Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMASETIKA DASAR

Nama : Merilla Andini


NIM/kelompok : 22010319140082/ H
Asisten : Dinda Rahmadani Nasution

LABORATORIUM FARMASETIKA
PROGRAM STUDI FARMASI, DEPARTEMEN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG, JAWA TENGAH
2020
LABORATORIUM FARMASETIKA

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA DASAR

PERCOBAAN SUSPENSI

TANGGAL PRAKTIKUM :28 April 2020

I. TUJUAN
Mahasiswa dapat mengetahui dan membuat sediaan suspense dengan baik dan
benar.

II. DASAR TEORI

2.1 Definisi Suspensi

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair (Dirjen POM, 1995).

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak larut dalam bentuk
halus yang terdispersi ke dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan sebagai suspensi
adalah sediaan seperti tersebut di atas dan tidak termasuk kelompok suspensi yang
lebih spesifik, seperti suspensi oral, suspensi topikal, dan lain-lain. Beberapa
suspensi dapat langsung digunakan, sedangkan yang lain berupa sediaan padat yang
harus dikonsultasikan terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai segera sebelum
digunakan (Syamsuni, 2006).

Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus
dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus,
tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojok perlahan-lahan, endapan harus segera
terdispersi Kembali. Suspensi sering disebut pula mikstur gojog (Mixturae
Agitandae). Suspensi dalam farmasi digunakan dalam berbagai cara, yaitu:

a) Intramuskuler inj. (Penicillin G. suspension)


b) Tetes mata (Hydrocortisone acetate suspension)
c) Per oral (Sulfa/Kemicetine suspension)
d) Rektal (para Nitro Sulphathiazole suspension)

(Anief, 1997)

2.2 Jenis Suspensi

Dalam sistem deflokulasi, partikel mengendap sindiri-sendiri secara perlahan


tergantung pada jaraknya dari dasar dan perbedaan ukurannya. Partikel akan
menyusun dirinya dan mengisi ruang-ruang kosong saat mengendap dan akhirnya
membentuk sedimen tertutup dan terjadi agregasi, selanjutnya membentuk cake yang
keras dan sulit terdispersi kembali karena telah terbentuk jembatan kristal yang
merupakan lapisan film yang liat pada permukaan sedimen. Suspensi deflokulasi
tekanannya lebih besar pada dasar wadah, volume sedimentasi yang terbentuk kecil
dan supernatan tampak keruh sehingga terlihat bahwa suspensi lebih stabil.
Pengendapan jenis ini tidak disukai karena akan kesulitan dalam meredispersi
sediaan walaupun sudah dilakukan pengocokan (Anief, 1997).

Sifat-sifat relatif dari partikel flokulasi dan deflokulasi dalam suspensi adalah
sebagai berikut:

Flokulasi Deflokulasi

a. Partikel merupakan agregat yang a. Partikel suspensi dalam keadaan


bebas. terpisah satu dengan yang lain.
b. Sedimentasi cepat, partikel b. Sedimentasi lambat, masing-masing
mengendap sebagai flok yaitu partikel mengendap terpisah dan
kumpulan partikel. ukurannya minimal.
c. Sedimentasi terjadi cepat. c. Sedimentasi terjadi lambat.
d. Sedimen terbungkus bebas dan d. Akhirnya sedimen akan membentuk
membentuk cake yang keras dan cake (agregat) yang sukar terdispersi
padat dan mudah terdispersi kembali.
kembali seperti semula. e. Wujud suspensi menyenangkan
e. Wujud suspensi kurang karena zat tetap tersuspensi dalam
menyenangkan sebab sedimentasi waktu relatif lama. Meskipun ada
menjadi cepat dan di atasnya cairan atas tetap berkabut.
terjadi cairan yang jernih.

(Anief, 1993)
2.3 Kelebihan Kekurangan Suspensi
2.3.1 Kelebihan Suspensi
a) Baik digunakan untuk orang yang sulit mengkonsumsi tablet, pil, kapsul,
terutama untuk anak-anak.
b) Memiliki homogenitas yang cukup tinggi.
c) Lebih mudah diabsorpsi daripada tablet, karena luas permukaan kontak
dengan permukaan saluran cerna tinggi.
d) Dapat menutupi rasa tidak enak/pahit dari obat.
e) Dapat mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.
(Parrot, 1971)
2.3.2 Kekurangan Emulsi
a) Memiliki kestabilan yang rendah.
b) Jika terbentuk caking maka akan sulit terdispersi kembali, sehingga
homogenitasnya menjadi buruk.
c) Aliran yang terlalu kental menyebabkan sediaan sulit untuk dituang
d) Ketepatan dosis lebih rendah dibandingkan sediaan larutan
e) Suspensi harus dilakukan pengocokan sebelum digunakan
f) Pada saat penyimpanan kemungkinan perubahan sistem disperse akan
meningkat apabila terjadi perubahan temperatur pada tempat penyimpanan.
(Parrot, 1971)

2.4 Stabilitas Suspensi (jenis kerusakan yang biasa terjadi)


Kerusakan pada sediaan suspensi bisa dilihat dari perubahan organoleptik
(rasa, bau, dan warna). Stabilitas fisik suspensi farmasi didefinisikan sebagai kondisi
suspensi dimana partikel tidak mengalami agregasi dan tetap terdistribusi merata.
Jika partikel mengendap, partikel tersebut akan mudah tersuspensi kembali dengan
pengocokan ringan tetapi partikel yang mengendap memiliki kemungkinan dapat
saling melekat oleh suatu keadaan untuk membentuk agregasi dan selanjutnya
membentuk compacted cake, peristiwa ini disebut “caking” (Syamsuni, 2006).
Adapun jenis-jenis kerusakan yang biasa terjadi pada suspensi adalah sebagai
berikut:
a) Caking, yaitu agregat padat yang terjadi oleh pertumbuhan atau penggabungan
kristal dalam endapan. Terjadi setiap tipe aglomerat, baik flokul atau agregat
dianggap sebagai ukuran kecenderungan sistem untuk mencapai keadaan yang
lebih stabil.
b) Agregat, yaitu suatu lempeng padat partikel yang dapat melekat dengan gaya
yang lebih kuat membentuk suatu gumpalan.
c) Sedimentasi, yaitu proses pengendapan partikel padatan yang terkandung dalam
cairan oleh karena gaya gravitasi.
d) Flokulat, yaitu gumpalan yang lunak dan ringan dari partikel-partikel yang
bersatu karena gaya Van der Waals.
(Martin, 1993)
2.5 Cara Pembuatan Suspensi (cara basah dan cara kering)

Suspensi dapat dibuat dengan metode sebagai berikut : 

0. Metode Dispersi 

Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk bahan obat ke dalam
musilago yang telah terbentuk, kemudian baru diencerkan. Perlu diketahui bahwa
kadang-kadang terjadi kesukaran pada saat mendispersikan serbuk ke dalam
pembawa. Hal tersebut karena adanya udara, lemak, atau kontaminan serbuk.
Serbuk yang sangat halus mudah dimasuki udara sehingga sukar dibasahi
tergantung pada besarnya sudut kontak antara zat terdispersi dengan medium. Jika
sudut kontak ±90 derajat celcius,  serbuk akan mengambang di atas cairan. Serbuk
yang demikian disebut memiliki sifat  hidrofob. Untuk menurunkan tegangan
permukaan antara partikel zat padat dengan cairan tersebut perlu ditambahkan zat
pembasah atau wetting agent (Syamsuni, 2006).

b. Metode Presipitasi 

Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dahulu ke dalam pelarut organik yang
hendak dicampur dengan air. Setelah larut dalam pelarut organik, larutan zat ini
kemudian diencerkan dengan larutan pensuspensi dalam air sehingga akan terjadi
endapan halus tersuspensi dengan bahan pensuspensi. Cairan organik tersebut
adalah etanol, propilen glikol, dan polietilen glikol (Syamsuni, 2006).

2.6 Faktor yang menyebabkan kerusakan suspensi


Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara
memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas partikel. Cara
tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi. Beberapa
faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi sebagai berikut:
1. Ukuran partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel
tersebut serta daya tekan ke atas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara
ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya.
Sedangkan antara luas penampang dengan daya tekan ke atas terdapat hubungan
linier. Artinya semakin kecil ukuran partikel semakin besar luas penampangnya
(dalam volume yang sama). Sedangkan semakin besar luas penampang partikel,
daya tekan ke atas cairan akan semakin besar, akibatnya memperlambat gerakan
partikel untuk mengendap. Sehingga, untuk memperlambat gerakan tersebut
dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel (Syamsuni, 2006).
2. Kekentalan (Viskositas)
Kekentalan suatu cairan memengaruhi pula kecepatan aliran cairan
tersebut, semakin kental suatu cairan, kecepatan alirannya semakin turun atau
semakin kecil. Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan memengaruhi pula
gerakan turun partikel yang terdapat di dalamnya. Dengan demikian, dengan
menambah kekentalan atau viskositas cairan, gerakan turun partikel yang
dikandungnya akan diperlambat. Perlu diingat bahwa kekentalan suspensi tidak
boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang (Syamsuni, 2006).
3. Jumlah partikel (Konsentrasi)
Jika sediaan suspensi dikemasi dalam botol mengandung partikel/zat yang
tidak larut dalam jumlah/kosentrasi besar. Partikel tersebut akan sulit bergerak
bebas sehingga sering terjadi benturan antar partikel yang pada akhirnya
mengakibatkan terjadinya endapan.
Semakin besar kosentrasi partikel, suspensi akan semakin cepat untuuk mengendap.
Sayangnya, faktor jumlah partikel ini tidak bisa diubah dan merupakan faktor tetap
karena kosentrasi obat ditentukan oleh dokter sesuai jumlah yang ditulis dalam resep
(Martin, 1993)
4. Sifat atau muatan partikel
Kemungkinan besar suatu suspensi mengandung beberapa macam
campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian, ada
kemungkinan akan terjadi interaksi antar bahan tersebut sehingga
menghasilkan reaksi berupa bahan yang sukar larut atau terbentuk endapan
dalam cairan tersebut. Karena sifat muatan tersebut merupakan suatu sifat
alami, kita tidak dapat mengubah atau memengaruhinya.
Dalam pembuatan suspensi, 4 faktor stabilitas yang tidak disebutkan
sebelumnya merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan agar sediaan suspensi
tidak mengalami agregasi. Harus diusahakan meskipun pengendapan terjadi,
partikel tetap terdistribusi merata. Walaupun upaya tersebut harus
membutuhkan pengocokan ringan (Saptaning, 2013).
2.7 Etiket untuk suspensi
Berikut ini yang mendasari pembuatan etiket suspensi, yaitu:
a) Etiket suspensi juga harus tertera “kocok dahulu
b) Pada etiket serbuk untuk suspensi yang harus tertera yaitu volume cairan
pembawa yang diperlukan dan sebelum digunakan dilarutkan dalam cairan
pembawa yang tertera pada etiket
c) Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai susu atau magma termasuk dalam
kategori suspensi oral. Beberapa suspensi dapat langsung digunakan sedangkan
yang lain berupa campuran padat dalam bentuk halus harus dikonstitusi kan
terlebih dahulu dergan pembawa yang sesuai yang segera sebelum digunakan
sediaan ini disebut “untuk suspensi oral"
d) Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai dalam kategori suspensi topikal.
"Lotio" termasuk dalam kategori suspensi topikal
(Ansel, 1989)

III. SKRINING ADMINISTRATIF RESEP


dr. Rizal, Sp.KK
SIP : 74/d708/57
Alamat : Jl. Kasuari No.45, Semarang

Semarang, 15 Januari 2018

R/ Sulf. Praecip. 10
Camphor 1
PGA 2
Sol. Calc. Hydroxyd.
Aquae aa 50

m.f.
s.b.d.d.u.e.

Pro : Abimanyu (27 tahun)


Alamat : Jl. Beringin 07, Semarang

Tidak ada
Inscriptio
No resep

Keterangan :
Invocatio
a. Inscriptio : tidak ada nomor telepon dokter
b. Subscriptio : tidak ada tanda tangan dokter Prescriptio
c. Invocatio : lengkap
d. Prescriptio : lengkap
e. Signatura : kurang da in susp setelah m.f.
f. Pro : lengkap Signatur

Pro
IV. RESEP

dr. Rizal, Sp.KK


SIP : 74/d708/57
Alamat : Jl. Kasuari No.45, Semarang
Telp : (021) 987 665
No. 1 Semarang, 15 Januari 2018

R/ Sulf. Praecip. 10
Camphor 1
PGA 2
Sol. Calc. Hydroxyd.
Aquae aa 50

m.f.da.in.sups.
s.b.d.d.u.e.

Pro : Abimanyu (27 tahun)


Alamat : Jl. Beringin no 07 Semarang
V. SALINAN RESEP

Apotek “LAL MEDIKA”


Jl. Banjarsari No. 12, Semarang
Telp. (021)1245901
Merilla Andini, S,Farm.,Apt
SIPA : 2019/3002/2020.12.5
SALINAN RESEP
No : 01 Tgl : 20 Januari 2018
Dari dokter : dr. Rizal, Sp.KK Tgl : 15 Januari 2018
Untuk : Abimanyu
Umur : 27 tahun

R/ Sulf. Praecip. 10
Camphor 1
PGA 2
Sol. Calc. Hydroxyd.
Aquae aa 50

M.f.da.in.sups.
S.b.d.d.u.e.
Det

Semarang, 20 Januari 2018


PCC

Cap Apotek

Merilla Andini, S,Farm.,Apt


VI. PENIMBANGAN

Sulf. Praecip = 10 gram


Camphor = 1 gram
PGA = 2 gram
Sol. Calc. hydroxyd =50 mL
Aquae = 50 mL
+
113 mL

Pada percobaan hanya dibuat 50 mL suspensi, maka


10 g
Sulfur praecipitatum = x 50 mL = 4,42 ≈ 4,5 gram
113 mL
10 g
Camphor = x 50 mL = 0,44 ≈ 0,5 gram
113 mL

10 g
PGA = x 50 mL = 0,88 ≈ 1 gram
113 mL

50 mL
Sol. Calc. hydroxyd = x 50 mL = 22,12 ≈ 22 mL
113 mL

50 mL
Aquae = x 50 mL = 22,12 ≈ 22 mL
113 mL

Untuk membuat micilago dibutuhkan air untuk mengencerkan PGA :


1,5 x Bobot PGA = 1,5 x 1 = 1,5 mL àdiambil dari bobot aquae yang ada

Air yang ditambahkan = 22 mL – 1,5 mL


= 20,5 mL

VII. CARA KERJA

Camphor PGA

Mortir Mortir

-Ditimbang -Ditimbang
-Dimasukkan ke dalam mortir -Dimasukkan ke dalam mortir
-Ditetetsi etanol -Ditambahkan aquadest
-Digerus hingga homogen -Digerus hingga terbentuk mucilage
-Dimasukkan sulfur praecipitatum
yang sudah diayak dengan ayakan B50
ke dalam mortir sedikit demi sedikit
sambil diaduk hingga homogen

Campuran camphor dan Mucilago


sulfur praecipitatum

-Dituang campuran camphor dan

sulfur ke dalam mortir berisi PGA

dan akuades

-Diukur Sol.Calc.Hydroxyde, kemudian

ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam

mortir sambal diaduk

-Diukur aqua kemudian ditambahkan sedikit

demi sedikit sambal diaduk hingga homogen

-Dimasukkan ke dalam botol, diberi etiket

Sediaan
suspensi

VIII. KHASIAT
8.1 Khasiat perbahan
8.1.1 Camphor
Antiiritan untuk menghilangkan iritasi yang disebabkan oleh bakteri
atau bahan kimia. 
(Dirjen POM, 1979)
8.1.2 Sulf. Praecip
Antiskabies (untuk mengobati penyakit scabies).
(Dirjen POM, 1979)
8.1.3 Pulvis Gummi Arabicum (Gom arab)
Sebagau suspending agent.
( Dirjen POM, 1979)
8.1.4 Akuades
Sebagai pelarut. Dapat melarutkan berbagai zat.
( Dirjen POM, 1979)
8.1.5 Sol. Calcium hydroxide
Adstringesia, dan sebagai zat tambah.
( Dirjen POM, 1979)
8.2 Tujuan pengobatan
Tujuan pengobatan pada obat kali ini adalah untuk penyakit kudis.

IX. ETIKET
9.1 Etiket

Apotek “LAL MEDIKA”


Jl. Banjarsari No. 12, Semarang
Telp. (021)1245901
Merilla Andini, S,Farm.,Apt
SIPA : 2019/3002/2020.12.5
No. 01 Semarang, 20/01/18

Nama : Abimanyu (27 tahun)

2 x sehari
Oleskan tipis tipis pada daerah gatal

KOCOK DAHULU (OBAT LUAR)


Semoga Lekas Sembuh

9.2 Alasan pemberian etiket


Etiket yang digunakan pada resep ini adalah etiket berwarna biru. Etiket berwarna
biru digunakan karena obat yang digunakan adalah obat pemakaian luar. . Dibawah
etiket kalau perlu ditambahkan label “ Kocok Dahulu” untuk sediaan-sediaan yang
membutuhkan label kocok dahulu seperti sediaan syrup, emulsi, suspensi, infusa,
sediaan cair yang mengandung minyak atsiri, potio yang mengandung bahan tidak
larut, liquor/ mixtura/ lotio yang mengandung bahan tidak larut. (Syamsuni, 2007).

X. PEMERIAN BAHAN

10.1 Camphor
Hablur, granul atau masa hablur; putih, atau tidak berwarna, jernih; bau khas
tajam; rasa pedas dan aromatik; menguap perlahan - lahan pada suhu kamar: bobot
jenis lebih kurang 0,99. 
(Dirjen POM, 1995)
10.2 Sulf. Praecip

 
(Dirjen POM, 1995)
10.3 Pulvis Gummi Arabicum (Gom arab)
Serbuk; putih atau putih kekuningan; tidak berbau.
(Dirjen POM, 2014)
10.4 Akuades
Cairan jernih, tidak berwarna; tidak berbau. 
(Dirjen POM, 2014)
10.5 Sol. Calcium hydroxide
Larutan putih; bersifat basa; rasa agak pahit. 
(Dirjen POM, 2014)

XI. PEMBAHASAN
Praktikum yang dilakukan berjudul “Suspensi” dilaksanakan secara online pada hari
Selasa, 28 April 2020 pada pukul 13.00-16.00. tujuan dari praktikum ini adalah agar
mahasiswa dapat mengetahui dan membuaat sediaan suspensi dengan baik dan benar.

Menurut Syamsuni (2006), suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel
tidak larut dalam bentuk halus yang terdispersi ke dalam fase cair. Sediaan yang
digolongkan sebagai suspensi adalah sediaan seperti tersebut di atas dan tidak termasuk
kelompok suspensi yang lebih spesifik, seperti suspensi oral, suspensi topikal, dan lain-
lain.

Dalam praktikum ini, alat yang digunakan antara lain timbangan jenis neraca dua
lengan, kertas perkamen, mortir dan alu atau stamper, kain lap atau serbet, gelas ukur dan
botol plastik, pipet tetes. Sedangkan bahan yang digunakan adalah PGA, aquadest,
alkohol, sol.Calci Hydroxy, camphor, sulfur praecipitatum, kertas perkamen, etiket
berwarna biru.

Praktikum kali ini menggunakan metode dispersi. Menurut Saptaning (2013),


metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk obat ke dalam musilago yang
telah terbentuk kemudian baru diencerkan. Terkadang juga terjadi kesulitan pada saat
mendispersikan serbuk dengan pembawa. Hal tersebut terjadi karena adanya udara,
lemak, atau kontaminan.

Pada praktikum ini hal pertama yang harus dilakukan adalah skrining resep, dimana
kita mengulas kembali resep yang terdapat pada buku panduan praktikum. Pada resep
tersebut dapat ditemui beberapa kekurangan yaitu tidak adanya no telepon dokter yang
menulis resep pada bagian inscriptio, dan tidak adanya tanda tangan dokter pada bagian
subscriptio. Sedangkan pada bagian invocatio, prescriptio, subscriptio, dan pro sudah
tertulis dengan lengkap. Menurut Syamsuni (2006), resep yang lengkap mencakup :

a. Nama, alamat, no telepon, dan nomor izin praktek dokter.


b. Tanggal penulisan resep.
c. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocatio).
d. Nama setiap obat dan komposisinya (prescriptio).
e. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura).
f. Tanda tangan atau paraf dokter (subscriptio).
g. Nama, umur, dan alamat pasien (pro).
Langkah berikutnya yaitu dilakukan yaitu menyetarakan timbangan dengan
memutar sekrup besar ke kanan dengan menggunakan tangan kiri, kemudian perhatikan
jarum apakah sudah setara atau belum, jika belum maka setarakan dahulu. Pastikan jarum
tepat berada pada skala nol. Menurut Ansel (1989), menyertakan timbangan bertujuan
untuk mendapatkan bobot bahan yang sesuai dengan yang dibutuhkan. Setelah
menyertakan timbangan dapat dilakukan perhitungan penimbangan bahan baku obat
sesuai dengan keinginan dan kebutuhan dari resep tersebut.

Setelah penyetaraan timbangan dilakukan persiapan bahan yang digunakan, baik


dengan cara menimbang atau mengukur larutannya menggunakan gelas ukur. Sebelum
ditimbang dan diukur, dilakukan perhitungan terlebih dahulu berat dari masing-masing
bahan supaya dapat mengetahui berapa berat yang akan ditimbang. Jadi di resep tertulis
Sulfur praecipitatum sebesar 10 gram, camphor 1 gram, PGA 2 gram, Sol. Calc.
hydroxyd 50 mL, serta Aquae 50 mL. Sehingga jumlah dari semua bahan yaitu 113 mL.
Maka berat dari Sulfur praecipitatum yang akan ditimbang sebesar 4,5 gram, yang di
dapat dari persamaan berat pada resep dibagi jumlah dari semua bahan kemudian dikali
berapa banyak suspensi yang akan dibuat, karena pada percobaan ini suspensi yang akan
dibuat sebanyak 50 mL maka dikali 50 mL. Kemudian bahan selanjutnya yaitu camphor
dan di dapat berat sebesar 0,5 gram, PGA sebesar 1 gram, Sol. Calc. hydroxyd 22mL,
dan aquae sebesar 22 mL. semua bahan dihitung dengan persamaan yang sama seperti di
atas. Setelah mendapatkan hasil berat dari masing-masing bahan kemudian ditimbang dan
diukur. Sulfur praecipitatum, camphor, PGA, ditimbang dengan neraca dua lengan.
Sedangkan Sol. Calc. hydroxyd dan aquae diukur dengan gelas ukur. Lalu siapkan 2
mortir, dengan mortir pertama digunakan untuk champor, etanol, serta sulfur
praecipitatum dan kedua digunakan untuk PGA. Tujuan digunakan 2 mortir adalah agar
zat homogen sisa pada mortir tidak bercampur sebelum waktunya. Cara
menghomogenkan dengan searah. Sebelum menggunakan mortir, pada bagian bawah
mortir diberi serbet. Fungsi penggunaan serbet adalah agar mortir saat digunakan tidak
bergeser.
Pertama yang dilakukan yaitu homogenkan camphor dengan bantuan etanol.
Fungsi penambahan etanol sebagai pelarut champor Menurut Kemendikbud (2013),
champor sangat mudah mengumpul lagi, untuk mencegahnya dikerjakan dengan
mencampur dulu dengan eter atau etanol 95%. Kemudian dilanjutkan penambahan sulfur
praecipitatum yang sudah diayak dengan ayakan B50 ke dalam mortir sedikit demi
sedikit sambil diaduk hingga homogen. Pengayakan berguna agar Sulf. Praecip yang
didapatkan seragam ukurannya dan mempermudah dalam pelarutan. Lalu setelah
homogen ambil mortir kedua dan masukkan PGA lalu homogenkan. Setelah itu
tambahkan aquadest dengan tambahkan air sebanyak 1,5 mL. Menurut Syamsuni (2007),
pulvis gummi Arabic atau PGA bersifat larut dalam air dan tidak larut dalam alkohol.
Menurut Vanduin (1947) mucilage pulvis gummi arabium dibuat dengan menambahkan
saru setengah kali air dari berat zat aktif pada gom itu, kemudian diaduk samapai
diperoleh suatu massa yang homogen, pengadukkan dilakukan dengan satu arah, kuat dan
cepat. Menurut Anief (2010), penggerusan dilakukan secara kuat dan satu arah untuk
membentuk patahan yang tersebar ke seluruh partikel yang digerus pada bahan energi
tegangan dan menghasilkan pecahan. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan
materi dengan konsekuensi meningkatnya luas permukaan. Sehingga terciptanya sediaan
yang homogen. Setelah itu homogenkan dengan stamper hingga membentuk musilago.
Tanda terbentuknya musilago dengan berbunyi pletuk pada mortir. Lalu masukkan
campuran sulfur praecipitatum dan camphor ke dalam mortir yang berisi PGA dan air.
Selanjutnya Solc. Calc. Hydroxyde yang telah di ukur sebelumnya dengan gelas ukur
dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam mortir sambil diaduk. Kemudian masukkan
aqua sisa ke dalam mortir sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga homogen.
Sebelum suspensi dimasukkan ke dalam botol lakukan kalibrasi terlebih dahulu
dengan mengambil air sebanyak 50 mL kemudian masukkan ke dalam botol dan berilah
tanda di botol tersebut, jika sudah maka buanglah air yang berada di dalam botol.
Kalibrasi ini ditujukan agar bila suspensi tidak mencapai 50 mL dapat ditambahkan
beberapa mililiter kepada suspensi di dalam botol secara lansung. Setelah selesai
dikalibrasi masukkan suspensi ke dalam botol yang tadi. Selanjutnya beri etiket. Etiket
yang digunakan pada percobaan kali ini adalah etiket berwarna biru, dengan diberi
keterangan “kocok dahulu” dan pemakaian “obat luar”. Menurut Syamsuni (2007), etiket
berwarna biru digunakan karena obat yang digunakan adalah obat pemakaian luar.
Dibawah etiket kalau perlu ditambahkan label “ Kocok Dahulu” untuk sediaan-sediaan
yang membutuhkan label kocok dahulu seperti sediaan syrup, emulsi, suspensi, infusa,
sediaan cair yang mengandung minyak atsiri, potio yang mengandung bahan tidak larut,
liquor/ mixtura/ lotio yang mengandung bahan tidak larut. Ditulis "Obat Luar" untuk
menerangkan bahwa obat tersebut bukan untuk diminum.
Hasil yang didapatkan adalah sediaan suspensi jenis flokulasi. Karena mudah
mengendap dan dapat terdispersi kembali dengan cara pengocokan. Menurut Anief
(1993), suspensi flokulasi merupakan partikel yang agregat yang bebas, sedimentasi
cepat, partikel mengendap sebagai flok yaitu kumpulan partikel, sedimentasi terjadi
cepat, sedimen terbungkus bebas dan membentuk cake yang keras dan padat dan mudah
terdispersi kembali seperti semula, dan wujud suspensi kurang menyenangkan sebab
sedimentasi menjadi cepat dan di atasnya terjadi cairan yang jernih.
Pada percobaan ini, obat ditujukan kepada pasien berusia 27 tahun berbentuk
suspensi. Karena menurut Saptaning (2013) Pemilihan sediaan suspensi topikal yang
sesuai akan membuat penetrasi obat ke dalam kulit lebih baik. Sediaan suspensi topikal
untuk kulit berfungsi untuk mengantarkan bahan aktif obat ke kulit, dengan cara penetrasi
secara difusi pasif melewati stratum korneum.
Sediaan bahan terbuat dari Camphor yang berfungsi sebagai antiiritan untuk
menghilangkan iritasi yang disebabkan oleh bakteri atau bahan kimia. Bahan selanjutnya
adalah Sulf. Praecip untuk antiskabies (untuk mengobati penyakit scabies). Pulvis
Gummi Arabicum (Gom arab) sebagau suspending agent. Akuades sebagai pelarut, dapat
melarutkan berbagai zat. Serta bahan terakhir yaitu Sol. Calcium hydroxide sebagai
dstringesia, dan sebagai zat tambah. Campuran dari semua bahan tersebut berfungsi
sebagai obat untuk penyakit kudis.
Cara pemakaian dari obat ini yang sesuai dengan resep yaitu dioleskan pada
daerah yang gatal dengan pemakaian dua kali sehari. Etiket yang digunakan pada resep
ini adalah etiket berwarna biru dengan diberi keterengan “kocok dahulu” dan “obat luar”.
Menurut Syamsuni (2007), etiket berwarna biru digunakan karena obat yang digunakan
adalah obat pemakaian luar. Dibawah etiket kalau perlu ditambahkan label “ Kocok
Dahulu” untuk sediaan-sediaan yang membutuhkan label kocok dahulu seperti sediaan
syrup, emulsi, suspensi, infusa, sediaan cair yang mengandung minyak atsiri, potio yang
mengandung bahan tidak larut, liquor/ mixtura/ lotio yang mengandung bahan tidak larut.
Ditulis "Obat Luar" untuk menerangkan bahwa obat tersebut bukan untuk diminum.
Contoh obat sediaan suspensi topical adalah caladine.

XII. KESIMPULAN

Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus
dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Pada percobaan kali ini suspensi
ditujukan untuk pemakaian luar sebagai obat kudis dengan pemakaian 2 kali sehari
dioleskan pada daerah gatal secara tipis.

XIII. DAFTAR PUSTAKA


Anief, M., 1993, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.

Anief, M., 1997, Ilmu Meracik Obat, Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Anief, M., 2010. Penggolongan Obat. 10th , Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, Jakarta: UI Press.

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia ediai IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Ditjen POM. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Kemendikbud. 2013. Dasar-Dasar Kefarmasian Kelas X Semester 2. Jakarta: Kementrian


Pendidikan dan Kebudayaan.

Martin, A., Swarbick, J., dan A. Cammarata. 1993. Farmasi Fisik 2. Edisi III. Jakarta: UI
Press.

Parrot. E, L. 1971. Pharmaceutical Technology: Fundamental Pharmaceutics, 3 rd.


Mineapolis: PT. ISFI.

Saptaning, Agustina. 2013. Ilmu Resep. Jakarta: EGC

Syamsuni. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Kedokteran EGC.

Syamsuni. 2007. Ilmu Resep. Jakarta: Kedokteran EGC.

Van Duin. 1947. Ilmu Resep. Jakarta : Soeroengan


Semarang, 19 April, 2020

Praktikan

Merilla Andini

NIM. 22010319140082

Anda mungkin juga menyukai