Anda di halaman 1dari 32

SEDIAAN PARENTERAL

SEJARAH MEDIKASI SECARA PARENTERAL

 Dari gigitan insek (nyamuk) dan gigitan ular dapat


memasukan racun kedalam tubuh manusia melalui
perobekan (pembentukan lubang kecil) pada kulit
 Th.1616 William Harvey (dokter ahli fisiologi
Inggris) mendiskripsikan ttg sirkulasi darah dlm
tubuh manusia, sistem pemberian obat dengan cara
penyuntikan scr bertahap berkembang, kematian
akibat gigitan ular beracun tjd krn racun diabsorbsi
melalui vena dan disirkulasikan ke seluruh tubuh
 Th. 1665 Sir Christoper Wren berhasil menidurkan
anjing dengan menyuntikkan opium melalui vena kaki
belakang dg bantuan jarum (dari bulu angsa, quill) yg
disambungkan pd kantong kemih (blandder) hewan ----
dilanjutkan ke manusia dg menginjeksi opium----
kegagalan----mjd konsep terapi secara parenteral
Sejarah
 Abad ke-18, Edwar Jenner menggunakan pemberian secara
Intradremal untuk metode vaksinasi terhadap cacar (smallpox).
 Th. 1836, Lafarque seorang ahli bedah Perancis, merobek kulit
dengan pisau bedah kecil yang telah direndam dlm larutan
morfin untuk pengobatan neuralgia.
 Th. 1844 Francis Ryud, melarutkan morfin didlm kreosot dan
memasukkan dibawah kulit
 Sir Alexander Wood dari edinburgh menggunakan alat untuk
menyuntikkan morfin melalui kulit, dan mendiskripsikan sbg
“subcutaneous”
 . Pasteur dan Lister ---- teknik aseptik
 Th.1880, Pembuatan larutan injeksi dari tablet
triturasi pd saat akan disuntikkan.
 Stanislaus Limousin mengembangkan kontener
(ampoule)
 Th. 1923 Florence Seibert membuktikan bahwa
reaksi piretik berasal dari air yg digunakan untuk
pembuatan larutan, krn air tidak didestilasi dan
disimpan secara baik serta mengandung pirogen yg
mrp hasil metabolisme mikroorganisme
PERKEMBANGAN KEMASAN SEDIAAN
PARENTERAL
Dalam perkembangan terapi parenteral
1. Pada kemasan sediaan parenteral
2. Pada cara pemberian sediaan parenteral
Ampul dosis tunggal sudah berubah sedikit dari rancangan asli
Limousin mjd penggunaan penutup karet pada vial dari gelas.
Berkembang sediaan katridge (catridge) terdiri dari tabung
gelas yg mengandung sediaan steril dan kedua ujungnya
ditutup dengan penutup karet.
Jarum suntik

 Kecelakaan akibat jarum suntik---


termasuk transmisi penyakit ex virus
hepatitis B, HIV dll.
 Diperlukan jarum suntik sekali pakai
(Disposible)
 Beredar berbagai macam jarum suntik.
Pengembangan rute
pemberian
Rute Intradermal (id) atau intrakutan
 Obat disuntikkan pada lapisan superfisial kulit
 Volume yg disuntikkan hanya 0,1 ml untuk sekali pakai, cara
ini untuk dicadangkan untuk pengujian diagnostika dan
dalam jumlah terbatas untuk vaksin
 Absorbsi melalui rute ini lambat, menyebabkan hasil kerja
onset obat lambat
Rute subkutan (SC)

 Injeksi volume kecil dilakukan pada jaringan


longgar dibawah kulit, biasanya pada
permukaan terluar dari lengan dan paha.
 Respon obat dari obat yang diberikan dengan
cara ini lebih cepat daripada respons obat yang
diberikan secara intradermal
Rute Intramuskular (Im)

 Injeksipd pemberian obat secara intramuskular dapat dilakukan pada


massa otot.
 Lokasi yang biasa digunakan adalah otot deltoid (segitiga) pada
lengan bagian atas, dimana disuntikkan sebanyak 2 ml larutan
obat,volume lebih besar, maksimal 5 ml, dapat di injeksikan ke dalam
otot gluteal medial dari setiap penonjolan ( buttock).
 Absorbsi melalui rute intramuskular berlangsung lebih cepat daripada
rute subcutan, dapat di tunda atau diperlama dengan cara pemberian
obat dalam bentuk suspensi steril, baik dalam pembawa air maupun
minyak.
Rute Intravena (iv)
 Larutan bervolume besar atau kecil dapat diberikan kedalam
vena untuk mendapatkan efek lebih cepat. Hasilnya dapat
diperkirakan, tetapi pemberian melalui rute ini potensial
berbahaya karena tidak dapt mundur begitu obat sudah
diberikan.
 Larutan obat yang mengiritasi dapat diberikan menurut rute ini
karena terjadi pengenceran secara cepat oleh darah dan cairan
intravena dapat diberikan sebagai pengencer. Metode
pemberian ini tidak terbatas pada volume dan jumlah serta
lokasi vena, menyebabkan cara ini mudah dilakukan
Rute intra arteri
 Tidak sering digunakan. Injeksi obat pada terminal arteri
merupakan sasaran yang dapat merupakan suatu organ.
 Sifat dari obat dan fisiologi dari sistem sirkulasi mensyaratkan
penyuntikan intravena, dimana obat dikumpulkan dan
diencerkan ke seluruh sistem darah dan tidak langsung menuju
organ atau jaringan dimana efek akan terlokalisasi dan tidak
digeneralisasi
 Alasan lazim untuk memanfaatkan rute
intraarteri adalah untuk memasukkan material
radio poak (bhn kontras untuk tujuan
diagnostik ex. Arteriogram)
 Beberapa obat neoplastik seperti metoktrexat
diberikan memalui rute ini.
 Kemungkinan terjadi spasmus arteri yang
selanjutnya dapat diikuti oleh gangren mrp
bagian (resiko) dari penyuntikan dengan ini.
Rute lain
 Intrakardiak (Kedalam bilik jantung)
 Intraartikular ( Persendian)
 Hipodermoklisis (Injeksi volume besar larutan kedlm jaringan subcutan)
 Intraspinal (Kolon spinal)
 Intrasinovial ( Kedaerah cairan persendian)
 Intratekal ( Kedlm cairan spinal obat parenteral yang diberikan dalam
bentuk larutan)
 Emulsi parenteral seperti emulsi lemak (minyak) nutrisional dpt
diberikan secara intravena
 Larutan, suspensi, emulsi diberikan secara subcutan, intramuskular atau
intradermal.
Keuntungan pemberian obat secara parenteral

 Respon-fisiologi- segera dapat dicapai jika diperlukan


 Terapi parenteral diperlukan untuk obat yang tidak efektif secara
oral atau akan dirusak oleh sekresi saluran cerna ex insulin,
hormon lain dan antibiotika
 Pengobatan untuk pasien yang tidak kooperatif atau tidak sadar
harus diberikan melaui injeksi
 Dokter dapat mengontrol obat (pengobatan) krn pasien kembali
untuk melanjutkan pengobatan.
 Untuk efek lokal ( Dokter gigi dan anestesiologi)
 Perpanjangan kerja obat diperlukan ex steroid –
intraartikular dan penisilin – intramuskular dalam
 Menjadi koreksi gangguan serius kesetimbangan cairan
dan elektrolit dalam tubuh
 Makanan --- diganti dengan pemberian nutrisi secara
total melalui parenteral
Kerugian pemberian obat
secara parenteral
 Sediaan harus diberikan oleh personal terlatih
 Membutuhkan waktu lebih lama
 Mengikuti ketentuan/prosedur aseptik, dan rasa nyeri
tidak dapat dihindari
 Sulit untuk membalikkan atau mengurangi efek
fisiologinya
 Karena persyaratan manufaktur dan pengemasan,
sediaan parenteral lebih mahal harganya
Bentuk sediaan parenteral

1. Sediaan parenteral volume kecil (Svp)


2. Sediaan parenteral volume besar (Lvp)
3. Sediaan parenteral berbentuk serbuk
untuk direkonstitusi
Sediaan parenteral volume
kecil (Svp)
 Termasuk dalam kategori ini
Ampul 1 ml, 2 ml, 3 ml, 5 ml, dan 20 ml
Vial 2 ml, 5 ml, 10 ml, 15 ml, 20 ml, dan 30 ml.
 Sediaan ini dapat digunakan untuk penyuntikan secara
intramuskular, intravena, intradermal, subcutan, intraspinal,
dan intrasisternal atau intratekal.
Sediaan parenteral volume
besar (Lvp)
 Kontener (kemasan) yang berisi larutan injeksi dengan volume 100 ml atau
lebih biasanya untuk intravena
 Terdiri dari larutan elektrolit ( NaCl, KCl) dan nonelektrolit ( Dekstrosa
dan manitol)
 Larutan intravena untuk penggunaan khusus yg biasa digunakan --- larutan
dialisis peritonial, larutan antikoagulan sitrat—dekstrosa, cairan irigasi
glisin dan metronidazol dalam injeksi dekstrosa dan lain-lain. Larutan
parenteral volume besar, biasanya tersedia dalam kontener dengan volume
500 ml atau 1000 ml
Sediaan parenteral
berbentuk serbuk
 Sediaan ini dapat didefenisikan sebagai produk kering, melarut
atau tidak melarut (bentuk suspensi), untuk dikombinasikan
dengan suatu pelarut atau pembawa sebelum digunakan.
Biasanya tersedia didalam vial, contohnya injeksi penisilin,
ampicillin, amoxsisilin, streptomisin.
Penetapan Volume injeksi dalam wadah

 Setiap kontener wadah tunggal mengandung suatu volume


injeksi berlebih.
 Kelebihan volume dinyatakan secara spesifik sehingga
memungkinkan untuk mengeluarkan sejumlah volume sesuai
dengan label
 Volume rata-rata ditentukan dari 10 kontener takaran tunggal,
tidak boleh menyimpang lebih dari 5 % dari persyaratan yang
diuraikan diatas dan tidak boleh lebih dari satu kontener dosis
tunggal yang menyimpang lebih dari 10 % dari persyaratan
yang dinyatakan.
 Untuk dapat mengeluarkan volume dalam dosis tertentu dari
kontener dengan dosis multiple (ganda), maka kontener
haruslah mengandung jumlah volume berlebih sehingga
memungkinkan untuk mengeluarkan volume sesuai dengan
dosis yang telah ditentukan.
Metode manufaktur

 Injeksi adalah larutan steril dan bebas pirogen,


biasanya berbentuk larutan atau suspensi yang
akan diberikan secara parenteral.
 Larutan atau suspensi obat untuk injeksi pada
umumnya dibuat menurut cara umum yang
sama dengan sediaan cair atau suspensi oral,
hanya ada perbedaan sebagai berikut
1. Pelarut atau pembawa yang digunakan harus memenuhi
persyaratan kemurnian khusus dan standar lainnya,
sehingga terjamin keamanannya pada saat disuntikkan
2. Penggunaan bahan tambahan, seperti dapar, penstabil, dan
pengawet anti mikroba harus memenuhi persyartan
tertentu dan beberapa produk parenteral di batasi ( tidak
Boleh )
3. Penggunaan zat warna dilarang
4. Produk parenteral selalu disterilkan dan memenuhi standar
sterilitas dan sebagian besar harus bebas pirogen
5. Larutan parenteral harus bebas dari partikel partikulat
Lanjutan…
6. Produk parenteral harus dibuat didaerah dengan lingkungan terkendali dengan
standar sanitasi yang ketat
7. Produk parenteral dikemas dalam kontener berpenutup kedap
8. Setiap kemasan injeksi diisi dengan volume yang sedikit berlebih dari
pernyataan volume pada label. Kelebihan ini memudahkan pengeluaran dan
pemberiaan sejumlah volume sediaan seperti dinyatakan pada label.
9. Ada batasan restriksi kelebihan volume injeksi yang diizinkan
dalam kemasan dosis ganda dan pada kontener dosis tunggal
10. Regulasi label spesifik berlaku pada injeksi
11. Serbuk steril yang akan dilarutkan atau disuspensi segera
sblm disuntikkan, sering dikemas sbg serbuk liofilisasi
(Liofilisat) atau serbuk yang dibuat secara kering beku (freeze
dried) untuk memudahkan pelarutan atau pensuspensian
dengan cara penambahan pelarut atau pembawa.
Karakteristik khusus dan
persyaratan sediaan parenteral
1. Aman secara toksikologi
2. Steril, bebas dari kontaminasi mikroorganisme, baik
bentuk vegetatif, spora, patogen maupun nonpatogen
3. Bebas dari kontaminasi pirogenik (Endotoksin)
4. Bebas dari partikel partikulat asing
5. Stabil scr kimia, fisika, mikrobiologi
6. Kompatibel jika dicampur dengan sediaan parenteral
lain yang akan diberikan secara intravena
7. Isotonis
Bahaya klinik pemberian
parenteral
1. Emboli udara, terbatas pada penggunaan scr iv dan ia
2. Perdarahan, terkait dengan kondisi pasien
3. Demam dan toksisitas baik lokal maupun sistemik
4. Hipersensitifitas
5. Inkompatibilitas
6. Infiltrasi dan ekstravasasi
7. Dosis berlebih
8. Partikel partikulat
9. Flebitis
10. Sepsis
11. Trombosis
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai