Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

Eksperimen Dasar
(Pengaruh Rute Pemberian terhadap Obat Sedatif Hipnotik)

Disusun Oleh :
Nama : Esa Yuni Milenia
Nim : 18330098
Kelas : C

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI S1
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Percobaan


Yang mendasari latar belakang pada percobaan kali adalah untuk mengetahui
kaitan antara rute pemberian obat dengan waktu reaksi obat yang pertama kali
ditampakkan.
Obat-obat sedatif hipnotik banyak digunakan untuk merelaksasikan pasien &
untuk memacu tidur. Pada dosis yang lebih tinggi, obat sedatif (khususnya barbiturat)
akan menyebabkan hilang rasa. Karena efeknya dapat menekan sistem saraf pusat,
beberapa obat sedatif hipnotik digunakan dalam mengobati epilepsi atau
menghasilkan relaksasi otot.
Obat-obat sedatif hipnotik & anti anxietas banyak digunakan di dunia. Sekitar
10-15% masyarakat yang mengalami insomnia menggunakan pengobatan
farmakologi untuk menormalkan waktu tidur. Beberapa obat yang digunakan untuk
insomnia merupakan agonis GABA dan mempunyai efek sedasi yang terdiri dari
relaksasi otot, menurunnya daya ingatan , ataxia, dan hilangnya keterampilan.

B. Tujuan Percobaan
Setelah menyelesaikan percobaan ini, mahasiswa dapat :
1. Melakukan cara pemberian obat melalui berbagai rute pemberian obat pada
mencit
2. Mengamati pengaruh rute pemberian obat terhadap efek yang timbul
3. Mengetahui respon sedasi pada mencit.
4. Memahami awal mula kerja & durasi efek sedasi

C. Prinsip Percobaan
Penentuan efektifitas pemberian obat sedatif yaitu diazepam & fenobarbital terhadap
hewan coba mencit berdasarkan omset & durasinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Rute pemberian obat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat,
karena pengaruh lingkungan biokimia, fisiologis, & anatomi yang berbeda pada daerah
kontak mula obat & tubuh. Karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang
berbeda, struktur anatomi dari lingkungan kontak antara obat & tubuh berbeda. Hal ini
menyebabkan jumlah obat yang dapat mencapai kerjanya dalam jangka waktu tertentu akan
berbeda, tergantung dari rute pemberian obat. Meskipun rute pemberian obat secara oral
merupakan cara yang paling lazim, tapi seringkali rute ini tidak digunakan mengingat hal-hal
yang dikemukan, kondisi penerima obat, dan didasarkan juga oleh sifat-sifat obat itu sendiri.
BAB III
ALAT, BAHAN, DAN METODE KERJA

Hewan Coba : Mencit putih, jantan (jumlah 5 ekor), bobot tubuh 20-30 g
Obat : Fenobarbital 100 mg / 70 kg BB manusia
Alat : Spuit injeksi 1 ml, jarum sonde oral, bejana untuk pengamatan,
timbangan hewan, stopwatch, kandang restriksi
Prosedur :
1. Siapkan mencit. Sebelum pemberian obat, amati kelakuan normal masing-masing
mencit selama 10 menit
2. Hitung dosis & volume pemberian obat dengan tepat untuk masing-masing mencit
3. Berikan larutan fenobarbital 100 mg / 70 kg BB manusia secara PO, IV, IP, IM, &
SC. Catat waktu pemberiannya
4. Tempatkan mencit kedalam bejana pengamatan
5. Catat & tabelkan pengamatan masing-masing kelompok.
Bandingkan hasilnya
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Mencit Berat Badan Rute Pemberian Dosis Pemberian Volume Pemberian
(gram) (mg) (ml)
1 25 Per Oral 0,325 0,0065
2 23 Subcutan 0,299 0,00598
3 30 Intra Vena 0,39 0,0078
4 26 Intra Peritonial 0,338 0,00676
5 24 Intra Muskular 0,312 0,00624
Sediaan Fenobarbital Injeksi 50 mg/ml

Pengamatan
Waktu Waktu Waktu Onset Durasi
Hewan Obat Dosis Rute Pemberian hilang kembali Kerja Kerja
Obat Righting Righting Obat Obat
(menit) reflex Reflex (menit) (menit)
(menit) (menit)
Mencit Fenobarbital 100mg / PO 08.30 09.50 12.24 1.20 2.74
70kg BB
manusia
Mencit Fenobarbital 100mg / SC 08.35 09.07 13.10 0.72 4.03
70kg BB
manusia
Mencit Fenobarbital 100mg / IV 08.40 09.52 11.50 1.12 1.98
70kg BB
manusia
Mencit Fenobarbital 100mg / IP 08.45 09.00 12.02 0.55 3.02
70kg BB
manusia
Mencit Fenobarbital 100mg / IM 08.50 09.09 12.42 0.59 3.33
70kg BB
manusia

Righting reflex adalah refleks mencit yang apabila tubuhnya dibalik dan
berada pada posisi terlentang, maka akan kembali tertelungkup.

Onset kerja adalah mula kerja obat (diamati waktu antara pemberian obat
sampai timbulnya efek hilangnya refleks balik badan jika ditelentangkan selama 30
detik hingga tidur)

Durasi kerja adalah lama kerja obat (diamati waktu antara timbulnya efek
hilangnya reflex balik badan jika ditelentangkan selama 30 detik hingga tidur,
sampai hilangnya efek tersebut
B. Pembahasan
Mencit 1 dengan berat badan 25g diberikan fenobarbital secara per oral
sebanyak 0,0065 ml mengalami perubahan aktivitas dengan durasi selama 2.74 menit.
Mencit 2 dengan berat badan 23g diberikan fenobarbital secara subcutan sebanyak
0,00598 ml mengalami perubahan aktivitas dengan durasi 4.03 menit. Mencit 3
dengan berat badan 30g diberikan fenobarbital secara intra vena sebanyak 0,0078 ml
mengalami perubaham aktivitas dengan durasi selama 1.98 menit. Mencit 4 dengan
berat badan 26g diberikan fenobarbital secara intra peritonial sebanyak 0,00676 ml
mengalami perubahan aktivitas dengan durasi selama 3.02 menit. Mencit 5 dengan
berat badan 24g deberikan fenobarbital secara intra muskular sebanyak 0,00624 ml
mengalami perubahan aktivitas dengan durasi selama 3.33 menit.
Dari kelima hewan coba tersebut, didapatkan perbedaan lama durasi yang
dicapai pada masing-masing hewan coba. Hal ini bisa saja disebabkan oleh perbedaan
berat badan hewan coba & pengaruh rute pemberian . Obat fenobarbital merupakan
golongan barbiturat yang mudah larut dalam lemak, dapat ditimbun di jaringan lemak
dan otot sehingga menyebabkan kadar dalam plasma dan otak menurun dengan cepat.
BAB V
KESIMPULAN

 Phenobarbital merupakan obat sedatif hipnotik golongan barbiturat


 Semakin tinggi dosis yang diberikan maka efek yang ditimbulkan akan semakin cepat
 Dari kelima hewan coba tersebut, didapatkan perbedaan lama durasi yang dicapai
pada masing-masing hewan coba. Hal ini bisa saja disebabkan oleh perbedaan berat
badan hewan coba & pengaruh rute pemberian
 Pada pemberian obat secara per oral lebih lama menunjukkan onset dibandingkan
secara intra peritonial, hal ini dikarenakan intra peritonial tidak mengalami fase
absorpsi tetapi langsung kedalam pembuluh darah. Sementara pemberian obat secara
per oral, obat akan mengalami absorpsi terlebih dahulu sebelum masuk ke pembuluh
darah & memberikan efek
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

Tim Dosen Praktikum Farmakologi. Petunjuk Praktikum Farmakologi. Jakarta : ISTN 2018
Anonim.1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Dapertemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta
Gunawan, Sulistina. 2007. Farmakologi Dan Terapi FK UI, Jakarta. Badan Penerbit FK UI
Tjay, T. H. dan Raharja, K. (2002). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek
Sampingnya, Edisi Kelima, Cetekan Pertama, PT Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia, Jakarta.
Priyanto, 2008, Farmakologi Dasar, Edisi II, Leskonfi, Depok.
Arief, Moh., 1990, Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan, Gadjah Mada University Press,
D.I Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai