FARMASETIKA DASAR
LABORATORIUM FARMASETIKA
PROGRAM STUDI FARMASI, DEPARTEMEN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG, JAWA TENGAH
2020
LABORATORIUM FARMASETIKA
PERCOBAAN SUSPENSI
I. TUJUAN
Mahasiswa dapat mengetahui dan membuat sediaan suspense dengan baik dan
benar.
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair (Dirjen POM, 1995).
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak larut dalam bentuk
halus yang terdispersi ke dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan sebagai suspensi
adalah sediaan seperti tersebut di atas dan tidak termasuk kelompok suspensi yang
lebih spesifik, seperti suspensi oral, suspensi topikal, dan lain-lain. Beberapa
suspensi dapat langsung digunakan, sedangkan yang lain berupa sediaan padat yang
harus dikonsultasikan terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai segera sebelum
digunakan (Syamsuni, 2006).
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus
dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus,
tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojok perlahan-lahan, endapan harus segera
terdispersi Kembali. Suspensi sering disebut pula mikstur gojog (Mixturae
Agitandae). Suspensi dalam farmasi digunakan dalam berbagai cara, yaitu:
(Anief, 1997)
Sifat-sifat relatif dari partikel flokulasi dan deflokulasi dalam suspensi adalah
sebagai berikut:
Flokulasi Deflokulasi
(Anief, 1993)
2.3 Kelebihan Kekurangan Suspensi
2.3.1 Kelebihan Suspensi
a) Baik digunakan untuk orang yang sulit mengkonsumsi tablet, pil, kapsul,
terutama untuk anak-anak.
b) Memiliki homogenitas yang cukup tinggi.
c) Lebih mudah diabsorpsi daripada tablet, karena luas permukaan kontak
dengan permukaan saluran cerna tinggi.
d) Dapat menutupi rasa tidak enak/pahit dari obat.
e) Dapat mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.
(Parrot, 1971)
2.3.2 Kekurangan Emulsi
a) Memiliki kestabilan yang rendah.
b) Jika terbentuk caking maka akan sulit terdispersi kembali, sehingga
homogenitasnya menjadi buruk.
c) Aliran yang terlalu kental menyebabkan sediaan sulit untuk dituang
d) Ketepatan dosis lebih rendah dibandingkan sediaan larutan
e) Suspensi harus dilakukan pengocokan sebelum digunakan
f) Pada saat penyimpanan kemungkinan perubahan sistem disperse akan
meningkat apabila terjadi perubahan temperatur pada tempat penyimpanan.
(Parrot, 1971)
0. Metode Dispersi
Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk bahan obat ke dalam
musilago yang telah terbentuk, kemudian baru diencerkan. Perlu diketahui bahwa
kadang-kadang terjadi kesukaran pada saat mendispersikan serbuk ke dalam
pembawa. Hal tersebut karena adanya udara, lemak, atau kontaminan serbuk.
Serbuk yang sangat halus mudah dimasuki udara sehingga sukar dibasahi
tergantung pada besarnya sudut kontak antara zat terdispersi dengan medium. Jika
sudut kontak ±90 derajat celcius, serbuk akan mengambang di atas cairan. Serbuk
yang demikian disebut memiliki sifat hidrofob. Untuk menurunkan tegangan
permukaan antara partikel zat padat dengan cairan tersebut perlu ditambahkan zat
pembasah atau wetting agent (Syamsuni, 2006).
b. Metode Presipitasi
Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dahulu ke dalam pelarut organik yang
hendak dicampur dengan air. Setelah larut dalam pelarut organik, larutan zat ini
kemudian diencerkan dengan larutan pensuspensi dalam air sehingga akan terjadi
endapan halus tersuspensi dengan bahan pensuspensi. Cairan organik tersebut
adalah etanol, propilen glikol, dan polietilen glikol (Syamsuni, 2006).
R/ Sulf. Praecip. 10
Camphor 1
PGA 2
Sol. Calc. Hydroxyd.
Aquae aa 50
m.f.
s.b.d.d.u.e.
Tidak ada
Inscriptio
No resep
Keterangan :
Invocatio
a. Inscriptio : tidak ada nomor telepon dokter
b. Subscriptio : tidak ada tanda tangan dokter Prescriptio
c. Invocatio : lengkap
d. Prescriptio : lengkap
e. Signatura : kurang da in susp setelah m.f.
f. Pro : lengkap Signatur
Pro
IV. RESEP
R/ Sulf. Praecip. 10
Camphor 1
PGA 2
Sol. Calc. Hydroxyd.
Aquae aa 50
m.f.da.in.sups.
s.b.d.d.u.e.
R/ Sulf. Praecip. 10
Camphor 1
PGA 2
Sol. Calc. Hydroxyd.
Aquae aa 50
M.f.da.in.sups.
S.b.d.d.u.e.
Det
Cap Apotek
10 g
PGA = x 50 mL = 0,88 ≈ 1 gram
113 mL
50 mL
Sol. Calc. hydroxyd = x 50 mL = 22,12 ≈ 22 mL
113 mL
50 mL
Aquae = x 50 mL = 22,12 ≈ 22 mL
113 mL
Camphor PGA
Mortir Mortir
-Ditimbang -Ditimbang
-Dimasukkan ke dalam mortir -Dimasukkan ke dalam mortir
-Ditetetsi etanol -Ditambahkan aquadest
-Digerus hingga homogen -Digerus hingga terbentuk mucilage
-Dimasukkan sulfur praecipitatum
yang sudah diayak dengan ayakan B50
ke dalam mortir sedikit demi sedikit
sambil diaduk hingga homogen
dan akuades
Sediaan
suspensi
VIII. KHASIAT
8.1 Khasiat perbahan
8.1.1 Camphor
Antiiritan untuk menghilangkan iritasi yang disebabkan oleh bakteri
atau bahan kimia.
(Dirjen POM, 1979)
8.1.2 Sulf. Praecip
Antiskabies (untuk mengobati penyakit scabies).
(Dirjen POM, 1979)
8.1.3 Pulvis Gummi Arabicum (Gom arab)
Sebagau suspending agent.
( Dirjen POM, 1979)
8.1.4 Akuades
Sebagai pelarut. Dapat melarutkan berbagai zat.
( Dirjen POM, 1979)
8.1.5 Sol. Calcium hydroxide
Adstringesia, dan sebagai zat tambah.
( Dirjen POM, 1979)
8.2 Tujuan pengobatan
Tujuan pengobatan pada obat kali ini adalah untuk penyakit kudis.
IX. ETIKET
9.1 Etiket
2 x sehari
Oleskan tipis tipis pada daerah gatal
X. PEMERIAN BAHAN
10.1 Camphor
Hablur, granul atau masa hablur; putih, atau tidak berwarna, jernih; bau khas
tajam; rasa pedas dan aromatik; menguap perlahan - lahan pada suhu kamar: bobot
jenis lebih kurang 0,99.
(Dirjen POM, 1995)
10.2 Sulf. Praecip
(Dirjen POM, 1995)
10.3 Pulvis Gummi Arabicum (Gom arab)
Serbuk; putih atau putih kekuningan; tidak berbau.
(Dirjen POM, 2014)
10.4 Akuades
Cairan jernih, tidak berwarna; tidak berbau.
(Dirjen POM, 2014)
10.5 Sol. Calcium hydroxide
Larutan putih; bersifat basa; rasa agak pahit.
(Dirjen POM, 2014)
XI. PEMBAHASAN
Praktikum yang dilakukan berjudul “Suspensi” dilaksanakan secara online pada hari
Selasa, 28 April 2020 pada pukul 13.00-16.00. tujuan dari praktikum ini adalah agar
mahasiswa dapat mengetahui dan membuaat sediaan suspensi dengan baik dan benar.
Menurut Syamsuni (2006), suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel
tidak larut dalam bentuk halus yang terdispersi ke dalam fase cair. Sediaan yang
digolongkan sebagai suspensi adalah sediaan seperti tersebut di atas dan tidak termasuk
kelompok suspensi yang lebih spesifik, seperti suspensi oral, suspensi topikal, dan lain-
lain.
Dalam praktikum ini, alat yang digunakan antara lain timbangan jenis neraca dua
lengan, kertas perkamen, mortir dan alu atau stamper, kain lap atau serbet, gelas ukur dan
botol plastik, pipet tetes. Sedangkan bahan yang digunakan adalah PGA, aquadest,
alkohol, sol.Calci Hydroxy, camphor, sulfur praecipitatum, kertas perkamen, etiket
berwarna biru.
Pada praktikum ini hal pertama yang harus dilakukan adalah skrining resep, dimana
kita mengulas kembali resep yang terdapat pada buku panduan praktikum. Pada resep
tersebut dapat ditemui beberapa kekurangan yaitu tidak adanya no telepon dokter yang
menulis resep pada bagian inscriptio, dan tidak adanya tanda tangan dokter pada bagian
subscriptio. Sedangkan pada bagian invocatio, prescriptio, subscriptio, dan pro sudah
tertulis dengan lengkap. Menurut Syamsuni (2006), resep yang lengkap mencakup :
XII. KESIMPULAN
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus
dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Pada percobaan kali ini suspensi
ditujukan untuk pemakaian luar sebagai obat kudis dengan pemakaian 2 kali sehari
dioleskan pada daerah gatal secara tipis.
Anief, M., 1997, Ilmu Meracik Obat, Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Anief, M., 2010. Penggolongan Obat. 10th , Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, Jakarta: UI Press.
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia ediai IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Ditjen POM. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Martin, A., Swarbick, J., dan A. Cammarata. 1993. Farmasi Fisik 2. Edisi III. Jakarta: UI
Press.
Praktikan
Merilla Andini
NIM. 22010319140082