Anda di halaman 1dari 33

KAIDAH ETIK PADA STUDI HEWAN COBA DALAM PENELITIAN

KEDOKTERAN

DISUSUN OLEH :

NIM

MODUL :

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hanya dengan rahmat dan
karunia-Nya makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Ucapan terimakasih saya kepada seluruh pihak yang telah mendukung
terselesaikannya makalah ini, khususnya kepada dosen pembimbing
modul ………...
Tujuan pembuatan makalah ini adalah tak lain untuk memenuhi
tugas mata kuliah modul ……... Makalah ini membahas tentang “Peran
Model Hewan Coba Dalam Penelitian Kedokteran”.
Dengan adanya makalah ini tentunya diharapkan dapat
mempermudah kami dalam mengetahui, memahami lebih jauh mengenai
etika pemanfaatan hewan percobaan dalam penelitian kesehatan.
Demikian makalah ini dibuat, semoga dapat memberikan manfaat
yang seluas-luasnya untuk media pembelajaran. Makalah ini juga
tentunya masih sangat jauh dari kata sempurna. Mohon maaf atas segala
kekurangan. Segala saran tentunya akan sangat saya harapkan demi
sempurnanya makalah ini.

Jakarta, Juli 2020


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penelitian merupakan kegiatan yang dilakukan berdasarkan kaidah


dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data,
dan keterangan dari subjek terkait, dengan pemahaman teori dan
pembuktian asumsi dan atau hipotesis. Hasil yang didapat merupakan
kesimpulan yang dapat diaplikasikan atau menjadi tambahan
pengetahuan bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Walaupun demikian,
kegiatan penelitian harus tetap menghormati hak dan martabat subjek
penelitian.(1)

Mayoritas hewan penelitian yang digunakan terfokus pada pengobatan


dan pencegahan penyakit, serta pengobatan cedera. Hewan ini juga
memberikan sumbangsih yang cukup banyak dalam penelitian medis
dasar bagi manusia dan hewan, penangkaran dan diagnosis. Hewan
yang dipilih biasanya harus memiliki taksonomi, fisiologi, anatomi ataupun
system kekebalan yang mirip dengan manusia, sehingga dapat bereaksi
terhadap penyakit atau pengobatannya dengan cara yang menyerupai
fisiologi pada manusia.(1) Hewan coba digunakan di dalam setiap tahap uji
vaksin, baik pada tahap pengembangan, pembuatan dan kontrol kualitas.
Pada tahap pengembangan, hewan digunakan untuk menyeleksi ajuvan,
uji imunogenitas dan keamanan, uji metode aplikasi dan dosis formula
vaksin.Pada tahap pembuatan, hewan hanya digunakan untuk menyeleksi
vaksin viral. Pada tahap kontrol kualitas, hewan digunakan untuk uji
nomor batch yang merupakan tahap terpenting untuk uji toksisitas dan
potensi. Pemakaian hewan coba pertama kali dilakukan oleh Robert Koch
yang menggunakan hewan coba berupa tikus. Terdapat berbagai hewan
coba yang sering digunakan di dalam percobaan, diantaranya tikus,
mencit, marmut, kelinci,anjing, kera dan babi.(2)
Penelitian kesehatan dapat dilakukan secara in vitro, memakai model
lingkungan yang telah disimulasi. Sedangkan penelitian lanjutan dengan
menggunakan bahan hidup (in vivo) seperti galur sel dan biakan jaringan.
Walaupun demikian, untuk mengamati, mempelajari, dan menyimpulkan
seluruh kejadian pada makhluk hidup secara utuh diperlukan hewan
percobaan karena hewan percobaan mempunyai nilai pada setiap bagian
tubuh dan terdapat interaksi antara bagian tubuh tersebut. (1)

Tulisan ini menguraikan kaidah umum yang dianut dalam pemanfaatan


hewan percobaan dalam penelitian yang berkaitan dengan kesehatan.
Tujuan penelitian adalah memicu terciptanya penemuan yang dapat
dipertanggungjawabkan baik secara ilmiah maupun etis, termasuk
aplikasinya. Oleh karena itu dibutuhkan pemahaman yang benar
mengenai segala faktor yang mempengaruhi proses penelitian termasuk
bagian penanganan dan perawatan hewan percobaan. (1,2,3)

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui karakteristik hewan percobaan mencit, tikus,
marmut, dan kelinci
b. Untuk mengetahui cara penanganan dan perawatan hewan
percobaan
c. Untuk mengetahui sifat fisiologis dan anatomi hewan percobaan
d. Untuk mengetahui teknik pemberian obat pada hewan percobaan

1.4 Manfaat
a. Bagi Ilmu Pengetahuan
Menambah pengetahuan dan refrensi mengenai penggunaan
hewan coba dalam penelitian
b. Bagi Lulusan Dokter
Memberikan gambaran mengenai penelitian, terutama dalam
proses penelitian hewan coba sebagai subjek penelitian
c. Bagi Institusi Pendidikan
Menjadi salah satu tambahan acuan dalam kaidah ilmiah dan etis
penelitian menggunakan hewan coba.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kaidah Etis Hewan Percobaan


Dalam rangka menciptakan sebuah perlakuan yang ideal pada
hewan coba khususnya mencit maka seorang peneliti perlu
memperhatikan etika pembedahan sesuai dengan pedoman etik penelitian
kesehatan. Pedoman etik penelitian kesehatan khusus penggunaan
hewan percobaan tertuang dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan pasal 44 ayat 4 yang berbunyi : “Penelitian terhadap hewan
harus dijamin untuk melindungi kelestarian hewan tersebut serta
mencegah dampak buruk yang tidak langsung bagi kesehatan manusia.” (3)
Dalam pelaksanan penelitian, peneliti harus menyesuaikan dengan
standar etika yang berlaku baik untuk penelitian sosial maupun penelitian
yang melibatkan hewan coba sebagai obyeknya. Etika penelitian
kesehatan secara umum tercantum dalam World Medical Association,
yaitu:(3)
a. Respect (menghormati hak dan martabat makhluk hidup,
kebebasan memilih dan berkeinginan, serta bertanggung
jawab terhadap dirinya, termasuk di dalamnya hewan coba
khususnya mencit) Sebagaimana perlakuan kita kepada
manusia, mencit sebagai obyek penelitian juga harus
diperlakukan dengan penuh kasih sayang. Pertimbangan
sosial dan peri kemanusiaan harus diterapkan juga pada
mencit untuk menghormati hak dan martabatnya sebagai
makhluk ciptaan Alloh yang sama juga dengan manusia. (3)
b. Beneficiary (bermanfaat bagi manusia dan makhluk lain,
manfaat yang didapatkan harus lebih besar dibandingkan
dengan risiko yang diterima). Sebelum memutuskan
menggunakan mencit sebagai hewan coba sebuah penelitian,
pemakai haruslah benar-benar memastikan bahwa penelitian
yang dilakukan tersebut akan menghasilkan sebuah luaran
yang bermanfaat besar bagi kehidupan manusia.
Pertimbangan lainnya, dampak/ bahya/ akibat yang tidak
diinginkan dari sebuah penelitian menggunakan mencit harus
diminimalisir dan lebih sedikit dibandingkan hasil yang akan di
capai ketika penelitian berhasil. (3)
c. Justice (bersikap adil dalam memanfaatkan hewan
percobaan). Sebagaimana manusia, menjadikan mencit
sebagai obyek penelitian juga harus menerapkan prinsip
keadilan. Keseimbangan perlakuan harus dipertimbangkan
sesuai dengan kebutuhan penelitian. Kualitas alat, bahan dan
instrumen sebaiknya dipastikan kembali untuk menghindari
rasa yang tidak nyaman bagi mencit akibat pemilihan alat,
bahan dan instrumen yang mempunyai harga lebih murah. (3)

Ilmuwan penelitian kesehatan yang menggunakan model hewan


menyepakati bahwa hewan coba yang menderita dan mati untuk
kepentingan manusia perlu dijamin kesejahteraannya dan diperlakukan
secara manusiawi. (Komisi Etika Penelitian RI, 2006). Sebuah penelitian
kesehatan dengan menggunakan hewan coba termasuk mencit
didalamnya, juga harus diterapkan prinsip 3 R dalam prosedur penelitian,
yaitu :(3)

a. Replacement yaitu keputusan untuk memanfaatkan hewan


coba khususnya mencit sudah dipertimbangkan secara
seksama sebagaimana pengalaman terdahulu atau referensi
terkait. Penggunaan jenis hewan coba yang ada dilakukan
ketika sudah ada kepastian bahwa penelitian tidak bisa
menggunakan makhluk hidup lain misalnya sel maupun
biakan jaringan. (3)
b. Reduction diartikan juga sebagai prinsip efektif dan efisien,
yaitu memanfaatkan mencit sedikit mungkin untuk
mendapatkan hasil penelitian seoptimal mungkin. (3)
c. Refinement adalah menjunjung tinggi kesejahteraan mencit
dengan memanusiawikan mencit selama proses penelitian.
Perlakuan yang harus dilakukan diantaranya menghormati
hak mencit sebagai hewan coba, memelihara mencit dengan
baik, tidak menyakiti mencit, serta meminimalisasi perlakuan
yang menyakitkan sehingga menjamin kesejahteraan mencit
sampai akhir penelitian.(3)

2.2 Pedoman ARRIVE

Riset menunjukkan bahwa studi yang melibatkan hewan coba


sering tidak dilaporkan dengan lengkap dan jelas. Pelaporan secara
lengkap dan jelas diperlukan agar pene- litian bersifat reproducible, yaitu
memberikan hasil yang sama apabila diulangi lain waktu, bahkan oleh
peneliti lain. Kegagalan dalam mendeskripsikan metode dan pelaporan
hasil dengan tepat memiliki implikasi ilmiah, etik, dan ekonomi untuk
keseluruhan proses studi, serta reputasi semua pihak yang terlibat di
dalamnya. (6)

Pada tahun 2010, pedoman ARRIVE (Animals in Research:


Reporting In Vivo Experiments) dirilis oleh tim National Centre for the
Replacement, Refinement and Reduction of Animals in Research (NC3Rs)
di Inggris. Mereka menyediakan daftar periksa (checklist) mendetail atas
elemen yang harus ada dalam setiap pelaporan studi yang melibatkan
hewan coba, seperti informasi strain dan jenis kelamin hewan coba,
kalkulasi statistik, dan pemaparan adverse event. (6)

Survei yang dilakukan oleh NC3Rs menunjukkan bahwa hanya


59% dari 271 studi yang dipilih secara acak yang menyebutkan hipotesis
atau tujuan studi, dan jumlah serta karakteristik hewan coba yang
digunakan (spesies/strain, jenis kelamin, dan umur/berat badan). Banyak
dari studi yangdisurvei tidak melaporkan randomisasi (87%) atau blinding
(86%) untuk mengurangi bias pada pemilihan hewan dan pemeriksaan
hasil.Hanya 70% publikasi yang mendeskripksikan metode statistik dan
mempresentasikan hasilnya dengan presisi dan variability. Temuan ini
menjadi perhatian dan konsisten dengan ulasan dari banyak wilayah
penelitian, termasuk studi klinis, yang diterbitkan dalam beberapa tahun
terakhir.(6)

2.3 Karakteristik Hewan Percobaan(4,5,6)

a. Mencit(4,5,6)
Kingdom : Animalia
Fillium : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Upafamili : Murinae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
Masa pubertas : 4 – 5 hari (poliestrus)
Masa beranak : 7 – 18 bulan
Masa hamil : 19 – 21 hari
Jumlah sekali lahir : 10 – 12 ekor
Masa hidup : 1,5 – 3,0 tahun
Masa tumbuh : 50 hari
Masa menyusui : 21 hari
Frekuensi kelahiran : 6 – 10 kali kelahiran
Suhu tubuh : 36,5 -38,0 0 C
Laju respirasi : 163 x / mn
Tekanan darah : 113-147/81-106 mm Hg
Volume darah : 76 – 80 mg/kg
Luas permukaan tubuh : 20 g : 36 cm
b. Tikus(4,5,6)
Kingdom : Animalia
Filu : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Superfamili : Muroidea
Famili : Muridae
Lama hidup : 2-3 tahun, dapat sampai 4 tahun.
Lama Bunting : 20-22 hari.
Kawin sesudah beranak : 1 sampai 24 jam.
Umur disapih : 21 hari.
Umur dewasa : 40-60 hari.
Umur dikawinkan : 10 minggu (jantan dan betina).
Siklus kelamin : Poliestrus.
Siklus estrus (birahi) : 4-5 hari.
Lama estrus : 9-20 jam.
Perkawinan : Pada waktu estrus.
Ovulasi : 8-11 jam sesudah timbul estrus.
Jumlah anak : Rata-rata 9-20.
Puting susu : 12 puting, 3 pasang didaerah dada dan
3 pasang di daerah perut.
Susu : Air 73 %, lemak 14-16 %, protein 9-10
%,Gula 2-3 %.
Perkawinan kelompok : 3 betina dengan 1 jantan.
c. Kelinci(4,5,6)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Lagomorpha
Famili : Leporidae
Genus : Orycrolagus
Species : Oryctolagus cuniculus
Masa hidup : 5 - 10 tahun
Masa produksi : 1 - 3 tahun
Masa bunting  : 28-35 hari (rata-rata 29 - 31 hari)
Masa penyapihan   : 6-8 minggu
Umur dewasa : 4-10 bulan
Umur dikawinkan : 6-12 bulan
Siklus kelamin : Poliestrus dalam setahun bisa 5 kali
bunting
Siklus berahi : Sekitar 2 minggu
Periode estrus   : 11 - 15 hari
Ovulasi : Terjadi pada hari kawin (9 - 13 jam
kemudian)
Fertilitas : 1 - 2 jam sesudah kawin
Jumlah kelahiran : 4- 10 ekor (rata-rata 6 - 8)
Volume darah : 40 ml/kg berat badan
Bobot dewasa : Sangat bervariasi, tergantung pada
ras, jenis kelamin, dan faktor
pemeliharaan
d. Marmut(4,5,6)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Famili : Sciuridae
Upafamili : Xerinae
Bangsa : Marmotini
Genus : Marmota
Lama Hidup : 8 tahun atau lebih
Lama Produksi Ekonomis : 1-2 tahun
Lama Hamil : 55-75 hari, rata-rata 68 hari
kimpoi sesudah beranak : 6-20 Jam
Umur Disapih : 14-21 hari
Umur dewasa : 55-70 hari
Masa kimpoi : Setelah berat mencapai 400 g(jantan
dan betina)
Siklus Kelamin : Poliestrus
Siklus Etrus(Birahi) : 16-19 hari
Periode Etrus : 6-11 jam
Perkimpoian : Pada waktu estrus
Ovulasi : rata-rata 10 jam sesudah timbul estrus,
spontan
Fertilisasi : 1-15 jam sesudah kimpoi
Berat dewasa :600-1000 gram(Jantan); 600-800
gram(Betina)
Berat Lahir : 75-100 gram(tergantung jumlah anak)
Jumlah anak : rata-rata 4 maksimal 8
Perkimpoian Kelompok : 20 Ekor betina dengan satu ekor jantan
Aktivitas : Krespuskular (Senja dan Subuh)
Kecepatan Tumbuh : 6,4-6,6 gram per hari

2.4 Penanganan dan Perawatan Hewan Percobaan (4,5,6)


A. Cara Memegang Hewan Percobaan Sehingga Siap
untuk Diberi Sediaan Uji Mencit
Ujung ekor mencit diangkat dengan tangan kanan,
diletakkan pada suatu tempat yang permukaannya tidak licin
(misal ram kawat pada penutup kandang), sehingga ketika
ditarik, mencit akan mencengkram. Kulit tengkuk dijepit dengan
telunjuk dan ibu jari tangan kiri, ekornya tetap dipegang dengan
tangan kanan. Posisi tubuh mencit dibalikkan, sehingga
permukaan perut menghadap kita dan ekor dijepitkan antara
jari manis dan kelingking tangan kiri. (4,5,6)

Tikus

Tikus dapat diperlakukan sama seperti mencit, tetapi


bagian ekor yang dipegang pada bagian pangkal ekor dan
pegangannya pada bagian tengkuk bukan dengan memegang
kulitnya.Cara memegang tikus sebagai berikut:

- Tikus diangkat dengan memegang ekornya dari


belakang kemudian diletakkan di atas
permukaan kasar.
- Tangan kiri perlahan-lahan diluncurkan dari
belakang tubuhnya menuju kepala.
- Ibu jari dan telunjuk diselipkan ke depan dan
kaki kanan depan dijepit di antara kedua jari.
(4,5,6)

Kelinci
Kelinci harus diperlakukan dengan halus, tetapi
sigap, karena kadang-kadang memberontak. Kelinci
diperlakukan dengan cara memegang kulit lehernya dengan
tangan kiri, kemudian pantatnya diangkat dengan tangan kanan
dan didekapkan ke dekat tubuh. (4,5,6)

Marmot
Cara memegang marmut, adalah dengan memegang
di sekitar dada dari atas dengan ibu jari dan jari telunjuk kanan
di belakang kaki depan. Sisi lain tangan harus ditempatkan di
bawah bagian belakang untuk mendukung badan marmut.
Kesalahan dalam cara memegang marmut dan kealpaan dalam
menahan tubuh bagian bawah dapat mengakibatkan cedera
pada marmut serta luka-luka pada operator karena garukan
kuku marmut. (4,5,6)

B. Perawatan hewan percobaan(5,6,7)


Pemeliharaan kesehatan hewan coba merupakan
kombinasi antara usaha pencegahan penyakit dan pengobatan
hewan yang sakit. Tindakan pencegahan merupakan suatu
rangkaian tindakan yang saling mempengaruhi, terdiri dari :
(1)cara pemeliharaan,faktor-faktor yang penting dalam
pemeliharaan, yaitu :
1) Kandang
Bangunan kandang harus baik sehingga
memberikan kenyamanan bagi hewan coba. Tidak mempunyai
permukaan yang kasar dan tajam sehingga dapat melukai
hewan, mudah dibersihkan, mudah diperbaiki, tidak mudah
dirusak oleh hewan yang dikandang atau oleh hewan
pemangsa dari luar, cukup luas agar hewan dapat bergerak
leluasa untuk mencari makanan dan berbiak. Bangunan
kandang harus cukup terang, mendapat air bersih, mudah
dibersihkan, kering, dilengkapi dengan sistem pembuangan air
limbah dan cukup ventilasi. (4,5,6)
Hewan dalam kandang akan merasa nyaman bila
kandang kering, bersih, tidak ribut, temperatur antara 18-19o C
(rata-rata 20-22 oC), kelembaban relatif antara 30-70%,sinar
antara 800-1300 lumen/m2, pertukaran udara minimum 10 kali/
jam. Alas kandang harus diganti 1-3 kali dalam seminggu untuk
menjamin kandang selalu kering dan bebas dari gas amonia
yang merangsang selaput lendir sehingga hewan tidak mudah
terserang penyakit saluran pernafasan. Peningkatan kadar
amonia dalam kandang dapat dicegah dengan ventilasi yang
baik, selalu bersih dan hindari penimbungan faeces serta urin
dalam kandang. (4,5,6)
2) Makanan
Hewan percobaan membutuhkan makanan yang
bergizi dalam jumlah yang cukup, segar, bersih. Minuman
harus selalu bersih dan disediakan dalam jumlah yang tidak
terbatas. Makanan harus disimpan dalam wadah yang bersih
dan kering untuk mencegah pencemaran oleh cendawan dan
kutu makanan. Hewan percobaan harus diberi makanan yang
berkualitas baik untuk menjamin tingkat pertumbuhan dan
pembiakan yang normal. (4,5,6)
Ketidakseimbangan gizi dalam makanan dapat
menimbulkan macam-macam gangguan misalnya, rfambut
rontok, kematian anank prenatal, peka terhadap penyakit,
prtumbuhan lambat, berkurangnya produksi air susu, infertil,
anemia, mkelainan bentuk tulang, kelainan jaringan saraf,
kesulitan bergerak dan lainnya. (4,5,6)
3) Pemberian tanda
Hewan coba harus diberi tanda secara baik dan
jelas. Terdapat berbagai cara identifikasi, misalnya pemberian
kartu pada kotak kandang, identifikasi berdasarkan warna bulu,
pembuatan lubang dan guntingan pada daun telinga (pada
tikus, hamster). Cincin pada jari kaki, lempengan logam
bernomor yang dikaitkan pada telinga (hamster, marmoot,
kelinci), pemberian zat warna pada bagian kulit yang putih,
pemberian tatoo dan lainnya. (4,5,6)
4) Pencegahan penyakit
Sejumlah faktor organik dan lingkungan dapat
meningkatkan resiko kontak dengan agen penyakit dan
menurunkan daya tahan tubuh hewan coba. Faktor-faktor
tersebut perlu diperhitungkan dalam usaha pencegahan
penyakit. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepekaan hewan
coba terhadap penyakit antara lain : faktor lingkungan, faktor
genetik,faktor metabolisme, faktor perlakuan dalam percobaan,
faktor makanan. (4,5,6)
5) Sanitasi lingkungan
Sanitasi merupakan kunci keberhasilan dalam
pemeliharaan hewan coba. Sanitasi berhubungan dengan
pembuangan kotoran dari kandang, perawatan kebersihan
kandang. Hewan coba yang biasa digunakan pada skala
laboratoium adalah kelinci, mencit, hamster, marmut dan tikus.
(4,5,6)

6) Menggunakan kembali hewan yang telah


dipergunakan
Menghemat biaya, bila mungkin diperbolehkan
menggunakan hewan percobaan lebih dari sekali. Walaupun
demikian, jika hewan tersebut telah digunakan dalam satu
periode dan obat yang digunakan pada percobaan sebelumnya
masih berada dalam tubuh hewan kemungkinan hasil
percobaan berikutnya akan memberikan data yang tidak benar.
Contohnya pemberian barbiturate yang menyebabkan induksi
enzim. Maka dari itu hewan percobaan yang akan digunakan
pada percobaan berikutnya sebaiknya berselang waktu minimal
14 hari. (4,5,6)

C. Sifat Fisiologis dan Anatomi


1) Kelinci(4,5,6)
Kelinci (Oryctolagus cuniculus) yang dipelihara di
indonesia sebagaian besar adalah keturunan kelinci yang
berasal dari belanda dan termasuk jenis ukurannya yaitu hidup
kurang dari 2 kg berat hidup. (4,5,6)
Kelinci memiliki membran nikitin atau kelompok
ketiga yang berkembang baik. Selama tidur atau anaesthesia
membran tersebut menutup kornea. Bidang pandangnya
sangat luas mencapai 190o untuk setiap bola mata dan karena
pupilnya dapat berdilatasi maksimal, kepekaannya terhadap
cahaya ± delapan kali kemampuan manusia. Telinga kelinci
memiliki banyak pembuluh darah dan berfungsi untuk mengatur
panas tubuh serta pengumpul bunyi. Karna bagian telinga
mudah luka maka tidak diperkenankan untuk mengikat dibagian
telinga. (4,5,6)
Ruangan thoraxnya relatif lebih kecil dibanding ruang
abdomennya. Panjang usus termasuk caecum dan perut
kelenjar ± 10 kali panjang badan. Organ limfoid utama pada
usus terdiri dari limfoid apendiks dan sacculus rotundus
(ileocaecl tonsil). Kerangka tulangnya sangat mudah patah dan
hanya merupakan 8 % dari berat keseluruhan kelinci. (4,5,6)

Jantung kelinci relatif kecil dan berbeda dengan


mamalia lainnya dalam hal katup antriovetricular yang kanan.
Pada kelinci katup tersebut berbentuk biscupid (dua ujung
lancip) sedangkan mamalia yang lain tricupid (tiga ujung
lancip). (4,5,6)

Kelinci memiliki vena yang berbanding tipis dan


sangat mudah sobek. Testesnya baru turun pada umur 12
minggu. Terdapat 8 – 10 kelenjar mammae yang terletak pada
garis yang memanjang dari leher sampai daerah inguinal. Air
susunya kaya lemak da protein. Gigi pada kelinci tumbuh terus
menerus sehingga pertumbuhan yang berlebih sering terjadi
pada gigi seri yang dapat tumbuh 10-12 cm setahun. Dengan
komposisi ggi kelinci terdiri dari 2/1 gigi seri, 0/0 gigitaring, 3/2
premolar dan3/3 molar (gigi geraham). (4,5,6)
Sel darah neotrofil kelinci (terutama pada kasus
peradangan bernanah) mirip eosinofil karena mengandung
banyak granul eosinofil dalam sitoplasma. Neotrofil tersbut
dikenal juga dengan nama psedoeosinofil, heterofil atau amfofil.
Neotrofil dan limfosit terdapat dalam jumlah yang hampir sama
banyak yaitu 30-70% dari total sel darah putih. Sel basofil pada
kelinci relaatif lebih banyak, yaitu 2-7% dibanding hewan
mamalia lainnya. (4,5,6)

Sifat-sifat, Kelinci pada umunya tidak berbahaya bila


didekati dan dipegang dengan lembut. Akan tetapi kadang-
kadang pejantan dewasa dan betina yang baru melahirkan
dapat menggigit atau mencakar dengan kai belakangnya,
terutama bila diperlakukan dengan kasar atau pengekangan
(restrain) tidak sempurna. Kelinci yan dewasa kelamin
(berumul lebih dari 3 bulan) sering saling berkalahi, oleh karena
itu hewan-hewan tersebut harus dikandang sendiri-sendiri (satu
ekor dalam satu kandang). Pejantan dan betina hanya
dicampurkan pada saat akan kawin, hal ini untukmencegah
timbulnya gejala bunting (Pseudo pregnancy), infertilitas sdan
terjadinya luka karena berkelahi. (4,5,6)

Cara mengekang, bila kelinci dibawa ketempat yang


jaraknya tidak jauh, maka cara pengekangan yang terbaik
adalah tangan yang satu memegang kulit dibagian leher dan
tangan lainnya memegang bagian belakang atau dipegang
dengan satu tangan dipunggung. bila dipindahkan ke tempat
yang jauh, kelinci diletakkan di atas lengan dengan kepala
dijepit dilipatan sikut. Bila kelinci dibawa dengan kendaraan
dalam jarak jauh sebaikknya digunakan kotak khusus yang
ventilasinya cukup dan mudah dipindah-pindahkankan untuk
menghindari stress. Jangan memindahkan keinci dengan cara
memegang telinganya. (4,5,6)

Nutrisi, makanan kelinci harus mengandung 16-20%


serat kasar, 14-18% protein kasar dan tidak lebih dari 2500
kcal/hari. Total makanan kelinci ± seberat 100g/hari bagi kelinci
yang beratnya sekitar 2 kg. kadar serat kasar yang terlalu tinggi
akan mengakibatkan rendahnya defisiensi makannya dan
mengakibatkan kepekaan terhadap radang usus. Bila serat
kasar lebih rendah dari 6 % akan mengakibatkan diare dan
makan bulunya sendiri. Serat kasar bermanfaat sebagai
pengisis (bulk) perut. Kelinci memerlukan air minum sekitar 10
ml dan makanan sekitar 5 g untuk setiap 100 g berat badan
perhari. Kelinci yang sedang menyusui anak memerlukan lebih
banyak air maupun makanan, yaitu mencapai 90 ml air dan 450
g makanan perhari per 100 g berat badan. (4,5,6)

Kandang kelinci harus memenuhi persyaratan-persyaratan


sebagai berikut : (4,5,6)

1. Dibuat dari bahan yang kuat, tidak ada bagian yang tajam.

2. Lantai kandang teruat dari kawat yang diameter lubangnya 1


x 2,5 cm, mudah dibersihkan, tidak rusak oleh pengaruh
cuaca buruk, berukuran portable dan dilengkapi denganalat
minum dan makanan.

3. Kelinci betina ditempatkan 1 ekor dalam 1 kandang yang


ukuranya sesuai dengan besarnya hewan. Kelinci yang
beratnya mencapai 2 kg memerlukan 0,14 m2/ekor. Untuk
ukuran 2-5 kg memerlukan kandang yang luasnya 0,37
m2/wkor. Betina yang menyusui anak, memerlukan
tambahan kandang seluas 0,19 m2/ekor.
4. Suhu kandang kelinci yang ideal adalah antara 18o – 21oC
dan kelembaban 30 – 50 %.

Pencegahan penyakit, kelinci di indonesia sangat


peka terhadap coccidiosis dan kudis. Kedua penyakit tersebut
sangat merugikan dan cara penanggulangan yang terbaik
adalah melalui pencegahan yang mengutamakan kebersihan
dan pemberiaan obat-obatan. (4,5,6)

2) Mencit
Anatomi dan Fisiologi :
Dewasa berat badan: 25 - 40 g (betina); 20-40 g (pria)
Life span: 1.5 - 3 tahun
Pernapasan rate: 94-163 napas / menit
Denyut jantung: 325-780 denyut / menit
Dubur rata-rata suhu normal: 99,5 ° F
Rumus gigi adalah 2 (I 1 / 1, M 3 / 3) = 16. Terbuka di gigi
seri-berakar dan tumbuh terus menerus. Tikus akan
menggigit dengan gigi seri tajam jika mishandled. (4,5,6)

Mencit/mouse merupakan hewan pengerat yang


cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah
banyak, variasi genetikanya cukup besar serta sifat anatomis
dan fisiologinya terkarakteristik dengan baik. Asal dan habitat
mencit, mencit adalah binatang asli Asia, India, dan Eropa
Barat. Jenis ini sekarang ditemukan di seluruh dunia karena
pengenalan oleh manusia. (4,5,6)

Nutrisi, mencit harus diberi makan pelleted komersial


tikus atau hewan pengerat diet dan air lib iklan. Ini diet yang
bergizi lengkap dan tidak memerlukan suplemen. Makanan
asupan sekitar 15g/100g BB / hari; asupan air sekitar 15
ml/100g BB / hari. (4,5,6)
Perut dibagi menjadi bagian nonglandular proksimal
dan bagian distal kelenjar. Kedua bagian yang terlalu berbeda.
Ini mirip dengan perut kuda. paru-paru kiri terdiri dari satu
lobus, sedangkan paru kanan terdiri dari empat lobus. Tikus
memiliki lima pasang kelenjar susu. Distribusi jaringan
mammae menyebar, membentang dari garis tengah ventral
atas panggul, dada, dan bagian leher. Sangat berkonsentrasi
urin diproduksi; jumlah besar protein diekskresikan dalam urin.
(4,5,6)

Reproduksi, breeding awal adalah sekitar 50 hari


usia di kedua betina dan jantan, meskipun mungkin betina
estrus tama mereka pada 25-40 hari. Mencit polyestrous dan
berkembang biak sepanjang tahun; ovulasi spontan. Lamanya
siklus estrus 4-5 hari dan estrus itu sendiri berlangsung sekitar
12 jam, terjadi di malam hari. Vagina smear berguna dalam
perkawinan waktunya untuk menentukan tahap siklus estrus.
(4,5,6)

3) Tikus
Tikus rumah memiliki panjang 65-95 mm dari ujung
hidung mereka ke ujung tubuh mereka. Bulu mereka berkisar
dalam warna dari coklat muda sampai hitam dan pada umunya
memiliki warna putih. Tikus memiliki ekor panjang yang memiliki
sedikit bulu dan memiliki deretan lingkaran sisik. Tikus rumah
cenderung memiliki panjang bulu ekor lebih gelap ketika hidup
erat dengan manusia, mereka berkisar 12-30 gram berat
badanya. Banyak bentuk-bentuk domestik tikus telah
dikembangkan yang bervariasi dalam warna dari putih menjadi
hitam dan dangan bintik-bintik. (4,5,6)
Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan terdiri atas saluran pencernaan atau
kelenjar-kelenjar yang berhubungan, fungsinya untuk :
a). Ingesti dan Digesti makanan.
b). Absorbsi sari makanan.
c). Eliminasi sisa makanan.
Langkah-langkah pproses pencernaan makanan :
1) Pencernaan di mulut dan di rongga mulut,makanan di giling
menjadi kecil-kecil oleh gigi dan di basahi oleh saliva.
2) Disalurkan melalui foring dan asophogus.
3) Pencernaan di lambung dan di usus halus. Dalam usus halus
diubah menjadi asm-asam amino, monosakarida, gliserida, dan
unsur-unsur dasar yang lain.
4) Absorsi air dlam usus besar akibatnya, isi yang tidak dicerna
Menjadi setengah padat (feses).
5) Feces dikeluarkan dari dalam tubuh melalui kloaka (bila ada)
Kemudian ke anus. (4,5,6) 
 Sistem Ekskresi
Sistem ekskresi mamalia hampir sam dengan
manusia, tetapi sedikit berbeda yang di sebabkan oleh liingkun
tempat tinggalnya. Paru-paru terletak di dalam rongga dada, di
lindungi oleh struktur selangka dan di selaputi karung di dinding
dikenal sebagai pelura. Bernafas kebanyakan dilakukan olh
diagfragama paru-paru berada mengembang. Sangkar
selangka juga boleh menguncup sedikit ini menyebabkan udara
tertarik ke dalam keluar paru-paru melalui frakhea dan broknial
tubes yang bercabang dan mempunyai alveolus di ujung yaitu
karung kecil di kapilari yang penuhi darah. disini oksigen
meresap banyak masuk kedalam darah, dimana akan di angkut
oleh hemoglobin. (4,5,6)
Sistem Reproduksi(4,5,6)
a). Tahap pembentukan spematozoa di bagi atas 3 tahap yaitu :
1. Spermatogenesis.
Merupakan tahap spermatogenea yang mengalami mitosis
berkali-kali yang akan menjadi spermatosot primer.
Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n)
pada inti sel nya dan mengalami meiosis. Satu spermatosit
akan menghasilkan dua sel anak, yaitu spermatosit skunder.
2. Tahapan meiosis
Spermatosid primer, menjauh dari lamina basalis,
sitoplasma makin banyak dan segera mengalami meiosis 1,
yang kemudian diikuti dengan meiosis 2.
3. Tahapan spermiogenesis
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa
yang memiliki 4 fase yaitu fase golgi, fase tulup, fase
akrosom, dan fase pematangan. Hasil akhir berupa empat
spermatozoa masuk.
4) Marmut

Marmut merupakan hewan berdarah panas. Tubuh


marmut diisolasi oleh pembungkus (rambut dan subcutannya
yang berlemak), dengan sistem ini maka metabolismenya tinggi
dan akibatnya dibutuhkan banyak makan. (4,5,6)

Marmut (Cavia porcellus) tubuhnya tersusun oleh


caput, cervix, truncus, ekstrimitas posterior dan anterior dan
caudal yang tumbuh rudiment.Sistem pencernaan Marmut
terdiri dari oesophagus, gastrum, usus buntu, usus besar
(colon), rectum dan anus.Marmut (Cavia prosellus) mempunyai
kelenjar-kelenjar pencernaan yaitu hati dan pankreas.Sistem
pernafasan marmut terdiri dari trchea, bronchus, bronchioli dan
paru-paru.Sistem urogenitalis pada Cavia porcellus meliputi
sistem ekskresi dan sistem genitalia. Sistem ekskresi tersusun
atas ginjal, ureter, dan uretra. Sistem genitalia betina pada
marmut tersusun atas beberapa organ. Ovarium, tuba falopi,
oviduct. Sistem genitalia jantan meliputi testis, ductus
defferents, epididymis. (4,5,6)

D. Teknik pemberian obat pada hewan percobaan (4)


Volume maksimum larutan obat yang diberikan pada hewan (4)
Jenis hewan Cara pemberian dan volume maksimum dalam mililiter
dan BB i.v i.m i.p s.c p.o
Mencit (20-30 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1,0
g)
Tikus (100 g) 1,0 0,1 2,0-5,0 2,0-5,0 5,0
Marmut (250 - 0,25 2,0-5,0 5,0 10,0
g)
Kelinci (2,5 5,0-10,0 0,5 10,0-20,0 5,0-10,0 20,0
kg)

Keterangan : didistribusikan kedaerah yang lebih luas


BB       =          bobot badab
i.v        =          Intra Vena
i.m       =          Intra Muscular
i.p        =          Intra Peritoneal
s.c        =          Sub Kutan
p.o       =          Per Oral          
Perbandingan Luas Permukaan Tubuh Hewan Percobaan
(Untuk Konversi Dosis)(4)
Hewan Mencit Tikus Marmu Kelinc Kucin Ker Anjin Manusi
dan BB 20 g 200 t 400 g i 1,5 g a g a 70 kg
rata- g kg 2 kg 4 kg 12 kg
rata
Mencit 1,0 7,0 12,29 27,8 28,7 64,1 124,2 387,9
20 g
Mencit 0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 60,5
20 g
Marmut 0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5
400 g
Kelinci 0,04 0,25 0,44 1,0 1,06 2,4 4,5 14,2
1,5 kg
Manusi 0,002 0,01 0,031 0,07 0,76 0,16 0,32 1,0
a 70 kg 6 8
 

Cara mempergunakan tabel : (4)

Bila diinginkan dosis absolute pada manusia dengan BB 70 kg dari data


dosis pada anjing  10 mg/kg (untuk anjing dengan bobot 12 kg), maka
lebih dahulu dihitung dosis absolute pada anjing, yaitu (10 × 12) mg = 120
mg.
Dengan mengambil factor konversi 3,1 dari table diperoleh dosis untuk
manusia = (120 × 3,1) mg = 372 mg.
Dengan demikian dapat diramalkan efek farmakologis suatu obat yang
timbul pada manusia dengan dosis 382 mg / 70 kg BB adalah sama
dengan yang timbul pada anjing dengan dosis 120 mg/ 12 kg BB, dari
obat yang sama.
Ukuran dan alat yang digunakan untuk pemberian obat pada hewan
percobaan.(4)
Hewan IV IP SC IM Oral
Jarum Jarum Jarum Jarum Ujung tumpul
27,5 g 25 g 25 g 25 g 15 g/16 g
Mencit 1/2inci ¼ inci ¼ inci ¾ inci 2 inci
Jarum Jarum Jarum Ujung tumpul
Jarum 25 g 25 g 25 g 15 g/16 g
Tikus 25 g 1 inci 1 inci 1 inci 2 inci
Jarum Jarum Jarum Jarum
25 g 21 g 25 g 25 g Kateter karet
Kelinci 1 inci 1¼ inci 1 inci 1 inci no. 9
Marmut - Jarum Jarum Jarum -
25 g 25 g 25 g
1 inci 1 inci ¾ inci
Jarum Jarum Jarum
21 g 25 g 25 g
Kucing - 1½ inci 1 inci 1 inci -

Kepekatan
larutan
Hewan dan Dosis Rute
percobaan Anastetik pelarut pemberian
2% dalam
NaCl
fisiologis
10-25% Inhalasi
dalam 300 mg/kg i.p
Eter kloralose uretan NaCl 1-1,25 g/kg i.p
40-60 mg/kg
(kerja
singkat)
80-100
mg/kg
Nembutal 65 mg/ml (kerja lama) i.p
4,5-6%
dalam
NaCl 45-60 mg/kg i.p
Pentobarbital fisiologis 35 mg/kg i.v
7,5%
dalam
NaCl
fisiologis
4,7%
Mencit dalam 75 mg/kg i.p
Dan tikus Na heksobarbital NaCl 47 mg/kg i.v
Kelinci Eter 1% dalam 100 mg/kg Inhalasi
NaCl
fisiologi
(kloralose+nembutal) 65 mg/ml i.v
19 g/kg

10% dalam
NaCl 22 mg/kg
Uretan fisiologis (kerja lama) i.p/i.v
5% dalam 11 mg/kg
NaCl (kerja
Pentobarbital fisiologis singkat) i.v
10-20 mg/kg
(menurut
5% dalam jangka waktu
Pentotal air suling kerja) i.v
5%  dalam
Morfin air suling 100 mg/kg s.c

10% dalam
Eter NaCl
Kloroform fisiologis Inhalasi
Uretan hangat Inhalasi
2% dalam 19 g/kg i.p
NaCl
fisiologis
Kloralose
Pentobarbital Seperti 150 mg/kg i.p
Marmut Nembutal pada tikus 28 mg/kg
BAB III
PEMBAHASAN

Hewan percobaan untuk semua bidang studi harus mampu


memberikan nilai ulang respons yang ditimbul- kan sebagai gejala yang
esensial. Untuk mencapainya, kondisi eksperimen harus distandarisasikan
secara teliti dan akurat. Tujuannya adalah agar penelitian bersifat
reproducible, yaitu memberikan hasil yang sama bila diulangi di lain
waktu, bahkan oleh peneliti lain.9 Untuk mendapatkan penelitian yang
berkualitas, penggunaan hewan coba juga harus memperhatikan aspek
kesejahteran hewan coba (animal welfare). Selain itu, keputusan
menggunakan hewan coba perlu dipertimbangkan dan memuat hal
berikut: (7,8,9)
1. Penelitian bernilai akademis dan bermanfaat.
2. Hasil dapat diharapkan berkontribusi untuk penelitian atau
pengajaran lainnya.
3. Upaya aktif telah dilakukan untuk mengeksplorasi alternatif
yang dapat menggantikan hewan coba.
4. Kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap kesehatan manusia dan/atau hewan.

Dewasa ini pandangan mengenai pembatasan penggunaan hewan


coba pada penelitian kesehatan semakin gencar disuarakan.Di Eropa,
aturan ketat me- ngenai penggunaan hewan coba telah disepakati dan
diatur melalui peraturan Directive 2010/63/Eu yang menggantikan
peraturan sebelumnya yang diterbitkan pada tahun 1986.Parlemen Eropa
dan Dewan Uni Eropa mengatur ketat perlindungan hewan yang
digunakan untuk tujuan ilmiah (protection of animals used for scientific
purposes).Tujuan dari peraturan baru ini adalah untuk memperkuat
undang-undang, meningkatkan kesejahteraan hewan coba yang masih
diperlukan untuk digunakan, serta untuk mempertegas implementasi
prinsip 3R dari penggunaan hewan coba di Uni Eropa. (6,10,11)

Sejak Maret 2013, di Uni Eropa sudah berlaku larangan untuk


melakukan eksperimen pada hewan dalam penelitian dan pengembangan
kosmetika.Aturan baru ini juga melarang pemasaran kosmetika yang
menggunakan eksperimen hewan coba. Belanda sendiri telah melarang
total penggunaan kera, kuda, kucing, dan anjing sebagai hewan coba.
Pemerintah Belanda bertekad akan menghentikan semua uji pada hewan
coba pada tahun 2025.(6,12,13)

Eksperimen hewan di Uni Eropa tunduk pada undang-undang yang


ketat, dan di Belanda hal ini ditetapkan dalam Experiments on Animal Act.
Keputusan ini didasarkan pada nilai intrinsik dari hewan—harus ada
alasan yang sangat baik untuk menggunakan hewan dalam
penelitian.Menurut hukum, penggunaan hewan coba harus terlebih dulu
ditinjau secara etik.Ini berlangsung sesuai dengan prosedur ketat dan
terorganisir serta diawasi oleh badan kesejahteraan hewan. (6,14)

Belanda sangat memperhatikan aspek etik dari hewan coba.Semua


binatang memiliki nilai intrinsik yang berarti bahwa kepentingan hewan,
misalnya untuk terhindar dari rasa sakit dan penderitaan, harus
dihormati.Hewan dinilai layak mendapatkan hal ini karena hewan juga
merupakan makhluk hidup yang mampu mengalami rasa sakit dan
penderitaan. Sebelum hewan coba digunakan, para ahli menimbang
kepentingan umum (misalnya menemukan obat untuk penyakit) terhadap
kepentingan hewan.(6,14,15)

BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1 KESIMPULAN
 Pengajuan kaji etik di tingkat institusi menjadi syarat sebelum
melakukan penelitian menggunakan hewan coba.
 Poin-poin yang merupakan aplikasi dari prinsip 3R harus
terkandung dalam formulir pengajuan etik tersebut.
 Institusi sepatutnya menyelenggarakan lokakarya/seminar/
pelatihan penggunaan hewan coba dalam penelitian guna
meningkatkan pengetahuan para peneliti tentang hewan coba.
(6,7)
4.2 SARAN
Di Indonesia, hewan coba masih digunakan dalam jumlah
besar di berbagai lembaga untuk berbagai keperluan. Sayangnya,
belum ada laporan spesifik mengenai penggunaan hewan coba di
Indonesia. Etik penggunaan hewan coba masih belum diterapkan
sepenuhnya sehingga hewan coba tidak terjamin
kesejahteraannya.Pengetahuan dan kesadaran tentang etik
penggunaan hewan coba masih belum banyak dipahami oleh para
peneliti.Buku suplemen pedoman nasional etik penggunaan hewan
percobaan yang diterbitkan Komisi Nasional Etik Penelitian
Kesehatan Departemen Kesehatan RI merupakan langkah untuk
pembinaan dan pendidikan peneliti kesehatan dalam penggunaan
hewan coba yang secara etis dapat dipertanggungjawabkan.
Diharapkan nantinya Indonesia dapat meniru langkah negara maju
seperti Uni Eropa yang memperhatikan etika penggunaan hewan
coba, sehingga hewan coba terjamin kesejahteraannya. (6,7,10,13)

DAFTAR PUSTAKA

1. Iskandriati D, Sajuthi D, Pamungkas J. Pemanfaatan Hewan Dalam


Pengujian dan Model Penyakit Manusia. Pusat Studi Satwa Primata
IPB. 2014:4:112
2. Novita R. Pemilihan Hewan Coba pada Penelitian Pengembangan
Vaksin Tuberculosis. Jurnal Biotek Medisiana Indonesia .
Vol.4.1.2015:15-23.
3. Putri FMS. Urgensi Etika Medis Dalam Penanganan Mencit Pada
Penelitian Farmakologi. Jurnal Kesehatan Madani Medika.
2018.9(2):51-61
4. Harmita H. Buku Ajar Analisis Hayati. Penerbit Buku EGC. 2008.66-
67
5. Panduan Perawatan dan Penggunaan Hewan Untuk Tujuan
Pendidikan dan Penelitian. Institut Teknologi Bandung. 2014.1-9
6. Yurista SR, Ferdian RA, Sargowo D. Principles of the 3Rs and
ARRIVE Guidelines in Animal Research. Jurnal Kardiologi
Indonesia. 2016. 37(3):156-63
7. Stevani H. Praktikum Farmakologi. Kementrian Kesehatan Replubik
Indonesia. 2016
8. Komisi Nasional Etik penelitian Kesehatan Departemen Keseha-
tan RI. Pedoman nasional etik penggunaan hewan percobaan.
Suplemen II: Etik penggunaan hewan percobaan.
Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006.
9. Van der Worp HB, Howells DW, Sena ES, et al. Can animal models
of disease reliably inform human studies? PLoS
Med.2010;7(3):e1000245. doi: 10.1371/journal.pmed.1000245.
10. Macleod MR, Fisher M, O’Collins V, et al. Good laboratory practice:
preventing introduction of bias at the bench. Stroke. 2009;40(3):50–
52.
11. Sherwin CM. Animal welfare: reporting details is good science.
Nature. 2007;448:251.
12. Jafari P, Azuaje F. An assessment of recently published gene ex-
pression analyses: reporting experimental design and stattistics.
BMC Med Inform Decis Mak. 2006;6:27
13. Centrale Commissie Dierproven. Cited on 1 July 2020. Available
from: https://www.centralecommissiedierproeven.nl/
14. Instantie voor dierenwelzijn Utrecht. EU Guideline on Animal
Experiment [Internet]. 2019 [Cited on 1 juli 2020]. Available From:
https://www.ivd-utrecht.nl/en/legislation-regulations-and-
guidelines/eu-guideline-on-animal-experiments/#:~:text=Within
%20the%20European%20Union%2C%20the,as%20soon%20as
%20technically%20feasible.
15. Cressey D. Surge in support for animal-research guidelines:
journals throw their weight behind checklist for rigorous animal
experiments. Nature. 2016.

Anda mungkin juga menyukai