Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI

PERCOBAAN I

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT

Disusun oleh :

Fauziyya Muliawati 1041821008

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI

“YAYASAN PHARMASI” SEMARANG

TAHUN AJARAN 2019/2020


PERCOBAAN I

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT

A. Tujuan

Mengenal, mempraktekkan dan membandingkan cara-cara pemberian obat terhadap


kecepatan absorbsinya, menggunakan data farmakologi sebagai tolok ukur.

B. Pendahuluan

Absorbsi merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut


kelengkapan dan kecepatan proses tersebut. Kelengkapan dinyatakan dalam persen dari
jumlah obat yang diberikan. Tetapi secara klinik, yang lebih penting ialah bioavailabilitas.
Istilah ini menyatakan jumlah obat, dalam persen terhadap dosis, yang mencapai sirkulasi
sistemik dalam bentuk utuh atau aktif. Tidak semua yang diabsorbsi dari tempat
pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik. Sebagian akan dimetabolisme oleh enzim di
dinding usus pada pemberian oral atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ-
organ tersebut (Syarif Amir, 1995).

Proses absorbsi sangat penting dan menentukan efek obat. Pada umumnya obat yang
tidak diabsorbsi tidak menimbulkan efek, kecuali antasida dan obat yang bekerja lokal.
Proses absorbsi terjadi di berbagai tempat pemberian obat, umpamanya melalui alat
cerna, otot rangka, paru-paru dan kulit. Menurut (Anonim, 1995) absorbsi dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain:
 Kelarutan obat (Sifat fisika & kimia obat)
 Kemampuan difusi melalui / melintasi sel membran
 Konsentrasi obat
 Sirkulasi pada letak absorbsi
 Luas permukaan kontak obat (absorbsing surface)
 Bentuk obat (tablet, kapsul / cairan)
 Route pemakaian obat (cara pemberian)
Phenobarbital (barbiturat yang berefek panjang, antiepilepticum).

(Depkes RI, 2014)

1. Farmakokinetika

BM : 232
Ketersediaan biologik : 100%
Volume distribusi : 0,51/kg
Ikatan protein plasma : 50%
Waktu paruh plasma : dewasa 4 hari (bertambah pada umur tua), anak-anak 3 hari.
Eliminasi : 25% dieliminasi oleh ginjal dalam keadaan tak diubah,
sisanya
dikonjugasi dengan asam glucuronat di dalam hati
2. Dosis

Sebagai antiepileticum : dewasa 60-400 mh/hari, pada anak-anak 6-8 mg/kg


Sebagai sedativum : 2x15 mg/kg
Sebagai hypnoticum : 30-70 mg petang hari
Dosis harian maksimal : 800 mg

3. Interaksi obat

 Penguatan efek oleh obat-obatan yang menekan sistem saraf pusat yang lain dan
alkohol.
 Induksi enzim mikrosomal dengan pemecahan hormon-hormon steroid yang
dipercepat (misalnya kontrasepsi oral), juga cholestrol, garam empedu, vit D dan
K dan beberapa obat-obatan (misalnya antidepressive, antiepileticum,
tuberculostatica, chloramfenicol, carticosteroid, digitoxin, doxycyclin,
griseofulvin, metronidazol, metoprolol, neurolepticum, phenytoin, propanolol, dan
sebagaiannya).
 Hydroxilasi phenobarbital diperlambat pada pemberian yang bersamaan dengan
asam valproinat dan cimetidin.
 Inkompatibilitas dengan beberapa cairan infus (Widodo, 1993).

Mekanisme kerja phenobarbital adalah kerja hipnotik-sedatif barbiturat dapat muncul


akibat dari adanya interaksinya dengan reseptor GABA yang merangsang transmisi
GABAergik. Golongan barbiturat memotensiasi kerja GABA pada aliran masuk klorida
yang menuju neuron dengan memperpanjang durasi pembukaan kanal klorida.
Fenobarbital juga akan menghambat kanal natrium yang berfrekuensi tinggi yang
akhirnya menghasilkan aktivitas neuron (Richard, dkk., 2014).

Waktu yang diperlukan mulai dari obat diberikan sampai menimbulkan efek dibagi
menjadi 3, yaitu:
1. Onset adalah waktu yang diperluakn mulai dari obat diberikan sampai dengan obat
menimbulkan efek.
2. T 1/2 eliminasi adalah waktu yang diperlukan obat untuk mencapai efek terapi paling
maksimal sebelum obat mengalami ekskresi setengahnya.
3. Durasi adalah waktu yang diperlukan mulai dari obat menimbulkan efek sampai
dengan obat tersebut tidak berefek lagi (Tan Hoa Tjay, 2007).

Menurut buku Catatan Kulia Farmakologi I (1992), ada empat cara pemberian obat
secara suntikan:

1. Intravena
Pemberian secara iv adalah yang paling tepat dan paling pasti. Suntikan iv
memberikan kadar obat yang sangat tinggi yang pertama-tama akan mencapai paru-
paru dan kemudian ke sirkulasi sistemik.
2. Subkutan
Sc hanya bias dilakukan untuk obat-obat yang tidak menyebabkan iritasi terhadap
jaringan karena akan menyebabkan rasa sakit hebat, nekrosis, dan pengelupasan kulit.
3. Intramuscular
Obat-obat yang larut dalam air akan diabsorbsi cepat setelah penyuntikan i.m,
tergantung dari banyaknya aliran darah ke tempat suntikan.
4. Intraperitonial
Rongga peritonium mempunyai permukaan absorbs yang sangat luas sehingga obat
dapat masuk ke sirkulasi sistemik secara cepat. Cara ini banyak dilakukan di
laboratorium tetapi jarang dipakai di klinik karena adanya bahaya infeksi dan
pengleketan peritonium.

C. Alat dan Bahan


a. Alat dan bahan
1. Spuit injeksi dan jarum (1-2)ml
2. Jarum berujung tumpul (untuk p.o)
3. Stop watch
4. Injeksi luminal
b. Hewan uji: mencit
D. Skema Kerja

Dibagi 5 kelompok dalam tiap kelas

Masing-masing mendapat 3 mencit (per-kelompok)

Dikerjakan percobaan oral, subkutan, i.m, intra peritoneal,


oral (berturut-turut)

Ditimbang mencit dan diperhitungkan volume luminal


yang akan diberikan dengan dosis 80 mg/kgBB.

Diberikan luminal pada hewan uji

Diberikan luminal sesuai dengan masing-masing


kelompok

Oral, melalui Subkutan, i.p. suntikkan i.m. suntikkan


mulut dengan masukkan samoai dlm otot dlm otot pada
jarum ujung bawah kulit pada rongga perut daerah otot
tumpul tengkuk hewan uji (jgn masuk gluteus
dgn jarum injeksi usus) maximus

E. Perhitungan

Sediaan Phenobarbital Na
BM Phenobarbital = 232,24
BM Phenobarbital Na = 254,22
254,22
Dosis Phenobarbital = x 80 mg/kgBB = 87,57 mg/kgBB
232,24
Etiket Injeksi Phenobarbital 100 mg/ml (Pengenceran 10x) 10mg/ml
 Perhitungan Dosis Peroral
30,17 g
Dosis mencit terbesar = x 87,57 mg/kgBB = 2,64 mg/kgBB
1000 g
2 , 64 mg
C stok = x 119,7 mg = 19,23/ml = 192,3/10 ml
0,5 x 1 ml
Rentang penimbangan 5% (0,1827 g – 0,20192 g)
Penimbangan :
Berat kertas + zat = 0,6889 g
Berat kertas + sisa = 0,5053 g
Berat zat = 0,1836 g
183,6 mg
C stok sebenarnya = x 30 mg = 46,0150 mg/10ml = 4,6015 mg/ml
119,7 mg

Peroral
Mencit 1 30,17 g 2,41mg
x 80mg/kgBB = 2,41 mg/kgBB Vp = = 0,53
1000 g 4,6015 mg/ml
ml
Mencit 2 20,10 g 1,61mg
x 80mg/kgBB = 1,61 mg/kgBB Vp = = 0,35
1000 g 4,6015 mg/ml
ml
Mencit 3 30,0 g 2,40 mg
x 80mg/kgBB = 2,40 mg/kgBB Vp = = 0,52
1000 g 4,6015 mg/ml
ml
Subkutan
Mencit 1 32 g 2,80 mg
x 87,57 mg/kgBB = 2,80 Vp = = 0,28 ml
1000 g 10 mg/ml
mg/kgBB
Mencit 2 24 g 2,10 mg
x 87,57 mg/kgBB = 2,10 Vp = = 0,21 ml
1000 g 10 mg/ml
mg/kgBB
Mencit 3 25 g 2,18 mg
x 87,57 mg/kgBB = 2,18 Vp = = 0,22 ml
1000 g 10 mg/ml
mg/kgBB
Intramuskular
Mencit 1 31,7 g 2,77 mg
x 87,57 mg/kgBB = 2,77 Vp = = 0,28 ml
1000 g 10 mg/ml
mg/kgBB
Mencit 2 28,5 g 2,49 mg
x 87,57 mg/kgBB = 2,49 Vp = = 0,25 ml
1000 g 10 mg/ml
mg/kgBB
Mencit 3 28,5 g 2,49 mg
x 87,57 mg/kgBB = 2,49 Vp = = 0,25 ml
1000 g 10 mg/ml
mg/kgBB
Intraperitonial
Mencit 1 30,7 g 2,69 mg
x 87,57 mg/kgBB = 2,69 Vp = = 0,27 ml
1000 g 10 mg/ml
mg/kgBB
Mencit 2 22,8 g 1,99 mg
x 87,57 mg/kgBB = 1,99 Vp = = 0,20 ml
1000 g 10 mg/ml
mg/kgBB
Mencit 3 30,2 g 2,64 mg
x 87,57 mg/kgBB = 2,64 Vp = = 0,26 ml
1000 g 10 mg/ml
mg/kgBB
Intravena
Mencit 1 19 g 1,66 mg
x 87,57 mg/kgBB = 1,66 Vp = = 0,17 ml
1000 g 10 mg/ml
mg/kgBB
Mencit 2 24,6 g 2,15 mg
x 87,57 mg/kgBB = 2,15 Vp = = 0,21 ml
1000 g 10 mg/ml
mg/kgBB
Mencit 3 32 g 2,80 mg
x 87,57 mg/kgBB = 2,80 Vp = = 0,28 ml
1000 g 10 mg/ml
mg/kgBB

F. Data Pengamatan

Waktu
Onset Durasi
Reflek balik
Cara (menit) (menit)
No badan
pemberian Pemberian
Kembal
Hilang i
1 09:22 11:19 11:49 113 30
2 Oral 09:27 11:21 11:49 114 28
3 09:35 11:28 12:01 113 33
1 08:41 09:24 10:29 43 65
2 Subkutan 09:01 09:23 10:52 22 89
3 10:38 10:45 11:40 7 55
1 09:05 09:35 12:20 30 165
2 Intramuscular 09:21 10:01 10:44 40 43
3 09:30 10:04 11:43 34 99
1 08:36 09:25 10:07 49 42
Intraperitonial
2 08:42 10:30 10:43 108 13
3 08:49 09:26 11:00 37 94
1 09:06 09:15 12:33 9 198
2 Intravena 09:10 09:23 11:55 13 152
3 09:16 11:30 12:24 134 54

No. Cara Onse Rata- SD No. Cara Durasi Rata- SD


Pemberian t rata Pemberian rata
1. p.o 113 113,3 0,6 1. p.o 30 30,3 2,5
114 28
113 33
2. s.c 43 24 18,1 2. s.c 65 69,6 17,5
22 89
7 55
3. i.m 30 34,66 5,0 3. i.m 165 102,3 61,1
40 43
34 99
4. i.p 49 64,6 38,0 4. i.p 42 49,7 41,0
108 13
37 94
5. i.v 9 52 71,0 5. i.v 198 134,7 73,5
13 152
134 54

Hasil SPSS

Keterangan:
1. Uji Shapiro Wilk (jika> 0,05 maka BERDISTRIBUSI NORMAL)
Nilai sig. dari semua data BERDISTRIBUSI NORMAL kecuali pada onset PO
(0,000)
Keterangan: jika> 0,05maka
HOMOGEN

1. Onset: nilai sig. 0,003


(TIDAK HOMOGEN)
2. Durasi: nilai sig. 0,105 (HOMOGEN)

Keterangan: jikanilai sig. < 0,05maka Ho (Hipotesis) ditolak yang berarti ADA
PERBEDAAN SIGNIFIKAN

1. Onset dan durasi yaitu 0,096 dan 0,126 (TIDAK ADA PERBEDAAN)
Keterangan: tanda bintang pada table (*) berarti ADA PERBEDAAN SIGNIFIKAN
yang bersifat hidrofilik. Absorbsi terbesar berada di usus halus, dimana di dalam usus
dalus terdapat banyak mikrofili yang bersifat lipofilik. Pada percobaan kali ini obat yang
digunakan adalah phenobarbital, dimana obat tersebut bersifat lipofilik, sehingga mudah
terabsorbsi.

Jika dilihat dari kemampuan obat lipofilik menembus membran, urutan absorbsi obat
dengan cara penyuntikan dari yang tercepat hingga terlambat adalah intravena,
intraperitonial, intramuscular, subkutan, dan per oral. Namun dari hasil percobaan
didapatkan data dari yang tercepat hingga terlambat adalah subkutan, intramuscular,
intravena, intraperitonial, dan per oral. Sehingga dari hasil percobaan tidak sesuai dengan
hasil pada teori.

Cara pemberian obat dapat mempengaruhi onset dan durasi dimana hubungannya
dengan kecepatan dan kelengkapan absorbs obat. Kecepatan absorbsi obat di sini
berpengaruh terhadap onsetnya sedangkan kelengkapan absorbsi obat berpengaruh
terhadap durasinya misalnya lengkap atau tidaknya obat yang berikatan dengan reseptor
dan apakah ada factor penghambatnya. Cara peberian obat yang ideal adalah obat dengan
onset cepat dan durasi Panjang (Ansel, 1986).

Onset yaitu waktu yang diperlukan mulai dari obat untuk mulai bekerja sampai
dengan obat menimbulkan efek. Pada onset tersebut obat mulai terabsorbsi pada tempat
absorbsiya masing-masing sesuai pemberiannya dan menimbulkan efek dari obat yang
diberikan. Sedangkan durasi adalah waktu yang diperlukan mulai dari obat menimbulkan
efek sampai dengan obat tersebut tidak berefek lagi. Pada durasi tersebut, obat masuk ke
dalam fase distribusi dimana obat tersebut sudah terabsorbsi dan menyebar ke peredaran
darah kemudian obat tersebut akan menimbulkan efek sampai obat dimetabolisme
(diubah menjadi metabolit yang dapat dapat dibuang dari tubuh) sehingga obat tidak
menimbulkan efek lagi.

Berdasarkan cara pemberiannya, urutan cara pemberian yang memiliki onset paling
cepat adalah :

1. Intravena (IV)
Merupakan cara pemberian yang paling cepat dan paling pasti. Suatu suntikan tunggal
intravena akan memberikan kadar obat yang sangat tinggi yang pertama-tama akan
mencapai paru-paru dan kemudian ke sirkulasi sistemik.
2. Intraperitoneal (IP)
Diberikan melalui perut yang didalamnya terdapat rongga peritoneum yang
mempunyai permukaan absorbsi yang sangat luas sehingga obat dapat masuk sirkulasi
sistemik secara cepat.
3. Intramuscular (IM)
Obat yang larut dalam air akan diabsorbsi dengan cepat setelah penyuntikan IM,
tergantung dari banyaknya aliran darah ke tempat suntikan. Absorbsi yang sangat lambat
dapat terjadi bila obat suntik terdapat dalam bentuk larutan minyak.
4. Subkutan (SC)
Disuntikkan dibawah kulit dan perlu menembus dinding kapiler untuk memasuki
aliran darah. Hanya bisa dilakukan untuk obat-obat yang tidak menimbulkan iritasi
terhadap jaringan.
5. Per Oral (PO)
Dari rongga mulut melalui kerongkongan untuk masuk ke lambung lalu harus dapat
masuk ke dalam usus baru kemudian memasuki aliran darah. Prosesnya panjang sehingga
onset lama terbentuk (Ansel, 1986).
Dari hasil percobaan yang dilakukan, didapatkan hasil berdasarkan onset dari yang
tercepat hingga terlambat adalah subkutan, intramuscular, intravena, intraperitonial, dan
per oral. Sehingga dari hasil percobaan tidak sesuai dengan hasil pada teori.

Cara pemberian juga mempengaruhi durasi obat. Urutan cara pemberian yang
menghasilkan durasi paling cepat :

1. Peroral, karena melalui saluran cerna yang memiliki rute cukup panjang dan banyak
factor penghambat maka konsentrasi obat yang terabsorbsi semakin sedikit dan efek
obat lebih cepat.
2. Intraperitonial (IP), disini obat langsung masuk ke pembuluh darah sehingga efek
yang dihasilkan lebih cepat dibandingkan intramuscular dan subkutan karena obat di
metabolisme serempak sehingga durasinya agak cepat.
3. Intramuscular (IM), terdapat lapisan lemak yang cukup banyak sehingga obat akan
konstan dan lebih tahan lama.
4. Subkutan, terdapat lapisan lemak yang paling banyak sehingga durasi lebih lama
dibanding intra muscular.
5. Intravena(IV) (Ansel, 1986).
Dari hasil percobaan yang dilakukan, didapatkan hasil berdasarkan durasi dari yang
terpanjang hingga terpendek adalah intravena, intramuscular, subkutan, intraperitonial,
dan per oral. Sehingga dari hasil percobaan tidak sesuai dengan hasil pada teori.

Dari hasil spss Uji Shapiro Wilk (jika> 0,05 maka berdistribusi normal). Nilai sig.
dari semua data berdistribusi normal kecuali pada onset PO (0,000). Pada uji
homogenitas jika > 0,05 maka homogen. Onset: nilai sig. 0,003 (tidak homogen). Durasi:
nilai sig. 0,105 (homogen). Pada uji anova satu jalan, jika nilai sig. < 0,05 maka Ho
(Hipotesis) ditolak yang berarti ada perbedaan signifikan. Onset dan durasi yaitu 0,096
dan 0,126 (tidak ada perbedaan).

Dari percobaan yang telah dilakukan, terdapat banyak hasil yang tidak sesuai dengan
teori. Hal ini bias disebabkan oleh banyak factor. Faktor yang sangan berpengaruh adalah
cara penyuntikan. Cara penyuntikan yang salah dapat menyebabkan obat tertahan pada
jaringan yang salah sehingga absorbsi dan distribusi obat menjadi berbeda dari yang
seharusnya. Perlakuan hewan uji oleh praktikan yang berbeda-beda juga berpengaruh
terhadap kondisi mencit. Serta kondisi dari mencit itu sendiri. Setiap mencit memiliki
proses ADME yang berbedaa-beda, sehingga dapat mempengaruhi hasil pula.

H. Kesimpulan
1. Dari hasil percobaan didapatkan hasil berdasarkan onset dari yang tercepat hingga
terlambat adalah subkutan, intramuscular, intravena, intraperitonial, dan per oral.
Sehingga dari hasil percobaan tidak sesuai dengan hasil pada teori.
2. Dari hasil percobaan didapatkan hasil berdasarkan durasi dari yang terpanjang hingga
terpendek adalah intravena, intramuscular, subkutan, intraperitonial, dan per oral.
Sehingga dari hasil percobaan tidak sesuai dengan hasil pada teori.

I. Daftar Pustaka

Anief, Moh. 1986. Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.

Anonim, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2014. Farmakope Indonesia edisi V. Jakarta: Depkes RI.
Staf Pengajar Bagian Farmakologi,. 1992. Catatan Kuliah Farmakologi I. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Harvey, Richard A dan Pamela C Champe. 2014. Farmakologi Ulasan Bergambar


edisi IV. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Mardjono, Mahar. 2007. Farmakologi dan Terapi. Universitas Indonesia Press,


Jakarta

Nuryati. 2017. Bahan Ajar Rekam Medis dan Informasi Kesehatan (RMIK)
Farmakologi. Jakarta: Pusat Pendidikan Sumber Daya Kesehatan Badab
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Manusia Kesehatan.

Syarif, Amir. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi V. Jakarta ; Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tjay, Tan Hoa, Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting. Jakarta:Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai