Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

Disusun untuk memenuhi tugas praktikum fitokimia

Disusun Oleh :

CANDRA SAFA MUJTAHID P2.06.30.1.17.004

DERINA RAMDAYANTI P2.06.30.1.17.005

DESY CYTADEFI P2.06.30.1.17.006

ELMA NOVIANTI P2.06.30.1.17.009

ETI FITRIYANI P2.06.30.1.17.011

FALLAHASRI ROSARIAWATI P2.06.30.1.17.012

PRODI D3 FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TASIKMALAYA
2019
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum w.w
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyanyang. Kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah-NyA kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan
laporan praktikum mengenai “Fitokimia” pada Kayu Secang (Sappan lignan L).
Laporan ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan laporan ini.
Terlepas dari segala hal tersebut, Kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya
kami dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki laporan ini.
Akhir kata kami berharap semoga laporan tentang “Fitokimia” pada Kayu
Secang (Sappan lignan L) ini bisa memberikan manfaat maupun inspirasi untuk
pembaca.

Wassalamualaikum w.w

Tasikmalaya, Juni 2019

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................i


Daftar Isi ............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
Latar Belakang .........................................................................................1
Tujuan ......................................................................................................2
Rumusan Masalah ....................................................................................2
Manfaat.....................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................3
Tinjauan Pustaka ......................................................................................3
BAB III PEMBAHASAN .................................................................................13
Hasil ........................................................................................................13
Pembahasan ............................................................................................18
BAB IV KESIMPULAN ....................................................................................
Kesimpulan ...............................................................................................
Saran ........................................................................................................
Daftar Pustaka ....................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secang atau sepang (Caesalpinia sappan L.) adalah perdu anggota suku polong-
polongan (Fabaceae) yang dimanfaatkan pepagan(kulit kayu) dan kayunya sebagai komoditi
perdagangan rempah-rempah.Pohon kecil atau perdu, tinggi 4-10 m. Batang dengan tonjolan-
tonjolan serupa gigir, dengan banyak duri, pepagannya berwarna cokelat keabu-
abuan. Ranting-ranting biasanya dengan duri-duri yang melengkung ke bawah; jarang tak
berduri. Ranting muda dan kuncup berambut halus kecokelatan.
Menurut Khopkar (1987 : 85 ) ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi airmerupakan
metode pemisahan yang paling baik dan popular, alasan utamanya adalah bahwa pemisahan
ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro maupun mikro.
Alasan perlu dilakukan ekstraksi karena dalam kimia proses pemisahan digunakan untuk
mendapatkan dua atau lebih produk murni dari suatu campuran senyawa kimia. Sebagian
besar senyawa kimia ditemukan di alam dalam keadaan tidak murni. Seringkali campuran
bahan padat dan cair tidak dapat atau sukar dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis
atau termis. Dalam hal semacam ini, sering sekali ekstraksi dilakukan untuk memisahkan
suatu senyawa kimia yg di butuhkan dari suatu tumbuhan (simplisia).
Ekstraksi didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut,
Komponen-komponen kimia yang terkandung di dalam bahan organik seperti yang terdapat
di dalam tumbuh-tumbuhan sangat dibutuhkan untuk bahan obat-obatan.Umumnya zat aktif
yang terkandung dalam tumbuhan maupun hewan lebih mudah larut dalam petarut organik.
Proses terekstraksinya zat aktif dimulai ketika pelarut organik menembus dinding sel dan
masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan terlarut sehingga
terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik di luar
sel, maka larutan terpekat akan berdifusi ke luar sel, dan proses ini akan berulang terus
sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel.

1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari laporan ini, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dari ekstraksi dan apa saja metode-metode dalam ekstraksi?
2. Apa itu kayu secang dan apa saja manfaat dari kayu secang?
3. Bagaimana cara kerja dari setiap metode ekstraksi?
4. Metode ekstraksi manakah yang paling efektif untuk mengekstraksi kayu secang?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari laporan ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian dan metode-metode dalam ektraksi
2. Untuk mengetahui pengertian dan manfaat dari kayu secang
3. Untuk mengetahui cara kerja dari setiap metode ekstraksi
4. Untuk mengetahui metode ekstraksi manakah yang paling efektif untuk mengekstraksi
simplisia kayu secang.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang ingin penulis capai adalah:
1. Untuk memberikan informasi kepada para pembaca mengenai metode – metode
ekstraksi dan kayu secang.
2. Untuk memberikan informasi tentang cara memperolek ekstrak kental dari kayu
secang.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kayu Secang
2.1.1 Definisi Kayu Secang

Secang merupakan perdu yang umumnya tumbuh di tempat terbuka sampai


ketinggian 500 - 1000 m dpl(Astina, 2010).Habitus berupa tumbuhan semak atau perdu,
tingginya 5 - 10 m. Batang berkayu, bulat dan berwarna hijau kecokelatan.Pada batang
dan percabangannya, terdapat duri-duri tempel yang bentuknya bengkok dan letaknya
tersebar, cabang memiliki lentisel (Direktorat Obat Asli Indonesia, 2008 dalam Ramdana
Sari dan Suhartati, 2016). Akar tunggang berwarna cokelat, sedangkan daunnya bentuk
majemuk menyirip ganda dengan panjang daun 25 - 40 cm, jumlah anak daun 10 - 20
pasang yang letaknya berhadapan (Hariana, 2006 dalam Ramdana Sari dan Suhartati,
2016). Berikut gambar kayu secang.

Gambar 1. Kayu Secang

2.1.2 Kalsifikasi Kayu Secang

Klasifikasi secang adalah (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Ramdana Sari dan Suhartati,
2016) :

Regnum : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Rosales

3
Family : Caesalpiniaceae

Genus : Caesalpinia

Species : Caesalpinia sappan L.

2.1.3 Kandungan Kayu Secang

Zat yang terkandung dalam secang antara lain brazilin, alkaloid, falvonoid, saponin,
tanin, fenil propana dan terpenoid.Selain itu juga mengandung asam galat, brasilein,
delta-a-phellandrene, oscimene, resin dan resorin. Sementara daunnya mengandung
minyak atsiri tidak kurang dari 0,20% yang beraroma enak dan tidak berwarna. Bagian
yang digunakan untuk dijadikan minuman adalah kayunya atau batang pohonnya.Kayu
secang mengandung Brazilin, yaitu senyawa penting yang menghasilkan warna merah
berasal dari kayu brazil(Brazilwood). Pigmen alami kayu secang (Caesalpina sappan)
dipengaruhi oleh tingkat keasaman.Pada suasana asam (pH 2-4) berwarna
merahsedangkan pada suasana basaataualkali (pH 6-8) berwarna kuning.

2.2 Definisi Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses penyarian senyawa kimia yang terdapat didalam bahan
alam atau berasal dari dalam sel dengan menggunakan pelarut dan metode yang tepat.
Sedangkan ekstrak adalah hasil dari proses ekstraksi, bahan yang diekstraksi merupakan
bahan alam (Ditjen POM, 1986).

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua
atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan (Ditjen
POM, 1995).

Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada
bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke dalam
pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk
ke dalam pelarut.

4
2.3 Metode Ekastraksi

2.3.1 Maserasi

Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian simplisia dengan derajat


yang cocok ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan penyari 75 bagian, ditutup dan
dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya sambil diaduk sekali-kali setiap hari lalu
diperas dan ampasnya dimaserasi kembali dengan cairan penyari. Penyarian diakhiri
setelah pelarut tidak berwarna lagi, lalu dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan
pada tempat yang tidak bercahaya, setelah dua hari lalu endapan dipisahkan (Ditjen
POM, 1995).

Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang
mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak, dan bahan sejenis
yang mudah mengembang.Cairan penyari yang bila cairan penyari digunakan air maka
untuk mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet yang diberikan
pada awal penyarian.Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang
mengandung komponen kimia yang mudah larut dalamcairan penyari, tidak mengandung
benzoin, stirak dan lilin (Ditjen POM, 1995).

Maserasi dapat dimodifikasi menjadi beberapa metode yaitu :

1. Digesti
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada suhu
40-50°C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya
tahan terhadap pemanasan.
2. Maserasi dengan mesin pengaduk
Penggunaan mesin pengaduk berputar terus-menerus waktu proses maserasi dapat
dipersingkat 6-24 jam.
3. Remaserasi
Cairan penyari dibagi 2 seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan
penyaripertama, sesudah dienap-tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan
cairan penyari yang kedua
4. Maserasi melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu bergerak
dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara

5
berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya (Ditjen
POM, 1986).
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan yang
digunakan sederhana dan mudah diusahakan, kerugiannya adalah pengerjaannya lama
dan penyariannya kurang sempurna (Ditjen POM, 1995).

2.3.2 Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk


simplisia yang telah dibasahi. Prinsip ekstraksi dengan perkolasi adalah serbuk simplisia
ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori,
cairan penyari dialirkan dari atas kebawah melalui serbuk tersebut. Cairan penyari akan
melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampel dalam keadaan jenuh
(Ditjen POM, 1986).

2.3.3 Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut yang ralatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Prinsip refluks yaitu :

Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke


dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap
cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan
penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel
yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara
berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak
3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Ditjen POM,
1986).

Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel


yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung (Ditjen POM, 1986).
Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan sejumlah
manipulasi dari operator (Ditjen POM, 1986).

6
2.3.4 Soxhletasi

Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya ekstraksi secara berkesinambungan.


Cairan penyari dipanaskan sampai mendidih. Uap penyari akan naik melalui pipa
samping, kemudian diembunkan lagi oleh pendingin tegak. Cairan penyari turun untuk
menyari zat aktif dalam simplisia. Selanjutnya bila cairan penyari mencapai sifon, maka
seluruh cairan akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses sirkulasi, demikian
seterusnya (Ditjen POM, 1986).

2.3.5 Infusa

Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada suhu penangas air (bejana infus
tercelup dalam penangas air mendidih), suhu terukur (96-98oC) selama waktu tertentu
(15-20 menit) (Departemen Kesehatan RI, 2006).

2.3.6 Dekokta

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan suhu sampai titik didih air,
yaitu pada suhu 90-100oC selama 30 menit (Departemen Kesehatan RI, 2006).

2.3.7 Destilasi

Destilasi uap adalah metode yang popular untuk ekstraksi minyak-minyak


menguap (esensial) dari sampel tanaman.Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk
menyari simplisia yang mengandung minyak menguap atau mengandung komponen
kimia yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal (Ditjen POM, 1986).

Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan,
destilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan itu tidak boleh terlalu dekat, dan
keduanya tidak membentuk ascotrop. Ditinjau dari segi ekonomi, akan menguntungkan
jika pada proses ekstraksi titik didih pelarut tidak terlalu tinggi (seperti juga halnya
dengan panas penguapan yang rendah) (Ditjen POM, 1986).

7
2.4 Kadar Abu Total

Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam
suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Penentuan kadar abu
adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu yang tinggi,yaitu sekitar 500-600°C dan
melakukan penimbangan zat yang tinggal setelah proses pembakaran tersebut. Lama
pengabuan tiap bahan berbedabeda dan berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan dilakukan pada
alat pengabuan yaitu tanur yang dapat diatur suhunya. Pengabuan diangap selesai apa bila
diperoleh sisa pembakaran yang umumnya bewarna putih abu-abu danberatnya konstan
dengan selang waktu 30 menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadan
dingin,untuk itu krus yang berisi abu diambil dari dalam tanur harus lebih dahulu dimasukan
ke dalam oven bersuhu 105°C agar suhunya turun menyesuaikan degan suhu didalam
oven,barulah dimasukkan kedalam desikator sampai dingin,barulah abunya dapat ditimbang
hingga hasil timbangannya konstan(Zahro, 2013).

Kadar abu suatu bahan ditetapkan pula secara gravimetri.Analisis gravimetrik


merupakan bagian analisis kuantitatif untuk menentukan jumlah zat berdasarkan pada
penimbangan dari hasil reaksi setelah bahan/analit yang dihasilkan diperlakukan terhadap
pereaksi tertentu. Penentuan kadar abu merupakan cara pendugaan kandungan mineral bahan
pangan secara kasar. Bobot abu yang diperoleh sebagai perbedaan bobot cawan berisi abu
dan cawan kosong. Apabila suatu sampel di dalam cawan abu porselen dipanaskan pada suhu
tinggi sekitar 650°C akan menjadi abu berwarna putih. Ternyata di dalam abu tersebut
dijumpai garam-garam atau oksida-oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping
itu terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-
lain. Besarnya kadar abu dalam daging ikan umumnya berkisar antara 1 hingga 1,5 %. Kadar
abu/mineral merupakan bagian berat mineral dari bahan yang didasarkan atas berat
keringnya. Abu yaitu zat organik yang tidak menguap, sisa dari proses pembakaran atau hasil
oksidasi. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan(Susi, 2013).

2.5 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen
menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. KLT merupakan
salah satu jenis kromatografi analitik.KLT sering digunakan untuk identifikasi awal, karena
banyak keuntungan menggunakan KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah.KLT
termasuk dalam kategori kromatografi planar, selain kromatografi kertas.Kromatografi juga

8
merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun
cuplikannya.KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya
hidrofobik seperti lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas.
KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang
diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi
senyawa murni skala kecil (Gandjaret al,2008).

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah suatu teknik yang sederhana yang banyak
digunakan, metode ini menggunakanlempeng kaca atau lembaran plastik yang ditutupi
penyerap atau lapisan tipis dan kering.Untuk menotolkan karutan cuplikan pada kempeng
kaca, pada dasarya menggunakan mikro pipet atau pipa kapiler.Setelah itu, bagian bawah dari
lempeng dicelup dalam larutan pengelusi di dalam wadah yang tertutup (Bernaseoni,
2005).Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah penyerapan pada
pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau kemampuan suatu zat yang ada dalam
larutan untuk berpisah kedalam pelarut yang digunakan.

Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen.Pemilihan eluen
didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan yang
berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara
trial and error. Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang
diperoleh (Gritteret al, 1991). Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan
sebagai faktor resensi.menghitung nilai Rf. Nilai Rf merupakan ukuran kecepatan migrasi
suatu senyawa. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa titik awal
dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal (ibnu gholib, 2007). Nilai Rf sangat karakterisitik
untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk
mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf
lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut
dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa
diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 -
0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan
sebaliknya (Ewing Galen, 1985).

9
2.6 Kromatografi Kolom
Kromatorafi kolom merupakan metode pemisahan yang di dasarkan pada pemisahan
daya adsorbsi suatu adsorben teradap suatu senyawa, baik pengotornya maupun hasil
isolasinya. Seberapa jauh komponen itu dapat diserap absorben tergantung pada sifat fisika
komponen tersebut. Prinsip kerja kromatografi kolom perbedaan daya serap dari masing-
masing komponen, campuran yang akan diuji, dilarutkan dalam sedikit pelarut lalu di
masukan lewat puncak kolom dan dibiarkan mengalir kedalam zat menyerap. Senyawa yang
lebih polar akan terserap lebih kuat sehingga turun lebih lambat dari senyawa non polar
terserap lebih lama dan turun lebih cepat. Zat yang diserap dari larutan secara sempurna oleh
bahan penyerap berupa pita sempit pada kolom. Pelaru lebih lanjut atau dengan tanpa tekanan
udara masing-masing zat akan bergerak turun dengan kecepatan khusus sehingga terjadi
pemisahan dalam kolom (Sastrohamidjojo, 2004).

2.7 Skrinning Fitokimia


2.7.1 Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa bersifat basa, mengandung satu atau lebih atom
nitrogen, biasanya berwarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal
tapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar. Sebagai basa
alkaloid biasanya diekstraksi dari tumbuhan dengan pelarut alcohol/etanol yang bersifat
asam lemah, kemudian diendapkan dengan ammonia pekat (Harbone, 1987).
2.7.2 Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar, mengandung
15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu
dua cincin aromatis yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau
tidakdapat membentuk cincin ketiga. Flavonoid serikng terdapat sebagai
glikosida.Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau yang terdapat pada
bagian tumbuhan daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga, buah buni dan
biji.Flavonoid bersifat polar karena mengandung sejumlah hidroksil yang tak tersulih
atau suatu gula (Markham, 1988).
Flavanoid juga merupakan senyawa yang umumnya terdapat pada tumbuhan
berpembuluh, terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid.Dalam
menganlisis flavonoid, yang diperiksa adalah aglikon dalam ekstrak tumbuhan yang
sudah terhidrolisis. Proses ekstraksi senyawa ini dilakukan dengan etanol mendidih
untuk menghindari oksidasi enzim (Harbone, 1987).

10
2.7.3 Tanin
Tannin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh.Secara kimia terdapat dua jenis
tannin yaitu tannin terkondensasi hampir terdapat semesta di dalam paku-pakuan dan
gymnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae terutama pada tumbuhan
berkayu.Tannin terhidrolisis, penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping
dua.Sebagian besar tumbuhan yang terdapat banyak tannin dihindari oleh hewan
pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat. Salah satu fungsi tannin dalam tumbuhan
ialah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan (Harbone, 1987).
2.7.4 Saponin
Saponin adalah glikosida triterpenoid dan sterol.Saponin merupakan senyawa aktif
permukaan dan bersifat sabun serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya dalam
membentuk busa dan menghemolisis darah (harbone, 1987), Selain itu saponin adalah
senyawa aktif permukaan kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada
konsentrasi rendah sering menyebabkan heomolisis sel darah merah (Robinson, 1995).
Sifatnya sebagai senyawa aktif permukaan disebabkan adanya kombinasi antara
aglikon lipofilik dengan gula yang bersifat hidrofilik (Houghton dan Raman, 1998).
Banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum
ialah asam glukuronat (Harborne, 1987). Pembentukan busa yang mantapsewaktu
mengekstraksi tumbuhan atau memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti
terpercaya akan adanaya saponin. Saponin jauh lebih polar daripada sapogenin karena
ikatan glikosidanya (Harborne, 1987).
2.7.5 Steroid
Terpenoida adalah senyawa yang kerangka karbonilnya berasal dari enam satuan
isoprene.Senyawa berstruktur siklik, kebanyakan berupa alcohol, aldehida, atau asam
karboksilat.Umumnya berupa senyawa tidak berwarna, berbentuk Kristal, bertitik leleh
tinggi dan optic aktif.Uji yang banyak digunakan adalah reaksi Liebermann-burchard
(anhidrat asetat-H2SO4pekat), Steroid merupakan senyawa triterpen yang terdapat dalam
bentuk glikosida (Harbone, 1987).

11
2.8 Penentuan Kadar Air Metode Gravimetri
Metode oven biasa merupakan salah satu metode pemanasan langsung dalam penetapan
kadar air suatu bahan pangan. Dalam metode ini bahan dipanaskan pada suhu tertentu
sehingga semua air menguap yang ditunjukkan oleh berat konstan bahan setelah periode
pemanasan tertentu. Kehilangan berat bahan yang terjadi menunjukkan jumlah air yang
terkandung. Metode ini terutama digunakan untuk bahan-bahan yang stabil terhadap
pemanasan yang agak tinggi, serta produk yang tidak atau rendah kandungan sukrosa dan
glukosanya seperti tepung-tepungan dan serealia (AOAC, 1984).
Metode ini dilakukan dengan cara pengeringan bahan pangan dalam oven. Berat sampel
yang dihitung setelah dikeluarkan dari oven harus didapatkan berat konstan, yaitu berat bahan
yang tidak akan berkurang atau tetap setelah dimasukkan dalam oven. Berat sampel setelah
konstan dapat diartikan bahwa air yang terdapat dalam sampel telah menguap dan yang
tersisa hanya padatan dan air yang benar-benar terikat kuat dalam sampel. Setelah itu dapat
dilakukan perhitungan untuk mengetahui persen kadar air dalam bahan (Crampton, 1959).
Secara teknik, metode oven langsung dibagi menjadi dua yaitu, metode oven temperatur
rendah dan metode oven temperatur tinggi. Metode oven temperatur rendah menggunakan
suhu (103 + 2)˚C dengan periode pengeringan selama 17 ± 1 jam. Periode pengeringan
dimulai pada saat oven menunjukkan temperatur yang diinginkan. Setelah pengeringan,
contoh bahan beserta cawannya disimpan dalam desikator selama 30-45 menit untuk
menyesuaikan suhu media yang digunakan dengan suhu lingkungan disekitarnya. Setelah itu
bahan ditimbang beserta wadahnya. Selama penimbangan, kelembaban dalam ruang
laboratorium harus kurang dari 70% (AOAC, 1970). Selanjutnya metode oven temperatur
tinggi. Cara kerja metode ini sama dengan metode temperatur rendah, hanya saja temperatur
yang digunakan pada suhu 130-133˚C dan waktu yang digunakan relatif lebih rendah
(Crampton, 1959).
Metode ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu ; a) Bahan lain disamping air juga ikut
menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri
dan lain-lain ; b) Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat
mudah menguap. Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami
oksidasi ; c) Bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun
sudah dipanaskan (Soedarmadji 2003).

12
BAB III
Hasil dan Pembahasan
3.1 Hasil Praktikum
3.1.1 Ekstraksi Maserasi
Dari praktikum ekstraksi dengan metode maserasi didapat rendemen sebesar :

3.1.2 Ekstraksi Perkolasi


Dari praktikum ekstraksi dengan metode perkolasi didapat rendemen sebesar :

3.1.3 Ekstraksi infusa


Dari praktikum ekstraksi dengan metode infusa didapat rendemen sebesar :

3.1.4 Ekstraksi Dekokta


Dari praktikum ekstraksi dengan metode dekokta didapat rendemen sebesar :

13
3.1.5 Ekstraksi Soxhletasi
Dari praktikum ekstraksi dengan metode soxhletasi didapat rendemen sebesar :

3.1.6 Ekstraksi Refluks


Dari praktikum ekstraksi dengan metode refluks didapat rendemen sebesar :

3.1.7 Destilasi

Pada praktikum kali ini hasil yang didapat dari proses destilasi simplisia kayu secang
dengan proses destilasi tidak didapatkan minyak yang menguap pada tabung penampung.
Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya simlplisia yang digunakan.

3.1.8 Penetapan Kadar Abu

3.1.9 Kromatografi Lapis Tipis


1. Maserasi

Rf =

=
= 0,81
2. Perkolasi

Rf =

=
= 0,83
3. Infusa

Rf =

14
= 0,82
4. Dekokta

Rf =

=
= 0,8
5. Refluks

Rf =

=
=0,82
6. Sokhletasi

Rf =

=
= 0,81
3.1.10 Kromatografi Kolom
3.1.11 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia dilakukan pada semua jenis ekstraksi dari Maserasi hingga
Refluks, setelah dilakukannya pengujian kemudian didapat hasil sebagai berikut :
Golongan Senyawa Jenis Ekstraksi Hasil

Maserasi (+)

Perkolasi (-)

Infusa (+)
Alkaloid
Dekokta (-)

Sokhletasi (+)

Refluks (+)

Flavoniod Maserasi (+)

Perkolasi (-)

Infusa (+)

15
Dekokta (+)

Sokhletasi (-)

Refluks (-)

Maserasi (-)

Perkolasi (-)

Infusa (-)
Saponin
Dekokta (-)

Sokhletasi (-)

Refluks (-)

Maserasi (+)

Perkolasi (+)

Infusa (-)
Tanin
Dekokta (-)

Sokhletasi (+)

Refluks (+)

Maserasi (-)

Perkolasi (-)

Infusa (-)
Steroid/ Triterpenoid
Dekokta (-)

Sokhletasi (-)

Refluks (-)

3.1.12 Penetapan Kadar Air (Metode Gravimetri)


Sebelum dilakukan penetapan kadar air ekstrak simplisia kayu secang terlebih
dahulu mencari bobot konstan dari cawan yang digunankan yaitu dengan cara dioven
selama 15 menit dan didapat hasil yaitu 51,980 – 51,897 – 51,897 – 52,457. Setelah itu
ditambahkan 1 gram ekstrak dan didapat berat cawan yaitu 52,897. Dan dihitung kadar
air pada ekstrak simplisia kayu secang yaitu :
% kadar air=( cawan+ ekstrak )−bobot cawan akhir ×100 %

16
% kadar air=( 52,897 – 52,457 ) ×100 %

¿ 0,4404 × 100 %

¿ 44.04 %

3.2 Pembahasan

3.2.1 Ekstraksi Metode Maserasi

Metode maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat akif
yang mudah larut dalam cairan penyari. Metode maserasi juga merupakan metode
dingin. Maserasi dilakukan dengan cara menimbang 100 gram simplisia yang telah
dihaluskan lalu di basahi dengan etanol 1000 ml di maserator setelah itu di aduk-aduk
dan dibiarkan selama 1 hari disimpan ditempat yang terlindung cahaya sambil di aduk-
aduk sesekali tiap harinya selama 3 hari. Simplisia yang digunakan pada praktikum ini
yaitu simplisia kayu secang atau Caessalpinia sappan L. Tujuan dari pengadukan dari

17
serbuk dengan cairan penyari dapat bercampur dengan merata, sehingga cairan penyari
dapat menarik senyawa kimia yang terkandung didalam simplisia tersebut. Setelah 3 hari
hasil ekstraksi dipekatkan di rotary evaporator lalu dipekatkan kembali diatas penangas
air. Hasil rendemen dari ekstraksi maserasi ini didapat sebanyak 18% dengan berat
ekstrak sebanyak kental 18 gram.

Keuntungan dari metode ekstraksi maserasi ini adalah cara pengerjaanya yang mudah
dan sederhana, sedangkan kerugiannya dalam penerjaannya yang lama dan penyariannya
kurang sempurna. Alasan digunakannya etanol sebagai cairan penyari karena etanol tidak
menyebabkan pembengkakan pada membran sel dan sangat efekif mengasilkan bahan
akif yang optimal, bahan simplisia yang ikuttersari dalam cairan penyari hanya sedikit
sehingga zat akif yangtersari lebih banyak.

3.2.2 Ekstraksi Metode Perkolasi

Pada ekstraksi metode perkolasi ini digunakan simplisia kayu secang atau
Caessalpinia sappan L. Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan
mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yangtelah dibasahi. Prinsip
perkolasi yaitu menempatkan serbuk simplisia dalam sutau bejana silinder, yang bagian
bawahnya diberi sekat berpori, kemudian cairan penyari dialirkan dari atas kebawah
melalui serbuk tersebut, yang akan melarutkan zat aktif.

Simplisia yang digunakan yaitu sebanyak 50 gram dengan cairan penyari 500 ml.
Cairan penyari yang digunakan adalah etanol 96%. Etanol digunakan sebagai cairan
penyari karena etanol bersifat polar yang dapat menarik zat aktif yang bersifat polar juga.
Etanol juga lebih selekif, kapang dan khamir sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas,
tidak beracun, netral, dapat bercampur dengan air dan tidak mengakibatkan
pembengkakan membran sel. Setelah didapat volume ekstrak sebanyak 700 ml lalu
diuapkan diatas penangas air hingga menjadi ekstrak kental. Ekstrak kental yang didapat
sebanyak 5 gram dengan rendemen 10%.

3.2.3 Ekstrasi Metode Infusa

Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya untuk menyari kandungan zat aktif
yang ada pada sediaan tanaman yang larut dalam air dan bahan-bahan nabati. Infus
adalah hasil dari proses ekstraksi dengan menggunakan metode infundasi dengan air
pada suhu 90oC selama 15 menit. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang

18
tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu,sari yang
diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam.

Simplisia yang digunakan yaitu Caessalpinia sappan L. atau kayu secang dengan
bobot 50 gram diekstraksi menggunakan metode infusa dan didapatkan volume ekstrak
nya yaitu 302 ml, menjadi 3 gram ekstrak kental dengan rendemen 6%. Rendemen
adalah perbandingan jumlah (kuantitas) ekstrak yang dihasilkan dari ekstraksi tanaman.
Rendemen menggunakan satuan persen (%). Semakin tinggi nilai rendemen yang
dihasilkan menandakan nilai ekstrak yang dihasilkan semakin banyak.

3.2.4 Ekstrasi Metode Dekokta

Dekokta istilah aslinya adalah dekoktum (bahasa Latin) : adalah sediaan cair yang
dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati dengan pelarut air (pelarut berair/polar)
pada suhu 90° C selama 30 menit, terhitung setelah panci bagian bawah mulai mendidih
(Farmakope Indonesia, 1995).
Simplisia yang digunakan yaitu Caessalpinia sappan L. atau kayu secang, dengan
bobot 50 gram dalam aquadest 500 ml diekstraksi dengan metode dekokta dan
didapatkan volume ekstrak 276 ml, menjadi 4 gram ekstrak kental dengan rendemen 8%.
Walaupun metode ektraksi infusa dan dekokta dapat dibedakan dari waktu
pengekstraksian nya saja, tetapi hasil rendemen dari metode dekokta lebih besar daripada
metode infusa yang hanya dengan waktu 15 menit saja.

3.2.5 Ekstrasi Metode Soxhletasi

Pada praktikum kali ini dilakukan ekstraksi pada kayu secang menggunakan metode
ekstraksi Soxhletasi. Prinsip kerja dari ekstraksi metode soxhletasi ini yaitu cairan
penyari dipanaskan sampai mendidih. Uap penyari akan naik melalui pipa samping,
kemudian diembunkan lagi oleh pendingin tegak. Cairan penyari turun untuk menyari zat
aktif dalam simplisia. Selanjutnya bila cairan penyari mencapai sifon, maka seluruh
cairan akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses sirkulasi. Demikian seterusnya
sampai zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersari seluruhnya yang ditandai jernihnya
cairan yang lewat pada tabung sifon.

19
Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan menghaluskan dan menimbang
simplisia kayu secang sebanyak 6 gr kemudian masukkan simplisia ke dalam kertas
saring yang telah di bentuk dan ikat atasnya menggunakan benang, masukkan sampe
pada alat soxhlet, set alat soxhlet, lalu masukkan pelarut (etanol 96%) kedalam labu
bundar sebanyak 400 ml labu ini dipasang dibagian bawah terhubung dengan alat
soxhlet, lalu simplisia kayu secang mulai diekstrak dan pelarutnya akan naik melalui
vapor uapnya akan menuju kondensor dan akan terjadinya penurunan tekanan uap
sehingga pelarut akan jatuh. Reaksi ini akan terjadi secara kontinu. Ekstraksi ini
seharusnya berlangsung 2-3 hari tetapi disini kita hanya melakukan hingga 5 kali siklus,
didapatkan volume ekstrak sebesar 376 ml dan hasil rendemen di dapatkan 0,16%,
setelah itu hasil ekstraksi di uap kan di atas penangas air atau rotary evaporator untuk
memperoleh ekstrak kental, didapatkan ekstrak kental sebesar 1 gram.

3.2.6 Ekstrasi Metode Refluks


Pada praktikum kali ini dilakukan ekstraksi pada kayu secang menggunakan metode
ekstraksi Refluks. Prinsip dari ekstraksi metode refluks ini yaitu pelarut yang digunakan
akan menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan kondensor dan turun
lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung.
Penarikkan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukan ke dalam
labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan
penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul molekul cairan yang akan
turun kembali menuju labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara
berkesinambungan sampai penyarian sempurna.
Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan menghaluskan dan menimbang
simplisia kayu secang sebanyak 22 gr kemudian masukkan batu didih dan simplisia ke
labu bundar, lalu basahi simplisia dengan pelarut (etanol), tambahkan 300ml etanol ke
labu alas bundar, selanjutnya pasang labu alas bundar ke alat refluks, nyalakan spirtus
dan tunggu sampai 30 menit, dan didapatkan volume ekstrak sebesar 262 ml dan hasil
rendemen di dapatkan %, setelah itu hasil ekstraksi di uap kan di atas penangas air atau
rotary evaporator untuk memperoleh ekstrak kental, didapatkan ekstrak kental sebesar
gram.

3.2.7 Destilasi

20
Pada praktikum kali ini melakukan destilasi minyak atsiri, dimana destilasi
merupakan proses pemisahan komponen-komponen antara dua atau lebih jenis zat yang
memiliki karakteristik berbeda dalam suatu campuran. Minyak atsiri dapat diambil dari
beberapa tanaman seperti yang digunakan kali ini yaitu simplisia daun sirih. Sebelum
didestilasi simplisia dilarutkan dengan pelarutnya, pelarut yang digunakan yaitu etanol.
Prinsip dari destilasi yaitu merupakan suatu proses pemisahan komponen-komponen
suatu campuran yang terdiri atas dua cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan
uap atau berdasarkan perbedaan titik didih komponen-komponen senyawa tersebut. Jenis
penyulingan yang digunakan yaitu hidrodestilasi. Hidrodestilasi adalah penyulingan
suatu campuran yang berwujud yang berwujud cairan yang tidak saling bercampur .

Langkah pertama yang dilakukan yaitu menimbang sampel sebanyak gram


kemudian dimasukan kedalam labu alas bundar dan ditambahkan etanol sampai tanda
batas kemudian didestilasi hingga mendapatkan minyak atsiri pada labu penampung.

Massa sampel yang sudah diketahui dan volume serta massa minyak atsiri yang
didapat, maka dapat ditentukan rendemennya dengan rumus :

Proses destilasi dilakukan selama ….. jam. Praktikum yang telah dilakukan tidak
menghasilkan destilat,hal ini dapat disebabkan karena simplisia yang digunakan terlalu
sedikit sedangkan seharusnya simplisia yang digunakan yaitu sebnyak…. gram dan
mungkin dapat disebabkan karena kurang lamanya proses destilasi yang dilakukan.

3.2.8 Penetapan Kadar Abu Total


Pada praktikum kali ini dilakukan penetapan kadar abu total simplisia kayu secang
Sappan lignum. Dimana abu adalah zat anorganik sisa pembakaran dari senyawa
organik. kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang
terdapat dalam suatu bahan. Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui seberapa
banyak kandungan mineral yang terdapat dalam ekstrak sampel. Langkah pertama yaitu
kurs porselen dioven selama 15 menit untuk menghilangkan kandungan air yang ada
pada kurs porselen. Kemudian dieksikator selama 5 menit untuk menstabilkan
kelembaban (RH). Kurs porselen ditimbang sebagai a gram dan ditambahkan 1 gram
ekstrak, ekstrak yang digunakan yaitu ekstrak yang di ekstraksi dengan metode maserasi.
Pada praktikum ini tidak menggunakan tanur untuk proses pengabuan, tetapi
menggunakan pembakaran secara langsung selama 1 jam.

21
Dari Hasil praktikum didapat kadar abu dari ekstrk simplisia kayu secang yaitu
yaitu.... hasil yang didapat sesuai/tidak sesuai dengan persyaratan kadar abu. Dimana
persyaratan kadar abu yaitu tidak lebih dari 6%.

3.2.9 Kromatografi LapisTipis


Pada praktikum kali ini dilakukan identifikasi golongan senyawa kimia dengan
menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis, tanaman yang digunakan pada
praktikum ini yaitu Sappan lignum (Kayu secang).
Pada praktikum ini, digunakan suatu plat tipis (aluminium) yang berfungsinya
sebagai tempat berjalannya adsorbens sehingga proses migrasi analit oleh solventnya
bisa berjalan. Fase gerak yang digunakan yaitu BAA (1:1:5).

Langkah pertaman pada uji KLT ini yaitu disiapkan nya plat tipis terlebuh dahulu
dengan ukuran tertentu lalu diberi tanda batas bawah dan tanda batas atas dengan pensil
bukan menggunakan tinta karena pewarna dari tinta akan bergerak atau ikut terelusi.
Tujuan diberi tanda Batas bawah adalah untuk mencegah agar sampel tidak sampai
tercelup dan larut dalam eluen. Batas atas digunakan untuk mengakhiri proses elusi yang
ditandai bahwa migrasi eluen sampai tanda batas. Hal ini dapat mempengaruhi proses
pengelusian lalu di oven, tujuan dari pengoven an ini adalah agar pada saat proses elusi
plat tipis ini dapat menyerap dan berikatan dengan sampel. Plat tipis ini dioven selama
15 menit dalam suhu 105oC. Setelah plat selesai di oven kemudian ekstrak dilarutkan
sedikit dengan tujuan agar pemisahan terjadi secara mudah lalu ditotolkan ke dalam plat
tipis menggunakan pipa kapiler. Fase gerak yang telah dibuat (BAA) dimasukan ke
dalam chamber lalu dijenuhkan terlebih dahulu, tujuan penjenuhan ini adalah untuk
memperoleh homogenitas atmosferik dalam chamber. Setelah chamber jenuh maka plat
KLT dimasukkan ke dalam chamber dan tunggu hingga pelarut membasahi plat. Setelah
selesainya proses KLT plat tersebut di oven kembali, lalu di amati di bawah lampu UV
untuk melihat flourosensi yang terbentuk.

Dari hasil perhitungan harga Rf dengan rumus :

Maka didapat harga Rf dari setiap metode ekstraksi sampel Sappan lignum yaitu
maserasi 0,81; perkolasi 0,83; infusa 0,82; dekokta 0,8; sokhletasi 0,81; refluks 0,82.

3.2.10 Kromatografi Kolom

22
Pada praktikum kali ini dilakukan uji kromatografi kolom untuk mengetahui ......,
ekstrak yang digunakan yaitu ekstrak sappan lignu (kayu secang) sebanyak gram. Fase
diam yang digunakan yaitu silika gel dan fase gerak yang digunakan yaitu campuran
antara metanol dan etanol dengan perbandinga 7:3.
Langkah pertama yang dilakukan yaitu membuat campuran pelarut antara metanol
dan aquadest dengan perbandingan 7:3, lalu dibuat bubur silika gel sebagai fasa diam
dengan melarutkan silika gel dalam campur pelarut yang telah dibuat tersebut, pada
bagian bawah alat kromatografi kolom diletakan kapas dengan tujuan untuk menahan
silika gel agar tidak keluar dari kolom, setelah itu ditambahkan sedikit campuran pelarut
untuk memadatkan kapas sehingga tidak ada lagi udara yang terkandung di dalamnya,
karena jika terdapat rongga udara maka akan menghambat pengelusian. Lalu dimasukkan
bubur silika yang telah dibuat ke dalam kolom. Fungsi silika gel ini adalah sebagai
adsorban atau fasa diam. Silika gel digunakan karena memiliki tekstur dan struktur yang
tampak dan teratur. Silika gel dapat memadat dengan ikatan yang kuat dan rapat
sehingga dapat mengoptimalkan proses pemisahan cuplikan. Setelah fasa diam tebentuk
ekstrak yang sudah diencerkan dimasukan kedalam alat tersebut. Pelarut yang
ditambahkan akan turun perlahan kebagian penyerap dan membentuk pita-pita warna
sesuai dengan jenis zat warna yang terkandung sampel. Pelarut yang digunakan adalah
campuran antara metanol dan etanol (polar) maka fraksi yang akan turun adalah senyawa
polar, sedangkan senyawa non polar tidak turun karena tidak larut dengan campuran
pelarut etanol dan metanol.

Uji kromatografi kolom membutuhkan waktu yang lama untuk memisahkan satu
campuran, ciri dari selesainya pengujian ini yaitu tetesan yang keluar dari alat sudah
tidak berwarna lagi. Percobaan yang dilakukan tidak berjalan sampai selesai dikarenakan
terbatasnya waktu untuk melakukan uji kromatografi kolom ini. Warna yang dihasilakan
dari uji kromatografi kolom ini yaitu ......................

3.1.11 Skrining fitokimia


Dari Tabel hasil pengamatan yang tertera dapat disimpulkan bahwa pada Kayu
Secang (Sappan lignum L) memiliki kandungan Alkaloid, Flavonoid, dan Tanin. Serta
tidak memiliki kandungan Saponin dan Steroid/Triterpenoid. Hal ini tidak selaras dengan
penelitian pada Setiawan, F., Yunita, O., & Kurniawan, A. (2018) yang mana
menghasilkan bahwa Kayu Secang memiliki kandungan glikosida flavonoid, flavonoid
bebas, alkaloid, dan polifenol. Tidak memiliki kandungan Tanin.

23
3.1.12 Penetapan Kadar Abu Total (Metode Gravimetri)
Pada praktikum ini yaitu melakukan penetapan kadar abu dengan metode gravimetri,
ekstrak yang digunakan yaitu ekstrak yang didapatkan dari metode ektraksi maserasi
sebnyak 1 gram.
Prinsip metode penetapan kadar air dengan oven atau Thermogravimetri yaitu
menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Penimbangan bahan
dengan berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan dan cara ini relatif mudah
dan murah. Langkah pertama yang dilakukan yaitu dengan menghilangkan kadar air pada
cawan penguap dengan cara dioven sampai mendapat berat cawan yang konstan, dan
didapat hasil berat cawan akhir setelah dioven yaitu 52,457, setelah itu cawan
ditambahkan ekstrak simplisia kayu secang sebanyak 1 gram kemudian ditimbang dan
didapat hasil yaitu sebesar 52,897. setelah itu dihitung kadar air simplisia dan didapat
kadar air ekstrak simplisia kayu secang yaitu 44,04%.

24
DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical


Chemistry. 14th Ed. Virginia : AOC, Inc
Crampton, EW. 1959. Fundamental of Nutrition. USA: Freeman and Company
Dirjen POM. 1986. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
Ditjen POM. (1995). Materia Medika Indonesia, Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 
Fharida, Erli. 2016. Ekstraksi Minyak Atsiri Menggunakan Ekstraktor Sokhlet. Tersedia di
https://www.academia.edu/30238261/LAPORAN_PRATIKUM_EKSTRAKSI_SOHXLE
T.docx. (diakses pada tanggal 3 Juni 2019).
Gandjar, Ibnu Gholib. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

25
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia .Press.
Markham, 1988, Cara Identifikasi Flavonoid, Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, hal
1-20, Penerbit ITB, Bandung.
Melinda, Ayu. 2014. Ekstraksi Sampel. Tersedia di
https://www.academia.edu/34900807/Laporan_Praktikum_Fitokimia_Ekstraksi. (diakses
pada tanggal 3 Juni 2019).
Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerbit ITB. Bandung.
Rahmat. 2019. Secang. Tersedia di https://id.m.wikipedia.org/wiki/Secang. (diaksespada
tanggal 3 Juni 2019)
Robinson, T. 1995. Kandungan Senyawa Organik Tumbuhan Tinggi. Diterjemahkan oleh
Prof. Dr. Kosasih Padmawinata. Penerbit: ITB. Bandung.
Sari, R., Suhartati. 2016. SECANG (Caessalpinia sappan L) : TUMBUHAN HERBAL KAYA
ANTIOKSIDAN. Info Teknis EBONI. 13(1). 57-60.
Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri.Yogyakarta : Gadjah Mada University
Savthree, Mytha. 2012. Ekstraksi menggunakan metoda Infudasi. Tersedia di
https://id.scribd.com/doc/84240887/Ekstraksi-Menggunakan-Metode-Infundasi. (diakses
pada tanggal 6 Juni 2019).
Syam, Sunarti. 2013. Ekstraksi Sampel. Tersedia di
https://www.academia.edu/23964324/LAPORAN_FITOKIMIA_EKSTRAKSI. (diakses
pada tanggal 3 Juni 2019)
Umniatie, Mala Khansa. 2011. Cara mengekstraksi tanaman dengan metode dekokta.
Tersedia di https://id.scribd.com/doc/58536011/Cara-Mengekstraksi-Tanaman-Dengan-
Metode-Dekokta. (diakses pada tanggal 6 Juni 2019).

26

Anda mungkin juga menyukai