PENDAHULUAN
Obat merupakan zat yang digunakan untuk mendiagnosis, mengurangi rasa sakit, serta
mengobati ataupun mencegah penyakit pada manusia dan hewan. Sedanngkan menurut
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 193/Kab/B.VII/71, obat merupakan suatu zat atau
campuran zat obat yang di maksudkan untuk digunakan dalam mencegah, mengurangi,
menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, kelainan badaniah atau
rohaniah pada manusia atau hewan untuk memperelok atau memperindah badan atau
bagian badan manusia. Mayoritas obat bekerja secara spesifik terhadap suatu penyakit.
Namun tidak jarang juga obat yang bekerjanya secara menyeluruh.
1. Melakukan cara pemberian obat melalui berbagai rute pemberian obat pada mencit
2. Mengamati pengarah rute pemberian obat terhadap efek yang timbul
3. Mengetahui respon sedasi pada mencit
4. Memahami awal mula kerja dan durasi efek sedasi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat yaitu rute pemberian obat, karena
karakteristik lingkungan fisiologis, anatomi, dan biokimiawi yang berbeda pada daerah
kontak mula obat dan tubuh. Karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang
berbeda, strturktur anatomi dari lingkungan kontak antara obat-tubuh yang berbeda, enzim-
enzim dan getah-getah yang terdapat dilingkungan tersebut berbeda. Hal ini bisa
menyebabkan bahwa jumlah obat yang mencapai tempat kerjanya akan berbeda, tergantung
dari rute pemberian obat (Katzug, B.G, 1989).
Bentuk sediaan yang sudah diberikan akan mempengaruhi kecepatan obat yang
diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk
sediaan obat dapat memberi efek secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat
beredar ke seluruh tubuh melalui peredaraan darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang
bekerja setempat misalnya salep. (Anieff, 1990)
a. Intraokular, intranasal, aural, dengan cara diteteskan pada mata, hidung, dan telinga
b. Intrarespiratoral, berupa gas masuk paru-paru
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1. Alat :
- Spuit injeksi 1 ml
- Jarum sonde oral
- Bejana untuk pengamatan
- Timbangan hewan
- Stop watch
- kandang restriksi
3.2. Bahan :
3.3. Prosedur
4.1. Hasil
Dalam percobaan ini menggunakan 5 ekor mencit yang akan diberikan Fenobarbital melalui
rute pemberian yang berbeda.
Perhitungan :
25 g
1. Dosis fenobarbital pada mencit no 1 dengan BB 25 g : x 0,26 mg = 0,325 mg
20 g
0,325 mg
Volume pemberian : x 1 ml = 0,0065 ml x 10 (pengenceran) = 0,065 ml
50 mg
23 g
2. Dosis fenobarbital pada mencit no 2 dengan BB 23 g : x 0,26 mg = 0,299 mg
20 g
0,299 mg
Volume pemberian : x 1 ml = 0,0059 ml x 10 (pengenceran) = 0,059 ml
50 mg
30 g
3. Dosis fenobarbital pada mencit no 3 dengan BB 30 g : x 0,26 mg = 0,39 mg
20 g
0,39 mg
Volume pemberian : x 1 ml = 0,0078 ml x 10 (pengenceran) = 0,078 ml
50 mg
26 g
4. Dosis fenobarbital pada mencit no 4 dengan BB 26 g : x 0,26 mg = 0,338 mg
20 g
0,338 mg
Volume pemberian : x 1 ml = 0,0067 ml x 10 (pengenceran) = 0,067 ml
50 mg
24 g
5. Dosis fenobarbital pada mencit no 5 dengan BB 24 g : x 0,26 mg = 0,312 mg
20 g
0,312mg
Volume pemberian : x 1 ml = 0,0062 ml x 10(pengenceran) = 0,062 ml
50 mg
Hasil Pengamatan:
Pengamatan
Waktu Waktu Onset Durasi
Waktu
Hilang Kembali Kerja Kerja
Hewan Obat Dosis Rute Pemberian
Righting Righting Obat Obat
Obat
Reflex Reflex (menit) (menit)
(menit)
(menit) (menit)
Mencit Fenobarbital 100 mg/ PO 08.30 09.50 12.24 80 154
70 kgBB menit menit
manusia
Mencit Fenobarbital 100 mg/ SC 08.35 09.07 13.10 32 243
70 kgBB menit menit
manusia
Mencit Fenobarbital 100 mg/ IV 08.40 09.52 11.50 72 118
70 kgBB menit menit
manusia
Mencit Fenobarbital 100 mg/ IP 08.45 09.00 12.02 15 182
70 kgBB menit menit
manusia
Mencit Fenobarbital 100 mg/ IM 08.50 09.09 12.42 19 213
70 kgBB menit menit
manusia
Righting reflex adalah refleks mencit yang apabila tubuhnya dibalik dan berada pada posisi
terlentang, maka akan kembali tertelungkup.
Onset kerja adalah mula kerja obat (diamati waktu antara pemberian obat sampai timbulnya
efek hilangnya refleks balik badan jika ditelentangkan selama 30 detik hingga tidur)
Durasi kerja adalah lama kerja obat (diamati waktu antara timbulnya efek hilangnya reflex
balik badan jika ditelentangkan selama 30 detik hingga tidur, sampai hilangnya efek
tersebut)
4.2. Pembahasan
Pada hasil percobaan, ini, kami memfokuskan pada rute pemberian obat. Hal ini
dimaksudkan untuk menguji apakah dengan merubah rute pemberian obat, suatu obat
dapat memberikan efek yang sama pada setiap individu. Hal ini penting mengingat
banyaknya jenis obat yang beredar dengan cara penggunaan yang berbeda beda untuk
menghasilkan efek yang berbeda pula. Dengan pengetahuan dasar ini diharapkan dapat
membantu dalam pemilihan jenis dan cara pemnggunaan obat sehinga hasil yang
diberikan menjadi maksimal.
Pada percobaan ini kami menggunakan tikus dengan berat badan yang berbeda-beda
untuk mendapatkan efek obat yang berbeda pula, hasil yang kami dapat jika diurutkan
dari yang paling cepat hingga paling lambat adalah rute pemberian obat dengan cara intra
peritoneal, intra muscular, sub cutan, intra vena, dan per oral. Hasil ini berbeda dengan
teori rute pemberian obat yang seharusnya secara berurutan rute pemberian obat paling
cepat hingga paling lambat adalah intra vena, intra muscular, intra peritoneal, sub cutan,
dan oral. Hal ini mungkin bisa saja terjadi karena kesalahan pada saat penarikan dosis
pada spuit, karena hasil perhitungan volume pemberian obat antar mencit 1 dengan yang
lainnya, atau bisa juga kesalahan pada proses penyuntikan karena ketidak telitian para
praktikan.
BAB 5
PENUTUP
Kesimpulan
1. Rute pemberian obat dapat melalui oral, intravena, intramuscular, intraperitonial, dan
subcutan, maupun cara lain.
2. Pada percobaan ini dihasilkan, urutan rute pembrian obat dari yang paling cepat
hingga yang paling lambat yaitu intra peritonial (IP), intra muscular (IM) , subcutan
(SC), intra vena (IV) dan oral.
3. Pada percobaan ini diketahui bahwa rute pemberian obat paling cepat adalah intra
peritonial (IP) hal ini berbeda dengan teori yang dimana rute pemberian obat paling
cepat adalah melalui intra vena (IV), hal ini disebabkan oleh kesalahan pengambilan
dosis pada spuit karena hasil perhitungan volume obat yang terlalu mendekati antar
mencit, dan kesalahan pada saat proses penyuntikan.
4. Pada percobaan ini diketahui bahwa rute pemberian obat paling cepat adalah melalui
oral, hal ini sesuai dengan teori yang dimana pemberian obat melalui oral harus
mengalami proses pencernaan di lambung sehingga memperlambat obat untuk
memberikan efek.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh., 2000, Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press, hal.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi,IV, Depkes RI, Jakarta, hal.
Ansel, Howard.C., 1989 Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Universitas Indonesia Press,
Jakarta,hal.
Tim pengajar. 2011. Praktikum perkembangan Hewan pemberian Obat pada hewan Uji.
Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM.