Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN RESMI

TEKNOLOGI CAIR-SEMIPADAT

JUDUL :
PEMBUATAN DAN EVALUASI SEDIAAN SUSPENSI

Disusun Oleh:

Tanggal Percobaan : 8 Maret 2021

Kelompok/Kelas : 8/B

Disusun Oleh :

1. Errinda Alyaa Rahmah (22010319130047)

2. Lintang Avi Mehira N. (22010319130060)

3. Riefqi Samudro W. (22010319140070)

4. Izzatul Husnayaini (22010319140075)

5. Amadea Paskah Putri A. (22010319140085)

PROGRAM STUDI FARMASI, DEPARTEMEN KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2021
ACARA I
PEMBUATAN DAN EVALUASI SUSPENSI

I. TUJUAN
1.1 Mahasiswa dapat membuat dan mengevaluasi sediaan suspensi untuk
penggunaan obat dalam sesuai dengan formula.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Suspensi
Suspensi farmasi adalah dispersi kasar dari padatan tidak larut partikel
dalam media cair. Diameter partikel dalam suspensi biasanya lebih besar
dari 0,5 µm. Suspensi adalah golongan penting dari bentuk sediaan farmasi.
Keuntungan bentuk sediaan suspensi termasuk pemberian obat hidrofobik
yang efektif; menghindari penggunaan cosolvents; menutupi rasa tidak enak
dari bahan tertentu; menawarkan ketahanan terhadap degradasi obat karena
hidrolisis, oksidasi atau aktivitas mikroba; mudah menelan untuk pasien
muda atau lanjut usia; dan terapi depot intramuskular yang efisien. Selain
itu, bila dibandingkan dengan bentuk sediaan larutan, konsentrasi obat yang
relatif lebih tinggi dapat dimasukkan ke dalam produk suspensi (Kumar,
2016).
2.2 Syarat Suspensi yang Baik
Pembuatan sediaan suspensi yang baik akan menghasilkan sediaan
yang sesuai dengan standar. Sediaan suspensi yang baik dapat dilihat
melalui ciri ciri sebagai berikut:
a. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap.
b. Jika dikocok harus segera terdispersi kembali.
c. Dapat mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas suspensi.
d. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar mudah dikocok atau
sedia dituang.
e. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel
dari suspensi tetap agak konstan untuk jangka penyimpanan yang lama.
f. Suspensi tidak boleh di injeksikan secara intravena dan intratekal.
g. Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan untuk cara tertentu harus
mengandung anti mikroba.
h. Suspensi harus dikocok sebalum digunakan.

(Depkes RI, 1979), (Depkes RI, 1995)


2.3 Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Suspensi
Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi adalah:
2.3.1 Ukuran Partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang
partikel serta daya tekan ke atas dari cairan tersebut. Semakin kecil
ukuran partikel suspensi, maka semakin besar luas penampangnya
(dalam volume yang sama) sedangkan semakin besar luas penampang
partikel, maka daya tekan ke atas cairan suspensi semakin besar,
akibatnya memperlambat gerakan partikel untuk mengendap. Dengan
demikian, pengecilan ukuran partikel diperlukan untuk
memperlambat gerak partikel tersebut (Syamsuni, 2006).
2.3.2 Kekentalan (Viskositas)
Kekentalan suatu cairan memengaruhi kecepatan aliran cairan
dan gerakan turun partikel yang terdapat di dalamnya. Peningkatan
viskositas dapat mengurangi proses sedimentas dan meningkatkan
stabilitas fisik. Metode yang biasa digunakan untuk meningkatkan
viskositas yaitu dengan menambahkan suspending agent. Suatu
produk yang mempunyai viskositas terlalu tinggi umumnya tidak
diinginkan karena sukar dituang dan sukar diratakan kembali (Nash,
1996).
2.3.3 Jumlah Partikel (Konsentrasi)
Jika di dalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar,
maka akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi
benturan antara partikel tersebut. Benturan tersebut menyebabkan
terbentuknya endapan dari zat tersebut. Oleh karena itu, semakin besar
konsentrasi partikel maka semakin besar kemungkinan terjadi
endapan partikel dalam waktu singkat (Syamsuni, 2006).
2.3.4 Muatan Partikel
Adanya muatan partikel sejenis pada suspensi menyebabkan
gaya tolak-menolak antar partikel. Oleh karena adanya gaya tolak
menolak, interaksi antar partikel semakin kecil karena dihalangi oleh
lapisan muatan listrik ssehingga mencegah pengendapan partikel pada
suspensi (Priyambodo, 2007).
2.4 Macam Sediaan Suspensi Tambahkan suspensi berdasarkan penggunaanya

2.4.1 Sistem Flokulasi


Suspensi flokulasi ini merupakan bentuk suspensi yang partikel
sistemnya membentuk agregat yang dapat mempercepat terjadinya
sedimentasi. Hal ini disebabkan karena setiap unit partikel dibentuk
oleh kelompok partikel sehingga menghasilkan agregat relatif besar.
Cairan supernatan cepat sekali bening karena flokul-flokul yang
terbentuk cepat untuk mengendap. Keunggulan suspensi ini yaitu
sedimen pada tahap akhir penyimpanan akan tetap besar dan mudah
diresdispersi. Kekurangannya dosis tidak akurat karena kecepatan
sedimentasi tinggi. Flokulasi ini dapat dikendalikan dengan
kombinasi ukuran partikel, penggunaan elektrolit untuk mengontrol
potensial zeta dan penambahan polimer mempengaruhi hubungan atau
struktur partikel suspense (Ansel, 1989).
2.4.2 Sistem Deflokulasi
Suspensi deflokulasi merupakan suspensi yang partikel
terdispersinya merupakan unit tersendiri dan kecepatan sedimentasi
bergantung pada ukuran partikel. Gaya tolak menolak diantara dua
partikel menyebabkan masing-masing partikel menyelip diantara
sesamanya. Cairan supernatan suspensi ini keruh dan apabila dikocok,
pembentukan sedimentasi partikel halus sangat lambat. Suspensi ini
adalah akan menampilkan dosis yang relatif homogen pada waktu
yang lama karena kecepatan sedimentasinya lambat tetapi apabila
sudah terjadi endapan sukar terdispersi karena terbentuk masa yang
kompak. Suspensi deflokulasi dengan viskositas tinggi akan
mencegah sedimentasi tetapi tidak dapat dipastikan akan tetap
homogen pada waktu paruhnya (Ansel, 1989).
2.5 Keuntungan dan Kerugian Suspensi
2.5.1 Keuntungan Sediaan Suspensi
a. Suspensi merupakan sediaan yang menjamin stabilitas kimia dan
memungkinkan terapi dengan cairan.
b. Untuk pasien dengan kondisi khusus, bentuk cair lebih disukai dari
pada bentuk padat
c. Suspensi pemberiannya lebih mudah serta lebih mudah
memberikan dosis yang relatif lebih besar.
d. Suspensi merupakan sediaan yang aman, mudah di berikan untuk
anak-anak, juga mudah diatur penyesuain dosisnya untuk anak-
anak dan dapat menutupi rasa pahit.
(Murtini, 2016)
2.5.2 Kerugian Sediaan Suspensi
a. Suspensi memiliki kestabilan yang rendah
b. Jika terbentuk caking akan sulit terdispersi kembali sehingga
homogenitasnya turun
c. Aliran yang terlalu kental menyebabkan sediaan sukar dituang
d. Ketepatan dosis lebih rendah dari pada bentuk sediaan larutan
e. Pada saat penyimpanan kemungkinan terjadi perubahan sistem
dispersi (caking, flokulasi-deflokulasi) terutama jika terjadi
fluktuasi/ perubahan suhu
f. Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh
dosis yang diinginkan.
(Murtini, 2016)
2.6 Cara Pembuatan Suspensi
Sediaan suspensi dapat dibuat dengan cara:
2.6.1 Metode Dispersi
Metode pembuatan suspensi dengan cara dispersi dilakukan
dengan menambahkan serbuk bahan obat ke dalam mucilago yang
terbentuk kemudian diencerkan. Dalam hal ini serbuk yang terbagi
harus terdispersi dalam cairan pembawa, umumnya adalah air.
(Syamsuni, 2006)
2.6.2 Metode Presipitasi
Metode prsesipitasi dilakukan dengan melarutkan zat yang
terdispersi ke dalam pelarut organik yang hendak dicampur dengan
air, kemudian diencerkan dengan larutan suspensi dalam air. Metode
ini dibagi menjadi 3 macam yaitu:

a. Presipitasi dengan pelarut organik


b. Presipitasi dengan perubahan pH dan media
c. Presipitasi dengan dekomposisi rangkap

(Syamsuni, 2006)
2.7 Evaluasi Sediaan Suspensi
Evaluasi sediaan suspensi merupakan pengujian kelayakan suatu
sediaaan farmasi agar dapat dikonsumsi. Evaluasi ini dilakukan untuk
mengetahui apakah suatu sediaan farmasi layak telah memiliki stabilitas
fisik serta memenuhi standar mutu yang telah ditentukan. Terdapat beberapa
pengujian evaluasi sediaan farmasi meliputi organoleptis, pengukuran pH,
viskositas, volume sedimentasi, redispersi, massa dan bobot jenis,
freeze thawcycling, dan distribusi ukuran partikel (Jain et al., 2011).
2.7.1 Uji Organoleptis
Uji organoleptis dilakukan secara visual dengan melihat warna,
bau dan rasa sediaan suspensi. Suspensi biasanya memiliki bau yang
tidak jauh dari zat aktif yang ditambahkan. Namun, suspensi per oral
yang ditujukan kepada pasien anak-anak seringkali diberikan perasa
yang dapat membuat sediaan suspensi menjadi aroma yang
menyenangkan, seperti aroma jeruk, strawberry, dan buah-buahan
lainnya yang sekaligus dapat menutupi rasa dan bau tidak enak dari
obat. Perubahan organoleptis yang terjadi pada sediaan suspensi dapat
diakibatkan oleh ketidakseragaman distribusi bahan penyusun
suspensi, pertumbuhan kristal atau adanya perubahan pada partikel
obat (Jain et al., 2011).
2.7.2 Uji pH
Pada uji pH dilakukan menggunakan pH meter. Alat pengukur
pH dimasukkan kedalam gelas beker yang berisi sediaan lalu ditunggu
sampai angka pH pada layar berhenti (stabil). Dengan begitu
menunjukkan besarnya nilai pH. Pada evaluasi uji pH dilakukan untuk
mengetahui derajat keasaman suatu zat dengan standart pH lambung
antara 5-7 (Gebresamuel et al., 2013). pH lambung 5-7 ? Benarkah?

2.7.3 Uji Volume sedimentasi


Volume sedimentasi adalah rasio volume akhir atau akhir
sedimen (Vu) dengan volume awal sedimen (V) sebelum mengendap.
Kadang-kadang 'F' direpresentasikan sebagai 'Vs' dan dinyatakan
sebagai persentase. Begitu pula saat digunakan tabung reaksi untuk
mengukur volume, dapat digunakan ketinggian suspensi dan sedimen:
F = Hu / Ho
Hu = ketinggian akhir atau akhir sedimen
Ho = ketinggian asli suspensi sebelum pengendapan
(Kumar, 2016)
Volume sedimentasi dapat memiliki nilai mulai dari kurang dari
1 hingga lebih besar dari 1; F biasanya kurang dari 1. F=1, produk
tersebut dikatakan berada dalam kesetimbangan flokulasi, dan tidak
menunjukkan Supernatan yang jelas saat didiamkan (Kumar, 2016).
2.8 Monografi Tiap Bahan
2.8.1 Kloramfenikol

Rumus Molekul C11H12Cl2N2O5

Nama Umum Kloramfenikol

Pemerian Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng


memanjang; putih hingga putih kelabu atau
putih kekuningan; stabil dalam larutan netral
atau larutan agak asam.
Kelarutan Sukar larut dalam air, mudah larut dalam
etanol, dalam propilenglikol, dalam aseton
dan dalam etil asetat.

Kestabilan Memiliki stabilitas yang sangat baik pada


suhu kamar dan kisaran pH 2 sampai 7,
stabilitas maksimumnya dicapaipada pH 6.
Pada suhu 25°C dan pH 6, memiliki waktu
paruh hampir 3 tahun.

Persyaratan Pada sediaan kapsul kloramfenikol


mengandung kloramfenikol, tidak kurang dari
90,0% dan tidak lebih dari 120,0% dari jumlah
yang tertera pada etiket

Fungsi Antibiotik yang secara kimiawi diketahui


paling stabil dalam segala pemakaian.

(Depkes RI, 1995), (Connors et al, 1986)


2.8.2 CMC Na

Rumus Molekul [C6H7O2(OH)2x(OCH2COONa)y]n

Nama Umum CMC-Na, Carboxymethylcellulose Natrium

Pemerian Hablur halus berbentuk serbuk granular;


berwarna putih; tidak berbau; tidak berasa; dan
higroskopis setelah mengalami pengeringan.

Kelarutan Praktis tidak larut dalam aseton, etanol (95%),


eter, dan toluen; mudah terdispersi dalam air
pada berbagai suhu membentuk larutan koloid
jernih.
Kestabilan Stabil, meskipun higroskopis. Dalam kondisi
yang memiliki tingkat kelembapan tinggi, CMC
Na dapat mengabsorbsi air dalam jumlah yang
besar (50%). Larutan CMC Na stabil pada pH
2-10. Pengendapan dapat terjadi pada pH
dibawah 2 dan pengurangan viskositas secara
cepat terjadi dibawah pH 10.

Fungsi CMC Na sebagai zat pengemulsi dalam


konsentrasi 0.25-1%; sebagai zat pembentuk
gel dalam konsentrasi 3-6%; sebagai injeksi
dalam konsentrasi 0.05-0.75%; sebagai larutal
oral dalam konsentrasi 0.1-1%; serta sebagai
pengikat tablet dalam konsentrasi 1-6%.

Penyimpanan Harus disimpan dalam wadah tertutup baik


pada tempat yang sejuk dan kering.

(Rowe, et al., 2009); (Hercules, 1999).


2.8.3 Tween 80

Rumus Molekul C64H124O26

Nama umum Polysorbate 80, tween 80

Pemerian Cairan seperti minyak berwarna putih bening


atau kekuningan, sedikit berasa seperti basa,
berbau khas.

Kelarutan Larut dalam etanol dan air, tidak larut dalam


minyak minyak mineral dan minyak nabati.

Kestabilan Stabil bila dicampurkan dengan elektrolit, asam


lemah dan basa lemah
Fungsi Surfaktan membantu terbentuknya emulsi
minyak dalam air dengan konsentrasi lazim 1 -
15%

Penyimpanan Wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya


dan ditempat sejuk

(Rowe et al., 2009)


2.8.4 PEG 300

Rumus Molekul HOCH2(CH2OCH2)nCH2OH

Nama Umum Carbowax, Phenol E, Lipoxol

Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna atau sedikit


berwarna kuning dan kental, bau, pahit dan
sedikit rasa membakar.

Kelarutan Larut dalam air, dalam etanol (95%) P, dalam


aseton P, praktis tidak larut dalam eter P dan
dalam karbon alifatik.

Penyimpanan Polietilen glikol harus disimpan dalam wadah


tertutup baik di tempat yang sejuk dan kering.
Wadah baja tahan karat, aluminium, kaca, atau
baja berlapis lebih disuki untuk penyimpanan
kelas cair.

Fungsi Suspending agent

(Chang, 2006)

2.8.5 Nipagin

Rumus Molekul C8H8O3


Nama Umum Nipagin

Pemerian Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk


hablur, putih, tidak berbau atau berbau khas
lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar

Kelarutan Sukar larut dalam air dan benzen, mudah larut


dalam etanol dan dalam eter, larut dalam
minyak, propilen glikol, dan dalam gliserol

Persyaratan Biasa digunakan pada kadar 0,02-0,3%.

Fungsi Sebagai pengawet pada sediaan obat.

(Depkes RI, 1979)


2.8.6 Syrupus Simplex

Rumus Molekul C12H22O1

Nama Umum Sirup gula, sirup sukrosa, sirup sederhana

Pemerian Larutan gula encer yang hampir jenuh seperti


sukrosa dalam air, dengan atau tanpa bahan
obat atau penyedap rasa.

Kelarutan Hanya sedikit larut dalam alkohol, sifat kental


dari sirup tidak memungkinkan zat padat untuk
didistribusikan dengan mudah ke seluruh sirup
ke pelarut yang tersedia

Persyaratan Hanya mengandung sukrosa dan air yang


dimurnikan, mengandung 850 gram sukrosa
dan 450 ml air di setiap liter sirup.

Fungsi Pemberi rasa manis untuk bahan obat yang akan


ditambahkan dalam peracikan resep tanpa
persiapan atau dalam pembuatan formula
standar untuk sirup obat, yaitu sirup yang
mengandung bahan terapeutik.

(Cutaia et al, 2018)


2.8.7 Perasa

Nama Umum Orange Essence

Pemerian Cairan jenih berwarna kuning, orange, coklat-


orange dengan bau khas dan rasa yang lembut dan
beraroma

Kelarutan Mudah larut dalam alkohol 90%, asam asetat


glasial

Stabilitas Dapat disimpan dalam wadah gelas dan plastik

Penyimpanan Wadah tertutup dan tempat yang sejuk, kering, dan


terhindar dari cahaya matahari

Persyaratan Biasa digunakan pada kadar kurang dari 1%

Fungsi Flavouring agent

(Martindale, 1982)
III. METODE PENELITIAN
3.1 Alat:
a. Cawan porselen h. Tabung reaksi
b. Mortir dan stamper i. Kertas milimeter blok
c. Waterbath j. Penyangga tabung reaksi
d. Sudip k. Gelas ukur
e. Kertas perkamen l. pH meter
f. Gelas arloji m. Tisu
g. Stopwatch
3.2 Bahan
a. Aquades f. Syrupus simplex
b. Kloramfenikol g. Nipagin
c. CMC Na h. Perasa
d. Tween 80 i. Alkohol
e. PEG 400
3.3 Formula

Bahan R1 R2 R3 R4 R5

Kloramfenikol 250 250 250 250 250


(mg)

CMC Na (mg) 50 25 50 50 25

Tween 80 (mg) 75 50 50 25 75

PEG 400 (mg) 1000 1000 1000 1000 1000

Syrupus simplex 1500 1500 1500 1500 1500


(mg)

Nipagin (mL) 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5

Perasa (mL) q.s q.s q.s q.s q.s

Aquadest ad (mL) 60 60 60 60 60
3.4 Cara Kerja
3.4.1 Cara Kerja Pembuatan Suspensi
a. Penimbangan bahan
Formula
Timbangan
- Disiapkan alat dan ditimbang bahan sesuai formula

Hasil

b. Penaraan Botol
Aquades
Botol
- Dimasukkan aquades sebanyak 60 ml ke dalam botol
untuk melihat apakah botol tersebut cukup menampung
60 ml cairan

Hasil

c. Pembuatan Suspensi
Formula
Mortir
- Dilarutkan CMC Na dengan aquades panas pada mortir,
diaduk hingga larut
- Ditambahkan kloramfenikol, diaduk sampai homogen
- Ditambahkan tween 80 dan PEG, diaduk hingga
homogen
- Ditambahkan nipagin yang telah dilarutkan dalam
aquades, diaduk sampai homogen
- Ditambahkan perasa secukupnya
- Ditambahkan aquades ad 60 ml
- Dimasukkan ke dalam botol

Hasil
3.4.2 Cara Kerja Evaluasi Suspensi
a. Uji Organolpetis
Suspensi

Botol 60 mL

- Dilakukan pengamatan organoleptis secara indrawi untuk


melihat bentuk, bau, dan warna suspensi
- Hasil

b. Uji pH

Suspensi

PH Meter
- Dihidupkan pH meter
- Disemprotkan alkohol pada elektroda pH meter dan dilap
dengan tisu kering.
- Dicelupkan elektroda dari pH meter digital ke dalam
suspense dan ditunggu beberapa saat
- Pengujian duhentikan saat muncul akar A pada layer, Hal
ini dikarenakan akar A merupakan penanda bahwa nilai
pengujian pH sudah konstan dan akurat.
- Dicatat nilai pH yang muncul pada layar saat akar A
muncul
- Dilakukan penyemprotan kembali elektroda pada pH
meter dengan alkohol
- Alat diposisikan sama seperti sebelum pengujian dan
dimatikan

Hasil
c. Uji Volume Sedimentasi
Suspensi

Tabung Reaksi

- Dibersihkan tabung reaksi dan diletakkan pada tabung


reaksi
- Diletakkan kertas millimeter blok pada bagian belakang
tabung reaksi
- Digojok suspensi dan diukur sebanyak 10 mL
menggunakan gelas ukur
- Dituang suspensi 10 mL ke dalam tabung reaksi
- Diukur tinggi suspensi mula-mula dengan memberi tanda
pada kertas millimeter blok dan dicatat
- Diamati suspensi, didiamkan, dan diberi tanda pada
kertas setelah pengamatan selama 15 menit, 30 menit, 60
menit, dan 24 jam

Hasil
IV. DATA PENGAMATAN
4.1 Formula I

No. Nama Hasil


1. Uji Organoleptis Bentuk : cair
Bau : jeruk
Warna : putih kekuningan
Rasa :-
2. Uji pH 7,31
3. Uji Sedimentasi Vo : 7,4 cm (larutan atas agak jernih)
15 menit : 0.3 cm
30 menit : 0,5 cm
1 jam : 0,6 cm
24 am : 0,7 cm

4.2 Formula II

No. Nama Hasil


1. Uji Organoleptis Bentuk : cair
Bau : jeruk
Warna : putih kekuningan
Rasa :-
2. Uji pH 7,32
3. Uji Sedimentasi Vo : 8 cm (larutan atas agak keruh)
15 menit : 0.4 cm
30 menit : 0,7 cm
1 jam : 0,7 cm
24 am : 1 cm
4.3 Formula III

No. Nama Hasil


1. Uji Organoleptis Bentuk : cair
Bau : sedikit berbau jeruk
Warna : putih kekuningan
Rasa :-
2. Uji pH 7,33
3. Uji Sedimentasi Vo : 7,1 cm (larutan atas jernih)
15 menit : 0.4 cm
30 menit : 0,6 cm
1 jam : 0,7 cm
24 am : 0,8 cm

4.4 Formula IV

No. Nama Hasil


1. Uji Organoleptis Bentuk : cair
Bau : sedikit berbau jeruk
Warna : putih kekuningan
Rasa :-
2. Uji pH 7,18
3. Uji Sedimentasi Vo : 7,8 cm (larutan atas agak jernih)
15 menit : 0.7 cm
30 menit : 0,8 cm
1 jam : 0,9 cm
24 am : 1 cm

4.5 Formula V

No. Nama Hasil


1. Uji Organoleptis Bentuk : cair
Bau : sedikit berbau jeruk
Warna : putih kekuningan
Rasa :-
2. Uji pH 7,26
3. Uji Sedimentasi Vo : 8 cm (larutan atas keruh)
15 menit : 0.3 cm
30 menit : 0,4 cm
1 jam : 0,5 cm
24 jam : 0,5 cm
V. PEMBAHASAN
Praktikum berjudul Pembuatan dan Evaluasi Suspensi dilakukan secara
daring menggunakan platform Microsoft teams pada hari Senin, 1 dan 8 Maret
2021 pukul 13.00 - 15.00 WIB. Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat
membuat dan mengevaluasi sediaan suspensi untuk penggunaan obat sesuai
dengan formula. Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah mortir dan
stamper, cawan porselen, sudip, waterbath, kertas perkamen, gelas arloji,
stopwatch, tabung reaksi, kertas milimeter blok, gelas ukur, dan pH meter.
Bahan yang digunakan yaitu aquades, kloramfenikol, CMC Na, tween 80, PEG
400, sirupus simplex, nipagin, perasa, dan alkohol.
5.1 Pembuatan Suspensi
Sediaan suspensi merupakan sediaan yang terdiri dari partikel
kasar yang larut dalam medium pembawanya. Menurut Kumar (2016),
suspensi adalah dispersi kasar dari padatan tidak larut partikel dalam
media cair. Sediaan suspensi pada percobaan ini dibuat dengan
menggunakan zat aktif kloramfenikol. Menurut Voight (2010), pada
sediaan suspensi kloramfenikol digunakan pewarna dan perasa agar
didapatkan sediaan suspensi yang memiliki warna yang menarik dan
menutupi rasa yang tidak enak. Sementara menurut Ansel (2008), banyak
pasien yang menyukai sediaan cair dibandingkan sediaan padat (tablet atau
kapsul) dari obat yang sama. Keuntungan suspensi yang lain yaitu suspensi
dapat meningkatkan bioavailabilitas obat. Khasiat dari kloramfenikol
secara umum menurut Kusumaningrum (2017) adalah untuk mengobati
typus.
Langkah kerja dalam praktikum ini yaitu dimulai dengan
menyetarakan timbangan dan bahan ditimbang sesuai perhitungan.
Penimbangan ini bertujuan untuk memastikan bahwa timbangan yang
digunakan sesuai standar penggunaan dan mengantisipasi adanya
penimbangan yang diluar prediksi. Selanjutnya, botol dikalibrasi 60 ml.
Menurut Dewan Standarisasi Nasional (1990) tujuan kalibrasi adalah
memastikan pengukuran volume tersebut akurat dan sesuai standart
nasional maupun internasional. Langkah selanjutnya, CMC Na dilarutkan
dengan akuades panas secukupnya dalam mortir. Menurut Tranggono et al
(1991), karakteristik dari CMC Na adalah mudah larut dalam air panas
maupun air dingin. Pada pemanasan dapat terjadi pengurangan viskositas
yang bersifat dapat balik (reversible). Selanjutnya, kloramfenikol
dicampur dan diaduk hingga homongen agar tercampur rata. Tween 80 dan
PEG 300 ditambahkan kedalam campuran tersebut kemudian diaduk
hingga homogen. Menurut Rowe et al (2009), tween 80 berfungsi sebagai
suspending agent. Selain itu, menurut Chang (2006), PEG 300 berfungsi
sebagai suspending agent bersama tween 80 untuk menstabilkan sediaan
suspensi.
Selanjutnya, nipagin dan akuadest secukupnya kemudian
dimasukkan kedalam campuran CMC Na, kloramfenikol, tween 80 dan
PEG 300, diaduk hingga homogen. Nipagin ditambahkan pada sediaan
suspensi agar sediaan suspensi yang dihasilkan dapat bertahan lama. Hal
ini dikarenakan menurut Depkes RI (1979), nipagin berfungsi sebagai
pengawet obat. Nipagin dilarutkan terlebih dahulu ke dalam air karena
memiliki kelarutan yang sangat baik dalam air, terlebih lagi apabila
dilarutkan dalam air panas dimana akan mempercepat waktu pelarutan.
Percobaan dilanjutkan dengan dimasukkan sirupus simplex kemudian
diaduk homogen. Syrupus simplex ditambahkan dengan tujuan
memberikan rasa manis. Hal ini sesuai dengan literatur Cutaia et al (2018),
dimana syrupus simplex biasanya ditambahkan dengan maksud
memberikan rasa manis pada sediaan obat yang biasanya cenderung
memiliki rasa pahit. Setelah itu, perasa jeruk dimasukkan dalam sediaan
suspensi dan diaduk homogen. Menurut Martidale (1982), perasa jeruk
berfungsi sebagai flavouring agent pada sediaan obat. Sediaan dimasukkan
kedalam botol yang sudah dikalibrasi, apabila belum mencapai batas
kalibrasi maka ditambahkan akuades hingga mencapai batas kalibrasi.
5.2 Evaluasi Sediaan Suspensi
5.2.1 Uji Organoleptis
Uji organoleptis pada sediaan suspense merupakan uji yang
dilakukan untuk melihat kestabilan fisik sediaan suspensi. Menurut
Killol (2012), Uji organoleptik dilakukan untuk menentukan apakah
bahan dan komponen kemasan dapat mentransfer rasa dan bau ke
makanan atau produk farmasi tempat kemasannya. Uji organoleptis
dilakukan dengan menguji rasa, warna, dan bau (selain uji kimia dan
toksikologi makanan) untuk menentukan apakah suatu produk
pangan layak untuk dikonsumsi. Sifat organoleptik memainkan
peran yang sangat penting dalam kecenderungan pasien untuk
mengkonsumsi obat, terutama dalam pemberian oral. Properti ini
membantu agar lebih dapat diterima oleh pasien.
Hasil evaluasi organoleptis menunjukkan karakteristik
suspensi sudah baik yaitu berbentuk cair, warna putih kekuningan,
dan sedikit berbau jeruk. Bentuk suspensi yang cair sudah sesuai
berdasarkan deskripsi dari literatur Mac Naught (1997), bahwa
suspensi adalah campuran heterogen dari suatu fluida yang
mengandung partikel padat yang cukup besar untuk sedimentasi.
Suspensi yang berwarna putih kekuningan sesuai dengan sifat yang
dimiliki salah satu bahan, yaitu perasa jeruk. Bau jeruk pada suspensi
diakibatkan oleh penambahan perasa jeruk, hasil ini sesuai dengan
formulasi maka dapat diterima. Berdasarkan literatur Cutaia et al
(2018), perasa jeruk digunakan dalam pengobatan untuk menutupi
atau memberi rasa pada obat. Perasa, seperti yang digunakan dalam
industri farmasi untuk bahan tidak aktif, mengacu pada perasa alami
atau buatan, yang dapat mencakup pewangi dan pewarna penyedap.
Berdasarkan perbandingan antara kelima formula, dapat
disimpulkan bahwa sediaan suspense yang baik adalah sediaan
suspense formula I dan II, dikarenakan selain berbentuk cair dan
berwarna putih kekuningan, juga memiliki rasa jeruk yang lebih baik
dibanding sediaan lainnya.
5.2.2 Uji pH
Sediaan suspensi sangat penting dilakukan adanya evaluasi
untuk mengetahui bahwa sediaan yang dihasilkan sudah memenuhi
kriteria atau belum. Salah satu pengujian sediaan suspensi adalah
dengan uji pH. Uji pH dilakukan untuk mengetahui keasaman pH
sediaan suspensi agar dapat menimbulkan efek terapi dengan baik.
Menurut Wahyuni, dkk (2017), uji pH pada sediaan suspensi
dilakukan untuk mengetahui kadar keasaman sediaan, dan sekaligus
sekaligus dari hasil tersebut dapat dianalisis sediaan yang dihasilkan
sudah sesuai pada pH tempat efek terapi dilepaskan. Uji pH pada
sediaan suspensi dilakukan dengan menggunakan alat pH meter, dan
tisu. Sedangkan bahan yang digunakan adalah alkohol dan suspensi
yang telah dibuat. Menurut Chaerunisaa (2009), uji pH sediaan
suspensi dilakukan dengan mengukur pH nya dengan menggunakan
pH meter. Pertama, pH meter ditara dulu dengan buffer standar pada
pH 7, kemudian masukan alat pH meter kedalam suspensi untuk
diketahui pH sediaan. Pengujian dihentikan ketika muncul akar A
pada layar yang menandakan hasil pH telah konstan. Pada percobaan
ini, larutan yang digunakan untuk menetralkan pH meter adalah
cara bisa menetralkan gmn?
alkohol. Alkohol selain berfungsi untuk menetralkan alat, juga
berfungsi untuk membunuh bakteri dan mikroba yang menempel
pada alat pH meter. Menurut Morton (1983), alkohol bekerja sebagai
antimikroba dengan mekanisme mendenaturasi protein dan akan
lebih cepat reaksinya jika alkohol dicampur air. Selain itu, menurut
Tietjen dkk (2004), alkohol memiliki pH netral (pH = 7,33) dimana
sering digunakan untuk menetralkan dan mensterilkan alat medis
yang sudah digunakan.
Hasil pengujian pH pada kelima sediaan suspensi adalah
sebagai berikut :
 Formula I = 7,31
 Formula II = 7,32
 Formula III = 7,33
 Formula IV = 7,18
 Formula V = 7,26
Suatu suspensi yang ditujukan secara peroral dikatakan baik
apabila pH yang dihasilkan berkisar antara pH 4-7. Hal ini
dikarenakan suspensi oral akan dicerna di saluran pencernaan
terutama di usus halus. Hal ini sesuai dengan literatur Depkes RI
(1979), dimana suspensi oral harus berada pada pH 4-7. Selain itu,
menurut Tjay, T.H., dan Rahardja, K. (2007), zat aktif yang
digunakan adalah kloramfenikol, dimana memiliki sifat asam
sehingga sediaan suspensi dapat memiliki pH asam. Bila
dibandingkan dengan literatur, kelima formula yang telah dihasilkan
sesuai, dikarenakan pH yang dihasilkan masih mendekati pH 7
dimana dapat dikategorikan netral. Namun, akan lebih baik bila
sediaan memiliki pH yang lebih asam sehingga dapat mudah
terabsorbsi dalam saluran pencernaan dan memberikan efek terapi
yang lebih baik. Urutan pH yang paling bagus dari kelima sediaan
adalah formula IV, V, I, II, dan III. Bila dibandingkan kelima
sediaan, dapat disimpulkan formula IV memiliki formula yang
paling baik, dikarenakan pHnya yang paling mendekati pH 7 yaitu
7,18.
5.2.3 Uji Volume Sedimentasi
Uji Sedimentasi merupakan salah satu pengujian sediaan
suspensi yang bertujuan untuk mengetahui nilai sedimen yang
terbentuk dalam penyimpanan waktu tertentu yang berpengaruh
terhadap stabilitas suspensi. Uji sedimentasi ini penting dilakukan
untuk mengetahui nilai sedimentasi yang terbentuk dari suspensi
agar tidak mengubah kestabilan fisik dan kimia dari suspensi. Prinsip
kerja sedimentasi adalah perbandingan volume akhir pada suspensi
dengan mengukur tinggi suspensi akhir setelah terjadi pembentukan
sedimen dengan volume awal sebelum terjadinya endapan (tinggi
suspensi mula-mula). Menurut Popa dan Ghica (2011), pengujian
volume sedimentasi menggunakan prinsip rasio pengendapan (F)
yang terbentuk pada sediaan suspensi selama waktu penyimpanan
tertentu dimana semakin tinggi rasio pengendapan (nilai F) yang
terbentuk maka suspensi semakin baik.
Uji sedimentasi sediaan suspensi dilakukan menggunakan
alat tabung reaksi, rak tabung reaksi, kertas milimeter blok, gelas
ukur, dan penggaris sedangkan bahan yang digunakan adalah
sediaan suspensi yang telah dibuat sebelumnya. Pengujian dimulai
dengan menyiapkan tabung reaksi kosong yang bersih dan steril ke
dalam rak tabung reaksi lalu ditempatkan kertas milimeter blok yang
telah dipotong (sesuai lebar/ukuran tabung reaksi) diletakkan pada
bagian belakang tabung reaksi. Kertas milimeter berfungsi dalam
pembacaan skala pengukuran yang lebih sensitif daripada gelas
ukur. Menurut Noviati (2015), kertas milimeter blok memiliki
ketelitian hingga 0,1 mm sehingga memiliki skala baca lebih sensitif
daripada gelas ukur yang memiliki ketelitian 1 mL. Langkah
selanjutnya suspensi dalam botol digojok, diukur sebanyak 10 mL
menggunakan gelas ukur, dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Menurut Anief (2004), penggojokan suspensi berfungsi untuk
mendispersi kembali sedimen agar tidak terbentuk endapan yang
padat pada dasar tabung. Setelah itu, diukur tinggi suspensi mula-
mula dengan memberi tanda pada kertas milimeter blok dan dicatat
tinggi awal yang dihasilkan.
Sediaan suspensi diamati dan diberi tanda pada kertas setelah
pengamatan selama 15 menit, 30 menit, 60 menit, dan 24 jam.
Variasi waktu dalam pengamatan sedimentasi suspensi
dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh waktu terhadap volume
pengendapan. Menurut literatur Ansel (2008), hal yang
mempengaruhi volume sedimentasi adalah kecepatan sedimentasi
dimana kecepatan adalah rasio perbandingan dari jarak terhadap
waktu artinya semakin lama sediaan disimpan maka volume
sedimentasi akan semakin besar. Data volume sedimentasi masing-
masing uji yang telah dilakukan kemudian dimasukkan ke dalam
rumus nilai sedimentasi untuk mengetahui berapa nilai fraksi yang
dihasilkan dari suspensi.
Hasil pengujian sedimentasi pada kelima sediaan yang
memiliki uji sedimentasi dari yang paling baik adalah formula IV,
II, III, I, dan V dengan masing masing nilai 0,128; 0,125; 0,113;
0,095; dan 0,0625. Seluruh sediaan memenuhi kriteria sedimentasi
dimana kelima formula memiliki nilai fraksi dengan selisih yang
tidak banyak akan tetapi terdapat formula yang terbaik. Formula IV
dengan nilai sedimentasi 0,128 menunjukkan suspensi dengan
formula terbaik. Suspensi dikatakan baik dan stabil apabila nilai
fraksi sedimentasinya mendekati atau bernilai 1 (F = 1). Hal ini
dikarenakan nilai fraksi yang semakin besar (semakin mendekati 1)
menandakan sedimentasi yang terbentuk selama penyimpanan tidak
terjadi secara banyak dan cepat. Hal ini sesuai dengan literatur
Suena (2015), volume sedimentasi 1 atau mendekati 1 adalah yang
terbaik karena menghasilkan sediaan yang stabil dimana partikel
suspensi yang dihasilkan terdispersi merata dalam cairan
pembawanya dengan sedikit penggojokan. Nilai fraksi sedimentasi
juga dapat bernilai lebih dari 1 (F > 1) yang dapat menyebabkan
sediaan suspensi mengalami ketidakstabilan fisik. Menurut Buck
(2002), apabila nilai F > 1 maka sediaan suspensi telah terjadi
flokulasi yang sangat longgar. Flokulasi sangat longgar yang terjadi
pada sediaan suspensi terdiri partikel terdispersinya membentuk
agregat sehingga cenderung membentuk sedimen dalam jumlah
banyak. Oleh karenanya nilai F > 1 juga perlu dihindari karena dapat
menyebabkan sedimentasi terbentuk lapisan bening yang terlihat
jelas adanya pemisahan sedimen dengan cairan pembawanya.
VI. KESIMPULAN
Suspensi merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat halus
yang terdispersi ke dalam cairan. Metode yang dilakukan dalam membuat
suspensi pada praktikum adalah metode dispersi, yaitu dengan menambahkan
bahan aktif ke dalam musilago yang sudah terbentuk. Adapun bahan aktif yang
digunakan adalah kloramfenikol yang rasanya pahit, sehingga suspensi di
tambahkan perasa. Uji evaluasi suspensi yang dilakukan adalah uji
organoleptic, uji pH, dan uji volume sedimentasi. Uji organoleptik bertujuan
menilai warna, rasa, dan bau suspensi yang dilakukan secara visual. Hasil
terbaik adalah pada formula I, dan formula II karena sediaan berbentuk cair,
warna putih kekuningan, dan berbau jeruk. Uji pH dilakukan dengan alat pH
meter dan dihasilkan formula IV mempunyai pH yang paling mendekati 7. Uji
volume sedimentasi dilakukan dengan membaca volume suspensi yang
tersedimentasi dihitung pada waktu 15, menit, 30 menit, 60 menit, dan 24 jam.
Hasilnya formula IV memilki formula terbaik karena nilai F paling mendekati
1 yang artinya sedimentasi yang terbentuk selama penyimpanan tidak terjadi
secara banyak dan cepat. Berdasarkan hasil tersebut, formula IV adalah
formula yang paling baik berdasarkan uji pH dan uji sedimentasi. Walaupun
formula IV, hanya sedikit memiliki rasa jeruk pada uji organoleptis, hal ini
masih dianggap memenuhi syarat.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Anief, Mohammad. 2004. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek.
Perbaiki penulisan
Yogyakarta: UGM Press.

Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat.


Jakarta: UI Press

Ansel, H.C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Diterjemahkan oleh


Farida Ibrahim. Edisi Keempat. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Buck, R.P. 2002. Measurement of pH Definition, Standard, and Procedures.


Geneva: Pure Appl Chemistry.

Chaerunisaa, A.Y. 2009. Farmasetika Dasar. Bandung: Widya Padjajaran

Chang, Raymond. 2006. Kimia Dasar. Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta:


Erlangga

Connors, K.A., Amidon, G. L., dan Stella, V.J. 1986. Chemical Stability of
Pharmaceuticals A Handbook for Pharmacist, 2nd Ed, 264-273. New
York: John Wiley and Sons.

Cutaia, Cara, Lipika Chablani, Fang Zhao. 2018. “Basics of Compounding:


Vehicles for Compounded Oral Liquid”, International Journal of
Pharmaceutical Compounding. Fisher Digital Publications
Medications: A Review.

Dewan Standardisasi Nasional. 1990. Direktori Pengukuran Kalibrasi


Perawatan Perbaikan dan Pengadaan Instrumentasi Pengukuran.
Edisi 90. Jakarta : Komisi Metrologi Dewan Standardisasi Nasional

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.
Gebresamuel, N., & Gebre-Mariam, T. 2013. Evaluation of suspending
agent properties of two local Opuntia spp. muchilago on Paracetamol
suspension. Journal of Pharmacy and Sciences. 26 (1), 23-29.

Jain, G., Khar, R. K., dan Ahmad, F.J., 2011. Theory and Practice of
Physical Pharmacy. London: Elsevier, Hal.459-470.

Hercules Incorporated Co. 1999. Aqualon, Sodium Carboxymethyl


Cellulose, Physical and Chemical Properties 1-30

Killol, Chokshi, Ladola Divyesh, Suthar Jaimin, Moradiya Gaurav, Patel


Mrunali, Bhatt Kashyap. 2012. Evaluation of Organoleptic Properties
Preferred for Oral Dosage form by Students and Faculty Members of
A.D.I.T. Campus (Gujarat Technological University/ Sardar Patel
University), New V.V.Nagar. Inventi Rapid: Pharmacy Practice.

Kumar, R. Santosh, T. Naga Satya Yagnesh. 2016. Pharmaceutical


Suspensions: Patient Compliance Oral Dosage Forms. World Journal
of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. ResearchGate

Kusumaningrum, I.D., 2017. Pengaruh Konsentrasi Natrii


Carboxymethylcellulosum (CMC Na) Sebagai Suspending Agent
Terhadap Stabilitas Fisik Pada Sediaan Suspensi Kloramfenikol.
Pharmaceutical and Traditional Medicine, 1(2), pp.84-89.

MacNaught, Alan D., Andrew R. Wilkinson, ed. 1997. Compendium of


Chemical Terminology: IUPAC Recommendations (2nd ed.).
Blackwell Science.

Martindale. 1982. The Extra Pharmacopoeia, 28th ed: 1058. London: The
Pharmaceutical Press

Morton HE. 1983. Alcohols. In: Block SS, ed. Disinfection, sterilization,
and preservation. Philadelphia: Lea & Febiger

Murtini, Gloria. 2016. Farmasetika Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia
Nash, A.R. 1996. Pharmaceutical Suspensions, in Hebert A. Lieberman,
Martin M. Rieger, Gillberts, Banker, Pharmaceutival Dosage Forms :
Disperse Systems, Vol. 2. New York: 2nd Revised and Expanded

Novita, Devi Noor. 2015. Pharmacy Records: Cara Mengkalibrasi.


Tangerang: Universitas Pamulang

Popa, L., & Ghica, M.V. 2011. Ibuprofen pediatric suspension design and
optimized by responce surface. Journal of Physical and Colloidal
Chemistry. 59 (4), 500-506

Priyambodo. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global


Pustaka Utama

Rowe, R.C. et al. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients. Edisi VI.


London: The Pharmaceutical Press.

Suena, Ni Made D.S. 2015. Evaluasi Fisik Sediaan Suspensi Dengan


Kombinasi Suspending Agent PGA (Pulvis Gumni Arabici) dan
CMC-Na (Carbocymethylcellulosum Natrium). Jurnal Ilmiah
Medicamento, 1(1): 33-38. Bali: Akademi Farmasi Saraswati
Denpasar

Syamsuni. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: EGC.

Tietjen, dkk. 2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan


Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas Cetakan 2. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka

Tjay, T.H. dan Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting, Khasiat,


Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya Edisi VI. Jakarta: Gramedia

Tranggono, et al. 1991. Bahan Tambahan Makanan (Food Additives).


Yogyakarta: PAU Universitas Gadjah Mada
Voigt, R. 2010. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh
Soendani Noerono Soewandhi. Edisi Kelima. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.

Wahyuni, dkk. 2017. Evaluasi dan Formalisi Sediaan Fisik Suspensi


Ibuprofen Menggunakan Kombinasi Polimer Serbuk Gom Arab dan
Natrium Karboksimetilselulosa. Padang: Universitas Padang
LAMPIRAN

Rumus Perhitungan Sedimentasi:

𝑉𝑢
F=
𝑉𝑜

1. Formula I
a. Volume Sedimentasi Menit Ke-15
𝑉𝑢
F = 𝑉𝑜
0,3
= 7,4

= 0,038461
≈ 0,04
b. Volume Sedimentasi Menit Ke-30
𝑉𝑢
F = 𝑉𝑜
0,5
= 7,4

= 0,064103
≈ 0,06
c. Volume Sedimentasi Selama 1 jam
𝑉𝑢
F = 𝑉𝑜
0,6
= 7,4

= 0,076923
≈ 0,08
d. Volume Sedimentasi Selama 24 jam
𝑉𝑢
F = 𝑉𝑜
0,7
= 7,4

= 0,09459
≈ 0,095

2. Formula II
a. Volume Sedimentasi Menit Ke-15
𝑉𝑢
F = 𝑉𝑜
0,4
= 8

= 0,05
b. Volume Sedimentasi Menit Ke-30
𝑉𝑢
F = 𝑉𝑜
0,7
=
8

= 0,0875
c. Volume Sedimentasi Selama 1 jam
𝑉𝑢
F = 𝑉𝑜
0,7
= 8

= 0,0875
d. Volume Sedimentasi Selama 24 jam
𝑉𝑢
F = 𝑉𝑜
1
=8

= 0,125

3. Formula III
a. Volume Sedimentasi Menit Ke-15
𝑉𝑢
F=
𝑉𝑜
0,4
= 7,1

= 0,056338
≈ 0,06
b. Volume Sedimentasi Menit Ke-30
𝑉𝑢
F = 𝑉𝑜
0,6
= 7,1

= 0,08451
≈ 0,08
c. Volume Sedimentasi Selama 1 jam
𝑉𝑢
F = 𝑉𝑜
0,7
= 7,1

= 0,09859
≈ 0,099
d. Volume Sedimentasi Selama 24 jam
𝑉𝑢
F = 𝑉𝑜
0,8
= 7,1

= 0,112676
≈ 0,113

4. Formula IV
a. Volume Sedimentasi Menit Ke-15
𝑉𝑢
F=
𝑉𝑜
0,7
= 7,8

= 0,89744
≈ 0,9
b. Volume Sedimentasi Menit Ke-30
𝑉𝑢
F = 𝑉𝑜
0,8
= 7,8

= 0,10256
≈ 0,1
c. Volume Sedimentasi Selama 1 jam
𝑉𝑢
F = 𝑉𝑜
0,9
= 7,8

= 0,11538
≈ 0,12
d. Volume Sedimentasi Selama 24 jam
𝑉𝑢
F = 𝑉𝑜
1
= 7,8

= 0,128205
≈ 0,128

5. Formula V
a. Volume Sedimentasi Menit Ke-15
𝑉𝑢
F = 𝑉𝑜
0,3
= 8

= 0,0375
b. Volume Sedimentasi Menit Ke-30
𝑉𝑢
F=
𝑉𝑜
0,4
= 8

= 0,05
c. Volume Sedimentasi Selama 1 jam
𝑉𝑢
F = 𝑉𝑜
0,5
= 8

= 0,0625
≈ 0,06
d. Volume Sedimentasi Selama 24 jam
𝑉𝑢
F = 𝑉𝑜
0,5
= 8

= 0,0625
≈ 0,06

Anda mungkin juga menyukai