Anda di halaman 1dari 13

PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALISA II

KOMPLEKSOMETRI

Penyusun :
NAMA : RIRIN AFWI KHOLIFIYANI
NIM : E0018086
KELOMPOK : 3 (TIGA)
KELAS : 2B
DOSEN PENGAMPU : 1. Ery Nourika Alfiraza,M.Sc
2. Desi Sri Rejeki, M.Si

LABORATORIUM KIMIA FARMASI


PROGRAM STUDI S1 FARMASI
STIKes BHAKTI MANDALA HUSADA (BHAMADA) SLAWI
SEMESTER IV
2020
LAPORAN PRAKTIKUM
KOMPLEKSOMETRI

I. TUJUAN
Mahasiswa dapat menentukan kadar kalsium laktat secara kompleksometri.

II. DASAR TEORI


2.1. Titrasi Kompleksometri
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks
(ion kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana
titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi
pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga
banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang
kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi
kompleksometri :
Ag+ + 2 CN–  Ag(CN)2
Hg + 2Cl– 
2+ 
HgCl2
(Khopkar, 2002).
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan
pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit terdisosiasi.
Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam,
sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral (Basset, 1994).

2.2. EDTA
Titrasi kompleksometri digunakan untuk menentukan kandungan garam-garam logam.
Etilendiamin tetraasetat (EDTA) merupakan titran yang sering digunakan. EDTA akan
membentuk kompleks 1:1 yang stabil dengan semua logam kecuali logam alkali seperti natrium
dan kalium. Untuk deteksi titik akhir titrasi digunakan indikator zat warna yang ditambahkan
pada larutan logam pada saat awal sebelum dilakukan titrasi dan akan membentuk kompleks
berwarna dengan sejumlah kecil logam. Pada titik akhir titrasi (ada sedikit kelebihan EDTA) maka
komples indikator logam akan pecah dan menghasilkan warna yang berbeda. Indikator yang
dapat digunakan untuk titrasi kompleksometri ini antara lain hitam eriokrom, mureksid, jingga
pirokatenol, jingga xilenol, asam kalkon karbonat, kalmagit, dan biru hidroksi naftol (Gholib,
2007).

2.3. Syarat Indikator Titrasi Kompleksometri


Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda
tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada
pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum
titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna
kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga,
kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi,
tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu harus
kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir, EDTA
memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA harus
tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam
harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam
(yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen.
Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10
dengan indikator eriochrome black T. Pada pH tinggi, 12, Mg(OH) 2 akan mengendap, sehingga
EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+ dengan indikator murexide (Basset, 1994).

2.4. Kelebihan Titrasi Kompleksometri


Kelebihan titrasi kompleksometri adalah EDTA stabil, mudah larut dan menunjukkan
komposisi kimiawi yang tertantu. Selektivitas kompleks dapat diatur dengan penegendalian pH
misal pada magnesium, krom, kalsium dapat di titrasi pada pH=11. Etilen diamin asetat (EDTA)
sebagai garam natrium sendii merupakan standar primer sehingga tidak perlu standarisasi lebih
lanjut. Kompleks yang mudah larut dalam air ditemukan.
Kestabilan kompleks-kompleks logam EDTA dapat diubah dengan mengubah pH dan
adanya zat-zat pengompleks lain. Maka tetapan kestabilan kompleks EDTA akan berbeda dari
nilai yang dicatat pada suatu pH tertentu. Larutan air EDTA akan memiliki nilai yang berbeda dari
nilaiyang telah dicatat. Kondisi baru ini dinamakan tetapan kestabilan nampak atau tetapan
kestabilan menurut kondisi (Sodiq, 2015).

2.5. Fungsi Titrasi Kompleksometri


Titrasi komleksometri berguna untuk menentukan sejumlah besar logam. Selektivitas dapat
dicapai dengan penggunaan yang tepat dari agen (penambah agar pengompleks lainnya adalah
asam lemah dan basa lemah yang kestimbangan, dan pengaruh pH pada kstimbangan ini. Kami
menjelaskan titrasi ion logam dengan zat pengompleks sangat berguna yaitu EDTA, faktor-faktor
yang mempengaruhi mereka, dan indikator untuk titrasi. Titrasi EDTA pada kalsium ditambah
magnesium umumnya digunakan untuk memerlukan kesadahan air. Hampir semua logam
lainnya dapat secara akurat ditentukan oleh titrasi kompleksometri.
Kompleksometri memainkan peran penting dalam banyak kimia dan biokimia. Banyak
kation akan membentuk kompleks dalam larutan dengan berbagai zat yang memiliki pasangan
elektron baik terbagi ( misalnya pada N,O,S atom dalam molekul ) mampu memuaskan bilang
koordinasi pada logam. Ion logam adalah asam lewis (elektron pasangan akseptor), komplexer
adalah basa lewis (donor pasangan elektron). Jumlah molekul zat pengompleks disebut ligan,
akan tergantung pada jumlah koordinasi logam dan pada jumlah kelompok pengompleks pada
molekul ligan. Asam yang paling banyak digunakan dalam titrasi adala EDTA (Christian, 2014).

2.6. Cara-cara Titrasi EDTA


Titrasi secara khelatometri telah dilakukan dengan baik terhadap semua kation biasa. Jenis-
jenis titrasinya adalah :
a) Titrasi langsung, dapat dilakukan terhadap sedikitnya 25 kation dengan menggunakan
indicator logam. Pereaksi pembentukan kompleks, seperti sitrat dan tartrat, sering
ditambahkan untuk pencegahan endapan hidroksida logam. Buffer NH3-NH4Cl dengan pH 9
sampai 10 sering digunakan untuk logam yang membentuk kompleks dengan amoniak
(Underwood, 1994).
b) Titrasi kembali, digunakan apabila reaksi antara kation dengan EDTA lambat atau apabila
indicator yang sesuai tidak ada. EDTA berlebih ditambahkan berlebih dan yang bersisa
dititrasi dengan larutan standar Mg dengan menggunakan calmagnite sebagai indicator.
Kompleks Mg-EDTA mempunyai stabilitas relative rendah dan kation yang ditentukan tidak
digantikan dengan magnesium. Cara ini dapat juga untuk menentukan logam dalam endapan,
seperti Pb di dalam PbSO4 dan Ca dalam CaSOa (Underwood, 1994).
c) Titrasi substitusi, berguna bila tidak ada indicator yang sesuai untuk ion logam yang
ditentukan. Sebuah larutan berlebih yang mengandung kompleks Mg-EDTA ditambahkan dan
ion logam, misalnya M2+, menggantikan magnesium dari kompleks EDTA yang relative lemah
itu (Underwood, 1994).
d) Titrasi secara tidak langsung, beberapa jenis telah dilaporkan, antara lain penentuan sulfat
dengan menambahkan larutan baku barium berlebihan dan menitrasi kelebihan tersebut
dengan EDTA. Juga pospat sudah ditentukan setelah pengendapan sebagai MgNH4PO4 yang
tidak terlalu sukar lanrt lalu menitrasi kelebihan Mg (Underwood, 1994).
e) Cara titrasi alkalimetri, dengan menambahkan larutan Na2H2Y berlebihan kepada larutan
analat yang bereaksi netral. Ion hydrogen yang dibebaskan dititrasi dengan larutan baku
basa. (Underwood,1994)
2.7. Kesulitan Titrasi Kompleksometri
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan
bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen maupun
nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan
berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam
keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri.
Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu
misalnya dengan menggunakan larutan kadmium (Harjadi, 1993).
2.8. Kestabilan Kompleks
Kestabilan suatu kompleks jelas akan berhubungan dengan (a) kemampuan mengkompleks
dari ion logam yang terlihat, dan (b) dengan cirri khas ligan itu,  yang penting untuk
memeriksa faktor-faktor ini dengan singkat.
a) Kemampuan mengkompleks logam-logam digambarkan dengan baik menurut klasifikasi
Schwarzenbach, yang dalam ganis besarnya didasarkan atas pembagian logam menjadi asam
lewis (penerima pasangan electron) kelas A dan kelas B. Logam kelas A dicirikan oleh larutan
afinitas (dalam larutan air) terhadap halogen, dan membentuk kompleks yang paling
stabil engan anggota pertama grup table berkala. Kelas B lebih mudah berkoordinasi
dengan I- daripada dengan f dalam larutan air dan membentuk kompleks terstabil dengan
atom penyumbang kedua dari masing-masing grup itu yakni Nitrogen, Oksigen, dan F,
Cl, C, P. Konsep asam basa keras dan lunak adalah berguna dalam menandai ciri-ciri perilaku
penerima pasangan electron kelas A dan kelas B (Vogel, 1994).
b) Ciri-ciri khas ligan, dapat mempengaruhi kestabilan kompleks diman aligan itu terlibat, adalah
(i) kekuatan basa dari ligan itu, (ii) sifat-sifat penyepitan, jika ada, dan (iii) efek-efek sterik
(ruang). Efek sterik yang paling umum adalah efek oleh adanya suatu gugusan besar yang
melekat pada atau berada berdekatan dengan atom penyumbang. (Vogel, 1994).

2.9. Indikator Logam


Indikator logam adalah suatu indicator terdiri dari suatu zat yang umumnya senyawa
organic yang dengan satu atau beberapa ion logam dapat membentuk senyawa kompleks yang
warnanuya berlainan dengan warna indikatornya dalam keadaan bebas. Warna indicator asam
basa akan tergantung, pada pH larutannya, sedangkan warna indicator logam sampai batas
tertentu bergantung pada pM. Oleh karena itu indicator logam sering disebut sebagai "pM-
slustive indicator" atau metalochrome-indikator (syafei, 1998).
2.10. Reaksi dan Uji Positif
a) Pembakuan EDTA 0,1 M
Reaksi yang terjadi :
CaCO3 + Na2H2Y CaH2Y + Na2CO3
Uji Positif : warna merah anggur menjadi warna biru jelas.
b) Penetapan Kadar Kalsium Laktat
Ca[C3H2O3]2 + Na2H2Y CaH2Y + 2NaC3H3O3
Uji Positif : warna merah anggur menjadi warna biru jelas.
III. ALAT DAN BAHAN

3.1. ALAT
a) Buret bening 25 mL
b) Klem
c) Statif
d) Beaker glass 50 mL dan 100 mL
e) Gelas ukur 10 mL dan 50 mL
f) Erlenmeyer 100 mL
g) Corong
h) Pipet tetes
i) Labu ukur 100 mL

3.2. BAHAN
a) CaCO3 25 mg
b) HCl 5 N 10 tts
c) Aquadest 100 mL
d) Indikator PP 2 tts
e) NaOH 1 N 10 tts
f) Buffer pH 10 1 mL
g) Indikator EBT 6 tts
h) EDTA 0,01 M 25 mL
i) Kalsium Laktat 10 tab
IV. CARA KERJA

4.1. Pembakuan EDTA 0,01 M


25 mg CaCO3

- Masukkan dalam labu 100 mL


- Tambahkan HCl 5 N tetes demi tetes 10 tetes
- Tambahkan air ad batas
- Pindahkan ke Erlenmeyer 250 mL
- Tambahkan indikator pp
- Netralkan dengan NaOH 1N 10 tetes
- Tambahkan 1 mL larutan buffer pH 10
- Ditambahkan indikator EBT 3 tetes
- Dititrasi dengan EDTA 0,01 M

Hasil

4.2. Penetapan Kadar Kalsium Laktat


10 tablet kalsium laktat

- Ditimbang, di hitung bobot rata-rata


- Diserbuk
- Timbang 50 mg serbuk
- Masukkan ke dalam labu ukur 100 mL
- Tambahkan HCl 5 N hingga jernih 20 tetes
- Tambahkan air ad batas
- Pindahkan ke Erlenmeyer 250 mL
- Tambahkan indikator pp
- Netralkan dengan NaOH 1N 40 tetes
- Tambahkan 1 mL larutan buffer pH 10
- Ditambahkan indikator EBT
- Dititrasi dengan EDTA 0,01 M

Hasil
V. HASIL

5.1. Pembakuan EDTA 0,01 M

No. Perlakuan Hasil Ket


1. Timbang 25 mg CaCO3
2. Masukkan dalam labu 100 mL
3. Tambahkan HCl 5 N tetes demi tetes 10 tetes
4. Tambahkan air ad batas Larutan bening, larut semua
5. Pindahkan ke Erlenmeyer 250 mL
6. Tambahkan indikator pp Warna merah muda
7. Netralkan dengan NaOH 1N 10 tetes, larutan bening
8. Tambahkan 1 mL larutan buffer pH 10
9. Ditambahkan indikator EBT Warna merah anggur
10. Dititrasi dengan EDTA 0,01 M Larutan biru kehijauan (+)

TAT 1 = 2,4 mL
TAT 2 = 2 mL

Perhitungan Pembakuan
 V. Rata-rata = V1 + V2 = 2,4 mL + 2 mL = 4,4 mL = 2,2 Ml
2 2 2
 Pembakuan EDTA
M.EDTA = mg CaCO3
BE x V.CaCO3
= 25 mg
100,09 x 2,2 mL
= 25 mg
220,198
= 0,1 M

5.2. Penentuan bobot tablet

Tablet Berat (g)


1 0,55
2 0,55
3 0,55
4 0,56
5 0,57
6 0,56
7 0,56
8 0,55
9 0,56
10 0,55
Jumlah 5,56

Perhitungan bobot tablet


 x1-10 = 5,56 g = 0,556 g = 556 mg
10
5.3. Penetapan Kadar Kalsium Laktat

No. Perlakuan Hasil Ket


1. Timbang bobot 10 tablet Ditulis pada tabel di atas
2. Serbukkan
3. Timbang 50 mg serbuk
4. Masukkan ke dalam labu ukur 100 mL
5. Tambahkan HCl 5N hingga jernih 20 tetes
6. Tambahkan air ad batas Larutan jernih
7. Pindahkan ke Erlenmeyer 250 mL
8. Tambahkan indikator pp Warna merah muda
9. Netralkan dengan NaOH 1N 40 tetes, larutan bening
10. Tambahkan 1 mL larutan buffer pH 10
11. Ditambahkan indikator EBT Warna merah anggur
12. Dititrasi dengan EDTA 0,01 M Larutan biru kehijauan (+)

TAT 1 = 10,4 mL
TAT 2 = 11,8 mL

Perhitungan Penetapan kadar ca.laktat

 V. Rata-rata = V1 + V2 = 10,4 mL + 11,8 mL = 22,2 mL = 11,1 mL


2 2 2
 Perhitungan Kadar ca.laktat
Kadar ca.laktat = V. EDTA x M. EDTA x BE.Ca.Laktat x bobot tablet
Mg sampel
= 11,1 mL x 0,1 M x 218,22 x 556 mg
50 mg
= 134.676,6552
50 mg
= 2.693,533104 mg/tab

 % kadar = 2.693,533104 x 100% = 4,844484 x 100% = 484,4484%


556

Nb : Kadar menurut FI edisi 3, tablet kalsium laktat tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105% dari
jumlah yang tertera pada etiket. (FI edisi 3 hal. 125)

VI. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini yang berjudul “KOMPLEKSOMETRI” dengan tujuan dari praktikum kali ini
adalah untuk menentuan kadar Kalsium Laktat secara kompleksometri. Titrasi kompleksometri
merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat yang saling mengkompleks, membentuk hasil berupa
kompleks. Titrasi kompleksometri dikenal juga sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-
ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi.
Prinsip kerja kompleksometri yaitu berdasarkan reaksi pembentukan senyawa kompleks dengan
EDTA, sebagai larutan standar dengan bantuan indikator tertentu. Titik akhir titrasi ditunjukan dengan
terjadinya perubahan warna larutan, yaitu dari merah anggur menjadi biru kehijauan.
Reaksi yang terjadi :
Ca2+ + Y4- CaY 2-
Indikator yang digunakan pada titrasi kompleksometri adalah EBT atau Erichrome Black T. EBT
adalah jenis indikator yang berwarna merah muda bila berada dalam larutan yang mengandung ion
kalsium dan ion magnesium. Ada 5 syarat suatu indikator ion logam dapat diketahui atau digunakan
pada pendeteksian visual dari titik akhir yaitu rekasi warna harus sedemikian sehigga sebelum titik
akhir, bila hampir semua logam ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna
kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik. Ketiga, kompleks indikator logam itu harus memiliki
kestabilan yang cukup. Keempat, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks indikator logam ke
kompleks logam EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan
kompleks indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Keunggulan EDTA adalah mudah
larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam
melakukan percobaan kompleksometri.
Struktur EDTA sebagai berikut :

Pada praktikum kali ini dilakukan titrasi menggunakan pengompleks etilen diamin tetra asetat
(EDTA). Sampel yang mengandung ion kalsium akan dititrasi dengan larutan EDTA. Penggunaan EDTA
dalam percobaan ini karena EDTA sebagai garam natrium sendiri merupakan laruta standar primer.
Sebelum melakukan penetapan kadar kalsium laktat, terlebih dahulu melakukan pembakuan EDTA
dengan CaCO3. Padatan CaCO3 yang digunakan itu pa (pro analys), karena salah satu syarat larutan
standar primer yaitu tingkat kemurniannya pa. Tahap yang pertama dilakukan yaitu timbang 25 mg
CaCO3, lalu di masukkan dalam labu 100 mL. Kemudian tambahkan HCl 5 N tetes demi tetes sampai 10
tetes, penambahan  HCl pada larutan sampel berfungsi untuk melarutkan sampel karena sampel tidak
larut dalam air (jika sampel larut dalam air, tidak perlu penambahan asam).
Reaksi yang terjadi : CaCO3(s) + 2HCl(aq)  CaCl2(aq) + H2O(l) + CO2(g).
Selanjutnya tambahkan air ad batas kalibrasi sehingga larutan berwarna bening dan larut semua, lalu
pindahkan ke Erlenmeyer 250 mL, kemudian tambahkan indikator pp yang berfungsi untuk
menentukan titik ekuivalen. Lalu netralkan dengan NaOH 1N, penambahan NaOH 1N berfungsi untuk
menaikkan pH larutan menjadi >12. Kemudian tambahkan 1 mL larutan buffer pH 10, fungsi
penambahan buffer pH 10 yaitu agar larutan yang dititrasi tetap pada pH 10 dan karena EBT berfungsi
pada pH 10 sehingga TA mudah diamati. Kemudian ditambahkan indikator EBT, penambahan indicator
EBT berfungsi sebagai indikator pH dan indikator EBT peka terhadap kadar logam. Dengan
ditambahkannya indikator EBT,   maka terbentuk Ca yang berwarna merah anggur (pink). Jika sudah
terbentuk larutan berwarna merah anggur (pink), maka proses titrasi antara larutan EDTA 0,01 M dan
larutan baku kalsium dapat langsung dilakukan. Setelah didapat larutan berwarna biru kehijauan,
proses titrasi dihentikan. Saat itulah, mol CaCO 3 sama dengan mol EDTA, dan hal ini dinamakan titik
akhir titrasi. Titrasi ini dilakukan secara duplo atau dilakukan sebanyak 2x titrasi. Hasil TAT yang
pertama adalah 2,4 mL dan TAT yang kedua yaitu 2 mL.
Dimana reaksi yang terjadi selama proses titrasi yaitu :
CaCO3 + Na2H2Y  CaH2Y + Na2CO3
Percobaan yang kedua yaitu penetapan kadar kalsium laktat. Perlakuan yang pertama yaitu
timbang bobot 10 tablet, menghasilkan rata-rata bobot 556 mg, lalu diserbukkan. Timbang 50 mg
serbuk, masukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Kemudian tambahkan HCl 5N hingga jernih sebanyak 20
tetes, penambahan HCl pada larutan sampel berfungsi untuk melarutkan sampel karena sampel tidak
larut dalam air (jika sampel larut dalam air, tidak perlu penambahan asam). Tambahkan air ad batas
kalibrasi, larutan berubah menjadi jernih dan larut semua, lalu pindahkan ke Erlenmeyer 250 mL.
Reaksi yang terjadi : HCl + H2O  Cl2 + H3O
Tambahkan indikator pp yang berfungsi untuk menentukan titik ekuivalen, sehingga larutan berubah
warna merah muda. Kemudian netralkan dengan NaOH 1N sebanyak 40 tetes, larutan berubah
menjadi bening, penambahan NaOH 1N berfungsi untuk menaikkan pH larutan menjadi >12.
Tambahkan 1 mL larutan buffer pH 10, fungsi penambahan buffer pH 10 yaitu agar larutan yang
dititrasi tetap pada pH 10 dan karena EBT berfungsi pada pH 10 sehingga TA mudah diamati. Kemudian
ditambahkan indikator EBT larutan berwarna merah anggur, fungsi dari penambahan indikator EBT ini
adalah sebagai pengompleks yang menghasilkan warna tertentu, selanjutnya larutan dititrasi dengan
menggunakan larutan EDTA 0,01 M larutan berubah menjadi biru kehijauan, menandakan hasil positif.
Titrasi ini dilakukan duplo atau dilakukan dua kali titrasi, TAT yang pertama yaitu 10,4 mL dan yang
kedua 11,8 mL. Dari hasil perhitungan didapatkan kadar kalsium laktat sebanyak 484,4484%.
Dimana reaksi yang terjadi selama proses titrasi yaitu :
Ca[C3H2O3]2 + Na2H2Y  CaH2Y + 2NaC3H3O3

Dalam dunia farmasi, metode kompleksometri ini banyak digunakan dalam penetapan kadar suatu
senyawa obat yang mengandung ion logam, misalnya kalsium laktat. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi kesalahan pada saat praktikum adalah alat yang digunakan tidak steril, bahan yang
digunakan sudah terkontaminasi dengan zat yang lain, kurangnya ketelitian praktikan pada saat
melakukan percobaan baik pada saat penimbangan maupun pada saat titrasi.
VII. KESIMPULAN

Bedasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :


1. Hasil perhitungan pembakuan EDTA yaitu 0,1 M.
2. Hasil kadar kalsium laktat sebesar 484,4484%.
3. Bobot rata-rata dari 10 tablet adalah 556 mg.
4. Prinsip kompleksometri adalah pembentukan senyawa kompleks.
5. Hasil positif ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi biru kehijauan.
DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel:Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Terjemahan A. Hadyana
Pudjaatmaka dan L. Setiono. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Christian, Gary. D. 2014. Analytical Chemistry. University of Washington, United States of America.

Gholib, Ibnu., Dan Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Jogjakarta.

Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia. Jakarta.

Khopkar. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.

Sodiq, I.M. 2015. Kimia Analitik I. Universitas Negeri Malang, Malang

Underwood, A.L., Day, R.A., (1994), Analisa Kimia Kuantitatif, edisi ke-4, Erlangga, Jakarta.

Vogel. (1994). Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Alih Bahasa P. Hadyana. A dan Setiono. L.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal: 259 - 439.

Anda mungkin juga menyukai