Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN

SEMI PADAT-CAIR

SUSPENSI

Ditujukan untuk memenuhi tugas matakuliah Formulasi dan Teknologi Sediaan


Semi Padat - Cair

Disusun oleh :

1. Rizki Akbar Nur B (18/FAM/099)


2. Meylisa (19/FAM/143)
3. Apri Setiana (19/FAM/144)
4. Laela Tiki Budianto (19/FAM/145)
5. Amalia Difa Lestari (19/FAM/146)
6. Revani Eka Saputri (19/FAM/147)
7. Mirari Dwi R (19/FAM/148)

PROGRAM STUDY S1 FARMASI

STIKes IBNU SINA AJIBARANG

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Allah SWT atas limpahan rahmatnya kepada kita
semua. Rasa syukur itu dapat kita wujudkan dengan cara memelihara lingkungan
dan mengasah akal budi pekerti kita untuk memanfaatkan karunia Allah SWT itu
dengan sebaik-baiknya.

Jadi,rasa syukur itu harus senantiasa kita wujudkan dengan rajin belajar dan
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan cara itu, anda akan menjadi
generasi bangsa yang tangguh dan berbobot serta pintar. Makalah ini yaitu materi
“Formulasi dan Teknologi Sediaan Semi Padat - Cair” tentang “SUSPENSI”.

Segala usaha telah kami lakukan untuk menyelesaikan makalah ini. Namun,
dalam usaha yang maksimal itu kami menyadari tentu masih terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu kami mengharap kritik dan saran dari semua pihak yang
bisa kami jadikan sebagai motivasi.

Ajibarang, Juni 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan 2

BAB II ISI

A. Prinsip kimia fisika dalam formulasi suspensi 3

B. Metode pembuatan suspensi 6

C. Suspensi rekonstitusi 6

D. Formulasi sediaan suspensi 11

E. Evaluasi sediaan suspensi 17

F. Ketidakstabilan suspensi 21

BAB III Penutup

A. Kesimpulan 23

Daftar Pustaka 24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Suspensi merupakan salah satu contoh sediaan cair yang secara
umum dapat di artikan sebagai suatu system dispers kasar yang terdiri atas
bahan padat tidak larut tetapi terdispers merata kedalam pembawanya.
Alasan bahan obat di formulasikan dalam bentuk sediaan suspensi yatu
bahan obat mempunyai kelarutan yang kecil atau tidak larut dalam tetapi
diperlukan dalam bentuk sediaan cair,mudah diberikan pada pasien yang
sukar menelan obat dapat diberikan pada anak-anak. Alasan sediaan
suspensi dapat diterima oleh para konsumen dikarenakan penampilan baik
dari segi warna, ataupun bentuk wadahnya. Penggunaan sediaan suspensi
jika dibandingkan dengan bentuk larutan lebih efisien karena suspensi dapat
mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air. Sediaan dalam
bentuk suspensi juga ditujukan untuk pemakaian oral dengan kata lain
pemberian yang dilakukan melalui mulut. Sediaan dalam bentuk suspensi
diterima baik oleh para konsumen dikarenakan penampilan baik itu dari segi
warna atupun bentuk wadahnya.
Kekurangan suspensi sebagai bentuk sediaan adalah pada saat
penyimpanan, memungkinkan terjadinya perubahan sistem dispersi
(cacking, flokulasi, deflokulasi) terutama jika terjadi fluktuasi atau
perubahan temperatur.
Sasaran utama didalam merancang sediaan berbentuk suspensi
adalah untuk memperlambat kecepatan sedimentasi dan mengupayakan agar
partikel yang telah tersedimentasi dapat disuspensi dengan baik.
Demikian sangat penting bagi kita sebagai tenaga farmasis untuk
mengetahui dan mempelajari pembuatan bentuk sediaan suspensi yang
sesuai dengan syarat suspensi yang ideal.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa prinsip kimia fisika dalam formulasi suspensi?
2. Bagaimana metode pembuatan suspensi?
3. Apa itu suspensi rekonstitusi?
4. Bagaimana formulasi sediaan suspensi?
5. Bagaimana evaluasi sediaan suspensi?
6. Apa saja jenis ketidakstabilan suspensi?
C. TUJUAN
1. Mengetahui apa itu prinsip kimia fisika dalam formulasi suspensi
2. Mengetahui bagaimana metode pembuatan suspensi
3. Mengetahui apa itu suspensi rekonstitusi
4. Mengetahui formulasi sediaan suspensi
5. Mengetahui bagaimana evaluasi sediaan suspense
6. Mengetahui apa saja jenis ketidakstabilan suspensi

2
BAB II

PEMBAHASAN

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut
yang terdispersi dalam fase cair (Farmakope Indonesia IV Th. 1995, hlm 18).
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus
dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa (Farmakope Indonesia III, Th.
1979, hal 32).
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut
dan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa, atau sediaan padat terdiri
dari obat dalam bentuk serbuk halus, dengan atau tanpa zat tambahan, yang akan
terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa yang ditetapkan. Yang pertama
berupa suspensi jadi, sedangkan yang kedua berupa serbuk untuk suspensi yang
harus disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan (Fornas Edisi 2 Th. 1978 hal
333).
A. Penerapan Prinsip-prinsip kimia fisika dalam formulasi suspensi
(Farmawaty, 2015) :

Difokuskan pada sifat :

− Daerah antar muka


− Fase dispers
− Medium dispers
1. Daerah antarmuka
a. Tegangan muka/antar muka
Tegangan muka/antarmuka adalah gaya persatuan panjang yang terjadi
pada antar muka antara 2 fase yang tidak dapat tercampurkan
b. Energi bebas permukaan
Energi Bebas Permukaan menyatakan kerja yang diperlukan untuk
menaikkan luas permukaan sebesar A pada komposisi yang tetap.
c. Adsorpsi antarmuka

3
Adsorbsi antarmuka, Pada dasarnya adsorbsi adalah efek dari permukaan.
Adsorbsi digunakan untuk menggambarkan proses akumulasi pada
permukaan. Dapat terjadi selama penyiapan sediaan suspensi.
2. Fase dispers
a. Pembasahan/sudut kontak
Pembasahan (wetting) partikel padat adalah pengusiran udara pada
permukaan partikel oleh cairan. Untuk menurunkan tegangan permukaan
bisa digunakan wetting agent atau surfaktan. Aksi yang paling penting
dari suatu bahan pembasah adalah menurunkan sudut kontak antara
permukaan dan cairan pembasah. Sudut kontak adalah sudut antara tetes
cairan dan permukaan yang mana pertikel itu akan menyebar.
b. Muatan partikel
Muatan partikel. Suspensi adalah suatu sistem yang secara antar muka
tidak stabil. Hal ini disebabkan besarnya luas permukaan partikel (akibat
ukuran partikel kecil) menyebabkan meningkatnya energi bebas
permukaan. 7 kondisi tidak stabil. Untuk menjadi lebih stabil partikel
akan memilih untuk berkelompok sehingga memperkecil luas permukaan
dan memperkecil pula energi bebas permukaan. Maka dapat ditambahkan
surfaktan untuk memperkecil tegangan permukaan dan menurunkan
energi bebas.
c. Lapisan ganda listrik
Lapisan ganda listrik, muatan listrik dapat dikembangkan dalam pertikel
tersuspensi sebagai hasil ionisasi dari gugus kimia pada permukaan
padatan, absorbsi dari molekul surfaktan pada permukaan padatan, atau
absorbsi elektrolit dari larutan pada permukaan padatan.
d. Zeta potensial
Zeta potensial, didefinisikan sebagai perbedaan potensial antar
permukaan lapisan yang terikat lemah dan daerah netral listrik dari
larutan
e. Ukuran bentuk dan kerapatan partikel, pertumbuhan Kristal
Yang memicu terjadinya kristal : Keadaan jenuh, Pendinginan ekstrim
dan pengadukan cepat, Sifat aliran pelarut yang dapat mengkristalkan zat

4
aktif, Keberadaan cosolutes, cosolvent, dll. Kondisi saat proses
pembuatan, Digunakan cara freez-traw cycling, yaitu diturunkan sampai
titik beku, lalu dinaikkan sampai mencair kembali. Dengan cara ini dapat
dilihat pertumbuhan kristal, yang pada pokoknya menjaga agar tidak
terjadi perubahan ukuran partikel dan sifat kristal.
f. Agregasi, flokulasi dan sedimentasi
Flokulasi terjadi apabila gaya tolak menolak antar partikel relatif kecil
sehingga partikel cenderung untuk mendekat dan menggumpal dengan
jarak yang cukup untuk membuat flokulat yang renggang. Partikel yang
terflokulasi akan mengendap dengan cepat tetapi, karena ikatan antar
partikel lemah menjadi mudah untuk didispersikan kembali.
g. Gerak brown
Gerak Brown adalah gerak acak, gerak tidak beraturan atau gerak zig zag
partikel koloid. Gerakan ini terjadi karena benturan tidak teratur antara
partikel koloid terdispersi dan medium pendispersi.
3. Medium dispers
a. Viskositas
Dengan menambah kekentalan (viskositas) cairan, gerakan turun partikel
yang dikandungnya akan diperlambat (laju pengendapan diperlambat),
sehingga suspensi tetap stabil. Tapi kekentalan suspensi tidak boleh
terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.
b. Suspending agent
Suspending agent digunakan untuk mencegah pengendapan dan
mempengaruhi sifat rheologi suspensi.
c. Koloid pelindung
Koloid pelindung atau hidrofilik seperti gelatin, gum (tragakan, xantin,
dll) dan derivate selulosa (Na.CMC, hidroksi profil selulosa, dan hidroksi
propil metil selulosa) yang diserap meningkatkan kekuatan dari bentuk
lapisan hidrasi sekeliling partikel yang tersuspensi melalui ikatan
hidrogen dan interaksi molekul.
d. Thickening agent

5
Thickening agent atau pengental adalah zat yang dapat meningkatkan
viskositas dari cairan tanpa secara substansial mengubah sifat lainnya.
e. Rheologi
Rheologi menggambarkan aliran zat cair atau perubahan bentuk
(deformasi) zat di bawah tekanan
B. Metode pembuatan suspensi
1. Metode Dispersi
Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk bahan obat
ke dalam musilago yang telah terbentuk, kemudian baru diencerkan. Perlu
diketahui bahwa kadang-kadang terjadi kesukaran pada saat
mendispersikan serbuk ke dalampembawa. Hal tersebut karena adanya
udara, lemak atau kontaminan pada serbuk. Serbuk yang sangat halus
mudah termasuki udara sehingga sukar dibasahi. Mudah dan sukarnya
sebuk dibasahi tergantung pada besarnya sudut kontak antara zat
terdispersi dengan medium. Jika sudut kontak kurang lebih 90o, sebuk akan
mengembang diatas cairan. Serbuk yang demikian tersebut memiliki sifat
hidrofob. Untuk menurunkan tegangan permukaan antara partikel zat padat
dengan cairan tersebut perlu ditambahkan zat pembasah atau wetting
agent.

2. Metode Presipitasi
Metode ini dilakukan dengan cara zat yang hendak didispersikan
dilarutkan dahulu ke dalam pelarut organik yang hendak dicampur dengan
air. Setelah larut dalam pelarut organik, larutan zat ini kemudian
diencerkan dengan larutan pensuspensi dalam air sehingga akan terjadi
endapan halus tersuspensi dengan bahan pensuspensi. Cairan organik
tersebut adalah etanol, propilenglikol, dan polietilenglikol. (Syamsuni,
2006)

C. Suspensi Rekonstitusi

Suspensi rekonstitusi adalah campuran sirup dalam keadaan kering yang


akan didespersikan dengan air pada saat akan digunakan. Umumnya, suatu

6
sediaan suspensi kering dibuat karena stabilitas zat aktif didalam pelarut air
terbatas, baik stabilitas kimia atau stabilitas fisika. (Rowe, Raymond C,.2003)
Alasan Pembuatan Suspensi Kering :
Umumnya, suatu sediaan suspensi kering dibuat karenastabilitas zat aktif dalam
pelarut air terbatas, baik stabilitas kimia atau stabilitas fisik. Umumnya antibiotik
memiliki stabilitas terbatas di dalam pelarut air.
Persyaratan Sediaan Suspensi Rekonstitusi (Pharm.Dosage Forms : Disperse
System, 1989, Vol 2, hal 318) :
1. Campuran serbuk/granul harus merupakan campuran yang homogen,
sehingga konsentrasi/dosis tetap untuk setiap pemberian obat.
2. Selama rekons titusi campuran serbuk harus terdispersi secara cepat dan
sempurna dalam medium pembawa.
3. Suspensi yang sudah direkonstitusi harus dengan mudah didispersikan
kembali dan dituang oleh pasien untuk memperoleh dosis yang tepat dan
serba sama.
4. Produk akhir harus menunjukkan penampilan, rasa, dan aroma yang menarik.
Keuntungan Sediaan Suspensi Rekonstitusi
Untuk zat aktif yang tidak stabil dalam pembawa air, kestabilan zat aktif
dapat dipertahankan karena kontak zat padat dengan medium pendispersi dapat
dipersingkat dengan mendispersikan zat padat dalam medium pendispersi pada
saat akan digunakan.
Jenis Sediaan Rekonstitusi Suspensi :
1) Suspensi rekonstitusi yang berupa campuran serbuk
Formulasi berupa campuran serbuk merupakan cara yang paling
mudah dan sederhana. Proses pencampuran dilakukan secara bertahap
apabila ada bahanberkhasiat dalam komponen yang berada dalam jumlah
kecil. Penting untuk diperhatikan, alat pencampur untuk mendapatkan
campuran yang homogen. Keuntungan formulasi campuran serbuk :
− Alat yang dibutuhkan sederhana, hemat energi dan tidak banyak
− Jarang menimbulkan masalah stabilitas dan kimia karena tidak
digunakannya pelarut dan pemanasan saat pembuatan.
− Dapat dicapai kelembaban yang sangat rendah

7
Kerugian formulasi campuran serbuk :
− Homogenitas kurang baik. Sulit untuk menjamin distribusi obat yang
homogen ke dalam campuran.
− Kemungkinan adanya ketidakseragaman ukuran partikel.
− Aliran serbuk kurang baik.
Variasi ukuran partikel yang terlalu banyak berbeda dapat menyebabkan
pemisahan bentuk lapisan dengan ukuran. Aliran yang tidak baik dapat
menimbulkan pemisahan.
2) Rekonstitusi suspensi yang digranulasi
Pembuatan dengan cara digranulasi terutama ditujukan untuk
memperbaiki sifat aliran serbuk dan pengisian dan mengurangi volume
sediaan yang voluminous dalam wadah. Dengan cara granulasi ini, zat aktif
dan bahan-bahan lain dalam keadaan kering dicampur sebelum diinkorporasi
atau disuspensikan dalam cairan penggranulasi.Granulasi dilakukan dengan
menggunakan air atau larutan pengikat dalam air. Dapat juga digunakan
sebagai pelarut non-air untuk bahan berkhasiat yang terurai dengan adanyaair.
Keuntungan cara granulasi :
− Memiliki penampilan yang lebih baik daripada campuran serbuk.
− Memiliki sifat aliran yang lcbih baik.
− Tidak terjadi pemisahan.
− Tidak terlalu banyak menimbulkan debu selama pengisian.
Kerugian cara granulasi :
− Melibatkan proses yang lebih panjang serta dibutuhkan peralatan yang
lebih banyak dan membutuhkan energi listrik.
− Adanya panas dan kontak dengan pelarut dapat menyebabkan terjadinya
instabilitas zat akif.
− Sulit sekali menghilangkan sesepora cairan penggranul dari bagian dalam
granul dimana dengan adanya sisa cairan penggranul kemungkinan dapat
menurunkan cairan.
− Eksipien yang ditambahkan harus stabil terhadap proses granulasi.
− Ukuran granul diusahakan sama karena bagian yang halus akan memisah
sebagai butiran fines.

8
3) Suspensi rekonstitusi yang merupakan campuran antam granul dan serbuk
Pada cara ini komponen yang peka terhadap panas seperti zat aktif
yang tidak stabil terhadap panas atau flavor dapat ditambahkan sebelum
pengeringan granul untuk mencegah pengaruh panas. Pada tahap awal dibuat
granul dari beberapa komponen, kemudian dicampur dengan serbuk (fines).
Kerugian dari cara ini :
− Meningkatnya resiko tidak homogen.
− Untuk menjaga keseragaman, ukuran partikel harus dikendalikan.

Perbandingan Ketiga Jenis Suspensi Rekonstitusi


Jenis Suspensi Keuntungan Kerugian
Campuran serbuk Lebih ekonomis, resiko Terjadi mixing dan
ketidakstabilan lebih segregasi, kehilangan
rendah selama proses
Campuran granul Penampilan lebih baik, Harga lebih mahal, efek
karakteristik aliran lebih panas dan cairan
baik, segresi dan debu penggranulasi pada obat
dapat ditekan dan eksipien
Kombinasi antara serbuk Harga lebih murah, dapat Dapat terjadi segregasi
dan granul menggunakan senyawa campuran yang granular
yang tidak tahan panas dan non-granular
(Pharm.Dosage Form : Disperse System, vol 2, hal 326)

Komponen yang Terdapat Dalam Suspensi Rekonsitusi Terdiri Dari :


1. Zat aktif
Zat aktif dengan kelarutan yang relatif kecil dalam fasa pendispersi.
Sifat partikel yang harus diperhatikan adalah ukuran partikel dan sifat
permukaan padat-cair (hidrofob/hidrofil).
2. Bahan Pensuspensi
Bahan ini digunakan untuk memodifikasi viskositas dan menstabilkanzat
yang tidak larut dalam mediumpendispersi. Bahan pensuspensi yang sering
digunakan dalam suspensi rekonstitusi antara lain: Akasia, CMC Na, Iota

9
karagen, Mikrokristalin selulosa dengan CMC Na, Povidon, Propilengliko,
alginat, Silikon dioksida, koloidal, Na starch glycolate, Tragakan, Xanthan gum
3. Pemanis
Obat umumnya pahit dan tidak enak. Untuk mengatasi hal ini sukrosa
selain digunakan sebagai pemanis, berperan pula sebagai peningkat viskositas
dan pengencer padat. Sukrosa dapat pula dihaluskan untuk meningkatkan luas
permukaan dan dapat pula digunakan sebagai pembawa untuk komponen yang
berbentuk cair misalnya minyak atsiri. Pemanis lain yang dapat digunakan:
manitol, aspartam, dekstrosa, dan Na sakarin. Aspartam cukup stabil tapi tidak
tahan panas.
4. Wetting agent
Wetting agent ini dipakai jika zat aktif bersifat hidrofcb. Zat yang
hidrofob menolak udara, untuk mempermudah pembaşahan ditambahkan
wetting agent. Wetting agent ini harus efektif pada konsentrasi kecil. Zat
pembasah yang berlebihan akan mengakibatkan pembentukan busa dan'rasa
yang tidak menyenangkan. Yang lazim digunakan adalah Tween 80, non ionik,
paling kompatibel dengan eksipien kationik dan anionik dari obat. Konsentrasi
yang biasa digunakan adalah <0,1%. Zat lain yang lazim digunakan adalah Na
lauril sulfat, anionik, inkompatibel dengan obat kationik.
5. Dapar
Untuk mencapai pH yang optimum dari semua bahan yang ditambahkan.
Untuk mengatur dan menjaga agar obat tetap berada dalam keadaan tidak larut.
Dapar yang lazim digunakan adalah dapar sitrat
6. Pengawet
Pengawet untuk suspensi rekonstitusi terbatas karena kelarutannya pada
suhu kamar. Sukrosa pada konsentrasi 60% w/w dapat mencegah pertumbuhan
mikroba. Pengawet yang umum digunakan adalah sukrosa, kalium sorbat,
natrium benzoat, natrium metil hidroksibenzoat. Natrium benzoat cukup efektif
dalam pH asam dimana molekul tidak mengalami ionisasi.Diperlukan untuk
mencegah pertumbuhan mikroba, tidak dianjurkan penggunaan asam sorbat dan
senayawa paraben.
7. Flavor

10
Digunakan secukupnya untuk meningkatkan penerimaan pasien penting
sekali untuk anak-anak. Harus melihat peraturan Menkes terutama yang boleh
digunakan.
8. Pewarna
Pewarna digunakan untuk meningkatkan estetika. Penggunaan pewarna
ini harus diperhatikan, karena dapat terjadi inkompatibilitas dengan zat lain
karena faktor ionik, misalnya FD&C Red No.3 yang merupakan garam
dinatrium, merupakan senyawa anionik dan inkompatibel dengan wetting agent
kationik.
9. Anti caking
Digunakan silika gel amorf. Masalah umum yang terjadi dalam
pencampuran serbuk adalah aliran yang jelek dan caking, karena terjadi
aglomerasi akibat lembab. Sebagai pengeringan, bahan ini dapat menarik
kelembaban dari campuran serbuk kering untuk mempermudah aliran serbuk
dan mencegah penggumpalan. Selain itu zat ini akan memisahkan partikel tetap
kering untuk mencegah penyatuan, juga berfungsi sebagai isolator termal,
menahan dan mengisolasi kondisi muatan dan secara kimia bersifat inert.
D. Formulasi sediaan suspensi

Cara formulasi sediaan suspensi

Aspek formulasi yang harus diperhatikan dalam merancang bentuk sediaan


suspensi : ukuran partikel, pemakaian zat pembasah (jika diperlukan), suspensi
yang akan dibentuk flokulasi/deflokulasi)

Formulasi suspensi yang mempunyai stabilitas fisika yang optimal


tergantung partikel dalam suspensi apakah menjadi flokulasi. Salah satu yang
biasa digunakan adalah pembawa berstruktur untuk menjaga deflokulasi partikel
dalam suspensi, yang kedua tergantung pada flokulasi terkontrol yang berarti
mencegah pembentukan “cake”, yang ketiga kombinasi dari dua metode
sebelumnya, hsilnya adalah produk dengan stabilitas yang optimum. Penuntun
formulasi suspensi menggunakan teknik kontrol agregasi.

11
Memilih surfaktan tidak beracun untuk pembasahan obat. Biasanya,
sebuah bahan anionik mungkin dipertimbangkan, tetapi nonionik dapat juga
digunakan. Jika perlu penambahan, bahan-bahan pensuspensi contohnya NaCMC.
Harus diperhatikan untuk meyakinkan bahwa tidak ada bahan kimia atau interaksi
fisika kimia pada surfaktan, bahan suspensi dan beberapa bahan elektrolit yang
mungkin digunakan. Penambahan elektrolit nontoksisk pada produksi agregasi.
Memeriksa bahwa komponen bahan tambahan seperti pewarna, pengaroma,
humektan atau pengawet tidak mengubah komponen dasar dari sistem
(Fatmawaty, 2015)

Contoh Formulasi sediaan suspensi (Fatmawaty, 2015) :

Nama Bahan Perdosis Perbatch


Al .Hidroksida 200 mg 5,28 %
Mg hidroksida 200 mg 5,28 %
Simetikon 30 mg 792 mg
Na. CMC 0,2 % 264 mg
Veegum 2% 2,64 g
Sorbitol 70% 1% 1,32 mL
Na. Sakarin 0,01 % 13,2 mg
Metil paraben 0,2 % 0,264 g
Propil paraben 0,03 % 39,6 mg
M.peppermint 0,2 % 0,264 g
Air suling @1 @ 132 mL

Alasan penambahan :

1. Aluminium hidroksida
- Senyawa aluminium meningkat secara kimiawi as klorida yang berada
dalam jumlah berlebihan dalam lambung. Pilihan pertama adalah
persenyawaan magnesium dan aluminium dengan sifat netralisasi baik
tanpa dresorpsi usus.
- Kegunaan sebagai antasida dibuat suspensi karena al hidroksida praktis
tidak larut dalam air.
- Dosis sehari 300 mg sampai 5 gram biasa 300 mg 4-6 kali sehari.
- Al (OH)3 dalah antasida non sistemik. Sehingga tidak menimbulkan
efek sistemik yaitu alkalinis.

12
- Al (OH)3 terutama digunakan sebagai antasida dalam penanganan
tukak lambung, gastritis, dan asam lambung berlebihan.
2. Magnesium hidroksida
- Kegunaan sebagai antasida
- Dosis 300-600 mg
- Dalam sediaan ini Al (OH)3 dikombinasi dengan magnesium
hidroksida karena:
 Efek samping dari Al (OH)3 adalah sembelit maka dikombinasi
dengan magnesium hidroksida yang bersifat laksativa
 Penggunaan bersama Mg (OH)2 dan Al (OH)3 memberikan suatu
aksi yang cepat yang mana dapat mencapai netralisasi dalam
beberapa menit dan efek yang lebih lama.
- Suspensi oral alumina dan magnesia mengandung 3,0- 6,5% Al (OH)3
dan 1,5 - 4,0 % Mg (OH)2.
- Dosis suspensi oral aluminium dan magnesia dewasa 5-20 mL 1 jam
sehari makan dan sebelum tidur.
3. Simetikon
- Digunakan dalam kombinasi antasida
- Untuk menghilangkan begah dan tukak lambung selain untuk
kecenderungan efluks gastroesofagus tetapi tidak menurunkan kerja
antasida.
- Simethicone adalah suatu bahan aktif permukaan dimaksudkan untuk
menghilangkan buih dan untuk mengurangi pengaliran kembali ke
esofagus dan beberapa gejala dispeptik.
- Dosis 2 gram sehari digunakan bersama dengan antasida
- 0,4 - 0,6% simethicone dengan kira-kira bagian yang sama Al (OH)3
dan Mg (OH)2.
- Simetikon mengurangi ketegangan permukaan gelembung-gelembung.
4. Veegum dan Na.CMC
- Bahan pensuspensi seperti thiksotropik dan juga pseudoplastik terbukti
sangat berguna untuk membuat gel dan menjadi cair ketika di kocok.

13
- Sifat aliran CMC pseudoplastik dan veegum thiksotropik kombinasi
kedua aliran tersebut menghasilkan aliran yang diinginkan.
- Dari hasil percobaan menunjukkan bahwa suspensi veegum 3% dan
4% menunjukkan sifat thiksotropim, larutan CHC hingga 11,5%
menghasilkan aliran newton.
- Suspensi campuran 2% -CMC 0,2% memiliki sifat pseudoplastik.
5. Sorbitol
- Al (OH)3 dalam air cenderung untuk membentuk gel selama
pengocokan, pembentukan ini dipercepat selama penyimpanan pada
kondisi hangat 30 - 40 derajat.Dengan penambahan hexitol (sarbitol
atau manitol dalam 0,5 - 7% tergantung pada Al (OH)3 yang
digunakan dalam suspensi.
- Kalium sitrat atau larutan sarbitol dimaksudkan untuk mencegah gel,
walaupun begitu kalium sitrat memiliki rasa yang tidak
menyenangkan, sedang sorbitol mempunyai rasa manis dan dingin
yang menyenangkan.
- Sarbitol 7% dalam contoh formula.
6. Na, Sakarin
- Digunakan sebagai pemanis
- Na sakarin larut dalam air dan kemanisannya 300-500 dari sukrosa. Na
sakarin digunakan sebagai penambahan kemanisan gula dan poliol
- Na sakarin 0,01%
- Dapat digunakan bagi penderita diabetes
- Penelitian pada tikus menunjukkan bahwa tumor kandung kemih dapat
terjadi pada Na sakarin di atas 5% pada pemberian lebih dari 2 th
- Na. Sakarin dapat memberikan rasa pahit jika penggunaannya tidak
tepat dalam formula.
7. Metil paraben dan propil paraben
- Adapun bahan pensuspensi dan obat yang mendukung pertumbuhan
mikroorganisme dalam sediaan, jika tidak ada bahan seperti alkohol.
Penggunaan yang umum adalah kombinasi metil paraben 0,05% dan
propil paraben 0,03%

14
- Kombinasi metil paraben 0,18% dengan propil paraben 0,02% efek
pengawet ditingkatkan dalam kombinasi dengan ester-p-
hidroksibenzoat lain
- Suspensi tanah liat dan gel adalah media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri karenanya ditambahkan pengawet antimikroba non ionik, ester
paraben dan benzoate dapat berguna sebagai pengawet
8. Minyak peppermint
- Sebagai karminatif aromatik, mengurangi flokulen dan kolik lambung
dan usus
- Untuk pengaroma konsentrasi 0,2-1%
- Mint adalah pemberi rasa yang dianjurkan dalam sediaan antasida
- Sebagai pengaroma pilihan untuk antasida
Perhitungan Bahan :
a. Volume larutan 120 ml dilebihkan 10% = 132ml
− Al. hidroksida = 205 mg/ 5 ml × 132 ml = 5280 mg = 5,28 g
− Mg. Hidroksida = 200 mg/ 5 ml × 132 ml = 5280 mg = 5,28 g
− Simetikon = 30 mg/ 5 ml × 132 ml = 729 mg
− Na. CMC = 0,2/ 100 × 132 ml = 0,264 g = 264 mg
− Veegum = 2/ 100 × 132 ml = 2,64 g
− Sorbitol 70% = 1/ 100 × 132 ml = 1,32 ml
− Na. Sakarin = 0,01/ 100 × 132 ml = 0,0132 g = 13,2 mg
− Metil paraben= 0,2/ 100 × 132 ml = 0,264 g
− Propil paraben = 0,03/ 100 × 132 ml = 0,0396 g = 39,6 mg
− Minyak peppermint = 0,2/ 100 × 132 ml = 0,264 g
− Aquades @ 132 ml
b. Perhitungan pengenceran
− Na. Sakarin = 132 mg
Pengenceran 132 mg/ 500 mg × 30 ml = 1 ml

− Propilen paraben = 39,6/ 1500 mg × 358 ml = 1 ml


c. Perhitungan dosis
− Perhitungan kapasitas normalisasi

15
Secara umum disetujui bahwa 50 mg/ jam antasida tersedia untuk
menetralkan secara kontinyu dari lambung.

Al (OH)3 + 3HCl AlCl3 + 3H2O

1 ml (Al(OH)3 3 ml HCl

BE = 1/3 BM ; BE = 78/3 = 26

Mg(OH)2 2 ml MgCl2 +2H2O

1 ml Mg(OH)2 2 ml HCl

BE = ½ BM : BE = 58,3 / 2 = 29,15

Kapasitas

X = jumlah yang dibutuhkan

3x 2x
+ = 50 ml
26 29,15

87,45+52 x
= 50 ml
X 7,9

139,45 x
= 50 ml
757,9

Jadi Al (OH)3 = 3 (271,75) mg = 815,25 mg


Mg(OH)2 = 2 (271,75) mg = 543,5 mg

Dosis dalam sediaan = Al (OH)3 = 200mg / ml

Mg(OH)2 = 200mg / 5ml

200 200 5830+5200


+ =
26 29,15 757,9

= 14,55 mg/ 5 ml

Setiap 5 ml sediaan mengandung antasida yang dapat HCl 14,55 ml jadi


aturan pakai 50/14,55 × 1 sdt = 3,43 ̴ 3,5 sdt

16
Aturan pakai 3,5 sdt tiap 1-3 jam setelah makan dan sebelum tidur

Pembuatan sediaan :
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Botol dikalibrasi 120 ml dan wadah dikalibrasi 132 ml
3. Bahan-bahan ditimbang sesuai kebutuhan
4. Suspensikan veegum dengan cara : Beakerglass diisi air panas (70 oC) 10 ml
dan diaduk dengan pengaduk elektrik berkecepatan tinggi dan dibiarkan
selama 24 jam
5. Na. CMC didispersikan dengan cara : Beakerglass diisi air panas (70oC) 10
ml, ditambahkan metil paraben diaduk hingga homogen. Pengaduk elektrik
dijalankan dengan kecepatan tinggi, sisa Na CMC dan propil paraben
ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk hingga terbentuk
dispersi homogen.
6. Larutan sorbitol dibuat dengan cara : 1,32 mg sorbitol dilarutkan dalam 5 ml
air
7. Aluminium, Mg dan Simetikon dimasukkan ke dalam lupang untuk digerus
dengan homogen di tambahkan larutan sorbitol sedikit demi sedikit hingga
padatan terbasahi semua
8. Na. Sakarin dibuat pengenceran : Na. Sakarin dilarutkan dalam aquades ad
7,5 ml dan diambil 2 ml
9. Na CMC dicampurkan ke dalam suspensi dan veegum sedikit demi sedikit
sambil diaduk hingga homogen
10. Larutan Na. Sakarin ditambahkan ke dalam campuran 7 diaduk hingga
homogen
11. Aquades ditambahakan ad 132 ml aduk sampai homogen
12. Campuran tersebut dimasukkan dalam botol yang bersih dan diberi etiket
E. Evaluasi sediaan suspensi
1. Evaluasi fisik sediaan suspensi
a) Organoleptis (Sana et al., 2012)
Evaluasi organoleptis suspensi dilakukan dengan menilai
perubahan rasa, warna, dan bau.

17
b) Bobot jenis (Departemen kesehatan Republik Indonesia, 1995)

Bobot jenis diukur dengan menggunakan piknometer. Pada suhu


ruang, piknometer yang kering dan bersih ditimbang (A gram).
Kemudian diisi dengan air dan ditimbang kembali (A1 gram). Air
dikeluarkan dari piknometer dan piknometer dibersihkan. Sediaan lalu
diisikan dalam piknometer dan timbang (A2 gram). Bobot jenis sediaan
dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Bobot jenis = A2 − A x BJ air pada suhu ruangan

A1 − A

c) Viskositas (Martin, et al., 1993)

Uji visikositas dilakukan dengan menggunakan visikometer


stormer. Cara penentuan visikositas dari sediaan suspensi adalah
sebagai berikut: masukan sediaan suspensi sebanyak 50 mL kedalam
cup. Alas wadah dinaikkan sedemikian rupa sehingga slinder (bob)
tetap berada ditengah – tengah cup dan terbenam dalam sediaan. Skala
diatur sehingga menunjukkan angka nol. Berikan beban tertentu dan
lepaskan kunci pengatur putaran sehingga beban turun dan
mengakibatkan bob berputar. Catatlah waktu yang diperlukan bob
untuk berputar 100 kali putaran. Dengan menambah dan mengurangi
beban akan didapat pengukuran pada beberapa kecepatan geser.

Hitung kecepatan geser dalam RPM dalam tiap beban yang


diberikan dengan persamaan sebagai berikut:

RPM = 100 × 60

Keterangan:

18
RPM : rotasi per menit

t : waktu yang dibutuhkan bob untuk berputar 100 kali (s)

Hitung visikositas sediaan pada tiap kecepatan geser dengan


persamaan sebagai berikut:

Ƞ= M × Kv

RPM

Keterangan:

Ƞ : visikositas (cp)

M : beban (g)

Kv : konstanta alat (cp/gs)

Kurva dibuat berdasarkan hubungan antara kecepatan geser


terhadap beban yang diberikan pada setiap sediaan.

d) Pengukuran pH (Aremu & Oduyela, 2015)

Ditentukan dengan menggunakan pH meter digital. Kalibrasi


alat, lalu elektroda dari pH meter digital dicelupkan ke dalam suspensi,
biarkan selama 30 detik, catat nilai pH yang muncul pada layar alat.

e) Volume Sedimentasi (Shah, et al., 2014)

Suspensi (10 mL) dimasukkan ke dalam gelas ukur bervolume


10 mL. Kemudian biarkan tersimpan tanpa gangguan, catat volume
awal (Vo), simpan maksimal hingga 4 minggu. Volume tersebut
merupakan volume akhir (Vu). Parameter pengendapan dari suatu
suspensi dapat ditentukan dengan mengukur volume sedimentasi (F)
yaitu perbandingan volume akhir endapan (Vu) dengan volume awal
sebelum terjadi pengendapan (Vo) yaitu (Anief, 1994):

F = Vu

19
Vo

f) Freeze-thawcycling (Madjid, et al., 2003)


Sebanyak 50 mL dari masing-masing formula dibekukan pada
suhu 4° C dan dicairkan pada suhu 40° C secara bergantian selama 24
jam sebanyak enam siklus lalu dilanjtukan dengan evaluasi
pertumbuhan kristal dengan pengamatan mikroskopis langsung
menggunakan mikroskop cahaya yang dilengkapi dengan kamera.

g) Distribusi ukuran partikel (Panda, et al., 2011).


Masing-masing formula dievaluasi distribusi ukuran partikel
yang dilakukan secara mikroskopis cahaya menggunakan lensa okuler
pada 100x (10x10) yang dilengkapi kamera. Ukuran partikel dilakukan
dengan mengukur 1000 partikel dari masing-masing formula dan
dilakukan pengelompokan ukuran partikel.

2. Evaluasi waktu rekonstitusi untuk sediaan suspensi kering


Waktu rekonstitusi adalah waktu mulai dari air dimasukkan sampai
serbuk terdispersi sempurna. Waktu rekonstitusi yang baik adalah kurang dari
30 detik. Untuk menentukan lamanya waktu terkonstitusi suatu sediaan.
Dalam hal ini sediaan serbuk kering ditambahkan air, kemudian dihitung
waktu yang diperlukan sampai sediaan tersebut membentuk suspensi dengan
sempurna

3. Evaluasi waktu redispersi sediaan suspensi


Evaluasi suspensi Redispersi dilakukan setelah pengukuran volume
sedimentasi konstan. Dilakukan secara manual dan hati-hati, tabung reaksi
diputar 180° dan dibalikkan ke posisi semula. Formulasi yang dievaluasi
ditentukan berdasarkan jumlah putaran yang diperlukan untuk
mendispersikan kembali endapan partikel agar kembali tersuspensi.
Kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi sempurna dan
diberi nilai 100%. Setiap pengulangan uji redispersi pada sampel yang sama,
maka akan menurunkan nilai redispersi sebesar 5%. (Gebresamuel & Gebre
Mariam, 2013)

20
F. Ketidakstabilan suspensi
1. Flokulasi
Dalam sistem flokulasi, partikel terikat lemah, cepat mengendap dan pada
pengimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali

2. Deflokulasi
Dalam sistem deflokulasi, partikel mengendap perlahan dan akhirnya
membentuk sedimen , akan terjadi agregasi, dan akhirnya terbentuk cake yang
keras dan sukar tersuspensi kembali. (Syamsuni, 2006)

Berikut merupakan perbandingan sifat partikel suspensi flokulasi dan


deflokulasi (Sinala, 2016)

Deflokulasi Flokulasi
 Partikel berada dalam suspensi  Partikel membentuk agregat
dalam wujud yang memisah bebas (ukurannya besar)
(ukurannya kecil)
 Laju pengendapan lambat karena  Laju pengendapan tinggi
partikel mengendap terpisah dan karena partikel mengendap
ukuran partikel minimal sebagai flokulasi

 Endapan yang terbentuk lambat  Endapan yang terbentuk cepat


 Endapan biasanya menjadi sangat  Partikel tidak mengikat kuat
padat karena berat dari lapisan dan keras satu sama lain tidak
atas dari bahan endapan yang terbentuk lempeng. Endapan
mengalami gaya tolak menolak mudah untuk didispersikan
antara partikel dan cake yang kembali dalam bentuk suspensi
keras terbentuk dimana aslinya.
merupakan kesulitan jika
mungkin didispersi kembali
 Penampilan suspensi menarik  Suspensi menjadi keruh karena
karena tersuspensi untuk waktu pengendapan yang optimal dan
yang lama, supernatannya keruh supernatannya jernih. Hal ini
bahkan ketika pengendapan dapat dikurangi jika volume
terjadi. endapan dibuat besar, idealnya

21
volume endapan hanya meliputi
volume suspensi.

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut
yang terdispersi dalam fase cair.
2. Prinsip kimia fisika dalam suspensi, yaitu daerah antar muka, fase dispers,
medium dispers.
3. Metode pembuatan suspensi ada dua yaitu metode dispersi dan metode
presipitasi.
4. Suspensi rekonstitusi adalah campuran sirup dalam keadaan kering yang
akan didespersikan dengan air pada saat akan digunakan
5. Evaluasi fisik sedian suspensi ada tujuh, yaitu organoleptis, bobot jenis,
viskositas, pengukuran pH, volume sedimentasi, freeze-thawcycling, dan
distribusi ukuran partikel.
6. Dalam sistem flokulasi, partikel terikat lemah, cepat mengendap dan pada
pengimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali.
7. Dalam sistem deflokulasi, partikel mengendap perlahan dan akhirnya
membentuk sedimen , akan terjadi agregasi, dan akhirnya terbentuk cake
yang keras dan sukar tersuspensi kembali.

23
DAFTAR PUSTAKA

Anonim,1979 “Farmakope Indonesia ed lll” Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Anonim, 1978 “Formularium Nasinal ed ll” Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Aremu, O.I., & Oduyela, O.O. 2015. Evaluation of Metronidazole suspensions.


African Journal of Pharmacy and Pharmacology. 9 (12), 439-450.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. (Edisi


IV). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Fatmawaty, A. dkk. 2015. Teknologi Sediaan Farmasi. Yogyakarta : Deepublish

Gebresamuel, N., & Gebre-Mariam, T. 2013. Evaluation of suspending agent


properties of two local Opuntia spp. muchilago on Paracetamol
suspension. Journal of Pharmacy and Sciences. 26 (1), 23- 29.

Madjid, S., Naser, D. M., & Djavad, F. 2003. Prevention of crystal growth in
Acetaminophen suspension by the use of Polyvinyl pyrrolidone and
Bovine serum albumin. International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutics Sciences. 11 (3), 139-148.

Martin, A., Swarbrick, J., & Cammarata, A. 1993. Farmasi fisik jilid II (Edisi 3).
Penerjemah: Joshita Djajadisastra. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Panda, M., Patro, G., & Malpani, A. 2011. Formulation and evaluation of
Norfloxacin suspension with β- cyclodextrin complexation. International
Journal of Pharmaceutics Sciences Review and Research. 9 (1), 173-177

Rowe, Raymond C..2003. Handbook of Pharmaceutical Excipients. London


:Pharmaceutical Press

Sana, S., Rajani, A., Sumedha, N., & Mahesh, B. 2012. Formulation and
evaluation of taste masked oral suspension of Dextromethorphan
hydrobromide. International Journal of Drug Development and
Research. 4 (2), 159-172.

24
Sinala, Santi. 2016. Farmasi Fisik. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia

Shah, K., Shrivastava S. K., & Mishra, P. 2014. Formulation and evaluation of
supension: Mefenamic acid produgs. Journal of Pharmacy and Sciences.
27 (4), 917-923.

Syamsuni, A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta : EGC

25

Anda mungkin juga menyukai