KOMPLEKSOMETRI
Penyusun :
NAMA : RIRIN AFWI KHOLIFIYANI
NIM : E0018086
KELOMPOK : 3 (TIGA)
KELAS : 2B
DOSEN PENGAMPU : 1. Ery Nourika Alfiraza,M.Sc
2. Desi Sri Rejeki, M.Si
I. TUJUAN
Mahasiswa dapat menentukan kadar kalsium laktat secara kompleksometri.
2.2. EDTA
Titrasi kompleksometri digunakan untuk menentukan kandungan garam-garam logam.
Etilendiamin tetraasetat (EDTA) merupakan titran yang sering digunakan. EDTA akan
membentuk kompleks 1:1 yang stabil dengan semua logam kecuali logam alkali seperti natrium
dan kalium. Untuk deteksi titik akhir titrasi digunakan indikator zat warna yang ditambahkan
pada larutan logam pada saat awal sebelum dilakukan titrasi dan akan membentuk kompleks
berwarna dengan sejumlah kecil logam. Pada titik akhir titrasi (ada sedikit kelebihan EDTA) maka
komples indikator logam akan pecah dan menghasilkan warna yang berbeda. Indikator yang
dapat digunakan untuk titrasi kompleksometri ini antara lain hitam eriokrom, mureksid, jingga
pirokatenol, jingga xilenol, asam kalkon karbonat, kalmagit, dan biru hidroksi naftol (Gholib,
2007).
3.1. ALAT
a) Buret bening 25 mL
b) Klem
c) Statif
d) Beaker glass 50 mL dan 100 mL
e) Gelas ukur 10 mL dan 50 mL
f) Erlenmeyer 100 mL
g) Corong
h) Pipet tetes
i) Labu ukur 100 mL
3.2. BAHAN
a) CaCO3 25 mg
b) HCl 5 N 10 tts
c) Aquadest 100 mL
d) Indikator PP 2 tts
e) NaOH 1 N 10 tts
f) Buffer pH 10 1 mL
g) Indikator EBT 6 tts
h) EDTA 0,01 M 25 mL
i) Kalsium Laktat 10 tab
IV. CARA KERJA
Hasil
Hasil
V. HASIL
TAT 1 = 2,4 mL
TAT 2 = 2 mL
Perhitungan Pembakuan
V. Rata-rata = V1 + V2 = 2,4 mL + 2 mL = 4,4 mL = 2,2 Ml
2 2 2
Pembakuan EDTA
M.EDTA = mg CaCO3
BE x V.CaCO3
= 25 mg
100,09 x 2,2 mL
= 25 mg
220,198
= 0,1 M
TAT 1 = 10,4 mL
TAT 2 = 11,8 mL
Nb : Kadar menurut FI edisi 3, tablet kalsium laktat tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105% dari
jumlah yang tertera pada etiket. (FI edisi 3 hal. 125)
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini yang berjudul “KOMPLEKSOMETRI” dengan tujuan dari praktikum kali ini
adalah untuk menentuan kadar Kalsium Laktat secara kompleksometri. Titrasi kompleksometri
merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat yang saling mengkompleks, membentuk hasil berupa
kompleks. Titrasi kompleksometri dikenal juga sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-
ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi.
Prinsip kerja kompleksometri yaitu berdasarkan reaksi pembentukan senyawa kompleks dengan
EDTA, sebagai larutan standar dengan bantuan indikator tertentu. Titik akhir titrasi ditunjukan dengan
terjadinya perubahan warna larutan, yaitu dari merah anggur menjadi biru kehijauan.
Reaksi yang terjadi :
Ca2+ + Y4- CaY 2-
Indikator yang digunakan pada titrasi kompleksometri adalah EBT atau Erichrome Black T. EBT
adalah jenis indikator yang berwarna merah muda bila berada dalam larutan yang mengandung ion
kalsium dan ion magnesium. Ada 5 syarat suatu indikator ion logam dapat diketahui atau digunakan
pada pendeteksian visual dari titik akhir yaitu rekasi warna harus sedemikian sehigga sebelum titik
akhir, bila hampir semua logam ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna
kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik. Ketiga, kompleks indikator logam itu harus memiliki
kestabilan yang cukup. Keempat, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks indikator logam ke
kompleks logam EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan
kompleks indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Keunggulan EDTA adalah mudah
larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam
melakukan percobaan kompleksometri.
Struktur EDTA sebagai berikut :
Pada praktikum kali ini dilakukan titrasi menggunakan pengompleks etilen diamin tetra asetat
(EDTA). Sampel yang mengandung ion kalsium akan dititrasi dengan larutan EDTA. Penggunaan EDTA
dalam percobaan ini karena EDTA sebagai garam natrium sendiri merupakan laruta standar primer.
Sebelum melakukan penetapan kadar kalsium laktat, terlebih dahulu melakukan pembakuan EDTA
dengan CaCO3. Padatan CaCO3 yang digunakan itu pa (pro analys), karena salah satu syarat larutan
standar primer yaitu tingkat kemurniannya pa. Tahap yang pertama dilakukan yaitu timbang 25 mg
CaCO3, lalu di masukkan dalam labu 100 mL. Kemudian tambahkan HCl 5 N tetes demi tetes sampai 10
tetes, penambahan HCl pada larutan sampel berfungsi untuk melarutkan sampel karena sampel tidak
larut dalam air (jika sampel larut dalam air, tidak perlu penambahan asam).
Reaksi yang terjadi : CaCO3(s) + 2HCl(aq) CaCl2(aq) + H2O(l) + CO2(g).
Selanjutnya tambahkan air ad batas kalibrasi sehingga larutan berwarna bening dan larut semua, lalu
pindahkan ke Erlenmeyer 250 mL, kemudian tambahkan indikator pp yang berfungsi untuk
menentukan titik ekuivalen. Lalu netralkan dengan NaOH 1N, penambahan NaOH 1N berfungsi untuk
menaikkan pH larutan menjadi >12. Kemudian tambahkan 1 mL larutan buffer pH 10, fungsi
penambahan buffer pH 10 yaitu agar larutan yang dititrasi tetap pada pH 10 dan karena EBT berfungsi
pada pH 10 sehingga TA mudah diamati. Kemudian ditambahkan indikator EBT, penambahan indicator
EBT berfungsi sebagai indikator pH dan indikator EBT peka terhadap kadar logam. Dengan
ditambahkannya indikator EBT, maka terbentuk Ca yang berwarna merah anggur (pink). Jika sudah
terbentuk larutan berwarna merah anggur (pink), maka proses titrasi antara larutan EDTA 0,01 M dan
larutan baku kalsium dapat langsung dilakukan. Setelah didapat larutan berwarna biru kehijauan,
proses titrasi dihentikan. Saat itulah, mol CaCO 3 sama dengan mol EDTA, dan hal ini dinamakan titik
akhir titrasi. Titrasi ini dilakukan secara duplo atau dilakukan sebanyak 2x titrasi. Hasil TAT yang
pertama adalah 2,4 mL dan TAT yang kedua yaitu 2 mL.
Dimana reaksi yang terjadi selama proses titrasi yaitu :
CaCO3 + Na2H2Y CaH2Y + Na2CO3
Percobaan yang kedua yaitu penetapan kadar kalsium laktat. Perlakuan yang pertama yaitu
timbang bobot 10 tablet, menghasilkan rata-rata bobot 556 mg, lalu diserbukkan. Timbang 50 mg
serbuk, masukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Kemudian tambahkan HCl 5N hingga jernih sebanyak 20
tetes, penambahan HCl pada larutan sampel berfungsi untuk melarutkan sampel karena sampel tidak
larut dalam air (jika sampel larut dalam air, tidak perlu penambahan asam). Tambahkan air ad batas
kalibrasi, larutan berubah menjadi jernih dan larut semua, lalu pindahkan ke Erlenmeyer 250 mL.
Reaksi yang terjadi : HCl + H2O Cl2 + H3O
Tambahkan indikator pp yang berfungsi untuk menentukan titik ekuivalen, sehingga larutan berubah
warna merah muda. Kemudian netralkan dengan NaOH 1N sebanyak 40 tetes, larutan berubah
menjadi bening, penambahan NaOH 1N berfungsi untuk menaikkan pH larutan menjadi >12.
Tambahkan 1 mL larutan buffer pH 10, fungsi penambahan buffer pH 10 yaitu agar larutan yang
dititrasi tetap pada pH 10 dan karena EBT berfungsi pada pH 10 sehingga TA mudah diamati. Kemudian
ditambahkan indikator EBT larutan berwarna merah anggur, fungsi dari penambahan indikator EBT ini
adalah sebagai pengompleks yang menghasilkan warna tertentu, selanjutnya larutan dititrasi dengan
menggunakan larutan EDTA 0,01 M larutan berubah menjadi biru kehijauan, menandakan hasil positif.
Titrasi ini dilakukan duplo atau dilakukan dua kali titrasi, TAT yang pertama yaitu 10,4 mL dan yang
kedua 11,8 mL. Dari hasil perhitungan didapatkan kadar kalsium laktat sebanyak 484,4484%.
Dimana reaksi yang terjadi selama proses titrasi yaitu :
Ca[C3H2O3]2 + Na2H2Y CaH2Y + 2NaC3H3O3
Dalam dunia farmasi, metode kompleksometri ini banyak digunakan dalam penetapan kadar suatu
senyawa obat yang mengandung ion logam, misalnya kalsium laktat. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi kesalahan pada saat praktikum adalah alat yang digunakan tidak steril, bahan yang
digunakan sudah terkontaminasi dengan zat yang lain, kurangnya ketelitian praktikan pada saat
melakukan percobaan baik pada saat penimbangan maupun pada saat titrasi.
VII. KESIMPULAN
Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel:Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Terjemahan A. Hadyana
Pudjaatmaka dan L. Setiono. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Christian, Gary. D. 2014. Analytical Chemistry. University of Washington, United States of America.
Gholib, Ibnu., Dan Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Jogjakarta.
Underwood, A.L., Day, R.A., (1994), Analisa Kimia Kuantitatif, edisi ke-4, Erlangga, Jakarta.
Vogel. (1994). Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Alih Bahasa P. Hadyana. A dan Setiono. L.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal: 259 - 439.