Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMASETIKA DASAR

Nama : Diah Afuquyyum Nurwadah W

NIM : 22010321130018

Kelompok/Kelas : 2/A

Judul Praktikum : Suspensi

Asisten : Salsabila Putri H.

LABORATORIUM FARMASETIKA

PROGRAM STUDI FARMASI, DEPARTEMEN KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG, JAWA TENGAH

2022
I. TUJUAN
Mahasiswa dapat mengetahui dan membuat sendiri sediaan
suspense.
II. DASAR TEORI
2.1 Definisi Suspensi
Suspensi merupakan bentuk sediaan yang mengandung
sediaan obat padat halus dan tidak larut yang terdispersi pada
larutan pembawa (Anief, 2006).
2.2 Syarat-Syarat Suspensi
Syarat-syarat supensi adalah a) zat yang terdispersi harus
halus dan tidak cepat mengendap, b) Endapan harus segera
terdispersi kembali apabila dikocok, c) Adanya zat tambahan untuk
menjamin stabilitas suspense, d) kekentalan atau viskositas tidak
boleh terlalu tinggi agar mudah dikocok dan dituang (FI III, 1979).
Adapun syarat untuk suspense jenis injeksi atau obat suntik
adalah harus mudah disuntikkan dan tidak menyumbat jarum
suntik. Syarat suspense obat mata adalah harus steril dan zat
terdispers harus sangat halus. Apabila disimpan dalam wadah dosis
ganda maka harus mengandung bakterisida (FI III, 1979).
2.3 Jenis – Jenis Suspensi
2.3.1 Suspensi Oral
Suspensi oral merupakan bentuk sediaan cair yang
mengandung zat padat yang terdispersi dalam pembawa
cair, memiliki bahan pengaroma yang sesuai, dan dituju
untuk penggunaan oral. Beberapa digolongkan sebagai susu
atau magma (FI III, 1979).
2.3.2 Suspensi Topikal
Suspensi oral merupakan bentuk sediaan cair yang
mengandung zat padat yang terdispersi dalam pembawa
cair dan ditujukan untuk penggunaan pada kulit. Beberapa
digolongkan sebagai lotio (FI III, 1979).
2.3.3 Suspensi Tetes Telinga
Suspensi tetes teling adalah sediaan cair yang
mengandung partikel-partikel halus, ditujukan untuk
penggunaan pada telinga bagian luar (FI III, 1979).
2.3.4 Suspensi Optalmik
Suspensi optalmik adalah sediaan yang
mengandnug partikel-partikel yang terdispersi dalam cairan
pembawa untuk pemakaian pada mata. Suspensi optalmlik
harus dalam keadaan termikronisasi agar tidak
menimbulkan goresan, luka, atau iritasi pada kornea mata.
Apabila terjadi masses yang mengeras atau penggumpalan
maka suspense tidak boleh dipakai sebagai obat mata
(Murtini, 2016).
2.3.5 Suspensi Injeksi
Suspensi oral merupakan bentuk sediaan cair yang
mengandung zat padat yang terdispersi dalam pembawa
cair dan tidak ditujukan untuk penyuntikan secara intravena
atau ke dalam saluran spinal (Murtini, 2016).
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Suspensi
2.4.1 Kelebihan Suspensi
Adapun kelebihan suspense adalah sebagai berikut
(Murtini, 2016):
a. Sediaan mempermudah pemberian dosis yang relative
besar.
b. Suspensi adalah bentuk sediaan yang aman untuk
diberikan kepada anak karena mudah dikonsumsi dan
bisa menyembunyikan rasa obat dengan baik.
c. Menjamin stabilitas secara kimiawi dan memungkinkan
terapi dengan cairan.
2.4.2 Kekurangan Suspensi
Adapun kekurangan suspensi adalah sebagai berikut
(Murtini, 2016):
a. Suspensi mudah mengendap dan memiliki kestabilan
fisik rendah.
b. Apabila terjadi cracking maka akan sulit terdispersi
kembali dan homogenitasnya akan turun.
c. Apabila terlalu kental maka akan susah dituang.
d. Ketepatan dosis yang lebih rendah disbanding
larutan.
e. Susahnya untuk menjaga bentuk sediaan dalam
waktu yang lama.
f. Flokulasi – de flokulasi.
2.5 Cara Pembuatan Suspensi
2.5.1 Metode Dispersi
Ditambahkan bahan oral kedalam mucilage yang telah
terbentuk, kemudian baru diencerkan (Murtini, 2016).
2.5.2 Metode Presipitasi
Metode ini dilakukan dengan melarutkan dahulu zat
yang akan menjadi zat terdispersi dengan pelarut organic
dan dicampur dengan air. Setelah larut dalam pelarut
organic zat ini kemudian diencerkan dengan larutan pen
suspensi dalam air sehingga terjadi endpaan halus dalam air
(Murtini, 2016).
2.6 Faktor Yang Memengaruhi Kerusakan Suspensi
2.6.1 Ukuran Partikel
Semakin kecil ukuran partikel maka akan semakin
memperlambat pengendapan yang terjadi dalam emulsi.
2.6.2 Kekentalan (Viskositas)
Semakin tinggi viskositas cairan maka akan
memperlambat aliran cairan. Kecepatan aliran
memengaruhi turunnya partikel atau pengendapan. Maka
apabila viskositas atau kekentalan cairan ditambahkan
maka akan memperlambat pengendapan. Namun juga tidak
boleh terlalu kental agar suspensi bisa dikocok dan dituang.
2.6.3 Jumlah Partikel (Konsentrasi)
Tingginya konsentrasi akan memengaruhi gerak
partikel. Semakin tinggi konsentrasi maka akan semakin
banyak partikel dan semakin banyak partikel maka gerak
partikel akan terbatas dengan adanya banyak benturan antar
partikel yang terjadi. Benturan-benturan antar partikel akan
mengakibatkan endapan. Sehingga semakin tinggi
konsentrasi, semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya
endapan.
2.6.4 Sifat/Muatan Partikel
Suspensi berpotensi mengandung beberapa macam
campuran bahan dengan sifat yang berbeda. Dengan
demikian, ada kemungkinan terjadinya interaksi yang akan
menyebabkan pengendapan.
2.7 Jenis Stabilitas Suspensi
Stabilitas adalah keadaan dimana sifat atau keadaan suatu
benda tidak berubah. Dalam hal ini yang dimaksud adalah stabilitas
zat pendispersi dan zat yang terdispersi dalam sediaan suspensi.
Stabilitas dalam suspensi adalah lambatnya terjadi penimbunan
suatu partikel, serta menjaga homogenitas partikel (Murtini, 2016).
Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspense
adalah sebagai berikut (Syamsuni, 2006),
a. Ukuran Partikel
Semakin kecil ukuran partikel maka akan semakin
memperlambat pengendapan yang terjadi dalam emulsi. Hal
tersebut dikarenakan ukuran partikel memiliki hubungan
dengan luas penampang partikel dan daya tekan ke atas.
Ukuran partikel yang kecil, akan memperbesar luas
penampang partikel tersebut, menambahkan daya tekan ke
atas sehingga memperlambat pengendapan yang terjadi pada
partikel.
b. Jumlah Partikel
Tingginya konsentrasi akan memengaruhi gerak partikel.
Semakin tinggi konsentrasi maka akan semakin banyak
partikel dan semakin banyak partikel maka gerak partikel akan
terbatas dengan adanya banyak benturan antar partikel yang
terjadi. Benturan benturan antar partikel akan mengakibatkan
endapan. Sehingga semakin tinggi konsentrasi, semakin tinggi
pula kemungkinan terjadinya endapan.
c. Viskositas
Semakin tinggi viskositas cairan maka akan memperlambat
aliran cairan. Kecepatan aliran memengaruhi turunnya partikel
atau pengendapan. Maka apabila viskositas atau kekentalan
cairan ditambahkan maka akan memperlambat pengendapan.
Namun juga tidak boleh terlalu kental agar suspensi bisa
dikocok dan dituang.
d. Sifat atau Muatan Partikel
Suspensi berpotensi mengandung beberapa macam
campuran bahan dengan sifat yang berbeda. Dengan demikian,
ada kemungkinan terjadinya interaksi yang akan menyebabkan
pengendapan.
III. SKRINING ADMINISTRASI

Bagian Keterangan
Inscriptio : Belum lengkap:
Nama dokter, nomor telepon Tidak ada nomor kontak dokter
dokter, alamat dokter, SIP, tanggal
penulisan resep
Invocatio : Sudah lengkap dan benar
Tanda R/ (resep)
Praescriptio: Sudah lengkap dan benar
Nama obat dan jumlahnya, cara
pembuatan atau bentuk sediaan
yang dikehendaki
Signatura : Sudah lengkap dan benar
Aturan pakai, nama pasien, umur
pasien, dan alamat pasien
Subscriptio : Belum ada
Tanda tangan atau paraf dokter
IV. RESEP
V. SALINAN RESEP

APOTEK CERIA

Jl. Gembira No. 31 Semarang Telp (025) 4568900

Apt. Amelia Ika W, S. Farm. SIPA 500245

SALINAN RESEP

tgl. 15/01/2018

No. :01

Dari dokter : dr.Rizal, Sp. KK

Untuk : Abimanyu (27 tahun)

Alamat : Jl. Beringin 07, Semarang

R/ Sulf. Praecip 10

Camphor 1

PGA 2

Sol. Calc. Hydroxyd

Aquae aa50

m.f

s.d.d.u.e

PCC

Diah Afuquyyum N.W

S.Farm, Apt.
VI. PENIMBANGAN
6.1 Perhitungan
R/ Sulf. Praecip 10 g
Camphor 1g
PGA 2g
Sol. Calc. Hydroxyd 50 mL
Aquae 50 mL
Total bobot = 113
Perhitungan komposisi
- Sulf. Praecip

- Camphor

- Gummi Arabicum

- Sol. Calc. Hydroxyd

- Aqua

6.2 Penimbangan
- Sulf. Praecip = 4.5 gr
- Champhor = 0.5 gr
- Gummi Arabicum (PGA) = 1 gr
- Sol. Calc. Hydroxyd = 22 mL
- Aqua = 22 mL

Total semua bahan = 4.5 + 0.5 + 1 + 22 + 22 = 50 ml

Akuades untuk pengenceran PGA

= 1.5 x bobot PGA


= 1.5 x 1 = 1.5 mL

Akuades yang ditambahkan = 22 - 1.5 mL = 20.5 Ml


VII. CARA KERJA

Sulf. Praecip, Champhor, Gummi Arabicum (PGA), Sol. Calc. Hydroxyd


Stamper, Mortir
- Ditimbang camphor 0.5 gr dan dimasukkan dalam mortir,
ditetesi spiritus (etanol), kemudian digerus.
- Ditimbang PGA 1 gr, dan dimasukkan ke dalam mortir dan
digerus, ditambahkan aquades 1.5 ml kemudian diaduk hingga
terbentuk mucilage.
- Ditambahkan sulf. Praecip 4.5 gr ke dalam mucilage.
- Ditimbang Sol. Calc. Hydroxida 22 mL, kemudian
ditambahkan sambil diaduk.
- Diukur akuades 20.5 mL, kemudian ditambahkan sedikit demi
sedikit sambil diaduk hingga homogen.
- Dimasukkan ke dalam botol kemudian diberi etiket.
HASIL
VIII. KHASIAT
8.1 Khasiat per Bahan
8.1.1 Sulphur Praecipitatum
Sulfur memiliki khasiat sebagai anti bakteri.
Penambahan sulphur menandakan penggunaan topikal.
Sulfur merupakan bahan yang tidak larut dalam air
sehinggacocok jika dibuat dalam bentuk suspense lotio (FI
IV, 1995).
8.1.2 Camphor
Camphor memiliki khasiat sebagai antipasmodik
yang dapat menenangkan otot tubuh yang meradang
(Syamsuni, 2006).
8.1.3 Gummi Arabicum
Gum arabicum memiliki daya sebagai emulgator
yang baik, menaikkan viskositas sehingga bisa
menghasilkan emulsi yang bagus (Hui, 1992).
8.1.4 Sol. Calc. Hydroxyd
Kalsium hidroksida dapat digunakan untuk
perawatan pulpotomi pada gigi vital dengan apeks yang
belum tumbuh lengkap, karena bahan ini dapat merangsang
pembentukan dentin bridge yang dapat mempertahankan
vitalitas jaringan pulpa dalam saluran akar (Widyanti,
2017).
8.2 Tujuan Pengobatan
Kalsium hidroksida biasa digunakan untuk apeksifikasi
endodontik, yaitu proses perbaikan akar gigi yang telah terinfeksi
tanpa mencabut akarnya. Pasta digunakan pada gigi dengan
pengawasan ketat dari dokter gigi terkait (Giri, 2020).
IX. ETIKET
APOTEK CERIA

Jl. Gembira No. 31 Semarang Telp (025) 4568900

Apt. Diah Afuquyyum N.W S. Farm. SIPA 500245

No. tgl.15 Januari 2018

Nama : Abimanyu (27 tahun)

2 x sehari untuk pemkaian luar

. Etiket yang digunakan untuk suspensi adalah etiket berwarna biru


dikarenakan etiket warna biru adalah etiket untuk obat luar. Sementara
etiket putih adalah untuk obat dalam. Hal ini sudah tertera dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 tahun 2014.
X. PEMERIAN BAHAN
10.1 Sulphur Praecipitatum
Pemerian menurut Farmakope Indonesia edisi IV, 1995;
Nama resmi :Sulfur praecipitatum, belerang endap.
Pemerian :Serbuk amorf atau serbuk hablur renik,
sangat halus, warna kuning pucat, tidak
berbau dan tidak berasa.
Kelarutan :Praktis tidak larut dalam air; sangat mudah
larut dalam karbon disulfida, sukar larut
dalam minyak zaitun, praktis tidak larut
dalam etanol.
Penyimpanan :Dalam wadah tertutup baik.
10.2 Camphora
Pemerian menurut Farmakope Indonesia edisi IV, 1994;
Nama resmi : Kamfer, Camphora
Pemerian :Hablur, granul atau masa hablur; putih atau
tidak berwarna, jernih; berbau khas tajam;
rasa pedas dan aromatic; menguap
perlahan-lahan dalam suhu kamar.
Kelarutan :sukar larut dalam air, sangat mudah larut
dalam etanol, kloroform dan dalam eter,
mudah larut dalam karbon disulfida,
heksana, minyak lemak dan minyak
menguap.
Penyimpanan :Disimpan dalam wadah tertutup rapat,
hindarkan dari panas berlebihan.
10.3 Gum Arabica (Pulvis Gummi Acacie/PGA)
Pemerian menurut Farmakope Indonesia edisi IV, 1994;
Nama resmi :Serbuk Gom Akasia, Serbuk Gom Arab,
Pulvis Gummi Acaciae
Pemerian : Serbuk putih kekuningan tidak berbau.
Kelarutan :Larut hampir sempurna dalam air,
meninggalkan sisa bagian tanaman dalam
jumlah sangat sedikit, membentuk cairan
seperti mucilage, tidak berwarna atau
kekuningan, kental, lengket. Praktis tidak
larut dalam etanol dan dalam eter.
Penyumpanan :Dalam wadah tertutup baik.
10.4 Sol. Calc. Hydroxyd
Pemerian menurut Farmakope Indonesia edisi IV, 1994;
Nama resmi : Calcii Hydroxidi Solutio Topicalis
Pengertian : Larutan topikal kalsium hidroksida
addalah larutan yang mengandung tidak
kurang dari 140 mg Ca(OH)2.
Pemerian :Serbuk putih, bersifat basa; rasa agak
pahit.
Kelarutan :sukar larut dalam air, gliserin dan sirop;
sangat sukar larut dalam air mendidih; tidak
larut dalam etanol.
Penyimpanan :Disimpan dalam wadah tertutup rapat.
XI. PEMBAHASAN
Praktikum ‘Suspensi’ dilakukan pada tanggal 11 April, Senin pada
pukul 12.00 WIB. Praktikum memiliki tujuan agar mahasiswa dapat
mengetahui dan membuat sendiri sediaan suspense. Alat yang dipakai
adalah gelas beker, gelas ukur, timbangan, mortir, stamper, pipet tetes,
kertas timbang dan botol kaca gelap. Bahan yang digunakan adalah
Sulfur praecipitatum, camphor, PGA (Gum Arab), Sol. Calcium
Hidroxyd, dan akuades.
Dilakukan perhitungan bahan yang dibutuhkan dengan rumus
berikut,

Pertama dihitung banyak Camphor yang dibutuhkan. 1 gram


Camphor dibagi dengan total bobot keseluruhan bahan yaitu 113 gram,
kemudian dikali dengan 50, mendapat hasil 0.44 gram yang dibulatkan
menjadi 0.5 gram. Perhitungan yang sama dilakukan dengan bahan
yang lain dan didapatkan hasil PGA 1 gram, Sulfur Praecipitatum 4.5
gram, Sol. Calcium Hydroxyd 22 mL dan akuades 22 ml. Camphor
diambil 0.5 gram dan dilarutkan dengan beberapa tetes etanol
secukupnya di dalam mortir. Menurut Farmakope (1979), camphor
memiliki kelarutan yang lebih tinggi apabila menggunakan etanol.
PGA ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam mortir.
Akuades yang diperlukan untuk melarutkan PGA dan Camphor
dihitung dengan cara mengkalikan bobot PGA 1 gram dengan 1.5 dan
didapat akuades 1.5 mL. Akuades ditambahkan ke dalam mortir
kemudian segera diaduk hingga membentuk mucilage. Sulfur
sebanyak 4.5 gram ditambahkan, Solutio Calcium Hydroxyd sebanyak
22 mL ditambahkan dan akuades sebanyak 20.5 mL ditambahkan.
Menurut Farmakope (1979), Solutio Calcium Hydroxyd ditambahkan
sebagai koagulan untuk suspense. Campuran diaduk hingga menjadi
homogen atau merata. Hasil yang didapat adalah suspensi berwarna
kuning dengan partikel padat halus yang tidak larut didalam fase
dispersi. Menurut Suena (2015), suspensi merupakan sediaan cair
dengan fase padat yang tidak larut yang tersebar secara rata. Sediaan
suspensi disimpan dalam wadah berupa botol kaca gelap. Menurut
Ansel dkk. (2011), adanya kemungkinan terjadinya oksidasi apabila
larutan terpapar cahaya sehingga penggunaan botol yang gelap lebih
baik. Penggunaan yang berbahan kaca adalah karena bahan kaca yang
lebih kuat daripada plastik yang mungkin mengalami perubahan pada
suhu tertentu. Adapun alasan pemilihan sediaan dalam bentuk suspensi
menurut Chaerunnisa (2009), suspensi memiliki sifat yang relative
lebih stabil dari beberapa bentuk sediaan padat. Etiket yang digunakan
untuk suspensi adalah etiket berwarna biru dikarenakan etiket warna
biru adalah etiket untuk obat luar. Sementara etiket putih adalah untuk
obat dalam. Hal ini sudah tertera dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 35 tahun 2014.
Sediaan merupakan bentuk suspensi topikal yang dioleskan
terhadap bagian luar dan tidak diperuntukkan ditelan. Suspensi
digunakan 2 kali sehari untuk pemakaian luar. Tujuan dari pengobatan
adalah mencegah terjadinya infeksi bakteri pada bagian yang diolesi.
Contoh dari bentuk suspense topical adalah losio kalamin
XII. KESIMPULAN
Suspensi merupakan sediaan farmasi yang mengandung partikel
obat, terbagi dan tersebar secara merata dalam fase pembawa.
Beberapa suspense bisa langsung digunakan sementara adapula yang
harus dikocok terlebih dahulu. Suspensi dikocok agar partikel obat
terdispersi secara merata dalam fase pembawa. Kelebihan dari sediaan
suspense adalah sifatnya yang lebih stabil apabila dibandingkan
sediaan bentuk padat dan memiliki tingkat absorpsi yang lebih tinggi,
bisa menutupi bau dan rasa dari obat.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. 2006. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : UGM Press.
Ansel H., Allen L., Popovich N., 2011. Ansel’s Pharmaceutical
Dosage Forms and Drug Delivery Systems, 9th Edition.
Bantimore: Lippincott Williams & Wilkins.
Chaerunnisa, Y., Emma, S., dan Soeryatih, S. 2009. Farmasetika
Dasar. Bandung: Widya Padjajaran.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional Edisi Kedua.
Jakarta.
Giri, P.R.K. 2020. Penyembuhan Lesi Periapikal Melalui perawatan
Apeksifikasi dengan Kalsium hidroksida pada Gigi Permanen
Muda. Intisari Sains Media. 11(3): 1522 – 1526.
Hui, Y. H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. Vol.
2. John Willey and Sons Inc. Canada.
Murtini, G. 2016. Farmasetika Komprehensif. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Suena, N.M.D.S. 2015. Evaluasi Fisik Sediaan Suspensi Dengan
Kombinasi Suspending Agent PGA dan CMC-Na
(Carboxymethylcellulosum Natrium). Jurnal Ilmiah
Medicamento. 1(1): 33 – 38.
Syamsuni. 2006. Ilmu Meracik Obat. Jakarta: Penerbit EGC.
Widyanti, P.W. 2017. KEGUNAAN KALSIUM HIDROKSIDA
PADA PERAWATAN GIGI DENGAN APEKS YANG
BELUM TUMBUH LENGKAP. Dentistry Medicine. 2(1): 45
– 51.

Anda mungkin juga menyukai