Anda di halaman 1dari 16

HUBUNGAN STRUKTUR-AKTIVITAS SENYAWA PENEKAN SISTEM

SARAF PUSAT

Penekan sistem saraf pusat adalah senyawa yang dapat menghambat aktivitas sistem
saraf pusat. Berdasarkan efek farmakologisnya penekan sistem saraf pusat dibagi menjadi 5
golongan yaitu anestetika sistemik, sedatifa dan hipnotika, relaksan pusat, obat antipsikotik
dan obat antikejang.

A. Anestetika sistemik
Anestetika sistemik adalah senyawa yang dapat menekan aktivitas fungsional
sistem saraf pusat sehingga menyebabkan hilangnya kesadaran, menimbulkkan efek
analgesik dan relaksasi otot serta menurunkan aktivitas refleks.
Mekanisme keja anestetika sistemik : struktur kimia, sifat kimia-fisika dan efek
farmakologi golongan anestetika sistemik sangat bervariasi. Hal ini menunjukan bahwa
anestetika sistemik menekan sistem saraf pusat secara tidak selektif dan aktivitasnya
lebih ditentukan oleh sifat kimia-fisika dan bukan oleh interaksinya dengan reseptor
khas. Dengan kata lain anestetika sistemik termasuk golongan senyawa yang
berstruktur tidak khas.
Teori terjadinya efek anestetika sistemik dibagi dua, yaitu :
 Teori fisik
Pada teori ini efek anestetika sistemik dihasilkan oleh interaksi fisik. Teori
fisik dapat dibedakan menjadi 3 yaitu teori lemak, ukuran molekul dan klatrat.
a. Teori lemak
Overten dan Meyer (1899) memberika tiga postulat yang
berhubungan dengan efek anestesi suatu senyawa, yang dikenal dengan
teori lemak sebagai berikut :
1) Senyawa kimia yang tidak reaktif dan mudah larut dalam lemak,
seperti eter, hidrokarbon terhalogenasi, dapat memberikan efek
narkosis pada jaringan hidup, sesuai dengan kemampuannya untuk
terdistribusi ke dalam jaringan sel.
2) Efek terlihat jelas terutama pada sel-sel yang banyak mengandung
lemak, sepertisel saraf.
3) Efisiensi anestesi atau hipnotik tergantung pada koefiisen partisi
lemak/air atau distribusi senyawa dalam fasa lemak dan fasa air
jaringan.
Teori ini hanya mengemukakan aktivitas suatu senyawa terhadap
tempat kerja saja dan tidak menunjukan bagaimana mekanisme kerja
biologisnya. Teori ini juga tidak dapat menjelaskan mengapa suatu
senyawa yang mempunyai koefisien partsisi lemak/air tinggi tidak selalu
menimbulkan efek anestesi.

b. Teori ukuran molekul


Wulf dan Featherstone (1957) mengemukakan teori anestesi
sistemik yang dikenal sebagai teori ukuran molekul. Beberapa bahan
anestesi yang tidak reaktif dapat menimbulakan efek anestesi sistemik
karena adanya hubungan yang mendasar antara sifat molekul dan efek
penekan sistem saraf pusat. Wulf dan Featherstone menduga bahwa
ada hubungan antara tetapan volume molekul suatu senyawa dengan
ada tidaknya kemampuan untuk menimbulkananestesi. Tetapan
volume molekul tersebut dapat dihitung melalui persamaan van der
Waals sebagai berikut :
(P + a/V2 ) ( V – b ) = R T
a = tetapan kepolarisasian gas ideal
b = tetapan volume molekul

Volume molekul (b) obat-obatan anestesi selalu lebih besar dari


4,4, contoh : harga b nitrogen oksida = 4,4, xenon = 5,1, etilen = 5,7,
siklopropana = 7,5, kloroform = 10,2, dan eter = 13,4. Ruang lateral
yang memisahkan molekul-molekul lemak dan protein dalam jaringan
otak, secara normal ditempati oleh senyawa-senyawa yang mempunyai
harga b lebih kecil dari 4,4 contoh : harga b dari H2O = 3,05, O2 =
3,18, dan N2 = 3,91.
Wulf dan Featherstone menduga bahwa obat-obat anestesi di
atas dapat menduduki ruang lateral, menyebabkan pemisahan lapisan-
lapisan lemak dan mengubah struktur molekul. Perubahan struktur ini
menyebabkan penekanan fungsi sel saraf sehingga terjadi efek
anestesi.
c. Teori Klatrat
Pauling (1961) mengemukakan suatu teori anestesi yang
penekanannya tidak pada fase lemak sistem saraf pusat tetapi pada fase
air, yang dikenal dengan teori klatrat atau teori air. Obat anestesi
yangberupa gas atau larutan mudah menguap dan bersifat inert, seperti
xenon dan kloroform, mempunyai potensi sama dan hanya berbeda
pada kemampuan untuk mencapai reseptor. Pada percobaaan in
vitro,xenon dan kloroform dalam lingkungan air dapat membentuk
mikrokristal hidrat (klatrat)yang stabil.
Pauling menganggap bahwa secara in vivo, xenon dan
kloroform akan menduduki ruang-ruang yang berisi molekul air,
kemidian bersama-sama dengan rantai samping protein dan solut-solut
mengubah struktur media air yang mengelilinginya sehungga lebih
terorganisasi, distabilkan oleh ikatan van der waals, membentuk
mikrokristal hidrat.
Mikrokristal yang stabil ini menyebabkan perubahan daya
hantar rangsangan ekektrik yang diperlukan untuk memelihara
kesadaran mental sehingga terjadi efek anestesi.
 Teori biokimia
Pada teori ini kerja anestesi dihasilkan oleh perubahan biokimia.
Quastel (19163), mencoba menjelaskan mekanisme kerja anestesi sistemik
secara biokimia dengan memperkenalkan teori penghambat oksidasi. Pada
percobaan in vitro terlihat bahwa senyawa anestesi sistemik dapat menekan up
take oksigen di otak dengan menghambat oksidasi koenzim NADH
(nikotiamid-adenin-dinukleotida) menjadi NAD+.
Pencegahan proses oksidasi ini menimbulkan penekana fungsi siklus
asam sitrat karena NAD+ terlibat dalam proses dekarboksilasi oksodatif dalam
siklus asam trikarboksilat (siklus krebs). Karena oksidasi NADH juga
dikontrol oleh fungsi fosforilasi ADP menjadi ATP, anestesi sistemik juga
menghambat proses fosforilasi oksidatif tersebut dan menurunkan
pembentukan ATP. Pengurangan up take oksigen di atas menyebabkan
penurunan aktivitas sistem saraf pusat sehingga terjadi anestesi.
Berdasarkan cara pemberiannya anestetika sistemik dapat dibagi
menjadi dua kelompok yaitu
1. Anestetika inhalasi
Anestetika inhalasi adalah senyawa yang dapat menimbulkan efek
anestesi, dan diberikan secara inhalasi. Disebut pula anestetika yang mudah
menguap. Beberapa diantaranya bersifat mudah meledak bila tercampur
dengan udara atau gas lain. Aktivitas dan keamanannya sangat bervariasi.
Anestetika inhalasi mempunyai dua keuntungan dibanding dengan
anestetika intravena yaitu :
1) Kedalaman anestesi dapat diubah dengan cepat dengan mengubah
kadar obat
2) Kemungkinan terjadinya depresi pernapasan sesudah perasi keil karena
obat dieliminasi dengan cepat.

Anestetika inhalasi menimbulkan efek samping antara lain delirium,


mual, takikardi (kecuali halotan), aritmia janung, depresi pernapasan,
oliguri yang terpulihkan, kadang-kadang ada yang menimbulkan
hepatotoksik, nefrotoksik, dan bersifat karsinogenik. Dalam sediaan pada
umumnya yang digunakan oksigen sebagai pelarut. Contoh anestetika
inhalasi yang berupa gas yaitu : siklopropan, etilen (H2C=CH2) an
nitrogen oksida (N2O).

Berdasarkan struktur kimianya anestetika inhalasi yng berupa cairan


mudah menguap dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu, turunan eter
dan turunan hidrokarbon terhalogenasi.

1) Turunan eter
Contohnya: dietileter, vinil eter, enfluran, isofluran, dan
metoksifluran.

Gambar : Rumus struktur dari masing-masing senyawa


2) Turunan hidrokarbon terhalogenasi
Contohnya : kloroform (CHCl3), etil klorida (H3C-CH2-Cl), halotan
(F3C-CHClBr) dan trifluorometanol (F3C-CH2-OH).
2. Anestetika intravena
Anestetika intravena adalah senyawa kimia yang dapat menimbulkan
efek anestesi dan diberikan secara intravena. Senyawa ini menghilangkan
kesadaran secara cepat, tetapi masa kerjanya juga singkat sehingga untuk
operasi yang memerlukan waktu lama harus dikombinasi dengan anestetika
sistemik lain. Anestetika intravena menimbulkan efek samping seperti
depresi pernapasan, aritmia jantung, spasma pada bronki dan laring,
hipotensi, mual dan rasa pusing sesudah operasi.
Berdasarkan struktur kimianya anestetika intavena dibagi menjadi dua
kelompok yaitu :
1) Turunan barbiturat
Turunan barbiturat yang mempunyai masa kerja pendek atau kurang
dari setengah jam, pada umumnya menimbulkan efek anestesi sistemik.
Contoh : metoheksil Na tiamital Na, dan tiopental Na.
2) Turunan sikloheksanon
Contohnya : ketamin HCl

Contoh senyawa anestetika sistemik :

1) Dietileter (eter) merupakan anstetika sistemik yang cukup aman dan banyak
digunakan pada pembedahan. Waktu induksinya lambat sehingga pada permulaan
biasanya digunakan anestesi lain yang awal kerjanya cepat, seperti vinileter atau
nitrigen oksida. Dietileter mempunyai koefisisen partisi darah/udara tinggi dan
digunakan pula sebagai pelarut untuk ekstraksi. Kadar anestesi : 10-20% volume,
secara inhalasi.
2) Enfluran, daya anestesi serupa dengan halotan,, sring dikombinasi dengan oksigen
atau nitrogen oksida. Waktu induksinya 4-6 menit. Kadar anestesi : 2-5%, secara
inhalasi.
3) Halotan adalah anestesi sistemik dengan aktivitas 4 kali lebih besar dibanding
dietileter dan hampir sama dengan klroroform. Senyawa ini menimbulkan toksisitas
lebih rendah dibanding dietileter. Waktu induksi halotan cepat 2-10 menit, dengan
masa kerja yang singkat. Nilai koefisien partisi darah/udara rendah. Halotan
digunakan secara inhalasi dengan kadar :1-4%, diuapkan dengan pengaliran oksigen.
4) Isofluran adalah anestesi inhalasi yang relatif baru, dengan toksisitas yang rendah
dibanding dengan obat anestesi lain. Daya anestesi dan waktu induksinya serupa
dengan halotan.
5) Ketamin HCl adalah anestesi sistemik yang diberikan secara intravena atau
intramuskular. Awal kerjanya cepat, 0,5 menit setelah pemberian intravena, dan 3-4
menit setelah pemberian intramuskular. Efek akhirnya setelah 5-10 menit (iv) atau
12-25 menit (im), dengan waktu paruh 2,5-4 jam. Ketamin kadang-kadang
digunakan bersama-sama obat anestesi sistemik yang lainnya pada pembedahan.
Efek samping ketamin lebih rendah dibanding obat anestesi sistemik lain dan dapat
menimbulkan halusinasi. Dosis iv : 1-2 mg/kg bb, untuk pemeliharaan diberikan
setengah dari dosis induksi. Dosis im : 6,5-13 mg/kg bb.
6) Tiopental Na digunkan secara luas sebagai anestesi sistemik dan diberikan secar
intravena. Awal kerjanya cepat kurang lebih 0,5 menit dengan masa kerja 10-30
menit, waktu paruhnya kurang lebih 11,5 jam. Dosis iv : larutan 2,5 %, 2-3 ml,
dengan kecepatan pemasukan 1 ml per 5 detik.

B. Sedatifa dan Hipnotika


Sedatifa dan hipnotika adalah senyawa yang dapat menekan sistem saraf pusat
sehingga menimbulkan efek sedasi lemah sampai tidur pulas.
Sedatifa adalah senyawa yang menimbulkan sedasi, yaitu keadaan terjadinya
penurunanan kepekaan terhadap rangsangan dari luar karena ada penekanan sistem
saraf pusat ringan. Dalam dosis besar, sedatifa berfungsi sebagai hipnotika, yaitu dapat
menyebabkan tidur pulas.
Sedatifa digunakan untuk menekan kecemasan yang diakibatkan oleh ketegangan
emosi dan tekanan kronik yang disebabkan oleh penyakit atau faktor sosiologis, untuk
menunjang pengobatan hipertensi, untuk mengontrol kejang dan untuk menunjang efek
anestesi sistemik. Sedatifa mengadakan potensiasi dengan obat analgesik dan obat
penekan sistem saraf pusat yang lain.
Hipnotika digunakan untuk pengobatan ganguan tidur, seperti insomnia. Efek
samping yang umum golongan sedatif-hipnotika adalah mengantuk dan perasan tidak
enak waktu bangun. Kelebihan dosis dapat menimbulkan koma dan kematian karena
terjadi depresi pusat medula yang vital di otak. Pengobatan jangka panjang
menyebabkan toleransi dan ketergantungan fisik.
Mekanisme kerja
Secara umum golongan sedative hip notion bekerja dengan mempengaruhi fungsi
pengaktifan retikula, rangsangan pusat tidur dan menghambat fungsi pusat arousal.
Beberapa obat sedatif-hipnotika, seperti turunan alkohol, aldehida dan karbamat adalah
senyawa yang berstruktur tidak khas, dan kerjanya dipengaruhi oleh sifat kimia fisika.
Meskipun strukturnya berbeda, tetapi pada umunya mempunyai dua gambaran
umum yang sama, yaitu :
 Mempunyai gugus yang dapat melibatkan ikatan hidrogen
 Mempunyai gugus yang dapat menurunkan tetapan dielektrik air
Modifikasi tetapan dielektrik dan sttuktur biopolimer airyang mengelilinginya
menyebabkan perubahan konformasi makromolekul dan hal ini berhubungan dengan
peran fisiologisnya. Struktur turunana barbiturat mirip dengan timin, dapat berinteraksi
melalui ikatan hidrogen dengan gugus adenin dari banyak makromolekul, seperti FAD
dan NADH, yang terlibat pada proses biokimia penting.
Sedatif-hipnotika yang banyak digunakan secara luas, seperti turunan barbiturat dan
benzodiazepin, merupakan senyawa yang berstruktur khas dan kerjanya dipengaruhi
oleh ikatannya dengan reseptor yang khas. Kerja sedatifa sebagai antikecemasan pada
tingkat molekul masih belum diketahui secara penuh, tetapi dari percoban diketahui
bahwa sedatifa-hipnotika bekerja pada jalur katekolamin. Turunan banzodiazepin dan
barbiturat dapat menurunkan pergantian nonepinefrin, serotonin, dan lain-lain amin
biogenik dalam otak, yang kemungkinan bertangung jawab pada beberapa efek
farmakologisnya.
Dari studi biokimia dan elektrofisiologis, turunan benzodiazepin mengikat reseptor
khas di otak dan meningkatkan transmisi sinaptik GABA-ergik (gama-aminobutyric
acid) dengan meningkatkan pengaliran klorida pada membran postsinaptik.
Hubungan struktur dan aktivitas
Dari penelitian Hansch dan kawan-kawan diketahui bahwa ada hubungan parabolik
antara perubahan struktur sedatif-hipnotika, sifat lipofil (log P) dan aktivitas penekan
sistem saraf pusat. Efek penekan sistem saraf pusat yang ideal dicapai bila senyawa
mempunyai nilai koefisien pertisi oktanol/air optimal =100 atau lop P = 2.
Oleh karena itu struktur sedatifa dan hipnotika pada umumnya mengandung gugus-
gugus sebagai berikut :
1. Gugus non ionik yang sangat polar dengan nilai (-) π besar. Contoh gugus
tersebut tertera pada tabel di bawah ini.
2. Gugus hidrokarbon (alkik,aril) atau hidrokarbon terhalogenasi (haloalkil) yang
bersifat non polar, dengan nilai π berkisar antara (+) 1-3.
Bila gugus a dan b digabungkan didapat nilai jumlah π (log P) kurang lebih 2,
sehingga dihasilkan efek penekan sistem saraf pusat yang mendekati ideal.

Berdasarkan struktur kimianya, sedatif-hipnotika dibagi menjadi enam kelompok


yaitu turunan barbiturat, benzodiazepin, ureida asiklik, alkohol, piperidindion dan
kuinazolin, dan turunan aldehida.

1. Turunan Barbiturat
Turunan barbiturat merupakan sedatifa yang banyak digunakan secara luas
sebelum diketemukanya turunan benzodiazepin. Turunan barbiturat bekerja
sebagai penekan pada aksis serebrospinal dan menekan aktivitas saraf, otot
rangka, otot polos dan otot jantung. Turunan barbiturat dapat menghasilkan
derajat depresi yang berbeda yaitu sedasi, hipnotik atau anestesi, tergantung pada
struktur senyawa, dosis dan cara pemberian.
Mekanisme kerja
Turunan barbiturat bekerja dengan menekan transmisi sinaptik pada sistem
pengaktifan retikula di otak dengan cara mengubah permeabilitas membran sel
sehingga mengurangi rangsangan sel postsinaptik dan menyebabkan deaktivasi
korteks serebral.
Hubungan struktur dan aktivitas
Sanberg (1951) membuat sebuah postulat bahwa untuk memberikan efek
penekan sistem saraf pusat, turunan asam barbiturat harus dan bersifat asam
lemah dan mempunyai nilai koefisien partisi lemak/air dengan batas tertentu.
Turunan 5,5-disubstitusi dan 1,5,5-trisubstitusi asam barbiturat serta 5,5-
disbstitusi asam tiobarbiturat, keasamannya relatif lemah karena membentuk
tautomeri triokso yang sukar terionisasi sehingga mudah menembus sawar darah
otak dan menimbulkan efek penekan sistem saraf pusat.
Turunan tak tersubstitusi, 1-substitusi, 5-substitusi, 1,3-disubstitusi, 1,5-
disubstitusi mempunyai sifat keasaman yang relatif tinggi karena dapat
membentuk tautomeri yang mudah terionisasi sehingga kemampuan menembus
membran lemak relatif rendah dan tidak menimbulkan efek penekan sistem saraf
pusat.
Turunan 1,3,5,5-tetrasubstitusi tidak bersifat asam,pada in vivo dimetabolisis
menjadi turunan 1,3,5-trisubstitusiyang aktif.
Golongan 5,5-disubstiitusi dari turunan barbiturat bersifat asam lemah,
mempunyai nilai pKa kurang lebih 7,0-8,5, contoh : asam 5,5-dietilbarbiturat
(fenobarbital) pKa = 7,4, pada pH fisiologis lebih dari 50% terdapat dalam bentuk
tidak terionisasi sehingga mudah menembus jaringan lemak dan menunjukan
aktivitas sebagai penekan sistem saraf pusat.
Sifat keasaman tersebut disebakan karena terbentuknya tautomeri laktam-
laktim dan keto-enol dengan rumus struktur sebagai berikut :

Galongan 5-substitusi barbiturat bersifat lebih asam, contoh : asam 5-


etilbarbiturat, pKa = 4,4, pada suhu fisisologis mudah terionisasi (99,9%)
sehingga kurang efektif dalam menembus sawar membran lipofil sistem saraf
pusat dan tidak dapat menimbulkan efek penekan sistem saraf pusat.
Proses ionisasi dari 5-substitusi dan 5,5-disubstitusi barbiturat dapat dilihat
pada gambar di bawah ini :

Dari studi hubungan struktur dan aktivitas turunan babiturat didapatkan hal-
hal sebagai berikut :

1. Masa kerja obat terutama tergantung pada substituen-substituen di posisi 5


yang mempengaruhi lipofilitasnya. Aktivitas hipnotik akan meningkat
dengan meningkatnya lipofilitas dan aktivitas optimum dicapai bila jumlah
atom C pada kedua substituen antara 6-10. Bila jumlah atom C ditingkatkan
lagi aktivitasnya akan menurun menghasilkan senyawa konvulsan atau
menjadi tidak aktif.
2. Pada seri yang sama, isomer dengan rantai cabang mempunyai aktivitas
lebih besar dan masa kerja yang lebih pendek. Senyawa dengan
percabangan yang lebih besar aktivitasnya lebih tinggi, contohnya :
pentobarbital aktivitasnya lebih besar dibanding amobarbital.
3. Pada seri yang sama, analog alil, alkenil, dan sikloalkenil yang tidak jenuh
mempunyai aktivitasnya lebih besar dibanding analog jenuh dengan jumlah
atom C yang sama.
4. Substituen alisiklik dan aromatik memberikan aktivitas yang lebih besar
dibanding substituen alifatik dengan jumlah atom C yang sama.
5. Pemasukan atom halogen pada substituen 5-alkil dapat meningkatkan
aktivitas.
6. Pemasukan gugus-gugus yang bersifat polar, seperti gugus OH, NH2, RNH,
CO, COOH, dan SO3H, pada substituen 5-alkil akan menurunkan aktivitas
secara dratis.
7. Metilasi pada N1 atau N3 akan meningkatkan kelarutan dalam lemak dan
menyebabkan awal kerja obat menjadi lebih cepat dan masa kerja obat
menjadi lebih singkat. Makin besar jumlah atom C makin meningkat
kelarutan dalam lemak, menurunkan sifat hidrofil sampai melewati batas
yang diperlukan untuk timbulnya aktivitas, sehingga aktivitasnya akan
menurun secara drastis. Meskipun demikian, adanya gugus alkil yang besar
pada atom N akan meningkatkan sifat konvulsi dari turunan barbiturat.
Alkilasi pada kedua atom N menghilangkan sifat keasaman sehingga
senyawa menjadi tidak tidak aktif.
8. Penggantian atom O dengan atom S pada atom C2 menyebabkan awal kerja
obat menjadi lebih cepat dan masa kerja obat lebih singkat. Penggantian
atom O dengan atom S pada atom C2 dan C4 (2,4-ditio) akan menurunkan
aktivitas. Turunan 2,4,6-tritio, 2-imino, 4-imino, 2,4-dimino, dan 2,4,6-
triimino akan menghilangkan aktivitas. Penggantian atom S atau gugus
imino lebih dari satu oksigen karbonil akan menurunkan sifat hidrofil,
melewati batas kelarutan yang diperlukan, sehingga dapat menghilangkan
aktivitasi.
9. Turunan yang strukturnya stereoisomer mempunyai aktivitas yang kurang
lebih sama.

Berdasarkan masa kerja turunannya barbiturat dibagi menjadi empat kelompok


yaitu :

a. Turunan barbiturat dengan masa kerja panjang (6 jam atau lebih)


Contohnya : barbital, mefobarbital, metarbital, dan fenobarbital.
b. Turunan barbiturat dengan masa kerja sedang (3-6 jam)
Contohnya : alobarbital, amobarbital, aprobarbital, butabarbital.
c. Turunan barbiturat dengan masa kerja pendek ( 0,5-3 jam)
Contohnya : siklobarbital, heptabarbital, heksetal, pentobarbital, dan
sekobarbital
d. Turunan barbiturat dengan masa kerja sangat pendek (kurang dari 0,5 jam)
Contohnya : tiopental, tiamital dan metoheksital.
Turunan barbiturat rumus strukturnya dapat dilihat di bawah ini :
Contoh turunan barbiturat :

1) Barbital (veronal) adalah turunan barbiturat dengan masa kerja panjang.


Barbital digunakan sebagai hipnotik oral, awal kerjanya 0,5-1 jam, dengan
masa kerja 8-12 jam. Dosis hipnotik : 300 mg 2-3 dd.
2) Fenobarbital (fenobarbiton, luminal) adalah turunan barbiturat dengan masa
kerja panjang. Aktivitasnya lebih tinggi dibanding barbital, dan digunakan
sebagai sedatif, hipnotik dan antikejang. Awal erjanya lambat kurang lebih 1
jam, dengan masa kerja yang cukup panjang 10-16 jam. Obat diabsobsi dalam
saluran cerna kurang lebih 80%, kadar darah tertinggi dicapai dalam 6-18 jam
setelah pemberian oral, dengan waktu paruh 72-96 jam. Fenobarbital dapat
mencegah serangan epilepsi, lebih efektif terhadap tipe grand mal dibanding
tipe petit mal. Dosis sedatif : 15-30 mg 2-3 dd, untuk hipnotik : 100-200 mg 2-
3 dd, dan untuk antikejang : 50-100 mg, 2-3 dd.
3) Amobarbital (amytal) adalah turunan barbiturat dengan masa kerja yang
sedang, digunakan sebagai sedatif, hipnotik, dan antikejang. Awal kerjanya
kurang lebih 0,5 jam, dengan masa kerja 3-6 jam. Waktu paruhnya 16-24 jam.
Dosis sedatif : 15-50 mg 2-3 dd, untuk hipnotik : 100-200 mg 2-3 dd, dan
untuk antantikejang : 200-400 mg 2-3 dd.
4) Pentobarbital Na (nembutal) adalah turunan barbiturat dengan masa kerja
pendek, digunakan sebagai hipnotik dan sedatif, diberikan secara oral atau
intravena. Kadar darah tertinggi obat dicapai dalam 1 jam setelah pemberian
oral, dengan waktu paruh plasma 15-48 jam. Dosis sedatif : 30 mg 3-4 dd,
untuk hipnotik : 100 mg.
2. Turunan benzodiazepin
Turunan benzodiazepin adalah obat pilihan yang banyak digunakan sebagai
sedatif hipnotik karena mempunyai efikasi dan batas keamanan lebih besar
dibanding turunan sedatif-hipnotika lain, yang antara lain menyangkut efek
samping, pengembangan toleransi, ketergantungan obat, interaksi obat dan
kematian akibat kelebihan dosis. Selain efek sedatif-hipnotik, turunan
benzodiazepin juga memiliki efek manghilangkan ketegangan (anxiolitik,
tranquilizer minor), relaksasi otot dan antikejang.
Efek samping yang umum adalah mengantuk, kelemahan otot, malas dan
kadang-kadang dapat terjadi amnesia, hipotensi, penglihatan kabur dan
konstipasi. Penggunaan jangka panjang, terutama dalam dosis tinggi, dapat
menimbulkan ketergantungan fisik dan mental.
Mekanisme kerja
Turunan benzodiazepin menekan transmisi sinaptik pada sistem pengaktifan
retikula di otak dengan cara mengubah permeabilitas membran sel sehingga
mmengurangirangsangan sel postsinaptik dan terjadi deaktivasi korteks serebral.
Turunan benzodiazepin mengikat receptor khas di otak dan meningkatkan
transmisi sinaptik GABA-ergik ( gama-aminobutyric aacid dengan cara
meningkatkan pengaliran klorida pada membran postsinaptik dan menurunkan
pergantian norepinefrin, katekolamin, serotonin dan lain-lain amin biogenik
dalam otak.
Turunan benzodiazepin dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
1. Turunan 1,4-benzo-diazepi-4-oksida
Contohnya : klordiazepoksid HCl, digunakan terutama untuk mengontrol
emosi, meringankan kecemasan, ketegangan, gangguan fungsi somatik dan
insomnia. Absorpsi obat dalam saluran cerna praktis sempurna. Kadar tertinggi
obat dalam darah dicapai setelah 2-4 jam pemberian secara oral, ekskresinya
sangat lambat dengan waktu paruh 20-24 jam. Dosis : 5-10 mg.

2. Turunan 1,4-benzodiazepin-4-on
Turunan ini dapat digunakan sebagai :
 sedatif ( diazepam, oksazepam, medazepam, klorazepam, dipotasium, dan
lorazepam )
 hipnotik ( flurazepam, nitrazepam, dan flunitrazepam)
 antikejang ( klonazepam)
Hubungan struktur dan aktivitas

 Modifikasi pada cincin A


Pemasukan substituen penarik elektron, seperti Cl, Be, F, CF3, dan NO2, pada
posisi 7 dapat meningkatkan aktivitas, sedangkan pemasukan gugus pendorong
elektron pada posisi tersebut akan menutunkan aktivitas. Pemasukan
substituen pada posisi 8 dan 9 juga menurunkan aktivitas.
 Modifikasi pada cincin B
 pemasukan gugus metil pada posisi 1 akan meningkatkan aktivitas.
Bila substituen lebih besar dari metil terjadi penurunan aktivitas.
Meskipun demikian, adanya substituen yang besar pada senyawa
tertentu, misal...

Anda mungkin juga menyukai