Anda di halaman 1dari 15

TUGAS HERBAL MEDICINE

“SENYAWA MARKER (PENANDA) DALAM STANDARISASI OBAT

TRADISIONAL”

Disusun oleh:
KELOMPOK II

Fitratul Wahyuni (2605006)


Suci Indah Kartika (2605007)
Melfi Indriani (2605008)
Lativa Susanti (2605009)
Elhas Adelse Nameza (2605010)

Dosen : Verawati, M.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA

YAYASAN PERINTIS

PADANG

2018
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Senyawa marker (senyawa penanda) dibutuhkan sebagai pembanding


dalam konfirmasi keberadaan suatu ekstrak tanaman dalam produk obat bahan
alam. Analisis senyawa marker secara kualitatif dan kuantitatif dapat dijadikan
indikator mutu suatu obat herbal. Studi tentang senyawa marker dapat pula
diterapkan pada proses pemastian keaslian spesies, pencarian sumber baru atau
pengganti bahan mentah, optimasi metode ekstraksi, purifikasi, elusidasi struktur
dan penentuan kemurnian. Penelusuran yang sistematis menggunakan senyawa
marker memungkinkannya menjadi acuan dalam penemuan dan pengembangan
terhadap obat baru (Kushwaha, Kushwaha, Maurya, & Rai, 2010; Badan POM RI,
2011).
Data dari Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) mengungkapkan bahwa
masih banyak senyawa marker yang belum tersedia di Indonesia, termasuk salah
satunya adalah senyawa etil-p-metoksisinamat (EPMS) (Badan POM RI, 2011).
Luasnya potensi pemanfaatan serta penggunaan senyawa marker ini masih belum
disertai dengan adanya ketersediaan marker yang sesuai. Padahal semenjak tahun
2012 lalu, Indonesia telah mampu menghasilkan tidak kurang dari 34 juta
kilogram tanaman Kaempferia galanga Linn. (kencur) setiap tahunnya (Badan
Pusat Statistik, 2014).
World Health Organization (WHO) sudah menyadari bahwa tanpa
mengikutsertakan obat tradisional dalam usaha pemeliharaan kesehatan rakyat,
tidak mungkin tercapai pemerataan kesehatan di tahun 2000. Dengan demikian,
peranan obat tradisional dalam rangka meningkatkan pemeliharaan kesehatan
masyarakat Indonesia sangat penting dan harus dikembangkan (Nurhayati dan
Dzulkarnaen, 1983).
Keberadaan senyawa marker sangat diperlukan dan bersifat keharusan
(Wahyuono et al., 2006). Apabila komponen penyusun produk lebih dari satu
macam, maka pemalsuan akan semakin sulit dimonitor. Hal ini dikarenakan
senyawa satu dan yang lainnya bisa saling tumpang tindih, begitupun terhadap
senyawa lain dari tanaman. Akan tetapi kebenaran bahan harus tetap terjamin
demi keamanan konsumen dan menjaga kualitas produk sehingga dapat bersaing
di pasaran internasional.

2. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan senyawa marker
2. Mengetahui macam-macam senyawa marker
3. Mengetahui metoda-metoda yang digunakan dalam menggunakan senyawa
marker
BAB II
SENYAWA MARKER

1. Definis Senyawa Marker


The European Medicines Agency (EMEA) mendefinisikan senyawa
marker adalah senyawa atau kelompok senyawa dari produk obat herbal yang
digunakan untuk tujuan kontrol kualitas tanpa memperhatikan apakah senyawa
tersebut memiliki efek terapetik atau tidak (Songlin et al., 2008).

2. Klasifikasi Senyawa Marker


2.1. Klasifikasi Senyawa Marker Menurut EMEA
2.1.1. Senyawa Marker Identitas
Senyawa marker yang hanya digunakan untuk tujuan analisis
(Songlin et al., 2008).
2.1.2. Senywa Marker Aktif
adalah senyawa atau kelompok senyawa yang memberikan
aktifitas terapi (Songlin et al., 2008).

2.2. Klasifikasi Senyawa Marker Menurut Srinavasan


2.2.1. Senyawa Marker Aktif
Senyawa yang memberikan efek farmakologi dan efektivitas klinik
(Songlin, et al., 2008).
2.2.2. Senyawa Marker Analisis
Senyawa yang tidak memiliki efek terapi dan farmakologi (Songlin
et al., 2008).
2.2.3. Senyawa Marker Toksik
Senyawa yang menunjukkan sifat alergi dan toksik (Songlin et al.,
2008).
2.3. Klasifikasi Senyawa Marker Menurut Songlin et al.
2.3.1. Komponen terapetik
Komponen Terapetik diketahui memiliki efek terapi langsung
dari obat herbal. Senyawa tersebut dapat digunakan sebagai
senyawa marker untuk pengujian kualitatif dan kuantitatif (Songlin
et al., 2008).
2.3.2. Komponen Bioaktif
Komponen Bioaktif secara struktural kimia berbeda dengan
obat herbal. Saat komponen tunggal tidak mempunyai efek terapi
langsung, kombinasi dari bioaktivitas keduanya memberikan efek
terapi (Songlin et al., 2008).
2.3.3. Komponen Sinergis
Komponen Sinergis tidak berperan pada efek terapi ataupun
bioaktivitas secara langsung. Namun, mereka bekerja secara
sinergis untuk menguatkan bioaktivitas dari komponen lain untuk
meningkatkan efek terapi obat herbal (Songlin et al., 2008).
2.3.4. Komponen Identitas
Untuk dapat berperan dalam efek terapi, Komponen Identitas
haruslah bahan yang spesifik dan atau unik dari obat herbal
(Songlin et al., 2008).
2.3.5. Komponen Major
Komponen Major merupakan senyawa yang memiliki
kandungan terbesar dalam tanaman. Kelompok bukan komponen
identitas dan memiliki bioaktivitas yang belum diketahui pasti.
Komponen major digunakan untuk analisis kualitatifa dan
kuantitatif dari obat herbal khususnya untuk evaluasi stabilitas dan
diferensiasi (Songlin et al., 2008).
2.3.6. Komponen Korelatif
Komponen korelatif merupakan komponen yang memiliki
kedekatan hubungan dengan yang lainnya. Contohnya saja dapat
menjadi prekusor produk atau metabolit dari suatu reaksi kimia
atau enzimatis. Komponen korelatif dapat digunakan sebagai
senyawa marker untuk menguji kualitas obat tradisional yang
berasal dari lokasi berbeda dan pada waktu penyimpanan yang
berbeda pula (Songlin et al., 2008).
2.3.7. Komponen Toksik
Senyawa yang menunjukkan sifat alergi dan toksik (Songlin et
al., 2008).
2.3.8. Komponen Umum
Komponen umum merupakan senyawa yang umum terdapat
dalam tanaman. Komponen umum diidentifikasi dengan fingerprint
untuk quality control (Songlin et al., 2008)

Kategori senyawa marker dirangkum dalam Tabel 1.


Kategori Tujuan kontrol kualitas Kekurangan

Komponen terapetik Mengindikasi efficacy Tidak selalu didapatkan

Komponen toksik Pemastian keamanan Memerlukan studi


toksikologi yang luas

Komponen bioaktif Mengindikasi efficacy Tidak mengindikasi


keseluruhan kualitas
Komponen utama Uji stabilitas dan Tidak mengindikasi
konsistensi keseluruhan kualitas
Komponen identitas Identifikasi kualitatif Tidak selalu didapatkan

Komponen sinergis Mengeluarkan aksi Memerlukan studi


sinergis dari multi farmakologi yang luas
komponen
Komponen korelatif Memprediksi lama Memerlukan studi
penyimpanan, metoda fitokimia yang luas
ekstraksi, tempat
pengambilan
Komponen utama Mengindentifikasi Mengumpulkan data
keseluruhan kualitas saat analisis
digunakan bersamaan
dengan spektra
fingerprint

3. Manfaat Senyawa Marker


3.1. Identifikasi Adulteran
Turunan resin Garcinia hanburyi Hook, gamboges (Tenghuang) yang
digunakan untuk terapi jamur, kadas dan kurap di China. Gugus xanthon
terpoliprenilasi seperti asam gambogat dan asam gambogenat diisolasi
sebagai komponen mayor dan komponen bioaktif dari gamboges. Dalam
studi Songlin et al. Sebelumnya, sebuah adulteran dari gamboges
didiferensiasi dari sampel asli dengan metode HPLC-UV menggunakan 8
gugus xanthon sebagai senyawa marker stabilitas (Songlin et al., 2008).

3.2. Diferensiasi Obat Herbal Dengan Berbagai Sumber


Radix Stemonae (Baibu) adalah antitusiv dan obat herbal insektisida
turunan dari akar tiga Spesies Stemonae, yaitu Stemona tuberosa, S.
Sessilifolia, dan S. Japonica. Alkaloid Stemona terbukti secara
farmakologi memiliki efek antitusiv dan insektisida dari Radix Stemonae.
Dalam studi ini, diketahui kandungan kimia dari tiga species tersebut
berbeda-beda. alkaloid tipe Krumin seperti krumin terdeteksi di tiga
species tersebut, sedangkan alkaloid tipe protostemonin seperti
protostemonin dan maistemonin terdeteksi di S. japonica dan S.
Sessilifolia. Selanjutnya, alklaoid tipe stchoneurin seperti stemoninin,
neotuberostemonin, dan tuberostemonin hanya ditemukan dalam Stemona
tuberosa. Alkaloid Stemona dapat digunakan sebagai senyawa marker
aktif untuk membedakan tiga species Stemona (Songlin et al., 2008).
3.3. Menentukan Waktu Panen Terbaik
Rhizoma Chuanxiong merupakan salah satu obat tradisional China
yang biasa digunakan untuk mengobati penyakit cerebro dan cardio-
vascular. Senyawa marker yang dimiliki tanaman ini ialah senkyunolide A.
Sebagian besar komponen bioaktif ini digunakan sebagai senyawa marker
dalam menentukan waktu panen terbaik (Songlin et al., 2008).

3.4. Konfirmasi Tempat Panen


Empat profil kimia dari S. Tuberosa dari berbagai lokasi geografis
yang berbeda telah dikarakterisasi menggunakan senyawa marker aktif
kromin, steomonin, neotuberostemonin atau tuberostomin. Tanaman
tersebut diambil dari beberapa kota yakni Shizhu dan Erbian di provinsi
Sichuan, Masupo, dan Baoshan di provinsi Yunan, Shanglin di provinsi
Guangxi atau Yudu pada provinsi Jiangxi, China. Dari hasil yang
didapatkan, tanaman mengandung level tinggi steomonin,
neotuberostemonin, atau tuberostomin, dan kromin kadar rendah (Songlin
et al., 2008).

3.5. Menilai Metode Pemrosesan


Kebanyakan herba harus diproses untuk mengurangi efek toksiknya,
contohnya Radix Aconiti yang merupakan turunan dari akar Aconitum
carmichaeli Debx yang diketahui merupakan obat tradisional yang besifat
toksik dan poten. Komponen toksik tersebut diester-diterpen yang
merupakan alkaloid Aconitum seperti aconitine, mesaconitine, dan
hypaconitine. Ketika diproses alkaloid tersebut terhidrolisis menjadi
alkaloid monoester. Alkaloid monoester memiliki kandungan toksik yang
lebih rendah dibandingkan alkaloid diester. (Songlin et al., 2008).

3.6. Evaluasi kualitas dari bagian tumbuhan


Secara tradisional, Radix astragali dibedakan berdasarkan diameter,
panjang, dan bentuk fisiknya. Isoflavonoid dan saponin diketahui sebagai
komponen bioaktif yang berfungsi untuk efek terapi dari Radix astragali.
Setelah dilakukan penelitian, tidak ada perbedaan kandungan isoflavonoid
antara akar tebal dan tipis, atau kulit dan xylem. Hasil ini menunjukkan
bahwa akar kecil dari Radix astragali memiliki kualitas yang lebih baik
(Songlin et al., 2008).

3.7. Uji Stabilitas Produk


Uji stabilitas digunakan untuk mengevaluasi kualitas produk dalam
jangka waktu lama dan mengevaluasi waktu paruh . Kelima senyawa
marker digunakan sebagai indikator evaluasi stabilitas produk dari QGS.
Contohnya, uji stabilitas dipercepat dilakukan selama empat waktu pada
suatu periode di tiga bulan, dilakukan pada chambers at 40 ± 2°C dan
kelembaban 75 ± 5%. Kelima markers tetap stabil pada periode ini, hanya
paeonol menunjukkan sedikit pernurunan sekitar 5% dari produksi awal
(Songlin et al., 2008).

3.8. Diagnosis Intoksikasi Herbal


Senyawa toksik dapat digunakan sebagai senyawa marker dalam
metode skrining. Contohnya yaitu diagnosis cepat dari keracunan aconite
akut dari sampel urin dengan HPLC-MS. Lima pasang Aconite Alkaloid
dipiliih sebagai senyawa marker untuk mengembangkan metode skrining
LC-MS (Songlin et al., 2008).

4. Masalah Dalam Kontrol Kualitas Dengan Senyawa Marker


Senyawa marker sangat penting dalam kontrol kualitas dari obat herbal.
Berikut adalah masalah yang harus diselesaikan.
4.1. Kekurangan Senyawa Marker
Hingga saat ini, beberapa tanaman ada yang tidak memiliki senyawa
marker untuk quality control mereka. Berdasarkan Chinese Pharmacopeia,
hanya 281 dari 551 tanaman yang telah memiliki senyawa marker.
Sisanya, ada beberapa tumbuhan yang dianggap mempunyai senyawa
marker yang sama (Songlin et al., 2008).
4.2. Kemurnian yang belum memenuhi syarat
Kualitas yang tidak konsisten merupakan masalah utama pada senyawa
marker. Secara umum, kualitas senyawa marker dipengaruhi oleh faktor
fisikokimia yang antara lain :
4.2.1. Pelarut
Asam gambogat yang disimpan dengan menggunakan pelarut
metanol pada suhu kamar dapat mengalami reaksi nukleofilik
(Songlin et al., 2008).
4.2.2. Suhu
Suhu saat ekstraksi mempengaruhi jumlah senyawa marker
yang terproduksi. Contoh isoflavon pada Radix Astragali.
Dilakukan dengan dua perlakuan yang lalu dibandingkan
kromatogramnya. Yakni ekstraksi dengan mikrowave dan reflux
atau di soxhlet (Songlin et al., 2008).

4.2.3. Cahaya
Cinamaldehid yang merupakan senyawa marker Cortex
Cinnamomi. Dia peka sekali terhadap cahaya. Bila terpapar cahaya
pada kamar sekitar 6 jam, 10% kandungan pada cinnamaldehid
akan hilang, dan 36 jam selanjutnya hanya 25% yang tersisa.
Penelitian terakhir menunjukkan cinnamaldehid akan berubah
menjadi kristal asam sinamat ketika terpapar cahaya (Songlin et
al., 2008).
4.2.4. Campuran Epimer
Stereoisomer dari beberapa fitokimia sering berdampingan
di alam bebas dan kadang-kadang susah terisolasi sebagai senyawa
murninya. Kebanyakan stereoisomer memiliki bioaktivitas yang
berbeda dari yang lainnya (Songlin et al., 2008).
4.2.5. Konformasi
Kompleksitas spektra dari suatu senyawa kadang mengarah
pada kerumitan pada kemurniannya. Biflavonoid, contohnya,
selalu menunjukkan spektra senyawa yang komplek pada level
dimer karena terentang rotasi antara gugus flavanon dan flavanonol
diantara axis C-3/C-8 (Songlin et al., 2008)

5. Metode Penentuan Senyawa Marker


5.1. Studi Literatur
Berdasarkan farmakope china, disebutkan beberapa senyawa marker
yang terkandung dalam beberapa tanaman seperti terdapat pada gambar
berikut (Songlin et al., 2008).
5.2. Komponen Mayor
Dalam menentukan senyawa marker dapat diketahu melalui studi
literatur yang ada namun pada beberapa kasus, tanaman tidak diketahui
senyawa marker atau senyawa yang memberikan efek terapinya (Kamboj,
2012) sehingga untuk menentukan marker pada tanaman tersebut dipilih
komponen mayor yang ada pada tanaman. Komponen mayor dapat
memberikan pengaruh yang besar terhadap efek terapetik yang
ditimbulkan (Songlin et al., 2008).
5.3. Metabolit Profiling
Metabolit Profiling adalah suatu metode identifikasi dan penentuan
kuantitatif dari sejumlah besar metabolit, yang umumnya berhubungan
dengan jalur metabolit spesifik (Ellis et al., 2007). Penggunaan profil
metabolit dapat memberikan tampilan komparatif fungsi gen. Profil
metabolit memiliki potensi tidak hanya dapat memberikan wawasan lebih
dalam proses regulasi yang kompleks, tetapi juga dapat menentukan
fenotipe secara langsung (Fiehn et al., 2000)
5.4. Metode Fingerprinting
Senyawa sidik jari telah dipublikasikan sebagai tehnik yang sangat
baik untuk kontrol kualitas dari obat herbal. Senyawa sidik jari adalah
bentuk unik yang mengindikasikan adanya kelipatan senyawa marker di
dalam sampel (Songlin et al., 2008).
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Senyawa marker adalah senyawa atau kelompok senyawa dari produk obat
herbal yang digunakan untuk tujuan kontrol kualitas tanpa memperhatikan apakah
senyawa tersebut memiliki efek terapetik atau tidak.

Senyawa marker (senyawa penanda) dibutuhkan sebagai pembanding


dalam konfirmasi keberadaan suatu ekstrak tanaman dalam produk obat bahan
alam. Analisis senyawa marker secara kualitatif dan kuantitatif dapat dijadikan
indikator mutu suatu obat herbal. Studi tentang senyawa marker dapat pula
diterapkan pada proses pemastian keaslian spesies, pencarian sumber baru atau
pengganti bahan mentah, optimasi metode ekstraksi, purifikasi, elusidasi struktur
dan penentuan kemurnian.

Senyawa penanda merupakan senyawa yang terdapat dalam bahan alam


dan dideteksi untuk keperluan khusus (contoh untuk tujuan identifikasi atau
standardisasi) melalui penelitian (Patterson, 2006). Senyawa atau zat penanda
juga dapat dipakai untuk menandai atau sebagai senyawa identitas suatu simplisia
tanaman tertentu. Untuk memenuhi syarat ini, zat atau senyawa tersebut tidak
dimiliki oleh simplisia tanaman lain (Sutrisno,1986).

Seleksi senyawa penanda didasarkan pada varietas faktor-faktor yang


berbeda meliputi stabilitas, kemudahan analisis, waktu dan biaya analisis, efek
terapetik, indikator dari kualitas produk atau stabilitas atau pengguna sebelumnya
oleh penelitian lain. Senyawa penanda dapat digolongkan menjadi empat yang
didasarkan pada bioaktifitasnya. Empat golongan ini meliputi senyawa aktif,
penanda analitik dan penanda negatif. Senyawa aktif adalah senyawa yang
diketahui aktivitas farmakologi dan khasiatnya, tetapi khasiatnya belum
dibuktikan secara klinis. Penanda analitik adalah senyawa yang dipilih untuk
determinasi secara kuantitatif. Senyawa dengan penanda analitik dimungkinkan
atau tidak mempunyai aktivitas biologis. Senyawa ini membantu identifikasi
positif dari bahan tanaman atau ekstrak tumbuhan atau digunakan untuk tujuan
standardisasi. Penanda negatif adalah senyawa yang mempunyai sifat alergi atau
toksik atau mengganggu bioavailabilitasnya (Patterson, 2006).

Adapun syarat-syarat senyawa penanda adalah bersifat khas, mempunyai


struktur kimia yang jelas, dapat diukur kadarnya dengan metode analisis yang
biasa digunakan, bersifat stabil, tersedia dan dapat diisolasi (Purnomo, 2008).
Senyawa penanda tidak selalu senyawa aktif tetapi dapat juga senyawa khas untuk
bahan tertentu
DAFTAR PUSTAKA

Li Songlin et al. 2008. Chemical markers for the Quality Control of


Herbal Medicines. Chinese Medicine Laboratory : China

Rasheed, N.M.A et al. 2012. Chemical marker compounds and their


essential role in quality control of tradisionalmedicines. Institute of
Chemical Technology Tarnaka. India

Kamboj, Anjoo. 2012. Analytical Evaluation of Herbal Drugs. Drug


Discovery Research in Pharmacognosy. Intech . pg 31-35.

Ellis, D.I., Dunn, W.B., Griffin, J.L., Allwood, J.W., Goodacre, R., 2007,
Metabolic Fingerprinting as A Diagnostic Tool, Pharmacogenomic
Review, 8(9), 12431266

Fiehn, O., Kopka, J., Dormann, P., Altmann, T., Trethewey, R.N.,
Willmitzer, L., 2000, Metabolite profiling for plant functional
genomics, Nat. Biotech. 18, 1157–1161

Anda mungkin juga menyukai