Anda di halaman 1dari 8

PROPOSAL PENELITIAN

FORMULASI CHEWING GUM EKSTRAK ETANOL DAUN SAGA (Abrus


precatorius L.) SEBAGAI ANTIBAKTERI
Oleh
ERISCA PRATIWI
D1A130825

Pembimbing I : Ardian Baitariza,M.Si,Apt. ( )

Pembimbing II : ( )

1.1.Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi pusat


tanaman obat di dunia. Perkembangan obat tradisional di Indonesia mengalami
kenaikan yang begitu pesat. Penggunaan bahan alam sebagai obat cenderung
mengalami peningakatan, terkait adanya isu back to nature dan krisis
berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat terhadap
obat-obat modern yang harganya relatif mahal. Penggunaan bahan alam juga
dapat meminimalkan efek negatif dari penggunaan obat kimia. Hal ini
merupakan peluang besar untuk membudidayakan tanaman obat-obatan.
Mengingat peluang obat tradisional dalam mengambil bagian dalam sistem
pelayanan kesehatan masyarakat cukup besar,obat alami perlu dikembangkan
lebih lanjut agar dapat memenuhi persyaratan keamanan, khasiat dan mutu.Salah
satu tanaman yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia yaitu
tanaman saga (Abrus precatorius L.). Tanaman saga sangat mudah ditemukan
dan tidak memerlukan perlakuan yang khusus dalam pembudidayaannya karena
merupakan tanaman rambat yang tumbuh liar. Saga (Abrus precatourius L.)
termasuk jenis tumbuhan perdu dengan pokok batang berukuran kecil dan
merambat pada inang dan membelit-belit ke arah kiri. Panjangnya mencapai 2-5
meter, berdaun majemuk, berbentuk bulat telur serta berukuran kecil-kecil dan
berwarna hijau hingga hijau pucat. Tanaman ini berhasiat sebagai antisariawan,
obat batuk dan obat radang tenggorokon.
Menurut penelitian Wahyuningsih (2006), kandungan daun saga yang
berupa glikosida (Abrusosida A-D dan Abrusgenin), saponin dan flavonoid
mempunyai fungsi sebagai antibakteri. Karena memiliki kandungan flavonoid
daun saga dapat digunakan juga sebagai antioksidan yang dapat menghambat
radikal bebas.Nilai kadar butuh minimum (KBM) dari ekstrak etanol daun saga
untuk bakteri S.aureus sebesar 0,63% dan E.coli sebesar 2,5%. Hal ini
membuktikan daun saga memiliki kandungan kimia yang aktivitasnya lebih baik
pada bakteri gram positif yaitu S.aureus dibandingkan pada bakteri negatif yaitu
E.coli. Staphylococcus aureus yang dalam keadaan penurunan imunitas dimana
semula komensal dapat berubah menjadi patogen sehingga menyebabkan
nakteremia dan infeksi sistemik pada rongga mulut. Staphylococcus aureus
diisolasikan dengan beberapa kondisi patologi pada saat menginfeksi selaput
mukosa dalam tubuh yaitu dengan adanya keadaan khas seperti nekrosis,
peradangan dan pembentukan abses. Sedangkan sariawan merupakan salah satu
bentuk peradangan yang terjadi di dalam mulut, sehingga daun saga dapat
menjadi alternatif pada pengobatan sariawan.
Sariawan merupakan salah satu penyakit di mukosa mulut yang umum
dialami oleh masyarakat. Pemanfaatan daun saga sebagai obat sariawan dalam
masyarakat yaitu dengan cara dikunyah sampai halus atau ditumbuk sampai
lumat dan kemudian ditambah air matang untuk di kumur atau bahkan diminum.
Cara pemakaian secara tradisional tersebut dirasa kurang efektif dan efisien,
sehingga perlu adanya upaya untuk mengoptimalkan khasiatnya, menutupi rasa
daun saga yang kurang enak sekaligus menciptakan inovasi baru dalam
formulasi sediaan yang dapat memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam
pemakaian terutama digunakan untuk anak-anak yaitu dengan dibuat chewable
gum.
Chewing gum merupakan jenis permen yang dapat dikunyah, memiliki
rasa dan bentuk yang bermacam-macam. Chewing gum terdiri dari beberapa
komponen yaitu, gum base, sweeteners, softeners dan flavorings. Chewing gum
memiliki potensi sebagai bahan penghantar obat karena mampu melepaskan zat
aktif yang terkandung di dalamnya. Secara farmakologi chewing gum ditujukan
untuk pengobatan penyakit lokal di rongga mulut atau penyerapan sistemik
melalui mukosa.terdapat hal yang harus diperhatikan dalam sediaan ini adalah
elastromer dan pelarutnya yang akan memberikan tekstur permen karet yang
kenyal, elastis dan lunak. Ukuran chewing gum juga perlu diperhatikan untuk
menghindari perasaan tidak menyenangkan pada pasien saat mengkonsumsinya.
Dengan dibuatnya chewing gum ekstrak daun saga ini diharapkan menjadi salah
satu alternatif bentuk sediaan dalam pengobatan yang disukai oleh pasien
dengan rasa yang enak dan tampilan yang menarik.

1.2.Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas makan dapat dirumuskan sebagai


berikut:
1. Apakah ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.) dapat diformulasikan
menjadi sediaan chewing gum?
2. Bagaimana pengaruh kombinasi sukrosa dan sorbitol sebagai pemanis
terhadap sifat fisik dari chewing gum daun saga?
3. Bagaimana tingkat kesukaan konsumen terhadap beberapa variasi pemanis
sukrosa dan sorbitol dari chewing gum daun saga?

1.3.Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bahwa ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.) dapat di
formulasikan menjadi sediaan chewing gum dengan kombinasi sukrosa dan
sorbitol.
2. Untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi pemanis sukrosa dan
sorbitol terhadap sifat fisik sediaan chewing gum daun saga.
3. Untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap beberapa variasi
penggunaan pemanis sukrosa dan stevia sediaan chewing gum daun saga.
1.4.Manfat penelitian
Penelitian ini Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan
pembudidayaan obat tradisional khususnya tanaman saga dengan diolah menjadi
sediaan yang lebih modern yaitu chewing gum yang baik untuk kesehatan agar
dapat dikenal dan disukai masyarakat dan mempermudah masyarakat dalam
penggunaannya.

1.5. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni
tahun 2017 di Laboratorium Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Al-Ghifari Bandung.

1.6. Metode Penelitian


1.6.1. Alat dan Bahan
1.6.2. Penyediaan bahan
Pengumpulan daun saga dengan disortasi basah dan dipisahkan
kemudian dicuci dengan air mengalir dan di dibuat menjadi simplisia dengan
dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50˚C. Kemudian di blender sehingga
menghasilkan serbuk daun saga.

1.6.3. Perhitungan Kadar Air


Alat moisture balance dipastikan pada posisi nol dan jarum menunjukkan
posisi netral. Sebanyak 2 g simplisia diletakkan merata di atas alumunium serta
anak timbangan 2 g sehingga posisi jarum berada di tengah. Lampu dinyalakan
dan suhu diatur pada 1000 C selama 15 menit, kemudian lampu dipadamkan.
Tombol pengukur diputar ke sebelah kiri sampai jarum kembali ke posisi
semula, kadar air dibaca.

1.6.4. Penapisan Fitokimia


Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui senyawa kimia
metabolit sekunder dalam daun saga (Abrus precatorus L.) secara kualitatif.
Penapisan yang dilakukan terhadap simplisia dan ekstrak yang digunakan
meliputi :

a. Identifikasi alkaloid
Sebanyak 500 mg sampel simplisia dan ekstrak dibasakan dengan
ammonia encer, kemudian ditambahkan 2 mL kloroform. Kemudian sampel
ditambahkan 2 mL HCl 0,1N dan dipanaskan diatas penangas air kemudian
disaring. Filtrat pertama dan kedua ditetesi dengan larutan pereaksi Dragendorff
dan Mayer, sedangkan filtrat ketiga digunakan sebagai blanko. Hasil positif akan
ditunjukkan dengan terbentuknya endapan merah atau jingga untuk Dragendorff
dan endapan putih untuk Mayer (Departemen Kesehatan RI, 1978).
b. Identifikasi Flavonoid
Sebanyak 500 mg sampel simplisia dan ekstrak dan didihkan selama 5
menit, kemudian disaring. Setelah dingin diambil 5 mL filtrat lalu ditambahkan
100 mg serbuk Mg dan 1 mL HCl pekat. Didiamkan 1 menit, kemudian
ditambahkan 5 mL amil alkohol kemudian kocok dan biarkan hingga terpisah.
Hasil positif jika terjadi warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil
alkohol (Fransworth, 1966).
c. Identifikasi Tanin
Sebanyak 500 mg sampel simplisia disari dengan 10 mL air suling,
disaring kemudian filtratnya diencerkan dengan air suling. Diambil 2 mL larutan
kemudian ditambahkan besi (III) klorida 1%. Hasil positif ditunjukkan dengan
terbentuknyawarna biru atau hijau kehitaman. Sampel ekstrak dan fraksi
ditambah 1 mL aquadest, kemudian diperlakukan sama mulai dari penambahan
besi (III) klorida (Departemen Kesehatan RI, 1978).
d. Identifikasi Polifenol
Sebanyak 500 mg sampel simplisia disari dengan 10 mL air suling,
disaring kemudian filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak
berwarna. Diambil 2 mL larutan kemudian ditambahkan besi (III) klorida 1%
dan gelatin. Hasil positif ditunjukkan dengan terjadi warna biru atau hijau
kehitaman. Sampel ekstrak dan fraksi ditambah 1 mL aquadest, kemudian
diperlakukan sama, mulai dari penambahan besi (III) klorida 1%. (Departeman
Kesehatan RI, 1978).
e. Identifikasi Saponin
Sebanyak 500 mg sampel disari dengan 10 mL air suling, disaring.
Setelah dingin diambil 5 mL filtrat kemudian dikocok kuat selama 10 detik,
terbentuk busa yang stabil selama 10 menit, ditambahkan 1 mL HCl 2N. Hasil
positif ditunjukkan dengan busa tidak hilang (Departemen Kesehatan RI, 1978).
Sampel ekstrak dan fraksi ditambah 5 mL air suling, kemudian diperlakukan
sama, mulai dari pengocokan.
f. Identifikasi steroid dan triterpenoid
Dalam percobaan ini sampel ditambahkan 20 ml eter, kemudian lapisan
eter di pipet dan disaring. Filtrat ditempatkan pada cawan penguap kemudian
dibiarkan hingga kering. Pada hasil pengeringan filtrat ditambahkan 2 tetes
larutan vanilin 10% dalam asam sulfat pekat. Terjadinya warna ungu
menunjukkan adanya triterpenoid, sedangkan adanya warna hijau biru
menunjukkan adanya senyawa steroid. (Harbone, 2006).

1.6.5. Pembuatan Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius L.)


Pembuatan ekstrak kental daun saga menggunakan ekstraksi maserasi.
Serbuk daun saga kering direndam dengan etanol 70% selama 3 hari dengan
sesekali diaduk/dikocok dan dilakukan 2- 3 kali pengulangan. Pemekatan
ekstrak daun saga menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu antra 60˚-
70˚C hingga ekstrak menjadi agak pekat. Kemudian dilanjutkan dengan
pemekatan dalam waterbath hingga menjadi ekstrak yang pekat.

1.6.6. Formulasi Chewing Gum Ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.)
Sediaan chewing gum ekstrak daun saga dibuat dengan 4 formulasi
pemanis yang berbeda dimana presentase komposisi chewing gum yang
dijadikan sumber adalah:
Gum base 20-21
Corn syrup 16,5-17
Lecithin 0,2-0,3
Coloring agent 0,13-0,5
Flavoring agent 0,5-1,27
Gliserin 0,45-1,00
Intense sweetener 2,25-4,47
Carelose 2001 0,00-6,00
Sukrosa 33,28-54,37
Xylitol 10,00-15,00

1.6.7 Melakukan evaluasi sediaan chewing gummy.

Evaluasi terhadap sediaan chewable gummy meliputi uji penampilan


umum, uji keelastisan, uji stabilitas fisik, uji keseragaman bobot, dan uji
kesukaan.

a. Uji Penampilan Umum

Parameter yang diamati yaitu bentuk, warna , ada atau tidaknya bau,
rasa, bentuk permukaan dan ada atau tidaknya cacat fisik (Lachmann dkk, 1994).

b. Uji keelastisan

Diambil secara acak chewable gummy lalu dipegang masing-masing


ujungnya, ditarik perlahan kearah berlawanan, tangan kiri menarik kearah kiri
dan tangan kanan menarik kearah kanan. Chewable gummy direntangkan sampai
terputus dan dicatat berapa panjang dari chewable gummy. Lalu bandingkan
dengan yang ada dipasaran.

c. Uji Stabilitas

Dilakukan pengujian terhadap setiap chewable gummy yaitu dengan


diamati apakah ada tanda-tanda perubahan warna, ada atau tidaknya bintik-
bintik, ada atau tidaknya pertumbuhan jamur. Pengamatan dicatat dan dilakukan
selama 4 minggu.

d. Uji Keseragaman bobot

Sebanyak 20 chewable gummy ditimbang dan dihitung bobot rat-ratanya,


kemudian ditimbang satu persatu. Persyaratannya adalah tidak lebih dari dua
chewable gummy menyimpang lebih besar dari kolom A dan tidak satupun
sediaan meyimpang lebih besar dari kolom B (Depkes RI, 1979).

e. Uji Kesukaan

Pengujian dilakukan terhdap 30 orang panelis yang dimabil secara acak.


Panelis diminta untuk memberikan pendapatnya terhadap rasa dari keempat
formula berdasarkan selera mereka pada angket yang telah diberikan. Uji ini
menggunakan 30 orang panelis dengan tujuan untuk mewakili sampel (Morten
dkk, 2000).

Anda mungkin juga menyukai