Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMASETIKA DASAR

Nama : Diah Afuquyyum Nurwadah W

NIM : 22010321130018

Kelompok/Kelas : 2/A

Judul Praktikum : EMULSI

Asisten : Salsabila Putri H.

LABORATORIUM FARMASETIKA

PROGRAM STUDI FARMASI, DEPARTEMEN KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG, JAWA TENGAH

2022
EMULSI

I. TUJUAN
Mahasiswa dapat mengetahui dan membuat sediaan emulsi.
II. DASAR TEORI
2.1 Definisi Emulsi
Emulsi merupakan sediaan dengan sistem dua fase atau dua
bahan, biasanya minyak dan air, dimana salah satu cairannya
terdipersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil (FI
IV, 1995) ;(Anief, 2006).
2.2 Syarat Emulsi
Zat terdispers dalam emulsi harus halus dan tidak boleh
mengendap. Jika mengendap maka, apabila dikocok maka harus
segera terdispersi kembali. Emulsi harus mengandung zat surfaktan
yang digunakan untuk menstabilkan sediaan. Kekentalan tidak
rendah sehingga gampang mengendap tetapi juga tidak terlalu
tinggi sehingga bisa dikocok dan mudah dituangkan (FI III, 1979).
2.3 Jenis-jenis emulsi
2.3.1 Emulsi Minyak Dalam Air (Oil in Water)
Jenis Minyak dalam Air (M/A) atau Oil in Water
(O/W) adalah jika fase terdispersinya berupa minyak dan
fase pembawanya berupa air. Contoh dari emulsi ini adalah
Linimenum Ammonie yang merupakan emulsi dari minyak
wijen (Van Duin & Uffelie, 1947) ;(FI IV, 1995).
2.3.2 Emulsi Air Dalam Minyak (Water in Oil)
Jenis Air dalam Minyak (A/M) atau Water in Oil
(W/O) adalah jika fase terdispersinya berupa minyak dan
fase pembawanya berupa air. Contoh dari emulsi ini adalah
Linimenum Calcis dibuat dari minyak lenan dan air
kapur(FI IV, 1995).
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Emulsi
2.4.1 Kelebihan Emulsi
Adapun beberapa kelebihan emulsi adalah sebagai
berikut (Murtini, 2016);
a. Sediaan mempermudah pemberian dosis yang relative
besar.
b. Suspensi adalah bentuk sediaan yang aman untuk
diberikan kepada anak karena mudah dikonsumsi dan
bisa menyembunyikan rasa obat dengan baik.
c. Menjamin stabilitas secara kimiawi dan memungkinkan
terapi dengan cairan.
2.4.2 Kekurangan Emulsi
Adapun kekurangan emulsi adalah sebagai berikut
(Murtini, 2016):
a. Suspensi mudah mengendap dan memiliki kestabilan
fisik rendah.
b. Apabila terjadi cracking maka akan sulit terdispersi
kembali dan homogenitasnya akan turun.
c. Apabila terlalu kental maka akan susah dituang.
d. Ketepatan dosis yang lebih rendah disbanding larutan.
e. Susahnya untuk menjaga bentuk sediaan dalam waktu
yang lama.
2.5 Stabilitas Emulsi
Stabilitas adalah keadaan dimana sifat atau keadaan suatu
benda tidak berubah. Sediaan emlusi bersifat tidak stabil karena
butiran-butirannya bergabung dan membentuk dua lapisan, minyak
dan air yang terpisah. Kestabilan suatu sediaan emulsi juga bisa
diartikan sebagai kemampuan suatu emulsi untuk menjaga bentuk
sediaan dari waktu ke waktu. Lebih stabil suatu emulsi, maka akan
lebih lambat perubahan sifat yang terjadi. Emulsi biasanya
ditabilkan menggunakan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok
(Anief, 2006) ;(Traynor, dkk., 2013).
Beberapa faktor yang memengaruhi stabilitas emulsi adalah
sebagai berikut (Murtini, 2016):
a. Ukuran Partikel
Semakin kecil ukuran partikel maka akan semakin
memperlambat pengendapan yang terjadi dalam emulsi.
b. Kekentalan (Viskositas)
Semakin tinggi viskositas cairan maka akan
memperlambat aliran cairan. Kecepatan aliran
memengaruhi turunnya partikel atau pengendapan.
Maka apabila viskositas atau kekentalan cairan
ditambahkan maka akan memperlambat pengendapan.
Namun juga tidak boleh terlalu kental agar suspensi
bisa dikocok dan dituang.
c. Jumlah Partikel (Konsentrasi)
Tingginya konsentrasi akan memengaruhi gerak
partikel. Semakin tinggi konsentrasi maka akan
semakin banyak partikel dan semakin banyak partikel
maka gerak partikel akan terbatas dengan adanya
banyak benturan antar partikel yang terjadi. Benturan-
benturan antar partikel akan mengakibatkan endapan.
Sehingga semakin tinggi konsentrasi, semakin tinggi
pula kemungkinan terjadinya endapan.
d. Sifat/Muatan Partikel
Suspensi berpotensi mengandung beberapa macam
campuran bahan dengan sifat yang berbeda. Dengan
demikian, ada kemungkinan terjadinya interaksi yang
akan menyebabkan pengendapan.
2.6 Cara Pembuatan Emulsi
2.6.1 Metode Gom Kering (Metode Kontinental)
Metode gom kering juga dikenal sebagai metode
4:2:1 karena dibuat dengan perbandingan 4 bagian minyak,
2 bagian air, dan 1 bagian gom. Minyak dan gom akan
dicampur, dua bagian air kemudian dicampur sekaligus dan
campuran tersebut digerus dengan segera hingga
membentuk korpus emulsi. Bahan tambahan lain kemudian
ditambahkan selagi diaduk bersamaan dengan korpus
emulsi (Anief, 1999).
2.6.2 Metode Gom Basah (Metode Inggris)
Metode ini dilakukan dengan membentuk terlebih
dahulu mucilage atau gom yang dilarutkan sebagai zat
pengemulsi. Perbandingan yang digunakan untuk minyak
air, dan gom adalah sama seperti pada metode gom kering.
Mucilago akan dibuat dengan sedikit air, minyak
ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan
cepat. Bila semua minyak sudah dimasukkan, air bisa
ditambahkan untuk mencapai volume yang diinginkan
(Anief, 1999).
2.6.3 Metode Botol
Metode botol digunakan untuk minyak menguap
dan zat-zat yang memiliki viskositas rendah atau kurang
kental. Serbuk gom arab akan dimasukkan ke suatu botol
kering, ditambahkan dua bagian air kemudian campuran
akan dikocok dengan kuat dalam wadah tertutup. Minyak
ditambahkan sedikit-sedikit sambil dikocok terus. Jika
semua air sudah ditambahkan, basis emulsi yang terbentuk
bisa diencerkan hingga mencapai colume yang diinginkan
(Ansel, 1989).
2.7 Faktor yang Menyebabkan Kerusakan Emulsi
Emulsi dikatakan tidak stabil dan telah rusak apabila
mengalami beberapa hal berikut (Murtini, 2016):
2.7.1 Creaming
Creaming adalah peristiwa saat kandungan emulsi
terpisah menjadi dua lapisan dimana satu lapisan
mengandung lebih banyak fase terdispers daripada yang
lain. Creaming merupakan kejadian yang reversibel dan
dapat diatasi dengan mengocok emulsi perlahan, membuat
lapisan kembali terdispers.
2.7.2 Koalesen dan cracking (breaking)
Koalesen (menyatu) dan cracking (breaking) adalah
pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel rusak
dan butir minyak akan koalesen (menyatu). Sifatnya
irreversibel atau tidak bisa diperbaiki karena kemungkinan
terjadi beberapa hal:
a. Peristiwa kimia seperti penambahan alkohol, perubahan
pH, penambahan CaO / CaCl2, dst.
b. Peristiwa fisika seperti pengadukan, penyaringan,
pemanasa, dan pendinginan.
2.7.3 Inversi
Inversi adalah peristiwa berubahnya emulsi minyak
dalam air menjadi air dalam minyak.
III. SKRINING ADMINISTRASI

Bagian Keterangan
Inscriptio : Belum lengkap:
Nama dokter, nomor telepon Tidak ada nomor kontak dokter
dokter, alamat dokter, SIP, tanggal
penulisan resep
Invocatio : Sudah lengkap dan benar
Tanda R/ (resep)
Praescriptio: Sudah lengkap dan benar
Nama obat dan jumlahnya, cara
pembuatan atau bentuk sediaan
yang dikehendaki
Signatura : Belum ada
Aturan pakai, nama pasien, umur
pasien, dan alamat pasien
Subscriptio : Belum ada
Tanda tangan atau paraf dokter
IV. RESEP

V. SALINAN RESEP

APOTEK CERIA

Jl. Gembira No. 31 Semarang Telp (025) 4568900

Apt. Diah Afuquyyum N.W, S. Farm. SIPA 500245

SALINAN RESEP

tgl. 15/01/2018

tgl. 17/01/2018

No. :01

Dari dokter : dr.Gandhis, Sp. A

Untuk : Dimas (5 tahun)

R/ Emulsum Oleri Iecoris Aselli

s.3.dd.cth

________________________________ det orig-

Pro : Dimas (5 tahun)

Alamat : Jl. Kweni 77, Semarang

PCC

CERIA

Diah Afuquyyum N.W

S.Farm, Apt
VI. PENIMBANGAN
Menurut Formularium Nasional adalah:
R/ Oleum Iecoris Aseli 100 g
Gliserin 10 g
Gumni Arabicum 30 g
Oleum cinnamommi 30 g
Aqua destilata 215 g
Menurut Formularium Nasional jumlahnya adalah 215 gram.
 Perhitungan komposisi sediaan untuk emulsi 50 gram
- Oleum Iecoris Aselli
50
100 23 25 𝑔𝑟 23 5 𝑔𝑟
215
- Gliserin
50
10 2 32 𝑔𝑟 2 5 𝑔𝑟
215
- Gummi arabicum (PGA)
50
30 6 98 𝑔𝑟 7 𝑔𝑟
215
- Oleum cinamommai
50
6 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠 1 39 𝑔𝑟 1 5 𝑔𝑟
215
- Aqua Destilata
50 𝑚𝑙 23 5 25 7
50 𝑚𝑙 33 𝑔𝑟
17 𝑚𝑙
- Aquades yang digunakan untuk mengencerkan Gum
Arabicum
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑃𝐺𝐴 1 5 𝑔𝑟
7 1 5 𝑔𝑟
10 5 𝑔𝑟
- Akuades yang ditambahkan
17 𝑚𝐿 10 5 𝑚𝐿 6 5 𝑚𝑙
- Bobot total bahan
23 5 25 7 10 5 65
= 50 gr
- Corpus Emulsi menurut Van Duin
PGA = 7 gr
Aquades = 10.5 gr
Minyak = 14 gr
Maka perbandingan PGA : Aduades : Minyak = 1 : 1.5 : 2
VII. CARA KERJA
Gliserin, Gumni Arabicum, Oleum cinnamommi, Aquades
Mortir, stamper
- Ditimbang semua bahan sesuai perhitungan.
- Dimasukkan Oleum Iecoris Aselli ke dalam mortar.
- Ditambahkan PGA 7 gram. Ditambahkan Aqua sebanyak 10.5
mL kemudian diaduk kuat dengan gerakan dari luar ke dalam
dan sebaliknya, sehingga terbentuk korpus emulsi.
- Ditambahkan gliserol dan aduk hingga homogen.
- Ditambahkan sedikit aqua kemudian dimasukkan ke dalam
botol.
- Dibersihkan sisa bahan pada mortir menggunakan sisa akuades
kemudian dimasukkan ke dalam botol.
- Diteteskan Oleum cinnamommi, ditutup botol, dan diberi
etiket.
HASIL
VIII. KHASIAT
8.1 Khasiat per Bahan
8.1.1 Oleum Iecoris Aselli
Oleum iecoris aseli merupakan bahan aktif dalam
emulsi berupa minyak ikan. Oleum iecoris aselli memiliki
kegunaan untuk meningkatkan ketahanan tubuh, memiliki
kandungan vitamin A dan D, membantu perkembangan
anak, dan membantu pertumbuhan gigi dan tulang yang
kuat (FI III, 1979).
8.1.2 Oleum Cinnamommi
Merupakan minyak atsiri dari kayu manis.
Kegunaan dalam sediaan sebagai zat tambahan dan
memiliki khasiat karminatif yaitu meredakan kolik angin
dalam perut dengan mengeluarkan gas dari saluran
pencernaan (FI III, 1979).
8.1.3 Gum Arabicum
Gum arabicum memiliki daya sebagai emulgator
yang baik, menaikkan viskositas sehingga bisa
menghasilkan emulsi yang bagus (Hui, 1992).
8.1.4 Gum Arabicum
Penambahan gliserin memiliki banyak fungsi salah
satunya sebagai satbilisator emulsi, pemanis, dan juga
dapat meningkatkan viskositas (Hendradi, 2013).
8.2 Tujuan Pengobatan
Emulsi Oleum Iecoris Aselli merupakan sediaan emulsi
yang biasa digunakan sebagai suplemen untuk anak. Memiliki
kandungan utama berupa minyak ikan, memiliki vitamin A dan D,
membantu dalam pertumbuhan tulang dan gigi anak (ISO, 2011).
IX. ETIKET

APOTEK CERIA

Jl. Gembira No. 31 Semarang Telp (025) 4568900

Apt. Diah Afuquyyum N.W, S. Farm. SIPA 500245

No. 01 tgl. 15/01/2018

Nama : Dimas (5 tahun)

3 x sehari 1 sendok teh

Etiket yang digunakan untuk emulsi adalah etiket berwarna putih


dikarenakan etiket warna putih adalah etiket untuk obat dalam.
Sementara etiket biru adalah untuk obat luar. Hal ini sudah tertera
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 tahun 2014.
X. PEMERIAN BAHAN
10.1 Oleum Iecoris Asselli
Pemerian bahan menurut Farmakope Indonesia edisi IV, 1995;
Nama Resmi : Minyak ikan, Oleum Iecoris Aselli
Pemerian : Cairan minyak, encer, berbau khas, tidak
tengik, rasa dan bau seperti ikan.
Kelarutan : Sukar larut dalam etanol, mudah larut
dalam eter, kloroform, karbondioksida, dan
dalam etil asetat.
Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat, dapat
digunakan botol atau wadah lain yang telah
dikeluarkan udaranya dengan cara hampa
udara atau dialiri gas inert.
10.2 Oleum Cinnamomi
Pemerian bahan menurut Farmakope Indonesia edisi III, 1949;
Nama Resmi :Minyak kayumanis, Oleum cinnamomi
Pemerian :Cairan suling segar berwarna kuning, baud
an rasa khas. Jika disimpan bisa menjadi
coklat kemerahan.
Penyimpanan :Disimpan dalam wadah tertutup rapat,
terisi penuh, terlindungi cahaya, di tempat
sejuk.
10.3 Gum Arabicum (PGA)
Pemerian menurut Farmakope Indonesia edisi IV, 1994;
Nama resmi : Serbuk Gom Akasia, Serbuk Gom Arab,
Pulvis Gummi Acaciae
Pemerian : Serbuk putih kekuningan tidak berbau.
Kelarutan :Larut hampir sempurna dalam air,
meninggalkan sisa bagian tanaman dalam
jumlah sangat sedikit, membentuk cairan
seperti mucilage, tidak berwarna atau
kekuningan, kental, lengket. Praktis tidak
larut dalam etanol dan dalam eter.
Penyimpanan :Dalam wadah tertutup baik.
10.4 Gliserin
Pemerian bahan menurut Farmakope Indonesia edisi IV, 1995;
Nama Resmi :Gliserin
Pemerian : Berbentuk cairan seperti sirup, jernih tidak
berwarna, berasa manis dan berbau khas.
Bersifat higroskopik, netral terhadap
lakmus
Kelarutan :Dapat bercampur dengan air dan dengan
etanol; tidak larut dalam kloroform, eter,
minyak lemak dan minyak menguap.
Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat.
XI. PEMBAHASAN
Praktikum ‘Emulsi’ dilakukan pada tanggal 11 April, Senin pada
pukul 12.00 WIB. Praktikum memiliki tujuan agar mahasiswa dapat
mengetahui dan membuat sendiri sediaan emulsi. Alat yang dipakai
adalah gelas beker, gelas ukur, timbangan, mortir, stamper, pipet tetes,
kertas timbang dan botol kaca gelap. Bahan yang digunakan adalah
Oleum Iecoris Aselli, Oleum Cinnamomi, Gum Arabicum (PGA),
Gliserin, dan akuades.
Emulsi, menurut Farmakope Indonesia IV (), emulsi merupakan
sediaan obat yang mengandung fase terdispersi dan fase disperse (zat
pembawa) dan bersifat tidak stabil. Sediaan emulsi distabilkan
menggunakan zat pengemulsi atau emulgator yang cocok.
Dilakukan perhitungan bahan yang dibutuhkan menggunakan
rumus,
50
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛
215
Oleum Iecoris Aselli dihitung dengan mengalikan 100 gr dengan
50 banding 215 dan mendapat hasil 23.5 gram. Hal yang sama
dilakukan dengan bahan obat yang lain, Gliserin mendapat hasil bahan
2.5 gram, PGA sebanyak 7 gram, Oleum Cinnamomi sebanyak 17 ml,
dan akuades sebanyak 17 ml. Bobot akuades yang digunakan untuk
mengencerkan Gummi Arabicum menurut Formularium Nasional
dihitung dengan jumlah PGA x 1.5 gram, mendapatkan hasil sebesar
10.5 ml akuades. Total keseluruhan bobot bahan adalah sebanyak 50
gram.
Langkah pertama adalah memasukkan keseluruhan Oleum Iecoris
Aselli ke dalam mortir bersama dengan PGA sebanyak 7 gram, beserta
aquades sebanyak 10.5 ml. Menurut Saifullah dan Aziz (2011),
penambahan PGA berfungsi sebagai emulgator emulsi. Penambahan
PGA bisa menghasilkan emulsi yang lebih stabil. Setelahnya, bahan
diaduk kuat hingga membentuk korpus emulsi. Bahan yang
selanjutnya ditambahkan adalah gliserin sebanyak 2.5 gram dan juga
sisa akuades 6.5 ml. Bahan-bahan kemudian diaduk hingga
membentuk sediaan emulsi. Dimasukkan ke dalam botol kaca gelap
dan ditetesi dengan Oleum Cinamommi 6 tetes. Menurut Farmakope
(1979), Oleum Cinnamommi berperan sebagai zat penambah untujk
menyembunyikan bau dan rasa dari obat. Hasil yang didapat adalah
emulsi yang didiamkan akan memisah kembali menjadi dua fase dan
merupakan percobaan yang gagal. Menurut Murtini dan Elisa (2018),
emulsi yang baik adalah emulsi yang memiliki kestabilan apabila
disimpan dalam waktu yang lama, yaitu memiliki waktu pemisahan
yang lama.
Pemilihan sediaan emulsi adalah karena dalam resep, tertera umur
pasien yang masih anak-anak. Menurut Murtini (2016), salah satu
keuntungan emulsi adalah mudah dikonsumsi oleh anak-anak karena
menyamarkan rasa obat yang pahit. Botol yang dipakai adalah botol
kaca gelap. Menurut Ansel dkk. (2011), adanya kemungkinan
terjadinya oksidasi apabila larutan terpapar cahaya sehingga
penggunaan botol yang gelap lebih baik. Penggunaan yang berbahan
kaca adalah karena bahan kaca yang lebih kuat daripada plastik yang
mungkin mengalami perubahan pada suhu tertentu.Etiket yang
digunakan untuk emulsi adalah etiket berwarna putih dikarenakan
etiket warna putih adalah etiket untuk obat dalam. Sementara etiket
biru adalah untuk obat luar. Hal ini sudah tertera dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 35 tahun 2014. Cara pemakain adalah
diminum 3 kali sehari 1 sendok teh. Tujuan pengobatan adalah
suplemen vitamin A dan D yang tekandung dalam minyak ikan.
Contoh obat emulsi pada pasaran adalah Scott’s Emulsion, curcuma
plus, dsb.
XII. KESIMPULAN
Emulsi adalah bentuk sediaan obat yang terdiri dari dua fase, yaitu
fase disperse dan fase terdispers. Bahan aktif emulsi terdispersi secara
merata dalam cairan pembawa. Emulsi bersifat tidak stabil sehingga
membutuhkan emulgator untuk mencapai kestabilan. Emulsi terdiri
dari emulsi Air dalam Minyak (A/M) atau Water in Oil (W/O) dan
Minyak dalam Air (M/A) atau Oil in Water (O/W). Emulsi memiliki
kelebihan yaitu bisa menyembunyian rasa pahit dan juga bau dari obat,
serta meningkatkan tingkat absorpsi obat.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. 2006. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : UGM Press.
Ansel H., Allen L., Popovich N., 2011. Ansel’s Pharmaceutical
Dosage Forms and Drug Delivery Systems, 9th Edition.
Bantimore: Lippincott Williams & Wilkins
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1978. Formulariuim Nasional Edisi Kedua.
Jakarta.
Hendradi, E. dkk. 2013. PENGARUH GLISERIN DAN
PROPILENGLIKOL TERHADA KARAKTERISTIK FISIK,
KIMIA DAN SPF SEDIAAN KRIM TIPE O/W EKSTRAK
BIJI KAKAO (Theobrima cacao L.) (KADAR ESKTRAK
KAKAO 10%, 15 % DAN 20%). PharmaScientia. 2 (1): 31 –
42.
Hui, Y. H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. Vol.
2. Canada: John Willey and Sons Inc.
Murtini, G. 2016. Farmasetika Komprehensif. Jakarta: Departemen
Kesehatan.
Murtini, G. dan Elisa Y. Teknologi Sediaan Farmasi. Jakarta:
Departemen Kesehatan.
Saifullah M, Aziz MG. 2011. Development Of Orange Flavour
Emulsion. Journal Bangladesh Agriculture. Vol. 9(2): 291-
296.
Traynor, M.P.,dkk. 2013. Formation and stability of an oil in water
emulsion containing lecithin xanthan gum and sunflower oil.
Int Food Res J. 20 (5) : 2173 – 2181
Van Duin, C.F. dan Uffelie, O.F 1954. Buku Penuntun Ilmu Resep.
Jakarta: Soeroengan.

Anda mungkin juga menyukai