Anda di halaman 1dari 7

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA Nama : AGUNG YUNIZAR

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI NPM/Semester : 1031010019 / IV


UPN VETERAN JAWA TIMUR Romb/Group : II / E
NPM/ Teman Praktek : 1031010003 / M. AGUS
Praktikum : MIKROBIOLOGI 1131210035 / ONE Y. A
Percobaan : PEMBUATAN ZAT
Tanggal: 7 MEI 2012
LAPORAN RESMI
Pembimbing : IR. DYAH SUCI P, MT

Mikroorganisme sulit dilihat dengan mikroskop cahaya, karena tidak


mengadsorbsiatnupun membiaskan cahaya. Alasan inilah yang menyebabkan zat warna
digunakan untuk mewarnai mikroorganisme karena zat warna mengadsorbsi dan membiaskan
cahaya sehingga kontras mikroorganisme dengan lingkungannya ditingkatkan.

Pewarnaan dengan zat warna yang mengandung yodium menyebabkan amilopektin


berwarna biru atau keunguan, sedangkan glikogen berwarna merah kecoklatan atau merah
keunguan. Dengan melakukan pewarnaan sangat memungkinkan kita untuk melihat bakteri
dengan jelas, tetapi tidak dapat membedakan jenis-jenis bakteri yang berbeda dengan morfologi
yang soma.

Latar Belakang

Melihat dan mengamati bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit, kerena selain bakteri itu
tidak berwarna juga transparan dan sangat kecil. Selain itu bakteri yang hidup akan kontras
dengan air, dimana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan. Sedangkan, untuk mengatasi hal
tersebut maka dikembangkan suatu teknik pewarnaan sel bakteri, sehingga sel dapat terlihat jelas
dan mudah diamati. Oleh karena itu teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan salah satu cara
yang paling utama dalam penelitian-penelitian mikrobiologi. Prinsip dasar dari pewarnaan ini
adalah adanya ikatan ion antara komponen selular dari bakteri dengan senyawa aktif dari
pewarna yang disebut kromogen. Terjadi ikatan ion karena adanya muatan listrik baik pada
komponen seluler maupun pada pewarna. Berdasarkan adanya muatan ini maka dapat dibedakan
pewarna asam dan pewarna basa. Teknik pewarnaan gram tersebut dapat menghasilkan warna
merah dan ungu, bakteri gram negatif ditandai dengan pewarnaan merah sedangkan yang positif
berwarna ungu (Levine, 2000).
Praktikum persiapan pembuatan apusan dan teknik pewarnaan gram sangat penting
dilakukan karena untuk pengamatan biakan dari koloni mikroba dan biakan jamur dapat
dilakukan dengan mudah dan baik. Pewarnaan ini bertujuan untuk memberikan warna pada
bakteri pada akhirnya dapat diidentifikasi dengan mudah. Selain itu, ada endospora yang bisa
diwarnai. Endospora adalah organisme yang dibentuk dalam kondisi yang stres karena kurang
nutrisi, yang memiliki kemungkinan untuk tetap berlanjut di lingkungan sampai kondisi menjadi
baik (Pelczar dan Chan, 2007).
TINJAUAN PUSTAKA

Bakteri merupakan organisme prokariot. Umumnya ukuran bakteri sangat kecil, bentuk
tubuh bakteri baru dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 1.000 X
atau lebih (Waluyo, 2004). Sel bakteri memiliki panjang yang beragam, sel beberapa spesies
dapat berukuran 100 kali lebih panjang daripada sel spesies yang lain. Bakteri merupakan
makhluk hidup dengan ukuran antara 0,1 sampai 0,3 m. Bentuk bakteri bermacam macam
yaitu elips, bulat, batang dan spiral. Bakteri lebih sering diamati dalam olesan terwarnai dengan
suatu zat pewarna kimia agar mudah diamati atau dilihat dengan jelas dalam hal ukuran, bentuk,
susunan dan keadaan struktur internal dan butiran. Sel sel individu bakteri dapat berbentuk
seperti bola/elips, batang (silindris), atau spiral (heliks) (Pelczar & Chan, 2007).

Pewarnaan bakteri bertujuan untuk memudahkan melihat bakteri dengan mikroskop,


memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, untuk melihat struktur luar dan struktur dalam bakteri
seperti dinding sel dan vakuola, menghasilkan sifat-sifat fisik dan kimia yang khas daripada
bakteri dengan zat warna, serta meningkatkan kontras mikroorganisme dengan sekitarnya.
Teknik pewarnaan warna pada bakteri dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu pengecatan
sederhana, pengecatan diferensial dan pengecatan struktural. Pemberian warna pada bakteri atau
jasad- jasad renik lain dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis,
atau olesan, yang sudah difiksasi, dinamakan pewarnaan sederhana. Prosedur pewarnaan yang
menampilkan perbedaan di antara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikroba disebut teknik
pewarnaan diferensial (Pelczar & Chan, 2007).
Zat warna adalah senyawa kimia berupa garam-garam yang salah satu ionnya berwarna.
Garam terdiri dari ion bermuatan positif dan ion bermuatan negatif. Senyawa-senyawa kimia ini
berguna untuk membedakan bakteri-bakteri karena reaksinya dengan sel bakeri akan
memberikan warna berbeda. Perbedaan inilah yang digunakan sebagai dasar pewarnaan bakteri.
Sel-sel warna dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu asam dan basa. Jika warna terletak pada
muatan positif dari zat warna, maka disebut zat warna basa. Jika warna terdapat pada ion negatif,
maka disebut zat warna asam. Contoh zat warna basa adalah methylen blue, safranin, netral red,
dan lain-lain. Sedangkan anionnya pada umumnya adalah Cl -, SO4-, CH3COO-, COOHCOO?. Zat
warna asam umumnya mempunyai sifat dapat bersenyawa lebih cepat dengan bagian sitoplasma
sel sedangkan zat warna basa mudah bereaksi dengan bagian-bagian inti sel. Pewarnaan bakteri
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : fiksasi, peluntur warna, substrat, intensifikasi pewarnaan
dan penggunaan zat warna penutup (Sutedjo, 1991).
Prinsip dasar dari pewarnaan adalah adanya ikatan ion antara komponen selular dari
bakteri dengan senyawa aktif dari pewarna yang disebut kromogen. Ikatan ion dapat terjadi
karena adanya muatan listrik baik pada komponen seluler maupun pada pewarna. Terdapat tiga
mcam metode pewarnaan yaitu pewarnaan sederhana, pewarnaan diferensial dan pewarnaan
gram. Pewarnaan sederhana menggunakan pewarna tunggal, pewarnaan diferensial memakai
serangkaian larutan pewarna atau reagen. Pewarnaan gram merupakan metode pewarnaan yang
paling umum digunakan untuk mewarnai sel bakteri (Umsl, 2008).
Zat pewarna adalah garam yang terdiri atas ion positif dan ion negatif, salah satu di
antaranya berwarna. Pada zat warna yang bersifat basa, warna terdapat pada ion positif (zat
pewarna+ Cl-) dan pada pewarna asam, warna akan terdapat pada ion negatif (zat pewarna - Na+).
Hubungan antara bakteri dengan zat pewarna basa yang menonjol disebabkan terutama oleh
adanya asam nukleat dalam jumlah besar dalam protoplasma sel. Jadi, jika bakteri itu diwarnai,
muatan negatif dalam asam nukleat bakteri akan bereaksi dengan ion positif zat pewarna basa,
Kristal violet, safranin dan metilin blue adalah beberapa zat pewarna basa yang biasa digunakan.
Sebaliknya zat pewarna asam ditolak oleh muatan negatif bakteri menyeluruh. Jadi, mewarnai
bakteri dengan zat pewarna asam akan menghasilkan hanya pewarnaan pada daerah latar
belakang saja. Karena sel bakteri tak berwarna di atas latar belakang yang berwarna (Volk &
Wheeler, 1993).

Pewarnaan gram ditemukan pada tahun 1884 oleh seorang dokter kebangsaan Denmark
Christian Gram (membuat zat pewarna khusus) pewarna tersebut merupakan pewarna
differensial karena dapat membagi bakteri menjadi dua kelompok fisiologi, yang akan
memudahkan untuk identifikasi. Prosedur pertama dari pewarnaan gram ini adalah memberi
pewarna kristal violet, setelah 1 menit dibilas dan kemudian akan diberikan pewarna yodium,
setelah satu menit dibilas dan kemudian akan diberi laputan alkohol 95% selama 30 detik,
kemudian dibilas dan diberi pewarna safranin atau bismarck (untuk buta warna merah) selama 1
menit. Zat pewarna kristal violet dan yodium akan membentuk senyawa yang kompleks.
Beberapa bakteri akan melepaskan zat pewarna dengan mudah apabila dicuci dan beberapa
bakteri yang lain zat pewarna akan bertahan walaupun dicuci dengan alkohol 95%. Bakteri gram
positif akan terwarna ungu (kristal violet) dan bakteri gram negatif akan terwarna merah
(safranin) (Umsl, 2008).
Pewarnaan terhadap bakteri yang paling sering dilakukan adalah pewarnaan Gram dan
ZiehlNelsen. Pewarnaan tersebut untuk mengetahui morfologi, struktur, dan karakteristik
bakteri. Pewarnaan Gram dapat mengidentifikasi penyakit infeksi. Prosedur pewarnaan Gram
dimulai dengan pemberian kristal violet, setelah itu ditambahkan larutan iodium maka semua
bakteri akan berwarna biru. Setelah itu ditambah alkohol. Bakteri Gram positif membentuk
kompleks Kristal iodine yang berwarna biru. Setelah di tambahkan safranin, bakteri Gram positif
akan berwarna ungu. Contoh bakteri Gram positif adalah Streptococcus, Bacillus, Stapilococcus,
Clostridia, Corynebacterium dhypteriae, Peptococcus, Peptostreptococcus, dll. Sedangkan
bakteri Gram negatif akan terdekolorisasi oleh alcohol dan pemberian safranin akan memberikan
warna merah pada bakteri Gram negatif. Contoh bakteri Gram negative adalah Neisseria,
Klebesiella, Vellonella, Shigella, Salmonella, Hemophillus, dll (Cappuccino & Sherman, 1983).
Proses pewarnaan gram ini memerlukan 4 jenis reagen. Bakteri terbagi atas dua kelompok
berdasarkan pewarnaan ini, yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Perbedaan ini
berdasarkan warna yang dapat dipertahankan bakteri. Reagen pertama disebut warna dasar,
berupa pewarna basa, jadi pewarna ini akan mewarnai dengan jelas. Reagen kedua disebut bahan
pencuci warna (decolorizing agent). Tercuci tidaknya warna dasar tergantung pada komposisi
dinding sel, bila komponen dinding sel kuat mengikat warna, maka warna tidak akan tercuci
sedangkan bila komponen dinding sel tidak kuat mengikat warna dasar, maka warna akan
tercuci. Reagen terakhir adalah warna pembanding, bila warna tidak tercuci maka warna
pembanding akan terlihat, yang terlihat pada hasil akhir tetap warna dasar. Larutan yang biasa
dipakai adalah ungu kristal, lartan iodium, alkohol dan safranin (Tracy, 2005).
Teori Salton menjelaskan bahwa ada konsentrasi lipid yang tinggi pada dinding sel bakteri
Gram negatif. Sehingga jika lipid dilarutkan dalam pemberian alcohol, maka poripori akan
membesar dan tidak mengikat pewarna. Hal ini menyebabkan bakteri menjadi tidak berwarna.
Sedangkan bakteri Gram positif akan mengalami denaturasi selama pemberian alcohol. Hal ini
akan mengecilkan poripori sehingga menghasilkan kompleks kristal iodium.

Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang kuat dan lapisan peptidoglikan sebanyak
30 lapisan sehingga permeabilitas dinding selnya menjadi berkurang. Sedangkan bakteri Gram
negatif hanya memiliki 12 lapisan peptidoglikan sehingga memiliki permeabilitas dinding sel
yang lebih besar. Pewarnaan Gram terdiri atas Gram A (violet) (Kristal violet, Aalkohol,
Ammonium oksalat, Aquades), Gram B (cokelat) (Iodium, Kalium iodide, Aquades), Gram C
(Aseton, Alcohol), Gram D (merah) (Safranin, Alcohol, Aquades). Pewarnaan ZN digunakan
untuk mengidentifikasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri tahan asam, conttohnya adalah
Micobacteriom tuberculosis, Micobacterium leprae, Mycobacterium atypical seperti
Mycobacterium avium intraseluler / Mycobacterium avium complex yang tumbuh pada 41C
yang menyerang sistem imun, Mycobacterium marinum dan Mycobacterium ulcerans yang
tumbuh pada 31C dan menginfeksi kulit, Nocardia, Legionella mycdatci, Rhodococcus,
Tsukamurella, Gordonia / Gordona, Cryptosporidium, Isospora, Cyclospora, Sarcocytis, dll.
Contoh bakteri than asam yang tidak cocok pada pewarnaan ZN tetapi cocok pada Kinyoun
adalah Nycordia, Rhodococcus, Tsukamurella, dan Gordonia. Hasil pewarnaan ZN akan
mengidentifikasikan : 1. Bakteri tahan asam Bakteri tahan asam baru akan terkarakterisasi
setelah pewarnaan setelah pemberian asam alkohol. Hasilnya berwarna merah. 2. Bakteri tidak
tahan asam Hasilnya adalah berwarna biru karena dekolorisasi pada pewarnaan pertama oleh
asamalkohol, jadi perlu diberi pewarnaan kedua berupa counter stain. Sifat tahan asam pada
bakteri tahan asam disebabkan karena dinding selnya terdiri atas peptidoglikan, arabinogalaktan,
dan lipid (50%nya tersusun atas asam mikolat). Asam mikolat merupakan asam lemak ranai
panjang yang terdiri atas 3490 karbon. Pewarnaan ZN terdiri dari ZNA (merah) (Basic fusion,
Alcohol, Fenol, Aquades), ZNB (tidak berwarna) (HCl, Etil alcohol), dan ZNC (biru)
(Methylen blue, Aquades) (Madigan, 2003).

Secara garis besar teknik pewarnaan bakteri dapat dikategorikan sebagai berikut:
pewarnaan sederhana, pewarnaan differensial (pewarnaan gram dan pewarnaan tahan asam),
pewarnaan khusus untuk melihat struktur tertentu : pewarnaan flagel, pewarnaan spora,
pewarnaan kapsul, pewarnaan khusus untuk melihat komponen lain dan bakteri (pewarnaan
Neisser (granula volutin), pewarnaan yodium (granula glikogen) dan pewarnaan negatif
(Gozali, 2009)

Gambar 2.1 Pewarnaan Sederhana (Gozali, 2009)

Pewarnaan negatif, metode ini bukan untuk mewarnai bakteri tetapi mewarnai latar
belakangnya menjadi hitam gelap. Pada pewarnaan ini mikroorganisme kelihatan transparan
(tembus pandang). Teknik ini berguna untuk menentukan morfologi dan ukuran sel. Pada
pewarnaan ini olesan tidak mengalami pemanasan atau perlakuan yang keras dengan bahan-
bahan kimia, maka terjadinya penyusutan dan salah satu bentuk agar kurang sehingga penentuan
sel dapat diperoleh dengan lebih tepat. Metode ini menggunakan cat nigrosin atau tinta cina
(Hadiotomo, 1990)

Gambar 2.2 Pewarnaan Negatif (Hadiotomo, 1990)


Gambar 2.3 Pewarnaan Gram (Jason, 2009).
Endospora merupakan struktur spesifik yang ditemukan pada beberapa jenis bakteri. Struktur
endospora sangat bervariasi pada setiap spesies. Endospora merupakan struktur yang tahan
terhadap keadaan lingkungan yang ekstrim misalnya kering, pemanasan dan keadaan asam.
Karena kandungan air endospora sangat rendah bila dibandingkan dengan sel vegetatifnya, maka
endospra berbentuk sangat padat dan sangat refraktil bila dilihat di bawah mikroskop. Endospora
sangat sukar diwarnai dengan pewarnaan biasa, sehingga harus menggunakan pewarnaan
spesifik. Bakteri yang menghasilkan spora pada umumnya tahan terhadap pewarnaan, sedangkan
bakteri yang tidak memiliki spora dan hanya memiliki sel vegetatif tidak tahan terhadap
pewarnaan (Partic, 2008).

Endosopora tidak mudah diwarnai dengan zat pewarna pada umumnya, tetapi sekali
diwarnai, zat warna tersebut akan sulit hilang. Hal inilah yang menjadi dasar dari metode
pengecatan spora secara umum. Pada metode Schaeffer-Fulton yang banyak dipakai dalam
pengecatan endospora, endospora diwarnai pertama dengan malachite green dengan proses
pemanasan. Larutan ini merupakan pewarna yang kuat yang dapat berpenetrasi ke dalam
endospora. Setelah perlakuan malachite green, biakan sel dicuci dengan air lalu ditutup dengan
cat safranin. Teknik ini akan menghasilkan warna hijau pada endospora dan warna merah muda
pada sel vegetatifnya (Fardiaz, 1992).
Kondisi yang terus memburuk membuat endospora dibebaskan dari degenerasi sel
vegetatif dan menjadi sel independen yang disebut spora yang diakibatkan komposisi lapisan
kimia spora bersifat tahan terhadap efek-efek merusak, misalnya pemanasan berkelebihan,
pembekuan, radiasi, pengeringan, dan agent kimia lainnya sehingga diperlukan pewarnaan
khusus secara mikrobiologi dan ketika kondisi lingkungan kembali normal, spora bebas kembali
untuk aktif secara metabolik dan sel vegetatif berkurang resisten melalui germinasi.
Sporogenesis dan germinasi tidak dimaksudkan untuk reproduksi tetapi hanya mekanisme yang
menjamin ketahanan sel dibawah kondisi lingkungan (Suriawiria, 2005).

Endospora adalah struktur spesifik yang ditemukan pada beberapa jenis bakteri. Karena
kandungan air endospora sangat rendah bila dibandingkan dengan sel vegetatifnya, maka
endospora berbentuk sangat padat dan sangat refraktil bila dilihat di bawah mikroskop.
Endospora sangat sukar diwarnai dengan pewarna biasa, sehingga harus digunakan pewarna
spesifik dan yang biasa digunakan adalah malachite green.
Pewarnaan sederhana, merupakan pewarna yang paling umum digunakan. Disebut demikian
karena hanya digunakan satu jenis cat pewarna untuk mewarnai organisme. Kebanyakan bakteri
telah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofil (suka
akan basa). Zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin
(komponen kromofornya bersifat positif). Pewarnaan sederhana ini memungkinkan
dibedakannya bakteri dengan bermacam-macam tipe morfologi (coccus, vibrio, basillus, dsb)
dari bahan-bahan lainnya yang ada pasa olesan yang diwarnai (Hadiotomo, 1990).

Bakteri penghasil spora tahan terhadap pewarnaan. Oleh karena itu, setelah diwarnai oleh
suatu warna, misalnya malachite green, akan mengikat kuat senyawa pewarna. Untuk pewarnaan
selanjutnya, cat tersebut (misalnya safranin) sel spora tidak dapat menerimanya karena sudah
terikat dengan cat pertama. Akhirnya warna bakteri spora adalah hijau. Bakteri yang tidak
berspora cenderung tidak tahan pengecatan karena hanya memiliki sel vegetatif. Saat diwarnai
oleh malachite, sel vegetatif dapat mengikat warna tetapi dapat luntur setelah dilunturkan karena
ikatannya tidak kuat. Setelah pewarnaan selanjutnya dengan safranin, sel vegetatif mudah
mengikat warna kembali. Oleh karena itu, hasil pewarnaan akhir adalah merah muda dari
safranin (Assani, 1994).

Anda mungkin juga menyukai