015; Siswandono, 2016).
Metode Sitotoksik In Silico
3. Prediksi sifat fisikokimia
Seperti: berat molekul (BM), logaritma koefisien partisi oktanol/air (Log P), jumlah ikatan
antar atom yang dapat berotasi (Torsion); Hydrogen Bond Acceptors (HBA), Hydrogen Bond Donors
(HBD), dan Polar Surface Activity (PSA) dilakukan dengan menggunakan pkCSM online tool.
Sebelum dilakukan docking, 23 senyawa turunan N-(benzoil)-N’-feniltiourea serta senyawa
pembanding hidroksiurea dan sorafenib digambar struktur molekul 2-D dengan program Chem Bio Draw
Ultra Versi 12, kemudian dikopi pada program Chem Bio 3D Ultra Versi 12 untuk membuat struktur 3-D,
selanjutnya disimpan dalam bentuk file *.sdf atau *.pdb. Berikutnya, 23 senyawa turunan N-(benzoil)-
N’- feniltiourea serta senyawa pembanding hidroksiurea dan sorafenib, strukturnya diterjemahkan
menjadi bentuk format SMILES dengan menggunakan bantuan Online SMILES Translator J Pharm Sci
Clin Res, 2018, 01 5 (https://cactus.nci.nih.gov/translate/). Dalam bentuk format SMILES inilah senyawa
diproses menggunakan pkCSM online tool (http://biosig.unimelb.edu.au/ pkcsm/prediction) untuk
memprediksi toksisitas senyawa. Untuk memprediksi toksisitas (LD50) per oral pada rodent dan
klasifikasi toksisitas senyawa berdasarkan Globally Harmonized System (GHS) digunakan Protox online
tool (http://tox.charite.de/tox/) (Ruswanto dkk., 2017).
REVIEW
JURNAL
JURNAL UJI SITOTOKSIK IN VIVO
Tujuan dan Metode

Tujuan penelitian :
Pengujian efek antikanker Metode penelitian :
ekstrak rimpang temu mangga Penelitian ini dimaksudkan
dilakukan dengan metode untuk membuktikan adanya
mikronukleus yang digunakan aktivitas antikanker ekstrak
untuk melihat pengaruh ekstrak etanol rimpang temu mangga
terhadap penghambatan baik sebagai agen preventif
pembentukan mikronukleus maupun kuratif.
yang diinduksi siklofosfamid.
Prosedur Kerja

1. Karakterisasi Simplisia dan


2. Skrining Fitokimia
Ekstrak

Karakterisasi serbuk simplisia dan Lakukan skrining fitokimia serbuk


ekstrak etanol rimpang temu mangga simplisia dan ekstrak etanol rimpang
yang dilakukan adalah penetapan temu mangga (alkaloida, glikosida,
kadar air, kadar sari larut air, kadar glikosida antrakinon, saponin, tanin,
sari larut etanol, dan kadar abu. dan triterpenoida/steroid).
3. Pengujian Aktivitas Antikanker Ekstrak 4. Pengujian Aktivitas Antikanker
Etanol Rimpang Temu Mangga (Preventif)

Aktivitas antikanker dilakukan dengan


Hewan uji diberi suspensi CMC 1% atau
metode eksperimental menggunakan mencit
ekstrak etanol rimpang temu mangga selama
jantan sebagai hewan uji. Parameter yang
7 hari, pada hari ke 8 diinduksikan Larutan
ditentukan adalah jumlah mikronukleus dan
Siklofosfamid 30 mg/kg BB sedangkan untuk
nilai hematokrit. Pengujian dibagi atas dua
kelompok suspensi CMC 1% tidak diinduksi.
bagian yaitu preventif dan kuratif masing-
Tiga puluh jam kemudian hewan dibunuh dan
masing lima kelompok, yaitu kelompok
dibedah lalu diambil darah untuk penentuan
pemberian suspensi CMC 1%, induksi
nilai hematokrit dan sumsum tulang femur
siklofosfamid, ekstrak etanol rimpang temu
untuk pemeriksaan mikronukleus.
mangga dosis 200, 400, dan 800 mg/kg BB.
HASIL
Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak
Berdasarkan pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia dan
ekstrak etanol rimpang temu mangga diperoleh data seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 1.

Skrining Fitokimia
Berdasarkan pemeriksaan skrining fitokimia baik terhadap simplisia maupun
ekstrak etanol rimpang temu mangga menunjukkan bahwa keduanya mengandung
senyawa kimia golongan saponin, flavonoida, glikosida, glikosida antrakuinon, dan
steroida/triterpenoida.
HASIL
Aktivitas Antikanker (Kuratif) Aktivitas Antikanker (Preventif)
Pada pengujian aktivitas antikanker Pada pengujian aktivitas antikanker
sebagai upaya penyembuhan juga tampak adanya sebagai pencegahan tampak adanya penurunan jumlah
penurunan jumlah mikonukleus setelah pemberian mikonukleus setelah pemberian ekstrak etanol rimpang
ekstrak etanol rimpang temu manga. Hasil penelitian temu manga. Hasil penelitian ini diperkuat lagi dengan
ini juga diperkuat juga dengan lebih banyaknya sel lebih banyaknya sel darah merah (eritrosit) mature yang
darah merah mature yang bersirkulasi di sistem bersirkulasi di sistem peredaran darah yang diketahui
peredaran darah yang diketahui dari nilai hematokrit dari nilai hematokrit yang lebih tinggi pada kelompok
yang lebih tinggi pada kelompok pemberian ekstrak pemberian ekstrak etanol rimpang temu mangga
etanol rimpang temu mangga dibanding kelompok dibanding kelompok induksi siklofosfamid
induksi siklofosfamid.
PEMBAHASAN
Efek antikanker sebagai pencegahan (preventif) yang dinyatakan dengan penghambatan pembentukan
mikronukleus dan peningkatan nilai hematokrit ini terkait dengan adanya senyawa flavonoid yang terkandung dalam ekstrak
etanol rimpang temu mangga. Flavonoida merupakan suatu metabolit sekunder yang berpotensi sebagai antioksidan sehingga
mampu mengurangi aktivitas radikal anion superoksida dan hidroksil yang meningkat akibat metabolisme siklofosfamid.
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada peningkatan dosis ekstrak namun aktivitas terbaik tampak
pada dosis 800 mg/kg BB dengan jumlah mikronukleus yang mendekati kelompok CMC 1%, berarti terjadi induksi
pembentukan mikronukleus akibat siklofosfamid yang dapat dihambat pembentukannya dengan pemberian ekstrak etanol
rimpang temu mangga, dengan demikian dapat dinyatakan ekstrak etanol rimpang temu mangga memiliki efek antikanker
sebagai agen preventif.
Adanya aktivitas antikanker sebagai agen kuratif yang dilihat dari induksi pembentukan mikronukleus akibat
siklofosfamid yang dapat dikurangi pembentukannya dengan pemberian ekstrak etanol rimpang temu mangga dimana
aktivitas yang terbaik tampak pada dosis 800 mg/kg BB dengan jumlah mikronukleus yang terbentuk mendekati jumlah
mikronukleus pada kelompok suspemsi CMC 1%.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa
ekstrak etanol rimpang temu mangga mengandung senyawa golongan saponin,
flavonoid, glikosida, glikosida antrakuinon, dan steroid/triterpenoid dan memiliki
aktivitas antikanker baik preventif maupun kuratif dengan aktivitas terbaik
tampak pada dosis 800 mg/kg BB yang mendekati nilai pada kelompok suspensi
CMC 1%.
JURNAL UJI SITOTOKSIK IN VITRO
TUJUAN DAN METODE

TUJUAN METODE

• Untuk mengetahui pengaruh ekstrak • Penelitian ini dilakukan dengan metode


daun sirsak terhadap viabilitas cell line 3-(4,5 dimetyhlthiazolyl-2)-2,5-
kanker payudara T47D secara in vitro diphenyltetrazolium bromide (MTT)
dengan menggunakan metode MTT. untuk mengukur jumlah sel hidup atau
viabilitas sel. Serbuk garam tetrazolium
kuning dilarutkan dengan PBS dan
diletakkan pada setiap sumuran sel
PROSEDUR KERJA
Sampel akan dibagi menjadi delapan kelompok perlakuan konsentrasi ekstrak daun sirsak
yaitu 1000µg/ml, 500µg/ml, 250µg/ml, 125µg/ml, 62,5µg/ml, 31,25µg/ml, kontrol sel, dan
kontrol media. Masing-masing perlakuan akan diinkubasi selama 24 jam, 48 jam, dan 72
jam, dan dilakukan pengulangan sebanyak empat kali. Viabilitas sel diperiksa menggunakan
metode MTT. Hasil akan dibaca menggunakan alat Xmark microplate reader dengan metode
kolorimetri sehingga dihasilkan nilai absorban. Berdasarkan nilai absorban akan ditentukan
persentase sel hidup dan konsentrasi ekstrak yang dapat menghambat 50% viabilitas sel.
HASIL
Pada Gambar 1 didapatkan hasil bahwa ekstrak daun sirsak dalam
konsentrasi yang berbeda menghasilkan viabilitas sel yang berbeda. Pada masa
inkubasi 24 jam, viabilitas sel terkecil didapatkan pada pemberian ekstrak daun
sirsak dengan konsentrasi 1000 µg/ml sebesar 32,305% dan viabilitas sel terbesar
sebesar 207,441% pada konsentrasi 31,25%. Pada masa inkubasi 48 jam, viabilitas
sel terkecil didapatkan pada pemberian ekstrak daun sirsak dengan konsentrasi 1000
µg/ml sebesar 14,107% dan viabilitas sel terbesar sebesar 98,972% pada konsentrasi
31,25%. Pada masa inkubasi 72 jam, viabilitas sel terkecil didapatkan pada
pemberian ekstrak daun sirsak dengan konsentrasi 1000 µg/ml dengan persentase
viabilitas sel sebesar 11,513%. dan persentase viabilitas sel terbesar sebesar
64,639% pada konsentrasi 31,25%. Dari penelitian ini didapatkan semakin besar
konsentrasi maka viabilitas sel akan menurun, serta semakin lama masa inkubasi
persentase viabilitas sel juga akan rendah.
KESIMPULAN

Konsentrasi ekstrak daun sirsak yang dapat menghambat viabilitas


sel sebanyak 50% berdasarkan masa inkubasi secara berurutan
adalah 569,8 µg/ml, 431,6 µg/ml, dan 94,26 µg/ml. Konsentrasi
ekstrak daun sirsak yang berpotensi sebagai antikanker adalah 94,26
µg/ml masa inkubasi 72 jam.
JURNAL UJI SITOTOKSIK IN SILICO
Tujuan Penelitian Metode Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah


untuk mengetahui aktivitas
Molecular Docking
senyawa phytol hasil ekstrak
daun Zodia (Evodia sauveolens)
sebagai antikanker secara in
silico.
ALAT BAHAN

• Perangkat lunak dengan spesifikasi intel core i3 • Struktur 3D protein ALK kode pdb 5USQ
generasi ke 10, 2,10 GHz, RAM 8 GB, tipe
Windows 10 operating system 64 bit. • Struktur 3D senyawa phytol

• Software seperti Autodoc, PyRx, Notepad++, • Senyawa evodiamine yang dalam hal ini
Discovery Studio 2021 Client. sebagai control

• Database Pubchem (
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/)

• Protein Data Bank (https://www.rcsb.org),

• Web server Swiss Target Prediction (


www.swisstargetprediction.ch).

• Alat uji GCMS Agilent 5973 inert msd


TAHAP PENELITIAN
1. Tahap Preparasi Sampel
• Koleksi ligan senyawa phytol (ID: 5280435) dan evodiamine (ID: 442088) diunduh dari
database PubChem (https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/) dan disimpan dalam format 3D.
• Protein ALK dengan kode PDB 5USQ melalui website Protein Data Bank
(https://www.rcsb.org) diunduh dengan bentuk *.pdb.
• Sterilisasi protein menggunakan software Autodoc untuk disterilisasi dengan
menghilangkan molekul air, menambahkan molekul hidrogen, dan muatan parsial.
LANJUTAN…
• Setelah sterilisasi pada protein, maka selanjutnya dilakukan isolasi protein dari
ligan asli dengan cara Isolasi protein ALK dilakukan dengan menandai ligan 8LY
A 500 untuk dihapus.
• Hasil isolasi protein disimpan dalam format .pdb dan .pdbqt.
• Isolasi ligan asli dari protein dengan menghapus semua gugus protein ALK
selain gugus 8LY A 500.
• Lakukan minimasi pada ligan senyawa phytol, evodiamine dan ligan asli
menggunakan melalui software PyRx 0.8 dan disimpan dalam format *.pdb.
2. Tahap Molecular Docking 3. Tahap Visualisasi

• Gunakan software PyRx dengan menambahkan Gunakan software Discovery Studio 2021
protein ALK tanpa ligan asli, menambahkan
Client untuk menampilkan hasil docking
semua ligan senyawa phytol, evodiamine dan
secara 2D & 3D. Serta dapat memvisualisasi
ligan asli 8LY A 500.

hasil molecular docking meliputi nilai binding
Masing-masing ligan akan berinteraksi dengan
protein secara blind docking. af inity, nilai RMSD, berbagai jenis ikatan,
• Setelah molecular docking selesai maka diperoleh dan asam amino yang menjadi lokasi
nilai binding af inity, Root Mean Square penambatan ligan pada protein reseptor
Deviation (RMSD).
Hasil Molecular docking Hasil Visualisasi Docking

Protei Ligan Jenis Binding RMS Protei Ligan Jenis Asam Amino
n Kanke Affinity D n Ikatan
Target r (kcal/mol (Ao) Target
) ALK Phytol Hidrofobi LeuA: 278, Lys: 232,
Phytol -5,8 1,448 5USQ k ValA: 219, AlaA: 230,
ALK Kolore LeuA: 340, IleA: 211,
5USQ Evodamin ktal -7,7 2,074 TyrA: 282
e
Evodiamin Hidrofobi ArgA: 451,
e k ArgA: 472, TyrA: 476,
8LY A 500 -9,8 1,824 AlaA: 481
Hidrogen AlaA: 477, AsnA: 478

8LY A 500 Hidrofobi ValA: 219, LeuA: 340,


k AlaA: 350
Hidrogen GlyA: 212
PEMBAHASAN
Berdasakan hasil docking yang di lakukan dengan mengetahui nilai binding af inity dan RMSD
menunjukkan bahwa aktivitas senyawa phytol dengan protein ALK 5USQ memiliki energi
pengikatan yang lebih lemah di bandingkan evodiamine dan ligan 8LY A 500, namun senyawa
phytol lebih memiliki kesesuaian pada posisi ikatan dengan protein ALK dibandingkan dengan
evodiamine dan ligan 8LY A 500. Sehingga senyawa-senyawa phytol dapat dijadikan sebagai
alternatif obat antikaker kolorektar dengan protein ALK 5USQ karena sudah memenuhi kriteria
standart untuk nilai binding afinity dan RMSD, namun masih kurang efektif, dikarenakan
senyawa evodiamine memiliki nilai binding afinity lebih tinggi. Semakin negatif nilai binding
afinity (energi ikatan) maka semakin kuat ikatan yang terjadi, dan begitu sebaliknya (Purnomo,
2011). Nilai RMSD yang valid digunakan sebagai standar adalah < 2 Å (Ruswanto et al., 2015).
KESIMPULAN

Berdasarkan uji in silico pada penelitian ini


menunjukkan bahwa senyawa phytol tidak efektif
untuk dijadikan calon obat antikanker kolorektal
dikarenakan nilai RMSD 1,448 Å dan nilai binding
affinity sebesar -5,8 kcal/mol.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai