Anda di halaman 1dari 19

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

PEMBUATAN INJEKSI THIAMIN HCL

Disusun oleh :

1. Dhea aprilia (PO.71.39.19.007)


2. Dian Rana Yusriah (PO.71.39.19.008)
3. Elza Novia (PO.71.39.19.009)
4. Fransiska Angelina (PO.71.39.19.010)
5. Hanifah Dzakira(PO.71.39.19.012)
6. Inka Salsabila (PO.71.39.19.013)

Kelas :
Reguler 2A

Dosen Pembimbing :
Drs. Sadakata Sinulingga, Apt, M. Kes
Dra. Ratnaningsih Dewi Astuti, Apt, M.Kes
Mona Rahmi Rulianti, M.Farm, Apt

NILAI PARAF

POLTEKKES KEMENKES

JURUSAN FARMASI

TAHUN AKADEMIK 2020


“INJEKSI THIAMIN HCL”

I. FORMULA TUGAS

R/ Thiamin HCl injeksi 25mg

Aqua pro injeksi ad 1 ml

m.f injeksi steril vial 3

II. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu memahami pembuatan sediaan steril volume kecil yang
dikemas dalam bentuk ampul.
2. Mahasiswa mampu membuat sediaan steril injeksi Thiamin HCl dengan zat
aktif Thiamin HCl dalam kemasan ampul 1ml sebanyak 5 ampul.
3. Mahasiswa mampu menghitung tonisitas.
4. Mahasiswa mamppu melakukan sterilisasi alat dan bahan dengan pemanasan
basah (autoklaf) dan pemanasan kerung (oven).

III. TEORI
A. Pengertian Injeksi

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan sterilberupa larutan,
emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu
sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit
atau melalui kulit ataumelalui selaput lender, (FI.III.1979). Sedangkan menurut
Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100
mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara
intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kapiler.(FI.IV.1995)
Sediaan steril injeksi dapat berupa ampul, ataupun berupa vial. Injeksi vial adalah
salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan
memiliki kapasitas atau volume 0,5 mL – 100 mL. Injeksi vial pun dapat berupa
takaran tunggal atau ganda dimana digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat,
larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau pun lebih.
(Anonim.Penuntun Praktikum Farmasetika I.2011)
Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sediaan injeksi
adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disusupensikan terlebih dahulu sebelum digunakan secara perenteral,
suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan kedalam atau melalui kulit
atau selaput lendir.
B. Rute Pemberian Injeksi
Rute-rute Injeksi terbagi atas 2, yakni
1.    Parenteral Volume Kecil
a.    Intradermal
Istilah intradermal (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti lipis dan "dermis"
yang berarti sensitif, lapisan pembuluh darah dalam kulit. Ketika sisi
anatominya mempunyai derajat pembuluh darah tinggi, pembuluh darah betul-
betul kecil. Makanya penyerapan dari injeksi disini lambat dan dibatasi dengan
efek sistemik yang dapat dibandingkan karena absorpsinya terbatas, maka
penggunaannya biasa untuk aksi lokal dalam kulit untuk obat yang sensitif atau
untuk menentukan sensitivitas terhadap mikroorganisme.
b.    Intramuskular
Istilah intramuskular (IM) digunakan untuk injeksi ke dalam obat. Rute
intramuskular menyiapkan kecepatan aksi onset sedikit lebih normal daripada
rute intravena, tetapi lebih besar daripada rute subkutan.
c.    Intravena
Istilah intravena (IV) berarti injeksi ke dalam vena. Ketika tidak ada absorpsi,
puncak konsentrasi dalam darah terjadi dengan segera, dan efek yang diinginkan
dari obat diperoleh hampir sekejap.
d.   Subkutan
Subkutan (SC) atau injeksi hipodermik diberikan di bawah kulit. Parenteral
diberikan dengan rute ini mempunyai perbandingan aksi onset lambat dengan
absorpsi sedikit daripada yang diberikan dengan IV atau IM.
e.    Rute intra-arterial
Disuntikkan langsung ke dalam arteri, digunakan untuk rute intravena ketika aksi
segera diinginkan dalam daerah perifer tubuh.
f.     Intrakardial
Disuntikkan langsung ke dalam jantung, digunakan ketika kehidupan terancam
dalam keadaan darurat seperti gagal jantung.
g.    Intraserebral
Injeksi ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal sebagaimana
penggunaan fenol dalam pengobatan trigeminal neuroligia.
h.    Intraspinal
Injeksi ke dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi tinggi dari obat dalam
daerah lokal. Untuk pengobatan penyakit neoplastik seperti leukemia.
i.      Intraperitoneal dan intrapleural
Merupakan rute yang digunakan untuk pemberian berupa vaksin rabies. Rute ini
juga digunakan untuk pemberian larutan dialisis ginjal. 
j.      Intra-artikular
Injeksi yang digunakan untuk memasukkan bahan-bahan seperti obat
antiinflamasi secara langsung ke dalam sendi yang rusak atau teriritasi.
k.    Intrasisternal dan peridual
Injeksi ke dalam sisterna intracranial dan durameter pada urat spinal. Keduanya
merupakan cara yang sulit dilakukan, dengan keadaan kritis untuk injeksi.
l.      Intrakutan (i.c). 
Injeksi yang dimasukkan secara langsung ke dalam epidermis di bawah stratum
corneum. Rute ini digunakan untuk memberi volume kecil (0,1-0,5 ml) bahan-
bahan diagnostik atau vaksin.
m.  Intratekal
Larutan yang digunakan untuk menginduksi spinal atau anestesi lumbar oleh
larutan injeksi ke dalam ruang subarachnoid. Cairan serebrospinal biasanya diam
pada mulanya untuk mencegah peningkatan volume cairan dan pengaruh tekanan
dalam serabut saraf spinal. Volume 1-2 ml biasa digunakan. Berat jenis dari
larutan dapat diatur untuk membuat anestesi untuk bergerak atau turun dalam
kanal spinal, sesuai keadaan tubuh pasien.

2.    Parenteral Volume Besar


Untuk pemberian larutan volume besar, hanya rute intravena dan subkutan yang
secara normal digunakan.
a.    Intravena
Keuntungan rute ini adalah
1)   Jenis-jenis cairan yang disuntikkan lebih banyak dan bahkan bahan tambahan
banyak digunakan IV daripada melalui SC
2)   Cairan volume besar dapat disuntikkan relatif lebih cepat
3)   Efek sistemik dapat segera dicapai
4)   Level darah dari obat yang terus-menerus disiapkan
5)   kebangkitan secara langsung untuk membuka vena untuk pemberian obat rutin
dan menggunakan dalam situasi darurat disiapkan.
Kerugiannya adalah meliputi :
1)   Gangguan kardiovaskuler dan pulmonar dari peningkatan volume cairan dalam
sistem sirkulasi mengikuti pemberian cepat volume cairan dalam jumlah besar;
2)   Perkembangan potensial trombophlebitis;
3)   Kemungkinan infeksi lokal atau sistemik dari kontaminasi larutan atau teknik
injeksi septic
4)   Pembatasan cairan berair.

b.    Subkutan
Penyuntikan subkutan (hipodermolisis) menyiapkan sebuah alternatif ketika rute
intravena tidak dapat digunakan. Cairan volume besar secara relatif dapat digunakan
tetapi injeksi harus diberikan secara lambat. Dibandingkan dengan rute intravena,
absorpsinya lebih lambat, lebih nyeri dan tidak menyenangkan, jenis cairan yang
digunakan lebih kecil (biasanya dibatasi untuk larutan isotonis) dan lebih terbatas zat
tambahannya.

C. Keuntungan Dan Kerugian Bentuk Sediaan Injeksi


Adapun beberapa keuntungan dari bentuk sediaan injeksi ini, yakni
1. Respon fisiologis yang cepat dapat dicapai segera bila diperlukan, yang menjadi
pertimbangan utama dalam kondisi klinik seperti gagal jantung, asma, shock.
2. Terapi parenteral diperlukan untukobat-obat yang tidak efektif secara oral atau
yang dapat dirusak oleh saluran pencernaan, seperti insulin, hormon dan
antibiotik.
3. Obat-obat untuk pasien yang tidak kooperatif, mual atau tidak sadar harus
diberikan secara injeksi.
4. Bila memungkinkan, terapi parenteral memberikan kontrol obat dari ahli karena
pasien harus kembali untuk pengobatan selanjutnya. Juga dalam beberapa kasus,
pasien tidak dapat menerima obat secara oral.
5. Penggunaan parenteral dapat menghasilkan efek lokal untuk obat bila
diinginkan seperti pada gigi dan anestesi.
6. Dalam kasus simana dinginkan aksi obat yang diperpanjang, bentuk parenteral
tersedia, termasuk injeksi steroid periode panjang secara intra-artikular dan
penggunaan penisilin periode panjang secara i.m.
7. Terapi parenteral dapat memperbaiki kerusakan serius pada keseimbangan
cairan dan elektrolit.
8. Bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total diharapkan dapat
dipenuhi melalui rute parenteral.
9. Aksi obat biasanya lebih cepat.
10. Seluruh dosis obat digunakan.
11. Beberapa obat, seperti insulin dan heparin, secara lengkap tidak aktif ketika
diberikan secara oral, dan harus diberikan secara parenteral.
12. Beberapa obat mengiritasi ketika diberikan secara oral, tetapi dapat ditoleransi
ketika diberikan secara intravena, misalnya larutan kuat dektrosa.
13. Jika pasien dalam keadaan hidrasi atau shok, pemberian intravena dapat
menyelamatkan hidupnya.
Namun, dibalik keuntungan bentuk sediaan ini, adapula kerugiannya yakni Injeksi
1. Bentuk sediaan harus diberikan oleh orang yang terlatih dan membutuhkan
waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pemberian rute lainPada
pemberian parenteral dibutuhkan ketelitian yang cukup untuk pengerjaan secara
aseptik dari beberapa rasa sakit tidak dapat dihindari
2. Obat yang diberikan secara parenteral menjadi sulit untuk mengembalikan efek
fisiologisnya.
3. Yang terakhir, karena pada pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan
parenteral lebih mahal dibandingkan metode rute yang lain.
4. Beberapa rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak disukai oleh pasien, terutama
bila sulit untuk mendapatkan vena yang cocok untuk pemakaian i.v.
5. Dalam beberapa kasus, dokter dan perawat dibutuhkan untuk mengatur dosis.
6. Sekali digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika pasien
hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis setelah penggunaan, efeknya sulit
untuk dikembalikan lagi.
7. Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab udara
atau mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya dapat
berupa reaksi phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan.

IV. DATA PENDUKUNG


A. Data Zat Aktif

Nama Zat Bahan Cara Suntik pH Cara E NaCl Khasiat


Aktif Pembantu Stabilitas Sterilisasi
Thiamin Aqua pro Intravena, 2,8 – 3,4 Sterilisasi 0,25 antineuritikum;
HCl Injection intramuscular A atau C komponen
vitamin B
kompleks.

B. Tak Tersatukan Zat Aktif

Sifat Kimia

Nama lain : Vitamin B1


Rumus Molekul : C12H17ClN4OS,HCl
Berat Molekul : 337,27

Efek Samping

Memberikan efek toksik bila diberikan per oral, bila terjadi kelebihan thiamin
cepat dieksresi melalui urin. Meskipun jarang terjadi reaksi anafilaktoid dapat
terjadi setelah pemberian IV dosis besar pada pasien yang sensitive dan beberapa
diantaranya bersifat fatal
Reaksi hipersensitivitas terjadi setelah menyuntik agen ini. Beberapa kelembutan
atau nyeri otot dapat mengakibatkan setelah injeksi IM.

Interaksi Obat
Bila dicampurkan dengan sodium sulfit, potassium metabisulfit dan sodium
hidrosulfit dapat menurunkan kestabilan thiamin HCl di dalam larutan.
Tiamin HCl tidak stabil dalam larutan basa atau netral atau dengan agen oksidasi
atau mengurangi. Hal ini paling stabil pada pH 2.

OTT

dengan riboflavin dalam larutan jejak prespitation dari thiocrom atau chloroflafin
terjadi dengan benzylpenicillin
kompatibel dengan suntikan dekstrosa atau adictive containning metabisulfit.

C. Bahan Berkhasiat/Zat Aktif


Thiamini Hydrochloridum (Sumber FI Edisi III, Halaman 598)

Warna : Putih
Rasa : Pahit
Bau : Khas lemah mirip ragi
Pemerian : Hablur kecil atau serbuk hablur
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol(95%)
P; praktis tidsk larut dalam eter P atau benzene P; larut
dalam glisserol P.
PH larutan : 2,8 – 3,4.
Stabilitas : Stabilitas : terlindung dari cahaya dan simpan pada
temperatur kurang dari 40°C.
Khasiat : antineuritikum; komponen vitamin B kompleks.

D. Dosis
E. Sc;im, sehari 25 mg sampai 100 mg.

V. USUL PENYEMPURNAAN SEDIAAN


Karena pH stabilitas Thamin HCl 2,8-3,4 maka ditambahkan stabilisator HCl 0,1 N.

a. Formula Acuan
Thiamin Injectio
Injeksi Tiamina
Injeksi Vitamin-B1
Komposisi Tiap ml mengandung:
Thiamini Hydrochloridum 100 mg
Zat tambahan yang cocok
secukupnya
Aqua pro Injectione hingga 1 ml
Penyimpanan Dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda,
terlindung dari cahaya.
Dosis Sc;im, sehari 25 mg sampai 100 mg.
Catatan 1. pH 2,8 sampai 3,4.
2. Pada pembuatan dialiri karbondioksida.
3. Disterilkan dengan Cara sterilisasi A atau C dan
segera didinginkan.
4. Sediaan berkekuatan lain: 50 mg.
Sumber : Formularium Nasional Edisi Kedua (1978) hal 289

VI. PERHITUNGAN TONISITAS LARUTAN

1. Tonisitas Larutan
E thiamin HCL = 0,25 ( farmakope indonesia ed
lll)

C thiamin HCL ( menurut fornas ) = 0,1 gr / 1 ml x 100% = 10 %


C thiamin HCL ( yang dipinta ) = 0,025gr /1 ml x 100% = 2,5%
W = 0,9 – C.E
= 0,9 – 2,5 x 0,25
= 0,9 – 0,625
= 0,275 gr / 100 ml ( hipotonis )

2. Bahan
Volume yang akan dibuat : ( n + 2 ) V’ = (4 + 2) (1 + 0,10) + 6 ml
= 12,6 ml ~ 30 ml

a. Thiamin HCL = 25 mg/ml x 30 ml = 750 mg


Thiamin HCL dilebihkan 5% = 5% x 750 mg = 37,5 mg
Thiamin HCL yang diambil = 750+ 37,5 = 787,5 mg
b. NaCl = 30 x 2,75mg = 82,5 mg
c. Aqua pro injeksi ad 30 ml

VII. Data Tambahan


a. Data Zat Pembantu
Nama Zat BahanPembawa Cara pH Cara Ekuivalensi
pembantu Suntik Stabilitas Sterilisasi
NaCl Aqua pro injeksi I.M 2,8-3,4 Srerilisasi c 1

b. Alat dan Cara Sterilisasinya


Paraf Pengawas:

NO Bahan/Alat Cara Sterilisasi AWAL


AKHIR
JAM PARAF JAM PARAF
1 Ampul Oven 150C ( I
jam)
2 Beaker gelas Oven 150C ( I
jam)
3 Kaca arloji Flambeer
4 Corong gelas dan Autoclave 30
kertas saring menit
5 Sendok spatula Flambeer
6 Batang pengaduk Flambeer
7 Pipet tetes Autoclave 30
menit
8 Kapas Autoclave 30
menit
9 Pinset Flambeer
10 Erlemeyer Oven 150C ( I
jam)
11 Karet pipet Rebus 30 menit
12 Gelas ukur Autoclave 30
menit
13 Perkamen Autoclave 30
menit
14 Aquadest Rebus 30 menit
setelah
mendidih
15 Spuit injeksi / Telah dianggap steril
syringe

VIII. FORMULA AKHIR


Formula yang digunakan adalah formula ke-2 (dari Fornas) :

Tiap ml mengandung
Thiamini Hydrochloridum 25 mg
NaCl 0,625 mg
Aqua pro Injection ad 1 ml

IX. PENIMBANGAN ZAT

Penimbangan zat :

Bahan Satuan dasar (1 Volume Paraf


ml) Produksi (30 ml) praktikkan Praktikkan
Thiamin HCl 25 mg 787,5 mg
NaCl 2,995 mg 82,5 mg
Aqua pro Injeksi 1 ml 30 ml

X. URAIAN LANGKAH PEMBUATAN SEDIAAN


A. Cara Kerja
1. Siapkan alat dan bahan
2. Sterilisasi alat yang akan diguakan
3. Timbang bahan dengan kacak arloji steril
4. Larutkan thiamin HCL dengan aqua pro injeksi
5. Larutkan NaCl dengan aqua pro injeksi
6. Campurkan kedua larutan
7. Saring larutan dengan kertas saring
8. Cek pH sediaan dengan kertas Ph
9. Tambahkan NaCl 0,1 N 200 mg hingga mencapai pH yang diinginkan (2,8 –
3,4)
10. Tambahkan aqua pro injeksi ad 30 ml
11. Pipet dengan spuit masukkan dalam ampul sebanyak 1,1 ml tiap ampul
12. Tutup ampul dengan cara flembeer
13. Larukan sterilisasi akhir dengan autoclave
14. Lakukan evaluasi sediaan
15. Beri etiket dan masukkan kedalam kemasan.

B. Sterilisasi Akhir Sediaan

XI. HASIL

XII. EVALUASI

1. Uji Kejernihan (Lachman hal 1355)


Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh seseorang yang
memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan cahaya yang baik, terhalang
terhadap refleksi ke dalam matanya, dan berlatar belakang hitam putih, dengan
rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi memutar, harus benar-benar bebas dari
partikel-partikel kecil yang dapat dilihat dengan mata.
Kejernihan sediaan ditandai dengan tidak adanya kotoran atau zahra pada sediaan,
larutan jernih/ transparan jika berwarna maka sesuai dengan warna zat yang terdapat
pada sediaan. Prosedur kejernihan adalah melihat ampul pada latar yang gelap lalu
dilihat adalah kotoran yang mengapung pada sediaan.
2. Uji PH (FI hal 1039-1040)
Cek pH larutan dengan menggunakan pH meter atau dengan kertas indicator univeral
 Dengan pH meter : sebelum digunakan, periksa elektroda dan jembatan
garam. Kalibrasi pH meter. Pembakuan pH meter : bilas elektroda dan sel
beberapa kali dengan larutan uji dan isi sel dengan sedikit larutan. Baca harga
pH. Gunakan air bebas CO2 untuk pelarutan dengan pengenceran larutan
uji.
 Alat : kertas pH dan pH meter
Prosedur :
1. pH meter di kalibrasi dengan larutan dapar standar yang pH sama dengan
pH yang akan diukur.
2. Batang elektrode pH meter dibersihkan dengan aquadest dan dikeringkan.
3. Batang elektrode dicelupkan dalam sediaan injeksi yang kan diukur
pHnya.
4. Menekan auto read lalu enter.
5. Tunggu angka sampai berhenti lalu catat pH
3. Tes Kebocoran
Prosedur :
1. Ambil beaker glass, letakkan kapas dibawah beaker glass.
2. Tutup beaker glass dengan perkamen lalu ikat dengan benang.
3. Beri lubang kecil pada perkamen dan masukkan 7 ampul dalam lubang tersebut
dengan posisi terbalik
4. Lalu amati ampul tersebut.
5. Setelah itu sterilkan dalam posisi terbalik, beaker glass dilapisi kapas dan diisi
dengan sediaan ampul injeksi dan ditutup kantong perkamen. Sterilisasi dengan
sterilisasi autoclave dengan suhu 116°C selama 30 menit. Setelah itu di dinginkan.
6. beri etiket dan masukkan kedalam kemasan.
4. Uji Keseragaman Volume (FI IV hal 1044)
Diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu dilihat keseragaman
volume secara visual.

Keseragaman
No. Ampul Kejernihan Ph Kebocoran
Volume
1
2
3
4
5
6

Keterangan :

(√) : Memenuhi standar (x) : Tidak memenuhi standar


XIII. PEMBAHASAN

XIV. KESIMPULAN

Tabel Sikap dan Perilaku Praktikan di Lab Steilisasi

Nama Pratikan Kelengkapan APD Ada Tidak


Dhea Aprilia Jas Lab
topi Lab
Masker wajah
Sarung tangan atau
handscoon
Sepatu Lab
Dian Rana Yusriah Jas Lab
topi Lab
Masker wajah
Sarung tangan atau
handscoon
Sepatu Lab
Elza Novia Jas Lab
topi Lab
Masker wajah
Sarung tangan atau
handscoon
Sepatu Lab
Fransiska Angelina Jas Lab
topi Lab
Masker wajah
Sarung tangan atau
handscoon
Sepatu Lab
Hanifah Dzakirah Jas Lab
topi Lab
Masker wajah
Sarung tangan atau
handscoon
Sepatu Lab
Inka Salsabila Jas Lab
topi Lab
Masker wajah
Sarung tangan atau
handscoon
Sepatu Lab

FORMULA INDUK
INJEKSI THIAMIN HCL 25mg
NO.
REGISTRASI NAMA PRODUK
JUMLAH
........... THIANDI
PRODUKSI
PRODUKSI
…. AMPUL
PT. MANGGA MEDICA INC
NO. @25 mg
PALEMBANG – INDONESIA
BETS ...........
TANGGAL TANGGAL PRODUKSI
FORMULA ......................................... ............................................
..... 2020
JUMLAH
KODE JUMLAH
NAMA BAHAN FUNGSI % PER
BAHAN PER BETS
AMPUL
ZA.TH     %    

      %    

      %    

      %    

      %    

      %    

      %    

      %    

      %    
AQUA PRO
API PELARUT %    
INJECTIO
METODE PEMBUATAN KARAKTERISTIK INJEKSI

    * Bobot =    

    * Volume =  

    * Pirogen =  

    * Sterilitas =  

    * Kebocoran =  

    * Kejernihan =  

    * Warna =    
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh . 1997 . Ilmu Meracik Obat . Yogyakarta : Gadjah Mada Universitas
Press

Departemen Kesehatan Republik Indonesia . 1979 . Farmakope Indonesia Edisi III .


Jakarta : Dekpes RI

Departemen Kesehatan Republik Indonesia . 1995 . Farmakope Indonesia Edisi IV .


Jakarta : Dekpes RI

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978 . Formularium Nasional Edisi


2 .Jakarta : Dekpes RI

Syamsuni . 2007 . Ilmu Resep . Jakarta : EGC


LAMPIRAN

THIAMOL
Thiamin HCl 25 mg
Injeksi Steril

Indikasi :
Mengatasi deisiensi Vitamin B1 , Sindrom Wernicke-
Korsakoff

Kontra Indikasi :
Hipersensitivitas terhadap thiamin, pada ibu hamil, dan
menyusui

Dosis :
s.c ; intramuscular : 25-100mg

Isi :
8 Ampul/1ml
No. Reg : DKL2010023443A1
No. Batch : 1010581
Exp Date : 3 November 2022

Harus dengan resep dokter

Simpan ditempatPT.tertutup
HEDFIKFARM
rapat terlindungi cahaya - Indonesia
Palembang
THIAMOL
Thiamin HCl 25 mg
Tiap ml mengandung:

Thiamin HCL ................... 25 mg

Indikasi :
Mengatasi deisiensi Vitamin B1, Sindrom Wernicke-Korsakoff

Kontra Indikasi :
Hipersensitivitas terhadap thiamin, pada ibu hamil, dan menyusui

Penyimpanan :
Simpan pada dalam kulkas bersuhu 20-25°C

No. Reg : DKL2010023443A1


No. Batch : 1010581
Exp Date : 3 November 2022

PT. HEDFIKFARM
Palembang - Indonesia
Netto : 8 Ampul/1ml

THIAMOL
Thiamin HCl 25 mg
Injeksi Steril

Harus dengan resep dokter

PT. HEDFIKFARM Palembang - Indonesia

Indikasi :
Mengatasi deisiensi Vitamin B1, Sindrom Wernicke-Korsakoff
Kontra Indikasi :
Hipersensitivitas terhadap thiamin, pada ibu hamil, dan menyusui
Dosis :
s.c ; intramuscular : 25-100mg

Anda mungkin juga menyukai