Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA


ANALISIS OBAT DALAM MATRIK BIOLOGI

Nama : Duta Nugraha Febrianto


NIM : 1901086
Hari Praktikum : Selasa, 9 November 2021 (08.00 – 11.00)
Dosen Pengampu : Dr. Apt. Wira Noviana Suhery, M.Farm.
Asisten Dosen : Fintolin Jaya Putri
Regina Allaya, S. Farm
Yanto

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
PERCOBAAN IV
ANALISIS OBAT DALAM MATRIK BIOLOGI
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Memahami prinsip dan prosedur analisis obat dalam matrik biologi
II. TINJAUAN PUSTAKA

Untuk memberikan efek biologis, obat dalam bentuk aktifnya harus berinteraksi
dengan reseptor, tempat aksi atau sel target dengan kadar yang cukup tinggi. Sebelum
mencapai reseptor, obat terlebih dahulu harus melalui proses farmakokinetik. Fasa
farmakokinetik meliputi proses fasa II dan fasa III. Fasa II adalah proses absorbsi molekul
obat yang menghasilkan ketersediaan biologis obat, yaitu senyawa aktif dalam cairan darah
yang akan didistribusikan ke jaringan atau organ tubuh. Fasa III adalah fasa yang
melibatkan proses distribusi, metabolism dan ekskresi obat, yang menentukan kadar
senyawa aktif pada kompartemen tempat reseptor berada. (Siswandono, 1998)
Faktor-faktor penentu dalam proses farmakokinetik adalah:
1. Sistem kompartemen dalam cairan tubuh, seperti: cairan intrasel, eksternal (plasma
darah, cairan interstisial, cairan cerebrospinal) dan berbagai fasa lipofil dalam tubuh.
2. Protein plasma, protein jaringan dan berbagai senyawa biologis yang mungkin dapat
mengikat obat.
3. Distribusi obat dalam berbagai sistem kompartemen biologis, terutama hubungan
waktu dan kadar obat dalam berbagai sistem tersebut, yang sangat menentukan
kinetika obat.
4. Dosis sediaan obat, transport antar kompartemen seperti proses absorbs, bioaktivasi,
biodegradasi dan ekskresi yang menentukan lama obat dalam tubuh
(Siswandono, 1998)
Konsentrasi obat adalah elemen penting untuk menentukan farmakokinetik suatu
individu maupun populasi, konsentrasi obat diukur dalam sampel biologi seperti air susu,
saliva, plasma dan urin. Sensitivitas, akurasi, dan presisi dari metode analisis harus ada
untuk pengukuran Secara langsung obat dalam matriks biologis. Untuk itu metode
penetapan kadar Secara umum perlu divalidasi sehingga informaasi yang akurat
didapatkan untuk monitoring farmakokinetik dan klinik (Shargel, 1999).
Pengukuran konsentrasi obat di darah, serum atau plasma adalah pendekatan secara
langsung yang paling baik untuk menilai farmakokinetik obat tubuh. Darah mengandung
elemen seluler mencakup sel darah merah, sel darah putih, keeping darah dan protein
seperti albumin dan globulin. Pada umumnya serum atau plasma digunakan untuk
pengukuran obat. Untukmendapatkan serum, darah dibekukan dan serum diambil dari
supernatant setelah disentrifugasi. Plasma diperoleh dari supernatant darah yang
disentrifugasi dengan ditambahkan heparin. Oleh karena ituserum dan plasma tidak sama.
Plasma mengalir keseluruh jaringan tubuh termasuk semua elemen seluler darah. Dengan
berasumsi bahwa obat di plasma dalam kesetimbangan equilibrium dengan jaringan,
perubahan konsentrasi obat akan merefleksikan perubahan konsentrasi obat di jaringan
(Shergel, 1999).
Dalam sebuah analisis obat dalam cairan hayati, ada hal-hal penting dalam
farmakokinetik yang digunakan sebagai parameter-parameter, antara lain yaitu:
1. Tetapan laju invasi atau tetapan absorpsi.
2. Volume distribusi menghubungkan jumlah obat di dalam tubuh dengan konsentrasi
obat (C) di dalam darah atau plasma.
3. Ikatan protein.
4. Laju eliminasi dan waktu paruh dalam plasma (t ½ ).
5. Bersihan (Clearance) renal, ekstrarenal dan total.
6. Luas di bawah kurva dalam plasma (AUC), dan
7. Ketersediaan hayati.

Penentuan ketersediaan hayati kebanyakan hanya untuk bentuk sediaan obat seperti
tablet dan kapsul yang dgunakan peroral untuk memperoleh efek sistemik. Hal ini sediaan
obat yang lain selain bentuk padat atau penggunaan bentuk obat melalui rute lain selain
melalui mulut (Anief, 1995).
Untuk menganalisis darah total, komponen sel darah harus dilisis demikian,
sehingga kandungannya bercampur merata dengan sonikator atau ditentukan dalam jangka
waktu tertentu lalu disonikasi. Plasma berbeda dengan serum, serum adalah plasma yang
fibrinodennya telah dihilangkan dengan proses penjedaan. Sedangkan plasma diperoleh
dengan menambahkan suatu pencegah penjdalan ke dalam darah. Bila darah tidak diberi
antikoagulan, terjadilah penjendalan dan bila contoh seperti: dipusingkan maka
beningannya adalah serum (James, 1991).
Parameter-parameter yang berguna dalam penentuan ketersediaan hayati suatu obat
meliputi data plasma, data urin, efek farmakologi akut, respon klinik. Ketersediaan hayati
dilakukan baik terhadp bahan aktif yang telah disetujui maupun obat dengan efek terapetik
yang belum disetujui oleh FDA untuk dipasarkan. Setelah ketersediaan hayati dan
parameter- parameter farmakokinetika dari bahan aktif diketahui aturan dosis dapat
diajukan untuk mendukung pemberian label obat (Syukri, 2002).
Parameter farmakokinetika suatu obat diperoleh berdasarkan hasil pengukuran
kadar utuh dan atau metabolitnya di dalam cairan hayati (darah, urin, saliva atau cairan
tubuh lainnya). Oleh karena itu agar nilai-nilai parameter kinetik obat dapat dipercaya,
metode penetapan kadar harus memenuhi berbagai kriteria yaitu meliputi perolehan
kembali (recovery), presisi dan akurasi. Kepekaan dan selektivitas merupakan kriteria lain
yang penting, hal mana lainnya tergantung dari alat ukur yang dipakai. Selektibitas metode
menempati prioritas karena bentuk obat yang akan ditetapkan dalam cuplikan hayati adalah
bentuk tak berubah atau metabolitnya. Artinya metode analisis yang digunakan harus
memiliki spesifitas yang tinggi terhadap salah satu bentuk obat yang akan ditetapkan
tersebut. Sensitivitas merupakan metode berkaitan dengan kadar terendah yang dapat
diukur oleh metode yang digunakan. Dalam penelitian farmakokinetika, pilihan metode
analisis juga bergantung pada tingkat sensitivitas yang dimiliki oleh metode. Ketelitian
(akurasi) merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan
nilai yang diterima, baik nilai konvensi, nilai sebenarnya ataupun nilai rujukan. (Ilmawati,
2013).
III. PROSEDUR KERJA
a. Alat
 Labu ukur 100 ml  Lemari pendingin
 Pipet volume 0,1;0,2;1 dan 2  Pipet ukur 1 dan 5 ml
ml  Kuvet
 pH meter  Spektrofotometer UV
 Alat suntik  Kalkulator FX3600
 Thermostat  Stopwatch
 Vial  Kertas grafik
 Sentrifuge
b. Bahan
 NaOH 0,1 N  Kloroform
 Alcohol 70%  Isopropil alcohol
 Heparin  Plasma manusia
 HCl 0,1 N
c. Prosedur
a. Penentuan panjang gelombang serapan maksimal teofilin dalam NaoH 0,1N
1. Buat larutan induk teofilin 50 mg/50 ml dalam NaOH 0,1 N
2. Dari larutan induk tersebut diencerkan sehingga didapat larutan dengan
konsentrasi 3,5 µg/ml
3. Ukur serapan larutan pada panjang gelombang 200 sampai 400 nm
menggunakan spektrofotometer UV
4. Tentukan panjang gelombang serapan maksimum teofilin
b. Pembuatan kurva kalibrasi teofilin dalam NaOH 0,1N
1. Dari larutan induk teofilin dibuat satu deret larutan dengan konsentrasi 3,5 ;
5,5 ; 7,5 ; 9,5 ; 11,5 ; 13,5 µg/ml
2. Ukur serapan masing- masing larutan tersebut pada panjang gelombang
serapan maksimum
3. Tentukan persamaan regresi
c. Penetapan kadar dilakukan berdasarkan metode Schack dan Waxler yang
dimodifikasikan oleh Jenne dkk serta Zudema
1. Timbang 50 mg theopilin larutkan dalam 50 ml NaOH
2. Dengan menggunakan larutan induk di atas , di buat satu seri larutan dalam
plasma masing-masing dengan kadar 2,5 ; 5,0 ; 7,5 ; 10 ; 12,5 ; dan 15 µg/ml
sebanyak 10 ml
3. 2 ml larutan obat dalam plasma ditambahkan kedalam 0,4 ml HCl 0,1N dan
20 ml campuran kloroform-isopropil alkohol (2 : 1). Campuran dikocok 1
menit menggunakan corong pisah, ambil lapisan organik pada bagian bawah,
lalu saring
4. Filtrat yang diperoleh dipipet sebanyak 5 ml dan dimasukkan kedalam tabung
sentrifugasi, kemudian ditambahkan 2 ml NaOH 0,1N, dikocok selama 1 menit
dan disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Lapisan
NaOH diambil (bagian atas)
5. Nilai Absorbansi larutan diamati dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang maksimum
6. Buat kurva konsentrasi versus serapan
IV. HASIL

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Teofilin


50 𝑚𝑔 50000 𝑚𝑐𝑔
= = 1000 ppm
50 𝑚𝑙 50 𝑚𝑙

Dari 1000 ppm  3,5 ppm untuk diukur panjang gelombang maksimal teofilin 200-400 nm
Kurva Kalibrasi Teofilin dalam NaOH 0,1 N
 3,5 ppm  9,5 ppm
V1 x C1 = V2 x C2 V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 1000 ppm = 10 ml x 3,5 ppm V1 x 1000 ppm = 10 ml x 9,5 ppm
35 95
V1 = 1000 = 0,035 ml ~ 35 ml V1 = 1000 = 0,095 ml ~ 95 ml
 5,5 ppm  11,5 ppm
V1 x C1 = V2 x C2 V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 1000 ppm = 10 ml x 5,5 ppm V1 x 1000 ppm = 10 ml x 11,5 ppm
55 115
V1 = 1000 = 0,055 ml ~ 55 ml V1 = 1000 = 0,115 ml ~ 115 ml
 7,5 ppm  13,5 ppm
V1 x C1 = V2 x C2 V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 1000 ppm = 10 ml x 7,5 ppm V1 x 1000 ppm = 10 ml x 13,5 ppm
75
V1 = 1000 = 0,075 ml ~ 75 ml 135
V1 = 1000 = 0,135 ml ~ 135 ml
Konsentrasi (ppm) Absorban
3,5 0,219
5,5 0,346
7,5 0,471
9,5 0,585
11,5 0,709
13,5 0,834

Absorban
0.9 0.834
0.8 y = 0.0611x + 0.0079 0.709
0.7 R² = 0.9998 0.585
0.6
0.471
0.5
0.346
0.4
0.3 0.219
0.2
0.1
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16

Absorban Linear (Absorban) Linear (Absorban)

Persamaan regresi y = 0,0611x + 0,0079


R2 = 0,9998
Penetapan Kadar Teofilin dalam Matriks Biologi
50 𝑚𝑔 50.000 𝑚𝑐𝑔
= = 1000 ppm
50 𝑚𝑙 50 𝑚𝑙

Dibuat seri larutan konsentrasi plasma


2,5; 5,0; 7,5; 10; 12,5 dan 15 µg/ml sebanyak 10 ml
 2,5 ppm
V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 1000 ppm = 10 ml x 2,5 ppm
25 𝑝𝑝𝑚 . 𝑚𝑙
V1 = = 0,025 ml ~ 25 ml
1000 𝑝𝑝𝑚
 5 ppm
V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 1000 ppm = 10 ml x 5 ppm
5 𝑝𝑝𝑚 . 𝑚𝑙
V1 = = 0,05 ml ~ 50 ml
1000 𝑝𝑝𝑚
 7,5 ppm
V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 1000 ppm = 10 ml x 7,5 ppm
75 𝑝𝑝𝑚 . 𝑚𝑙
V1 = = 0,075 ml ~ 75 ml
1000 𝑝𝑝𝑚
 10 ppm
V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 1000 ppm = 10 ml x 10 ppm
100 𝑝𝑝𝑚 . 𝑚𝑙
V1 = = 0,1 ml ~ 100 ml
1000 𝑝𝑝𝑚
 12,5 ppm
V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 1000 ppm = 10 ml x 12,5 ppm
125 𝑝𝑝𝑚 . 𝑚𝑙
V1 = = 0,125 ml ~ 125 ml
1000 𝑝𝑝𝑚
 15 ppm
V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 1000 ppm = 10 ml x 15 ppm
150 𝑝𝑝𝑚 . 𝑚𝑙
V1 = = 0,15 ml ~ 150 ml
1000 𝑝𝑝𝑚

% Kesalahan
Konsentrasi
Absorbansi 1 Absorbansi 2 C(µg/ml) % Recovery
(µg/mL) Sistemik
2,5 0,7750 0,5825 10,9772 439,088% -399,088%
5,0 0,2997 0,6278 7,4813 149,626% -49,626%
7,5 0,6399 0,8014 11,7609 156,812% -56,812%
10 1,2267 0,0063 9,9658 99,658% 0,342%
12,5 0,1096 0,8876 8,0487 64,3896% 35,6104%
15,0 0,6683 0,1321 6,4487 42,9913% 57,0087%
 Konsentrasi 2,5 ppm
0,7550+ 0,5825
= 0,6787
2

y = 0,0615x - 0,0036
0,6787 = 0,0615x - 0,0036
0,6787− 0,0036
x= =10,9772 µg/ml
0,615

10,9772 µg/ml
% perolehan kembali = 𝑥 100% = 439,088%
2,5 𝑝𝑝𝑚

Kesalahan sistemik = 100% - 439,088% = -399,088%


 Konsentrasi 5 ppm
0,2997+ 0,5825
= 0,4637
2

y = 0,0615x - 0,0036
0,4637 = 0,0615x - 0,0036
0,4637 − 0,0036
x= =7,4813 µg/ml
0,615

7,4829 µg/ml
% perolehan kembali = 𝑥 100% = 149,626%
5 𝑝𝑝𝑚

Kesalahan sistemik = 100% - 149,626% = -49,626%


 Konsentrasi 7,5 ppm
0,6399 + 0,5825
= 0,7269
2

y = 0,0615x - 0,0036
0,7269 = 0,0615x - 0,0036
0,7269 − 0,0036
x= =11,7609 µg/ml
0,615

11,7609 µg/ml
% perolehan kembali = 𝑥 100% = 156,812%
7,5 𝑝𝑝𝑚

Kesalahan sistemik = 100% - 156,812%= -56,812%


 Konsentrasi 10 ppm
1,2267 + 0,0063
= 0,6165
2

y = 0,0615x - 0,0036
0,6165 = 0,0615x - 0,0036
0,6165 − 0,0036
x= =9,9658 µg/ml
0,615

9,9658 µg/ml
% perolehan kembali = 𝑥 100% = 99,658%
10 𝑝𝑝𝑚
Kesalahan sistemik = 100% - 99,658%= 0,342%
 Konsentrasi 12,5 ppm
0,1096 + 0,8876
= 0,4986
2

y = 0,0615x - 0,0036
0,4986 = 0,0615x - 0,0036
0,4986 − 0,0036
x= = 8,0487 µg/ml
0,615

8,0487 µg/ml
% perolehan kembali = 𝑥 100% = 64,3896%
12,5 𝑝𝑝𝑚

Kesalahan sistemik = 100% - 64,3896% = 35,6104%


 Konsentrasi 15 ppm
0,6683 + 0,1321
= 0,4002
2

y = 0,0615x - 0,0036
0,4002 = 0,0615x - 0,0036
0,4002 − 0,0036
x= = 6,4487µg/ml
0,615

6,4487µg/ml
% perolehan kembali = 𝑥 100% = 42,9913%
15 𝑝𝑝𝑚

Kesalahan sistemik = 100% - 42,9913% = 57,0087%

Konsentrasi (µg/ml) x1 (x-͞𝑥̅.x1) (x1 - ͞𝑥̅.x1)²

2,5 10,9776 µg/ml 1,8634 µg/ml 3,4723 µg/ml

5,0 7,4813 µg/ml -1,6325 µg/ml 2,6649 µg/ml

7,5 11,7609 µg/ml 2,64713 µg/ml 7,0073 µg/ml

10,0 9,9658 µg/ml 0,8520 µg/ml 0,7259 µg/ml

12,5 8,0407 µg/ml -1,0651 µg/ml 1,1343 µg/ml


15,0 6,4487 µg/ml -2,6651 µg/ml 7,1025 µg/ml

Jumlah 54,6826 µg/ml 22,10755 µg/ml

͞𝑥̅ = 9,113767 µg/ml


Standar Deviasi (SD)

Σ ( x1 − 𝑥̅ .x1)²
SD =√ 𝑛−1

22,10755 µg/ml
=√ 6−1

22,10755 µg/ml
=√ 5

=√4,42151
=2,10273
Kesalahan Acak (CV)
Simpangan Baku
CV = x 100 %
Σ x1
2,10273
= 54,6026 x 100 %

= 3,8453 %
V. PEMBAHASAN
Pada praktikum yang dilakukan secara offline ini dilakukan percobaan dengan judul
analisis obat melalui matriks biologi. Sampel yang digunakan pada percobaan kali ini adalah
teofilin. Teofilin adalah senyawa alkaloid turunan xanthum dan termasuk kedalam
kelompok purin. Teofilin digunakan sebagai obat untuk penyakit asma. Tujuan dari
percobaan kali ini adalah untuk mengetahui kadar teofilin dalam plasma dan agar kita juga
dapat memahami langkah langkah dalam menganalisis obat dalam cairan biologi serta
mengetahui prosedur obat di dalam cairan biologi dan dalam hayati agar nilai nilai
parameter obat dapat dipercaya dimetode ini sehingga harus memenuhi berbagai criteria
yaitu perolehan kembali.
Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika metode tersebut
dapat memperoleh nilai perolehan kembali yang tinggi. Pada praktikum kali ini dilakukan
metode perolehan kembali atau akurasi yang dimana merupakan metode analisis atau
kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai
sebenarnya atau nilai rujukan.
Matriks biologi adalah bahan-bahan lain diluar analit dalam sampel biologi seperti
darah, dahak, saliva, urin, rambut, hati, ginjal dan bagian atau jaringan lainnya. Pada
praktikum kali ini menggunakan sampel biologis yang digunakan adalah darah, dengan
menganalisa pada obat teofilin dengan reagen HCl, NaOH dan isopropil alkohol. Fungsi
penambahan NaOH adalah untuk melarutkan teofilin dan untuk meningkatkan sensitivitas
penyerapan cahaya (absorban). Berdasarkan FI III kelarutannya sukar larut dalam air yaitu
180, lebih mudah larut dalam air panas : mudah larut dalam alkil hidroksida dan dalam
ammonium hidroksida : sedikit sukar larut dalam etanol yaitu 1: 80, dalam klorofrom dan
eter. Pada percobaan ini teofilin dilarutkan terlebih dahulu dengan reagen NaoH untuk
meningkatkan kelarutan dari obat teofilin tersebut. Setelah dilarutkan dengan NaOH,
sampel diencerkan dengan HCL untuk menetralkan basa yang berlebih tersebut dan
mendapatkan teofilin dalam bentuk garam, memecahkan protein sehingga nanti dapat
menarik theopyllin kepada plasma yaitu dengan menghidrolisis gugus amin sekunder
menjadi amin aromatis primer pada teopilin, dan lalu ditambahkan kloroform – isopropyl
alcohol yang berfungsi untuk membantu reaksi pembentukan dan proses penarikan
komponen organic maupun anorganik seperti likes disolves likes. Larutan disentrifugasi
yang berfungsi agar diperoleh ekstrak bening dari sampel yang akan dianalisis. Larutan yang
berada dibagian atas dipipet dan selanjutnya diukur absorbannya dengan spektrofotometer
UV.
Analisa yang digunakan pada percobaan ini adalah bioanalisis secara kuantitatif dan
in-vivo. Bioanalisis kuantitatif adalah analisis suatu bahan obat maupun sediaan obat pada
sampel biologis yang didasarkan pada perbedaan senyawa dengan cara melakukan
penetapan kadarnya. Bioanalisis in-vivo adalah obat dimasukkan ke dalam sampel uji untuk
melihat efek atau pengaruh tubuh terhadap obat. Penentuan kadar suatu obat di dalam
sampel biologis adalah hal yang kompleks disebabkan sampel biologis pada umumnya
merupakan suatu matriks yang kompleks.
Darah merupakan sampel biologis yang paling umum digunakan dan mengandung
berbagai komponen seluler seperti sel darah merah, sel darah putih, platelet, dan berbagai
protein seperti albumin dan globulin. Pada umumnya bukan darah utuh tetapi plasma
ataupun serum yang digunakan untuk penentuan kadar obat plasma darah. Plasma darah
sendiri dapat dipisahkan dengan sel-sel darah melalui proses sentrifugasi. Sentrifugasi
adalah alat yang yang memisahkan larutan dengan cara memutar sampel pada kecepatan
tinggi dan memutar partikel yang lebih kuat atau yang tidak diinginkan akan terkumpul ke
dalam tabung dan akan mengendap pada bagian dasar tabung. Sehingga dengan adanya
pemisahan ini, tidak menggganggu pembacaan hasil absorbansi.
Pada proses sentrifugasi dimana darah dimasukkan ke dalam tabung kemudian alat
sentrifugasi dinyalakan dengan kecepatan tertentu agar sel-selnya mengendap dan berpisah
dari plasmanya. Plasma akan terletak di bagian atas sementara sel-sel darah akan
mengendap di bagian bawah plasma. Inilah yang digunakan sebagai matriks biologi.
Teofilin atau 13-dimetil-xantin merupakan salah satu obat yang memiliki indeks terapi
sempit yaitu 8-13 mg/L darah. Teofilin merupakan obat bronchodilator yang digunakan
pada penderita asma; kadar terapetik teofilina dalam serum 5-20 µg/ ml dan efek toksik
mulai terlihat di atas kadar 20 µg/ ml. Dalam praktek teofilina diberikan dalam bentuk dosis
ganda sehingga rancangan dosis yang tepat sangat diperlukan dan rancangan produk dalam
bentuk pelepasan terkendali adalah salah satu solusinya. Maka dari itu kita perlu untuk
menganalisis parameter farmakokinetika teofilina dalam bentuk pelepasan terkendali tablet
teofilina. Parameter yang diamati yaitu AUC, Cp max, t max, tetapan laju absorpsi (ka),
tetapan laju eliminasi (K), waktu paruh eliminasi (t ½), dan waktu okupansi obat. Analisa
obat dalam matrik biologi dalam cairan biologi ditujukan untuk memonitor penampilan
sediaan obat yang ada dalam perdagangan yang meliputi studi kesediaan hayati, konformasi
respon farmakologi, membuktikan adanya racun atau keracunan serta memonitoring obat
pada kasus overdosis.
Pengukuran konsenterasi obat didarah, serum atau plasma adalah pendekatan secara
langsung yang paling baik untuk menilai farmakokinetik obat didalam tubuh. Darah
mengandung elemen seluler mencakup sel darah merah, sel darah putih, keeping darah dan
protein serta albumin dan globulin. Pada umumnya serum atau plasma digunakan untuk
pengukuran obat. Penggunaan plasma ini dengan berasumsi bahwa obat didalam plasma
dalam kesetimbangan jaringan perubahan konsenterasi obat akan merefleksikan perubahan
konsenterasi obat dijaringan. Itulah alasan kenapa digunakannya plasma dan parameter
dalam percobaan ini adalah biovaibilitas dengan melihat persen perolehan.
Absorbansi yang didapatkan dari pengukuran menggunakan spektrofotometer tadi
untuk tiap tiap seri larutan adalah 0,219, 0,346, 0,471, 0,585, 0,709, 0,894 . Dan setelah
dilakukan perhitungan, didapatkan nilai perolehan kembali pada tiap seri larutan berturut
turut adalah 439,088%, 149,626%, 156,812%, 99,658%, 64,3896%, dan 42,9913% dari
hasil ini dapat dikatakan bahwa yang memenuhi persyaratan perolehan nilai kembali adalah
pada kadar 10 μg/ml dengan nilai 99,658%. Sesuai dengan teorinya yaitu persyaratan yang
dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika metode tersebut dapat memperoleh nilai
perolehan kembali yang tinggi (75%-90% atau lebih), dan kesalahan acak kurang dari 10%.
Adapun kesalahan yang terjadi dalam percobaan ini dapat disebabkan karena
kesalahan dalam penambahan reagen HCl, NaOH, dan isopropyl akohol, atau kesalahan
dalam prosedur pembacaan spektrofotomerter uv sehingga data yang didapat berbeda, atau
kurang jernihnya supernatan yang dipipet untuk pengukuran absorbansi sehingga nilai yg
dihasilkan salah.
VI. KESIMPULAN
1. Matriks biologi adalah bahan-bahan lain diluar analit dalam sampel biologi.
2. Contoh matriks biologi diantaranya adalah serum, darah, saliva, urin, jaringan, rambut,
hati, ginjal, dan ASI.
3. Analisa obat dalam matrik biologi dalam cairan biologi ditujukan untuk memonitor
penampilan sediaan obat yang ada dalam perdagangan yang meliputi studi kesediaan
hayati,konformasi respon farmakologi, membuktikan adanya racun atau keracunan
serta memonitoring obat pada kasus overdosis
4. Pengukurann kosentrasi obat dalam darah, serum atau plasma adalah pendekatan secara
langsung yang paling baik untuk menilai farmakokineik obat tubuh
5. Percobaan yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah penentuan panjang
gelombang maksimum, kurva kalibrasi serta nilai kembali dari teofilin
6. Fungsi penambahan HCl adalah untuk menetralkan basa yang berlebih tersebut dan
mendapatkan teofilin dalam bentuk garam, memecahkan protein sehingga nanti dapat
menarik theopyllin kepada plasma
7. Tujuan penambahan isopropil alkohol dan kloroform tersebut adalah sebagai pelarut
organik yang akan menyebabkan terjadinya pemisahan antara plasma dengan pelarut
tersebut juga untuk menarik teofilin dari dalam plasma tersebut dimana plasma berada
pada lapisan atas dan lapisan organiknya ada pada bagian bawah.
8. Penggunaan corong pisah berfungsi untuk membuat larutan sampel menjadi dua lapisan
antara lapisan organic dan anorganik
9. Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi maka
absorbansi dan % perolehan kembali yang didapatkan semakin kecil, namun hasil yang
didapatkan pada percobaan ini tidak sesuai dengan literature
10. Berdasarkan hasil percobaan, didapatkan nilai kembali yang baik yaitu pada seri larutan
10 ppm yang memenuhi persyaratan recovery yang baik
11. Kesalahan yang terjadi dalam percobaan ini dapat disebabkan karena kesalahan dalam
penambahan reagen HCl, NaOH, dan isopropyl akohol, atau kesalahan dalam prosedur
pembacaan spektrofotomerter uv, atau kurang jernihnya supernatan yang dipipet untuk
pengukuran absorbansi
VII. DAFTAR PUSTAKA
Chiou, W. L. & Riegelman, S. 1971. Pharmaceutical Applications of Solid Dispersion
System. J Pharm Sci, 60(9),1281-1302.
Kumari, R., Chandel, P. dan Kapoor, A. 2013. Paramount Role of Solid Dispersion in
Enhancement of Solubility. Indo Global Journal of Pharmaceutical Sciences.
Kumar, P., Singh, C. (2013). A Study on Solubility Enhancement Methods for Poorly Water
Soluble Drugs. American Journal of Pharmacological Sciences, 1(4), 67-73.
Martin et al. 2008. Farmasi Fisik Edisi Ketiga Jilid II. Jakarta: UI Press. Shargel, L., Wu-
Pong, S. dan Yu, A., 2004. Applied Biopharmaceutics and
Pharmacokinetics, 5th ed. McGraw Hill: Boston.
Tiwari, R., Tiwari, G., Srivastava, B., & Rai, A.K. (2009). Solid Dispersions : An Overview
To Modify Bioavailability Of Water Soluble Drugs. International Journal of
PharmTech
VIII. JAWABAN PERTANYAAN
PERTANYAAN
1. Mengapa pada penetapan kadar theopillin dalam plasma menggunakan HCl,
NaOH,serta isopropil alkohol? Jelaskan peran masing-masing larutan diatas dalam
analisa obat pada plasma
2. Yang manakah dari percobaan diatas yang dimaksud dengan matrik biologi?
3. Sebutkan contoh lain dari matrik biologi
JAWABAN:
1. Pemberian larutan HCl,NaOH, dan isopropil alkohol berfungsi sebagai reagen dimana
tujuan pemberiannya yaitu:
 HCL ditambahkan pada larutan plasma yang bertujuan untuk untuk menetralkan
basa yang berlebih tersebut dan mendapatkan teofilin dalam bentuk garam,
memecahkan protein sehingga nanti dapat menarik theopyllin kepada plasma
 Penambahan kloroforom : isopropil alcohol (2:1) merupakan pelarut organic yang
bertujuan untuk memisahkan larutan menjadi dua lapisan saat dilakukan
penyaringan pada corong pisah dimana akan membentuk lapisan organik pada
bagian bawah.
 NaOH 0,1N yang bertujuan untuk menetralkan asam.

2. Pada percobaan ini matriks biologi yang digunakan yaitu plasma darah dari manusia
Plasma biasanya digunakan untuk analisis klinis ataupun deteksi kandungan analit tertentu
karena kandungan komponen darahnya lebih sedikit dibandingkan darah utuh yang
memiliki matriks biologi yang sangat kompleks, sehingga lebih menguntungkan untuk
analisis dan meminimalisir kegagalan ataupun kesalahan dalam analisis.
3. darah, dahak, saliva, urin, rambut, hati, ginjal dan bagian atau jaringan lainnya.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai