Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH FARMAKOTERAPI

“FARINGITIS”

DOSEN PENGAMPUH :

Apt. MUHAMMAD ILYAS YUSUF, S. Farm., M. Imun

OLEH KELOMPOK 7

PUTRI TRI WANDA (O1A1 19 116)

RENIETA SALFI (O1A1 19 119)

RISMAWATI (O1A1 19 120)

RUNI HARIYANI (O1A1 19 123)

SAKINAH ALFADILLAH (O1A1 19 124)

SITTI NURFADHAL SYAFRIN (O1A1 19 126)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur patut kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati alam ciptaan-Nya.
Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada teladan kita nabi Muhammad SAW
yang telah menunjukan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan
menjadi rahmat bagi seluruh umat.
Adapun dalam pembuatan makalah Farmakoterapi I ini telah kami usahakan semaksimal
mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari
segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Untuk itu, kami memohon kritik dan saran yang
sifatnya membangun untuk penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata penyusun mengharapkan semoga dari makalah Farmakoterapi I tentang
“Faringitis” ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi
terhadap pembaca.

Kendari, 17 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

COVER.........................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1
1.1.....................................................................................................................Latar Belakang
...........................................................................................................................................1
1.2................................................................................................................Rumusan Masalah
...........................................................................................................................................2
1.3..................................................................................................................................Tujuan
...........................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................3
2.1.........................................................................................Definisi/Epidemiologi Faringitis
...........................................................................................................................................3
2.2.........................................................................................................Patofisiologi Faringitis
...........................................................................................................................................3
2.3........................................................................................................Gejala Klinik Faringitis
...........................................................................................................................................3
2.4.....................................................Penatalaksanaan dan Evaluasi Obat Penyakit Faringitis
...........................................................................................................................................3
2.5............................................................................................................Klasifikasi Faringitis
...........................................................................................................................................8
2.6.................................................................................Identifikasi Problem Medik Faringitis
...........................................................................................................................................9
2.7..................................................................................................Guideline Terapi Faringitis
...........................................................................................................................................9
2.8.......................................Contoh Kasus Penyakit Faringitis Menggunakan Metode SOAP
.........................................................................................................................................10
BAB III PENUTUP...................................................................................................................13
2.9..........................................................................................................................Kesimpulan
.........................................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................14

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) mengatakan bahwa kesehatan adalah keadaan
yang sempurna, baik fisik, mental maupun sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat
(Mulat dan Suprapto, 2018). ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut.
Secara umum, ISPA terbagi kedalam dua golongan, yaitu ISPA bagian atas dan ISPA bagian
bawah. ISPA bagian atas mencangkup infeksi organ saluran pernapasan mulai dari hidung
sampai dengan faring. Istilah akut menandakan infeksi berlangsung selama kurang dari 14 hari.
Infeksi saluran pernafasan akut bagian atas terdiri dari common cold/ influenza, rinitis, sinusitis,
faringitis, dan tonsillitis (Hermawan dan Komang, 2015).
Salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut bagian atas adalah faringitis. Faringitis
muncul dengan gejala bervariasi, diantaranya nyeri tenggorokan tiba-tiba, demam, sakit kepala,
limfadenitis, dan kadang-kadang nyeri perut, mual, kelelahan, dan atau ruam. Tanda penyakit
tersebut meliputi demam yang bisa mencapai > 38,5°C dan tampilan hiperemis pada dinding
saluran nafas. Gejala atipikal yang sering muncul pada anakanak, seperti sakit perut atau muntah.
Faringitis akut sudah mencapai angka kejadian sekitar 2% dari keluhan pasien dewasa dan 6%
untuk pasien anak-anak setiap tahunnya (lebih dari 1 juta visitasi). Group A β-hemolytic
streptococcus (GABHS) adalah patogen yang paling sering ditemui, dan menyebabkan faringitis
akut mencapai 5-15% pada orang dewasa serta 15-36% pada anak-anak.
Faringitis merupakan penyakit umum pada dewasa dan anak-anak. National Ambulatory
Medical Care Survey dan National Hospital Ambulatory Medical Care Survey telah
mendokumentasikan antara 6,2 – 9,7 juta kunjungan anak-anak dengan faringitis ke klinik dan
UGD (Unit Gawat Darurat) setiap tahun, dan lebih dari 5 juta kunjungan orang dewasa per
tahun.3 Frekuensi munculnya faringitis lebih sering pada populasi anak-anak. Kira-kira 15-30%
kasus faringitis pada anak-anak usia sekolah dan 10% kasus faringitis pada orang dewasa (Triadi
dan I. Made, 2020).

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:
1. Jelaskan definisi/epidemiologi dari faringitis?
2. Jelaskan patofisiologi dari faringitis?
3. Bagaimana gejala klinik dari faringitis?
4. Bagaimana penatalaksanaan dan evaluasi obat pemyakit faringitis?
5. Sebutkan dan jelaskan klasifikasi faringitis?
6. Jelasakan identifikasi problem medik faringitis?
7. Jelaskan guideline terapi dari faringitis?
8. Memberikan contoh kasus penyakit faringitis dengan menggunakan metode SOAP

1.3. Tujuan
Tujuan dari makalah ini berdasarkan rumusan masalah yaitu, sebagi berikut:
1. Untuk mengetahui definisi/epidemiologi dari faringitis
2. Untuk mengetahui patofisiologi dari faringitis
3. Untuk mengetahui gejala klinik dari faringitis
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan dan evaluasi obat penyakit faringitis
5. Untuk mengetahui klasifikasi faringitis
6. Untuk mengetahui identifikasi problem medik faringitis
7. Untuk mengetahui guideline terapi dari faringitis
8. Untuk mengetahui contoh kasus penyakit faringitis dengan menggunakan metode SOAP
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi/Epidemiologi Faringitis
Faringitis adalah peradangan dinding faring yang disebakan oleh virus 40-60%, bakteri 5-
40%, alergi, trauma dan iritan. Faringitis akut merupakan salah satu klasifikasi dalam faringitis.
Faringitis akut penyakit peradangan tenggorokan yang bersifat mendadak dan cepat memberat
(Sidharti dkk., 2015).

2.2. Patofisiologi Faringitis


Faringitis dapat disebabkan oleh bakteri dan virus. Bakteri yang paling sering menyebabkan
terjadinya faringitis adalah Streptococcus group A. Patofisiologi faringitis tergantung pada
organisme penyebab. Umumnya penularan terjadi melalui kontak dengan sekret nasal maupun
droplet yang mengandung patogen.

2.3. Gejala Klinik Faringitis


Gejala yang timbul pada faringitis tergantung pada mikroorganisme yang menyartainya.
a. Faringitis yang disebabkan oleh bakteri mempunyai gejala nyeri kepala yang hebat,
demam atau menggigil, malaise,nyeri menelan, muntah danmungkin batuk tapi jarang
timbul.
b. Faringitis yang disebabkan oleh virus biasanya mempunyai gejala nyeri tenggorokan
yang parah dan dapat disertai dengan batuk, suara serak dan dan nyeri subternal.
demam, menggigil, malaise, myalgia, dan sakit kepala juga dapat terjadi.
c. Gejala faringitis fungal adalah nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan
tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis. (Triadi dan Made
S., 2020).

2.4. Penatalaksanaan Dan Evaluasi Obat Penyakit Faringitis


a. Penatalaksanaan penyakit faringitis
Untuk membedakan faringitis bakteri dan virus bertujuan agar pemberian
antibiotik sesuai indikasi. Faringitis Streptokokus grup A merupakan satu-satunya
faringitis yang memiliki indikasi kuat dan aturan khusus dalam penggunaan antibiotik
(selain difteri yang disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae).
Pemberian antibiotik pada faringitis harus berdasarkan pada gejala klinis dan hasil
kultur positif pada pemeriksaan usapan tenggorok. Akan tetapi, hingga saat ini masih
terdapat pemberian antibiotik yang tidak rasional untuk kasus faringitis akut. Salah satu
penyebabnya adalah terdapat overdiagnosis faringitis menjadi faringitis akut
Streptokokus, dan memberikan antibiotik karena khawatir dengan salah satu
komplikasinya, berupa demam reumatik.
Antibiotik pilihan pada terapi faringitis akut Streptokokus grup A adalah Penisilin
V oral 15-30 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari atau benzatin penisilin G IM
dosis tunggal dengan dosis 600.000 IU (BB30 kg). Amoksisilin dapat digunakan sebagai
pengganti penisilin pada anak yang lebih kecil, karena selain efeknya sama, amoksisilin
juga memiliki rasa yang lebih enak. Amoksisilin dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi 2
selama 6 hari, efektivitasnya sama dengan Penisilin V oral selama 10 hari. Untuk anak
yang alergi penisilin dapat diberikan eritromisin etil suksinat 40 mg/kgBB/hari,
eritromisin estolat 20-40 mg/kgBB/hari, dengan pemberian 2, 3, atau 4 kali per hari
selama 10 hari; atau dapat juga diberikan makrolid baru misalnya azitromisin dengan
dosis tunggal 10 mg/kgBB/hari, selama 3 hari berturut-turut. Antibiotik golongan
sefalosporin generasi I dan II dapat juga memberikan efek yang sama, tetapi
pemakaiannya tidak dianjurkan, karena selain mahal risiko resistensinya juga lebih besar.
Kegagalan terapi adalah terdapatnya Streptokokus persisten setelah terapi selesai.
Hal ini terjadi pada 5−20% populasi, dan lebih banyak pada populasi dengan pengobatan
penisilin oral dibandingkan dengan suntik. Penyebabnya dapat karena komplians yang
kurang, infeksi ulang, atau adanya flora normal yang memproduksi -laktamase. Kultur
ulang apusan tenggorok hanya dilakukan pada keadaan dengan risiko tinggi, misalnya
pada pasien dengan riwayat demam reumatik atau infeksi Streptokokus yang berulang
Apabila hasil kultur kembali positif, beberapa kepustakaan menyarankan terapi
kedua, dengan pilihan obat oral klindamisin 20–30 mg/kgBB/hari selama 10 hari;
amoksisilin-klavulanat 40 mg/kgBB/hari terbagi menjadi 3 dosis selama 10 hari; atau
injeksi Benzathine penicillin G intramuskular, dosis tunggal 600.000 IU (BB 30 kg).
Akan tetapi, bila setelah terapi kedua kultur tetap positif, kemungkinan pasien merupakan
pasien karier, yang memiliki risiko ringan terkena demam reumatik. Golongan tersebut
tidak memerlukan terapi tambahan.
Pemberian antibiotik tidak diperlukan pada faringitis virus, karena tidak akan
mempercepat waktu penyembuhan atau mengurangi derajat keparahan. Istirahat cukup
dan pemberian cairan yang sesuai merupakan terapi suportif yang dapat diberikan. Selain
itu, pemberian gargles (obat kumur) dan lozenges (obat hisap), pada anak yang cukup
besar dapat meringankan keluhan nyeri tenggorok. Apabila terdapat nyeri yang berlebih
atau demam, dapat diberikan parasetamol atau ibuprofen. Pemberian aspirin tidak
dianjurkan, terutama pada infeksi Influenza, karena insidens sindrom Reye kerap terjadi.

b. Evaluasi obat penyakit faringitis


Penggunaan antibiotik pada pasien faringitis juga perlu dilakukan evaluasiuntuk
menjamin atau memastikan bahwa antibiotika yang digunakan secara tepat dan aman
bagi pasien faringitis. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) antibiotik pada pasien faringitis
dilakukan untuk menilai kesesuaian penggunaan antbiotik meliputi kesesuaian indikasi,
kesesuaian dosis, kesesuaian lama terapi dan mengetahui potensi terjadinya interaksi obat
dengan obat.
1) Analisis kesesuaian indikasi terapi
Indikasi dalam dunia kedokteran memiliki dua definisi yang berbeda yaitu pertanda
atau alasan. Dalam definisi yang pertama orang dengan kondisi tertentu menampilkan
indikasi atau tanda-tanda bahwa mereka harus diperlakukan dengan cara tertentu.
Selain itu gejala bisa juga menjadi indikasi suatu penyakit dan dokter dapat
menggunakan gejala sebagai metode untuk mendiagnosa suatu penyakit. Dalam
definis kedua, indikasi adalah alasan untuk membenarkan pengobatan atau terapi
tertentu. Dokter dapat melakukan pemeriksaan fisik atau hanya mendengarkan
keluhan pasien untuk menentukan tindakan terbaik. Kesesuaian indikasi ini
ditetapkan berdasarkan kriteria penggunaan obat yang disusun berdasarkan pustaka
mutakhir yaitu American Society of Health-System Pharmacists (AHFS Drug
Information).

2) Analisis kesesuaian dosis


Kesesuaian dosis ditetapkan mengacu kepada beberapa pustaka yang sah dan
mutakhir seperti AHFS Drug Information, United States of America. Kesesuaian
dosis antibiotika yang digunakan oleh pasien faringitis adalah sebagai berikut:

Pada evaluasi ini obat dikategorikan sesuai dosis ketika jumlah yang diberikan
berada pada rentang dosis menurut pustaka. Dosis dinyatakan berlebih jika jumlah
yang diberikan lebih tinggi dari dosis tertinggi yang boleh diberikan dan dinyatakan
kurang jika lebih rendah dari dosis terendah yang boleh diberikan.
Pada Tabel 4 menunjukan adanya kasus dosis kurang, kasus dosis kurang yang
terjadi sebesar 3,51% pemberian dosis yang kurang akan mengakibatkan tidak
tercapainya efek terapi yang diinginkan dari obat tersebut dan tidak berefeknya
antibiotik karena tidak dapat mencapai KHM (Kadar Hambat Minimum) dalam cairan
tubuh, sehingga mikroorganisme yang menginfeksi tidak mati, kurangnya dosis dapat
mengakibatkan resistensi bakteri yang tersisa dalam tubuh. Perhitungan dosis
dilakukan berdasarkan berat badan dan umur pasien serta membandingkan dengan
literatur atau pustaka yang sah dan mutakhir.

3) Analisis kesesuaian lama terapi


Kesesuaian lama terapi ditetpkan berdasarkan kriteria penggunaan obat
antibiotika untuk pasien faringitis. Kriteria penggunaan obat yaitu mengacu kepada
pustaka atau standar penggunaan antibiotika pada pasien faringitis seperti Clinical
Practice Guideline for the Diagnosis and Management of Group A Streptococcal
Pharyngitis, AHFS Drug Information, United States of America dan beberapa pustaka
lain.Kesesuaian lama terapi penggunaan antibiotika pada pasien faringitis adalah
sebagai berikut:

Lama terapi antibiotika sangat tergantung pada tingkat keparahan infeksi dan jenis
bakteri yang menginfeksi. Secara umum ketidak tepatan lama pemberian ini adalah
karena lama pemberian antibiotika yang kurang dari yang telah ditetapkan oleh
standar. Lama pemberian antibiotika yang pendek dapat menyebabkan munculnya
kembali gejala klinis yang telah hilang, bahkan dapat juga menyebabkan timbulnya
resistensi pasien karena tidak terjamin apakah mikroorganisme sudah musnah atau
belum sehingga akan memperlama kesembuhan.
Penghentian penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan
terjadinya resistensi. Resistensi adalah ketahanan mikroba terhadap zat antimikroba
tertentu. Resistensi dapat terjadi melalui beberapa mekanisme : mikroorganisme
menghasilkan enzim yang merusak zat aktif, mikroorganisme mengubah
permaebilitas membran terhadap obat, perubahan struktur sasaran obat, perubahan
lintasan metabolisme, dan mikroorganisme mengubah enzim yang berfungsi untuk
metabolismenya menjadi kurang aktif terhadap obat.

4) Analisis potensi interaksi obat


Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain,
makanan, obat tradisional, atau senyawa kimia lain. Hasil yang terjadi dapat
berbahaya jika interaksi tersebut meningkatkan toksisitas dari obat. Selain
peningkatan toksisitas dapat pula terjadi penurunan efek yang tidak kalah berbahaya
pula pada penggunaan obat tertentu. Namun selain menghasilkan efek suatu efek
yang tidak dibutuhkan dan merugikan, interaksi juga dapat menguntungkan pada saat
suatu obat dapat mencapai efek yang diinginkan apabila digunakan secara bersamaan
dengan obat lainnya

2.6. Klasifikasi Faringitis


Faringitis dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu, sebagai berikut:
a. Faringitis Akut
Faringitis virus atau bakterialis akut adalah penyakit yang sangat penting.
Beberapa usaha dilakukan pada klasifikasi peradangan akut yang mengenai dinding
faring. Yang paling logis untuk mengelompokkan sejumlah infeksi-infeksi ini di bawah
judul yang relatif sederhana “Faringitis Akut” disini termasuk faringitis akut yang terjadi
pada pilek biasa sebagai akibat penyakit infeksi akut seperti eksantema atau influenza dan
dari berbagai penyebab yang tidak biasa seperti manifestasi herpes dan sariawan.

b. Faringitis Kronis
1) Faringitis Kronis Hiperflasi Pada faringitis kronis hiperflasi terjadi perubahan mukosa
dinding posterior. Tampak mukosa menebal serta hipertofi kelenjar limfe di
bawahnya dan di belakang arkus faring posterior (lateral band). Dengan demikian
tampak mukosa dinding posterior tidak rata yang disebut granuler.
2) Faringitis Kronis Atrofi atau Faringitis sika Faring kronis atrofi sering timbul
bersama dengan rinitis atrofi. Pada rinitis atrofi udara pernapasan tidak diatur suhu
serta kelembapannya sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi faring.

c. Faringitis Spesifik
1) Faringitis Luetika
Treponema palidum yang dapat menimbulkan infeksi di daerah faring seperti
penyakit lues di organ lain. Gambran klinik tergantung stadium penyakitnya.
2) Faringitis Tuberkulosa
Kuman tahan asam dapat menyerang mukosa palatum mole, tonsil, palatum
durum, dasar lidah dan epiglotis. Biasanya infeksi di daerah faring merupakan proses
sekunder dari tuberkulosis paru, kecuali bila terjadi infeksi kuman tahan asam jenis
bovinum, dapat timbul tuberkulosis faring primer (Kemenkes, 2013).

2.7. Identifikasi Problem Medic Faringitis


Faringitis yang paling banyak disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenesyang
merupakan Streptocci Grup A hemolitik. Bakteri lain yang mungkin terlibat adalah Streptocci
Grup C, Corynebacterium diphteriae, Neisseria Gonorrhoeae. Streptococcus Hemolitik Grup A
hanya dijumpai pada 15-30% dari kasus faringitis pada anak-anak dan 5-10% pada faringitis
dewasa. Penyebab lain yang banyak dijumpai adalah nonbakteri, yaitu virus-virus saluran napas
seperti adenovirus, influenza, parainfluenza, rhinovirus dan respiratory syncytial virus (RSV).
Virus lain yang juga berpotensi menyebabkan faringitis adalah echovirus, coxsackievirus, herpes
simplex virus (HSV). Epstein barr virus (EBV)seringkali menjadi penyebab faringitis akut yang
menyertai penyakitinfeksi lain (Bisno, 2002).

2.8. Guideline Terapi


Dalam pengobatan faringitis sangat penting untuk memastikan penyebab dalam menentukan
pengobatan yang tepat. Antibiotika diberikan pada pasien dengan faringitis yang disebabkan oleh
bakteri. Penggunaan antibiotika yang kurang tepat dalam pengobatan faringitis juga dapat
menyebabkan terjadinya resistensi. Masalah yang sering ditemui adalah banyak hasil penelitian
yang menunjukan ketidaktepatan peresepan yang terjadi di banyak negara terutama negara-
negara berkembang seperti Indonesia. Ketidaktepatan peresepan dapat mengakibatkan masalah
seperti tidak tercapainya tujuan terapi, meningkatnya kejadian efek samping obat, meningkatnya
resistensi antibiotik, penyebaran infeksi melalui injeksi yang tidak steril dan pemborosan sumber
daya kesehatan yang langka. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas tahun 2007
mengeluarkan standar pelayanan di fasilitas kesehatan yang didalamnya terdapat pembahasan
mengenai beberapa macam penyakit termasuk penyakit faringitis akut. Standar tersebut meliputi
definisi, etiologi dan faktor risiko, klasifikasi, penegakan diagnostik, komplikasi serta
penatalaksanaan faringitis akut.
Ketidaktepatan dosis diklasifikasikan menjadi dua yaitu dosis berlebih dan dosis yang
kurang. Jika selama terapi ada terapi salah satu antibiotik yang dosis penggunaannya tidak tepat
maka terapi antibiotik diasumsikan tidak tepat dosis. Ketidaksesuaian dosis terapi mungkin
disebabkan karena pembulatan dosis baik melebihi maupun di bawah dosis seharusnya. Hal lain
yang juga dapat menyebabkan ketidaksesuaian dosis berdasarkan berat badan adalah adanya
pengelompokkan dosis berdasarkan kelompok umur tertentu. Ataupun dapat disebabkan karena
perbedaan referensi yang digunakan antara peneliti dengan praktisi medis di lapangan (Sidharti
dkk, 2015).

2.9. Contoh Kasus Menggunakan Metode SOAP


Vignitte :
Seorang pasien, wanita, 46 tahun datang ke poliklinik penyakit THT RSUD Tidar
Magelang dengan keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri telan sejak ±3 minggu yang lalu. Pasien
mengatakan keluhannya bermula dari nyeri tenggorokan dan nyeri telan. Kemudian batuk
berdahak setiap pagi hingga siang dan berkurang pada malam hari, dahak berwarna putih namun
susah dikeluarkan, dan beberapa hari kemudiannya menjadi serak. Pasien mengeluh adanya
demam selama ±5 hari, berkurang jika diberi obat penurun demam (paracetamol). Pasien juga
mengeluh pusing (cekot cekot), mual muntah, tidak nafsu makan, badan terasa lemas, dan nyeri
menjalar hingga telinga jika untuk menelan. Pasien sudah berobat ke Puskesmas sebanyak 4x
namun tidak berkurang keluhannya. Pasien mendapatkan obat batuk hitam dan paracetamol dari
puskesmas. Pasien memiliki riwayat Diabetes Mellitus sejak ±5 tahun yang lalu. Pada
pemeriksaan fisik, Tensi : 120/80 mmHg, Nadi : 84 x/menit, Respirasi : 24 x/menit, Suhu :
36,5°C.

METODE SOAP
Subjektif Objektif Assessment Plan
 Seorang pasien Pada pemeriksaan Berdasarkan  Dexametason
melaporkan keluhan nyeri fisik didapatkan : anamnesis pasien 0,5 mg (2x
tenggorokan dan nyeri  Tensi : 120/80 mengeluhkan radang sehari 1 tablet)
telan sejak ±3 minggu mmHg tenggorokan dan  Paracetamol
yang lalu.  Nadi : 84 nyeri telan sejak ±3 500 mg (3 kali
 Pasien juga mengeluhkan x/menit minggu yang lalu. sehari)
batuk berdahak dengan Respirasi : 24 Pasien juga mengeluh (demam)
dahak berwarna putih x/menit pusing (cekot cekot),  Vitamin C 500
namun susah dikeluarkan,  Suhu : 36,5°C. mual muntah, tidak mg (1 kali
dan beberapa hari nafsu makan, badan sehari)
kemudian menjadi serak. terasa lemas, dan
 Pasien mengeluh adanya nyeri menjalar hingga
demam selama ±5 hari. telinga jika untuk

 Pasien juga mengeluh menelan. Pasien di

pusing (cekot cekot), mual diagnosis menderita

muntah, tidak nafsu penyakit Faringitis.

makan, badan terasa


lemas, dan nyeri menjalar
hingga telinga jika untuk
menelan.
 Pasien memiliki riwayat
penyakit diabetes mellitus
sejak ±5 tahun yang lalu
MONITORING:
 Melakukan monitoring kepada pasien mengenai perkembangan keluhan penyakit setelah
meminum obat
 Melakukan monitoring kepada pasien mengenai kepatuhan dalam melakukan terapi non
farmakologi dan pola hidup bersih juga sehat.

KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI:


 Komunikasi dan informasi
Menginformasikan kepada pasien mengenai efek samping dari obat yag digunakan:
o Dexamethasone
Efek samping dapat terjadi akibat penghentian pemberian obat secara tiba-tiba
atau pemberian obat secara terus menerus terutama dengan dosis besar.
- Penghentian obat secara tiba-tiba setelah penggunaan yang lama dapat
menyebabkan insufisiensi adrenal akut dengan gejala demam, mialgia, atralgia
dan malaise.
- Komplikasi yang timbul akibat penggunaan lama adalah gangguan cairan dan
elektrolit, hiperglikemia, glikosuria, mudah terkena infeksi, osteoporosis, miopati,
psikosis, hiperkoagualabilitas darah (memudahkan terjadinya
trombosisintravaskular).
o Paracetamol
Pada penggunaannya dapat terjadi reaksi alergi, ruam kulit berupa eritema atau
urtikaria, kelainan darah, hipotensi dan kerusakan hati
o Vitamin C
Penggunaan vitamin C dosis besar dan lama dapat menyebabkan ketergantungan,
sehingga vitamin C dapat menimbulkan rebound scurvy. Dan juga asupan vitamin C
lebih dari 2000 mg sehari dapat dikaitkan dengan gangguan gastrointestinal dan ruam
kulit.

 Edukasi
Mengedukasikan kepada mengenai istirahat yang cukup, makan makanan yang
lunak, berkumur dengan air garam, perbanyak minum minuman yang hangat, hindari
asap rokok, debu dan polutan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini yaitu :
 Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebakan oleh virus 40-60%,
bakteri 5-40%, alergi, trauma dan iritan.
 Gejala yang biasanya ditimbulkan pada pasien faringitis yaitu nyeri tenggorokan, nyeri
kepala, demam, malaise, dan lain sebagainya.
 Faringitis diklasifikasikan menjadi 3 meliputi faringitis akut, faringitis kronik dan
faringitis spesifik.
 Penatalaksaan faringitis biasanya dengan pemberian antibiotik yang didasarkan pada
gejala klinis dan hasil kultur positif pada pemeriksaan usapan tenggorokan. Untuk
faringitis yang disebabkan oleh virus, pemberian antibiotic tidakdiperlukan, karena tidak
akan mempercepat waktu penyembuhan atau mengurangi derajat keparahan. Istirahat
cukup dan pemberian cairan yang sesuai merupakan terapi suportif yang dapat diberikan.
Selain itu, pemberian gargles (obat kumur) dan lozenges (obat hisap), pada anak yang
cukup besar dapat meringankan keluhan nyeri tenggorok. Apabila terdapat nyeri yang
berlebih atau demam, dapat diberikan parasetamol atau ibuprofen. Pemberian aspirin
tidak dianjurkan, terutama pada infeksi Influenza, karena insidens sindrom Reye kerap
terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Bisno, A et. Al., 2002. Practice Guldelines for The Diagnosis and Management of Group A
Streptococcal Pharyngitis. Clln Infect Dis.

Hermawan, dan Komang A. K. S., 2015. Pola Pemberian Antibiotik Pada Pasien Ispa Bagian
Atas di Puskesmas Sukasada II Pada Bulan Mei – Juni 2014. Jurnal Medika Udayana,
Vol. 3(10): 2303-1395.

Kemenkes RI., 2013. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republuk Indonesia : Jakarta.

Lisni,I., Silvana ,O .,I, Entris S., 2018. Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Faringitis di
Suatu Rumah Sakit di Kota Bandung. Jurnal Farmasi Galenika, Vol. 2(1): 24-06-9299.

Mulat, T. C., dan Suprapto, 2018. Research Article Studi Kasus Pada Pasien Dengan Masalah
Kesehatan ISPA di Kelurahan Barombong Kecamatan Tamalate Kota Makassar. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, Vol. 6(2): 2654-4563.

Sidharti L., Giok P., Rika L., dan Tri U,S., 2015. Kesesuaian Peresepan Penyakit Faringitis Akut
Terhadap Standar Pengobatan di Puskesmas Rawat Inap Simpur Bandar Lampung Tahun
2013. Jurnal Agromed Unila, Vol. 2(3).

Team Medical Mini Notes, 2019. Basic Pharmacology and Drug Notes. Makassar.
Triadi, D. A., dan I. Made S., 2020. Karakteristik Kasus Faringitis Akut di Rumah Sakit Umum
Daerah Wangaya Denpasar Periode Januari – Desember 2015. Intisari Sains Medis, Vol.
11(1): 2089-9084.

Wahidatunnur, Milamardia, Itsna F. A., Dewii N., Putri S. P., Eka F.F.N., Gta D., Elmira Z.,
Valentika F.S., Maulida, H. Hoirul F.M., Muhammad A. B., dan Liza P., 2018.
Pengetahuan Tentang Injeksi Vitamin C Untuk Kecantikan dan Penggunaannya yang
Benar di Kalangan Mahasiswi Kampus B Universitas Airlangga Surabaya. Jurnal
Farmasi Komunitas, Vol. 5(1).

Anda mungkin juga menyukai