BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
pekerjaan kefarmasian oleh apoteker. Pelayanan kefarmasian adalah suatu
pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan
dengan sediaan farmasi. Standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi
standar pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai, serta pelayanan farmasi klinik. Pelayanan kefarmasian tersebut harus
dilakukan dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien dan terjangkau bagi seluruh masyarakat (Kemenkes
RI, 2016).
Pelayanan kefarmasian pada era globalisasi ini telah bergeser
orientasinya dari obat ke pasien (patient oriented). Kegiatan pelayanan
kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai
komoditi menjadi pelayanan komperhensif yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. Konsekuensi perubahan orientasi tersebut
terjadi terutama pada bidang klinik dan komunitas, tenaga kefarmasian
dituntut untuk meningkatkan profesionalisme yang meliputi pengetahuan,
keterampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian
(Kemenkes RI, 2009).
B. Tujuan
a. Meningkatkan penetahuan dan skills mahasiswa sebagai calon tenaga
teknis kefarmasian khususnya di bidang farmasi klinik dan komunitas.
b. Meningkatkan kemampuan problem solving mahasiswa dalam masalah-
masalah yang terjadi dalam praktek farmasi klinik dan komunitas.
C. Manfaat
Memahami pekerjaan kefarmasian khususnya dalam bidang manajemen,
administrasi, dan pelayanan kepada pasien.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5. Penataan Obat
Penataan dan penyimpanan obat harus diperhatikan dan diatur
sebaik-baiknya, hal ini untuk memudahkan bagian gudang atau tempat
penyimpanan dalam pengendalian dan pengawasan. Penataan perbekalan
farmasi di apotek dapat digolongkan berdasarkan :
a. Alphabetis.
Obat-obat yang tersedia disusun berdasarkan alphabet dari hurup A
sampai Z.
b. Kriteria antara barang regular dan askes.
Barang regular dan barang askes penempatannya dipisah untuk
memudahkan dalam pengambilan obat sehingga tidak terjadi kesalahan
pengambilan antara barang regular dan askes.
c. Golongan obat.
Obat bebas dan obat bebas terbatas biasanya disimpan di etalase
bagian depan. Golongan narkotika dan psikotropika disimpan pada
lemari khusus dan terkunci sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Prinsip FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out)
Prinsip FIFO yaitu obat-obat yang pertama masuk atau datang yang
akan pertama dikeluarkan, sedangkan prinsip FEFO, yaitu obat-obat
yang memiliki tanggal kadaluarsa lebih cepat yang akan pertama
dikeluarkan.
e. Efek farmakologis.
Penataan obat didasarkan pada efek atau khasiat yang sama dari obat.
Hal ini dapat memudahkan untuk pencarian obat yang apabila salah
satu obat dengan khasiat tertentu kosong, akan digantikan dengan obat
merek lain yang memiliki khasiat sama.
f. Bentuk sediaan
- Sediaan Padat.
- Sediaan Suppositoria
- Sediaan Cair
- Sediaan Tetes.
- Sediaan Salep.
- Sediaan Injeksi
(Oscar dan Jauhar, 2016).
6. Penyimpanan Obat
Penyimpanan adalah kegiatan menata dan memelihara dengan cara
menempatkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diterima pada
tempat yang dinilai aman dari pencurian dan gangguan fisik yang dapat
merusak mutu obat. Penyimpanan harus menjamin stabilitas dan
7
menimbulkan respon.
3. Konsentrasi obat dalam serum dibawah range
teraupetik yang diharapkan.
4. Waktu prophylaxis (presugikal) antibiotik diberikan
terlalu cepat.
5. Dosis dan fleksibilitas tidak cukup untuk pasien.
6. Terapi obat berubah sebelum teraupetik percobaan
cukup untuk pasien.
7. Pemberian obat terlelu cepat.
Reaksi obat 1. Pasien yang faktor risiko yang berbahaya bila obat
yang digunakan.
merugikan 2. Ketersediaan dari obat dapat menyebabkan interaksi
dengan obat lain/makanan pasien.
3. Efek dari obat dapat diubah oleh substansi makanan
pasien.
4. Efek dari obat dapat diubah penghambat enzim/
pemacu obat lain.
5. Efek dari obat dapat diubah dengan pemindahan obat
dari binding site oleh obat lain.
6. Hasil laboratorium dapat berubah karena gangguan
obat lain.
Dosis terlalu 1. Pasien dengan dosis tinggi
tinggi 2. Konsentrasi obat dalam serum pasien diatas range
terapuetik obat yang diharapkan.
3. Dosis obat meningkat terlalu cepat.
4. Obat, dosis, rute, perubahan formulasi yang tidak
tepat.
5. Dosis dan interval flexibility tidak tepat
Kepatuhan 1. Pasien tidak menerima aturan pakai obat yang tepat
(penulisan, obat, pemberian, pemakaian)
2. Pasien tidak menuruti rekomendasi yang diberikan
untuk pengobatan.
3. Pasien tidak mengambil obat yang diresepkan karena
mahal.
4. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang
diresepkan karena tidak mengerti.
5. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang
diresepkan secara konsisten karena merasa sudah
sehat.
9. Pelayanan Swamedikasi
Swamedikasi adalah upaya seseorang untuk megobati dirinya
sendiri. Menurut WHO self medication/swamedikasi didefinisikan sebagai
pemilihan dan penggunaan obat-obatan (termasuk produk herbal dan
tradisional) oleh individu untuk mengobati penyakit atau gejala yang dapat
16
dikenali sendiri. Kriteria obat yang dapat diserahkan kepada pasien tanpa
resep dokter (Permenkes No.919/Menkes/Per/X/1993) yaitu :
a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak
di bawah dua tahun dan orang tua lebih dari 65 tahun.
b. Tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit.
c. Pengguanaannya tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi
di Indonesia.
e. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
Pelayanan swamedikasi memiliki keuntungan dan resiko.
Keuntungan dari pelayanan swamedikasi ini adalah :
a. Lebih mudah, cepat, tidak membebani sistem pelayanan kesehatan dan
dapat melakukan pengobatan untuk diri sendiri.
b. Menghemat biaya dan waktu untuk ke dokter dan segera dapat
beraktivitas kembali
Resiko dari pelayanan swamedikasi ini adalah tidak dapat mengenali
keseriusan gangguan, keseriusan dapat dinilai salah satu atau mungkin
tidak dikenali, sehingga pengobatan sendiri dapat dilakukan terlalu lama,
gangguan bersangkutan dapat memperhebat keluhan, sehingga dokter
perlu menggunakan obat-obat yang lebih keras, penggunaan obat yang
kurang tepat ( Tjay dan raharja, 1993).
BAB III
PEMBAHASAN
17
Gambar 3.2 Surat Pesanan Narkotika Gambar 3.3 Surat Pesanan Psikotropika
defacta, stock opname, dan kartu stok). Obat yang telah diterima dan
sudah diperiksa berdasarkan faktur dan surat pesanan, kemudian diinput
kedalam komputer pusat di gudang oleh petugas apotek. Pencatatan
tersebut bertujuan untuk memudahkan administrasi, mengetahui jumlah
stok yang masih tersisa, serta memudahkan dalam pencarian harga.
Adapun yang diinput kedaalam software memuat hal berikut:
- Nama Supplier
- Nomor Faktur Supplier
- Nomor Pembelian
- Tanggal Pembelian
- Identitas barang, seperti Nama item, Tanggal kadaluwarsa, Kuantitas,
Satuan, Harga satuan, Pajak, Jumlah harga)
- Tanggal Pengiriman
- Waktu Jatuh Tempo
- Lokasi Penyimpanan
- Nama Penginput
Pencatatan komputerisasi dan pada kartu stok harus selalu dilakukan setiap
perpindahan obat dari dalam gudang.
- Pencatatan dalam buku defecta meliputi nama barang, dosis, satuan, dan
jumlah yang dibutuhkan.
- Menyerahkan buku defecta ke karyawan PBF untuk konfirmasi barang
apa saja yang tersedia di PBF tersebut.
- Membuat surat pesanan obat yang ditujukan ke distributor.
Pemesanan narkotika di Apotek Karya Sehat membuat surat sebanyak
empat rangkap surat pemesanannya. Satu ditujukan ke distributor,, satu
untuk pabrik, satu sebagai arsip apotek, dan satu lagi sistem komputerisasi
dengan penerapan software Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika
(SIPNAP) untuk dilaporkan ke Kemenkes.
5. Penataan Obat
Penataan obat di Apotek Karya Sehat dilakukan secara alphabetis
dan didasarkan sesuai bentuk sediaan. Tujuan dari penataan obat
berdasarkan aspek/hal tertentu yaitu untuk memudahkan saat
pencarian/pengambilan obat dan untuk estetika apotek. Penataan obat di
Apotek Karya Sehat juga menggunakan metode kombinasi antara FIFO
(First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out). Oleh karena itu,
barang yang baru datang saat disimpan di gudang maupun di etalase akan
di letakkan di belakang barang lama yang sudah datang sebelumnya.
Selain itu barang yang baru datang dengan tanggal kadaluarsa akan
dikeluarkan dari gudang lebih cepat.
24
ruangan. Sediaan jenis ini harus disimpan dengan suhu diantara 2-8oC,
sehingga harus disimpan di dalam lemari pendingin. Sementara untuk obat
bebas dan OTC yang harus disimpan pada suhu ruang dan tidak
memerlukan aturan khusus. Biasanya penyimpanan obat ini di dalam
etalase yang bersih dan kering untuk menghindari kerusakan fisik obat,
sehingga obat akan terjaga kualitasnya dan tidak mempengaruhi kestabilan
dan keamanan obat. Penyimpanan obat untuk resep Prolanis dipisahkan
dari obat-obat lain. Hal ini untuk memudahkan petugas apotek dalam
melayani resep prolanis. Selain itu agar tidak tercampur antara obat milik
apotek dan milik BPJS. Sistem penyimpanan yang dilakukan di Apotek
Karya Sehat sudah sesuai dengan Permenkes No 73 tahun 2016 tentang
standar pelayanan kefarmasian di apotek bahwa dalam penyimpanan obat
perlu memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi.
Gambar 3.15.Tempat Penyimpanan Obat Termolabil Gambar 3.16. Penyimpanan Sediaan Cair
7. Pemusnahan Obat
Obat yang dibeli oleh apotek dapat dikembalikan ke PBF jika telah
kadaluarsa sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati antara kedua
belah pihak (return). Batas waktu pengembalian obat yang kadaluarsa
yang ditetapkan oleh PBF biasanya 3-4 bulan sebelum tanggal kadaluarsa,
ada pula yang bertepatan dengan waktu kadaluarsa obat dengan syarat
harus menyertakan faktur yang sesuai dengan obat yang di order. Selain itu
27
obat masih tertera batch dan tanggal kadaluarsa (ED), kemudian masih
dikemas utuh.
Sediaan Farmasi di Apotek Karya Sehat yang sudah tidak
memenuhi syarat sesuai standar yang ditetapkan harus dimusnahkan.
Penghapusan dan Pemusnahan sediaan farmasi yang tidak dapat atau
tidak boleh digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang baik dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Prosedur
pemusnahan obat dibuat mencakup pencegahan pencemaran di
lingkungan dan mencegah jatuhnya obat tersebut di kalangan orang
yang tidak berwenang. Sediaan farmasi yang akan dimusnahkan supaya
disimpan terpisah dan dibuat daftar yang mencakup jumlah dan identitas
produk. Penghapusan dan pemusnahan obat baik yang dilakukan
sendiri maupun oleh pihak lain harus didokumentasikan sesuai dengan
ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apotek Karya Sehat telah melakukan pemusnahan obat sesuai
dengan prosedur tetap dan aturan berdasarkan Permenkes Nomor 73 tahun
2016. Pemusnahan obat sesuai dengaan bentuk sediaan. Tablet dengan cara
digerus atau dihaluskan lalu ditimbun pada galian tanah. Kapsul dengan
acaaraa dipisahkan dengan kemasan primernya kemudian ditimbun pada
galian tanah. Krim dimusnahkan dengan cara dikubur di tempat yang
sudah disediakan. Obat dalam bentuk sediaan cair dan dry syrup
diencerkan terlebih dahuu dan dipisahkan dari kemasannya. Seluruh
kemasan primer obat dirusak daahulu (digunting/dihancurkan) kemudian
ditimbun bersama dengan obat lainnya.
Gambar 3.23. Pelayanan Obat OTC Gambar 3.24. Ruang Tunggu Pasien
2. Pelayanan Swamedikasi
Alur pelayanan swamedikasi di Apotek Karya Sehat yaitu:
a. Pasien datang.
b. Menyapa pasien dengan senyum ramah dan menanyakan keperluan
pasien
c. Menanyakan informasi yang berkaitan dengan pasien (nama, umur,
alamat)
d. Menanyakan keluhan sedetail mungkin, dengan menggali informasi
berdasarkan cerita pasien.
e. Menanyakan pada pasien apakah sebelumnya pernah menggunakan
obat tertentu, atau alergi terhadap obat tertentu atau tidak dan
bagaimana hasilnya (kondisi membaik atau bertambah parah).
f. Bila pasien telah menggunakan obat sebelumnya dan hasilnya tidak
memuaskan, maka memberikan rekomendasi atau alternatif obat lain
yang sesuai dengan kondisi pasien.
g. Menghitung harga dan minta persetujuan pasien terhadap nominal
harga.
h. Setelah pasien setuju dengan harga obat maka obatnya langsung
diambilkan.
i. Menyerahkan obat kepada pasien disertai dengan informasi tentang
obat meliputi dosis, frekuensi pemakaian sehari, waktu penggunaan
obat, cara penggunaan dan efek samping obat yang mungkin timbul
setelah penggunaan obat.
j. Pasien membayar obat di kasir
Pelaksanaan swamedikasi di Apotek Karya Sehat sudah memenuhi standar
dan sesuai dengan Permenkes No.919/Menkes/Per/X/1993.
3. Pelayanan Resep Umum dan BPJS
Pelayanan Penyiapan dan Peracikan Obat
Apotek Karya Sehat melayani resep, yaitu resep umum dan BPJS atau
Prolanis. Standar Operasional Pelaksanaan pelayanan resep, meliputi:
a. pasien datang dan disambut dengan ramah
b. resep diterima oleh karyawan apotek
c. dilakukan cek kelengkapan resep, terutama untuk resep BPJS diperiksa
kelengkapan fotokopi KTP dan kartu bpjs
d. pasien diberi nomor antrian
34
kedalam 2 pot salep 100 gr. Salep kemudian diberi etiket biru dengan
keterangan dioleskan tipis pada yang luka dan diberikan ke apoteker
untuk diperiksa dan diserahkan kepada pasien.
2) Peracikan Kapsul
Contoh resep:
R/ Provelyn 37,5 mg
Diazepam 1 mg
m. f. caps. dtd No. XX
S2ddI
Obat digunakan untuk atasi nyeri neuropati perifer serta untuk
mencegah atau atasi kejang. Kapsul berisi Provelyn dengan zat aktif
pregabalin dengan dosis 75 mg/hari pada pasien dewasa untuk indikasi
nyeri neuropati perifer dan kejang, diazepam dengan dosis 2 mg/hari
pada pasien dewasa untuk indikasi kejang dan menimbulkan efek
sedasi (MIMS, 2017). Pasien yang menebus resep tersebut meminta
untuk dibuatkan setengah saja sehingga dibuat sebanyak 10 kapsul.
Provelyn yang tersedia di Apotek adalah sediaan kapsul 75 mg
sehingga diperlukan 5 kapsul. Diazepam yang tersedia di Apotek
adalah sediaan tablet 2 mg sehingga diperlukan 5 tablet. Semua bahan
disiapkan, dimasukkan kedalam mortir seluruhnya, lalu digerus secara
bersamaan sampai homogen. Jika dalam resep terdapat sediaan kapsul,
maka cangkang kapsul dibuka dan isinya dimasukkan kedalam mortir
dengan urutan paling terakhir. Setelah peracikan, bahan-bahan tersebut
dimasukkan ke dalam cangkang kapsul yang sesuai. Kemudian, diberi
etiket putih dan diberikan kepada apoteker untuk diperiksa dan
diserahkan kepada pasien.
3) Peracikan sirup kering
Sirup kering yang tersedia di Apotek Karya Sehat adalah Amoxicillin
125 mg / 5 ml dan Cefadroxil 125 mg / 5 ml. Sebelum dilakukan
proses pencampuran, apoteker harus menanyakan terlebih dahulu
kepada pasien untuk membuka segel tutup botol didepan pasien agar
pasien mengetahui bahwa obat tersebut masih tersegel sebelumnya.
Setelah itu air mineral ditambahkan ke dalam botol sirup sesuai
takaran yang ditentukan. Kemudian sirup digojog hingga homogen dan
diberi etiket putih. Sirup diserahkan kepada apoteker untuk diperiksa
37
4) Peracikan pulveres
Contoh resep :
R/ Captopril 6,25 mg
m. f. l. a. pulv. dtd. No LX
S2dd pulv I
Resep tersebut untuk pasien gagal jantung pada anak usia diatas 2
tahun dengan berat badan 14,5 kg (Jayaprasad, 2016). Captopril di
Apotek Karya Sehat tersedia dalam sediaan tablet 25 mg, sehingga
yang dibutuhkan untuk membuat resep tersebut adalah sebanyak 15
tablet. Semua bahan disiapkan, dimasukkan ke dalam mortir
seluruhnya, lalu digerus secara bersamaan sampai homogen, kemudian
dibagi kedalam kertas perkamen sesuai dengan jumlah dalam resep.
Setelah obat selesai diracik, kemudian diberi etiket putih dan diberikan
kepada apoteker untuk diperiksa dan diserahkan kepada pasien.
a. Ada atau tidak gejala lain yang menyertai, seperti sesak nafas, demam,
atau mual muntah? Hal ini untuk memastikan tingkat keparahan pasien
b. Dimana pertama kali masalahnya timbul? Apakah menyebar atau tidak?
Hal ini untuk menggali informasi daerah tubuh mana saja yang mengalami
gangguan serta untuk mengetahui penyebabnya, bisa secara sistemik atau
nonsistemik
c. Seperti apa lukanya atau masalah kulitnya? Apabila terasa gatal atau sakit,
maka bisa disimpulkan masalah kulit karena infeksi. Apabila tidak sakit
atau gejala yang lain, maka bisa ditanyakan mengenai warna, tekstur,
ukuran, dan suhu daerah luka
d. Apakah ada perubahan warna, bentuk, ukuran, dan konsistensi? Hal ini
penting ditanyakan untuk evaluasi adanya risiko melanoma
e. Gali informasi mengenai riwayat alergi dan pengobatan (Dipiro, 2008).
Urtikaria merupakan penyakit yang ditandai dengan bentol yang besar
dan terasa gatal pada kulit. Faktor yang bisa menjadi pencetus terjadinya
urtikaria, yaitu diet, obat-obatan, alkohol, infeksi virus, gesekan, dan stress
(Godse, 2009). Gatal-gatal pada urtikaria biasanya berlangsung selama
beberapa minggu dan dapat hilang tanpa penanganan khusus. Namun pada
kronik urtikaria, gatal-gatal dapat terjadi hingga 6-12 minggu. Terdapat dua
subtipe utama urtikaria, meliputi urtikaria idiopatik (spontan) kronis dan
urtikaria yang dapat diinduksi (fisik). Urtikaria kronis dapat menunjukkan
adanya pelepasan atau autoantibodi antibodi sel punca ke IgE atau FcεRI,
reseptor afinitas tinggi pada sel mast dan basofil. Beberapa biopsi
menunjukkan vaskulitis leukositoklastik (infiltrat seluler hadir dengan
kerusakan dinding pembuluh darah, bentol hangat, dan ekstravasasi darah
merah) (Greenberger, 2014).
Penanganan pada pasien urtikaria adalah menghindari faktor pencetus.
Apabila gagal dalam pengobatan dengan H1 antihistamin reseptor bloker,
maka perlu menggali gaya hidup sehari-hari dan menghindari kemungkinan
pencetus urtikaria. Jika masih terjadi dengan durasi 6 bulan atau lebih, maka
perlu untuk melakukan tes alergi atau tes penyakit autoimun (Greenberger,
2014). Terapi farmakologi. Terapi farmakologi yang pertama adalah H1
43
Kasus 3
Keluhan:
Ada seorang ibu-ibu datang ke Apotek Karya Sehat, kemudian
menanyakan obat yang cocok untuk diberikan kepada anaknya, dengan
kondisi:
Usia : 3 tahun
Keluhan : Sulit BAB selama 3 hari.
Namun, sang ibu tidak ingin jika diberikan obat laksatif penggunaan dubur,
karena khawatir anaknya akan menangis. Sehingga, sang ibu meminta untuk
diberikan obat pencahar oral saja.
Analisis kasus:
Subjektif Objektif Assesment Rekomendasi
Balita berusia 3 tahun - Konstipasi Laksatif pembentuk massa
sulit BAB selama 3 yang aman untuk balita
hari (Microlax®).
Konstipasi adalah pembuangan tinja yang keras dengan frekuensi yang
kurang dari biasanya. Penggunaan pencahar pada anak sebaiknya dihindari
kecuali diresepkan oleh dokter yang ahli dalam tata laksana konstipasi pada
anak. Buang air besar yang jarang mungkin normal pada bayi yang masih
menyusu atau akibat kurangnya masukan cairan atau serat. Penundaan buang
air besar lebih dari 3 hari dapat meningkatkan rasa nyeri saat pengeluaran tinja
yang keras (BPOM RI, 2015).
Kasus 4
Keluhan:
Seorang ibu-ibu datang ke Apotek Karya Sehat dengan keluhan:
Usia : 30-40 tahun
Keluhan : Nyeri di bagian punggung, sedang menyusui, tidak ada
alergi, dan tidak maag.
Analisis Kasus:
Nyeri punggung adalah sensasi sensorik yang tidak menyenangkan
sehubungan dengan kerusakan jaringan atau kemungkinan adanya kerusakan
jaringan di sepanjang tulang belakang, dari dasar leher hingga ke tulang ekor.
Gejalanya bisa berupa rasa sakit yang datang dan pergi, serta cenderung
48
memburuk di kala malam. Nyeri punggung dapat terpicu oleh postur tubuh
yang tidak ideal saat duduk, berdiri, atau membungkuk. Kondisi ini juga bisa
diakibatkan oleh efek mengangkat benda yang terlalu berat (Alodokter, 2018).
Pemberian vitamin B12 dapat menjadi pilihan yang layak untuk
pengobatan terhadap nyeri punggung kronis, karena beberapa penelitian
menyatakan nyeri berkurang setelah pemberian vitamin B12. Vitamin B12
dipercaya dapat memberikan manfaat dalam regenerasi saraf yang cedera
seperti pada penekanan saraf tulang belakang. Namun butuh penelitian lebih
lanjut terhadap efek antinyeri dan cara kerja vitamin B12 dalam mengatasi
nyeri punggung (Alodokter, 2018).
Kasus 5
Keluhan :
Ny. A datang ke Apotek Karya Sehat menceritakan keluhannya yang
mengalami gatal-gatal bintik merah pada sekitar tangan sudah 3 hari ini.
Apoteker menanyakan adanya penyebab gatal tersebut, apakah akibat
keringat, alergi atau akibat penyebab lain seperti terkena serangga dll. Ny. A
mengakui bahwa gatal tersebut mungkin diakibatkan oleh keringat atau debu
karena ia tidak punya riwayat alergi. Apoteker diminta untuk memberikan
obat topikal gatal tersebut.
Rekomendasi Terapi Yang Disarankan :
49
Kasus 6
Keluhan :
Tn. B datang ke Apotek dengan keluhan sakit gigi, setelah ditelusuri
pasien juga mengalami gusi bengkak selama 2 hari namun tidak bolong.
Apoteker diminta untuk memberikan obat oral yang ampuh untuk mengatasi
sakit gigi pasien tersebut.
50
Penyelesaian Kasus :
Apoteker menanyakan terlebih dahulu kepada pasien terkait riwayat
penyakit, penggunaan dan alergi obat. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
dan obat. Pasien dengan keluhan nyeri dan radang pada gusi dapat disebebkan
oleh beberapa faktor salah satunya yaitu gigi berlubang Lubang kecil pada
email gigi selanjutnya dapat menjadi celah dan menyebabkan tumbuhnya
bakteri. Bakteri akan membuat lubang semakin besar. Pada saat lubang
semakin besar akan terasa linu pada gigi saat makan. Bila dibiarkan, lubang
akan sampai pada pulpa gigi, sehingga mulai merasakan nyeri atau sakit gigi
yang berat. Gigi yang berlubang mengakibatkan gusi di sekitarnya bengkak
karena infeksi yang terjadi pada gigi (Tatro, 2003). Namun dalam kasus ini
pasien belum mengeluhkan gigi berlubang, sehingga belum dapat disimpulkan
penyebabnya karena infeksi bakteri, sehingga pengobatan sebatas mengarah
kepada pengatasan gejala yaitu menggunakan NSAID.
Cataflam merupakan obat dengan kandungan zat aktif Kalium
Diklofenak 50 mg. Diklofenak adalah Non Steroidal Anti-Inflammatory Drug
(NSAID) dengan nama kimia 2- (2,6-dichloranilino) asam fenilasetat. NSAID
(Non Steroidal Anti-Inflammatory Drug) adalah golongan obat yang berperan
dalam mengatasi nyeri (analgetik) dan peradangan (antiinflamasi). Analgetik
atau obat yang mengurangi rasa sakit diperlukan karena pasien terganggu
aktivitasnya yang disebabkan oleh sakit gigi, obat pereda rasa sakit bekerja
dengan menghambat enzim siklooksigenase (mengurangi nyeri). Antiinflamasi
diperlukan untuk mengatasi gusi yang bengkak dengan menghambat enzim
fosfolipase A2, sehingga tidak terbentuk asam arakhidonat. Tidak adanya asam
arakhidonat berarti tidak terbentuknya prostaglandin yang menyebabkan
terjadinya gusi bengkak (Gunawan, 2007).
Cara kerja diklofenak adalah menghambat kerja enzim siklooksigenase
(COOX). Enzim ini berfungsi untuk membantu pembentukan prostaglandin
saat terjadinya luka dan menyebabkan rasa sakit dan peradangan. Dengan
menghalangi kerja enzim COOX, prostaglandin lebih sedikit diproduksi, yang
berarti rasa sakit dan peradangan akan mereda.Obat ini biasanya diberikan
51
Kasus 7
Keluhan pasien:
Seorang ibu datang ke Apotek Karya Sehat ingin membeli obat untuk
anaknya. Ibu tersebut menyampaikan bahwa anaknya yang baru berumur tiga
tahun mengalami gatal-gatal dibagian anus atau dubur. Ketika malam hari
anak susah untuk tidur karena gejala tersebut.Anak tersebut tidak memiliki
riwayat alergi. Pasien meminta kepada apoteker untuk diberikan obat dengan
sediaan sirup.
Penyelesaian Kasus:
Dari keluhan seorang anak yang berusia tiga tahun tersebut dapat disimpulkan
bahwa ia menderita cacingan. Pasien tidak memiliki riwayat alergi, tidak
hamil, dan tidak berusia dibawah dua tahun, sehingga sudah sesuai untuk
diberikan obat Combantrin Syrup. Mekanisme kerja obat Combantrin Syrup
yang mengandung pirantel pamoat yaitu memiliki efek anthelmintik
depolarisasi pada otot cacing untuk melumpuhkan cacing, kemudian
melepaskan asetilkolin dan menghambat kolinesterase, sehingga mengganggu
hubungan neouromuskular. Hal ini akan menyebabkan spasmus dan
pengerutan otot cacing, sehingga cacing mudah dikeluarkan oleh gerakan
usus. Pirantel pamoat merupakan pilihan obat untuk penyakit askariasis,
anskilostomiasis, dan enterobiasis. Pemberian pirantel pamoat tidak memiliki
efek samping yang serius, sehingga obat ini tepat sebagai pilihan untuk
penderita cacingan dan dijual bebas di Indonesia (Katzung, 2004).
Terapi yang disarankan:
Apoteker menyarankan untuk diberikan Combantrin Syrup.
53
Combantrin Syrup
Combantrin Syrup mengandung pirantel pamoat yang setara dengan
pirantel base 125 mg. Pirantel Pamoat merupakan obat golongan
antihelmintes. Antihelmintes adalah golongan obat yang dapat mematikan
atau melumpuhkan cacing dalam usus manusia atau hewan sehingga
cacing dapat dikeluarkan bersama-sama dengan kotoran.
Indikasi:
Combantrin syrup diindikasikan untuk pengobatan infeksi (infeksi tunggal
ataupun ganda) yang disebabkan oleh parasit-parasit saluran pencernaan
seperti cacing kremi (Enterobius vermicularis), cacing gelang (Ascaris
lumbricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale), cacing tambang
(Necator americanus), Trichostrongilus colubriformis, dan Trichostrongilus
orientalis. Adanya infeksi yang disebabkan salah satu dari kelima parasit pada
salah satu anggota keluarga atau kelompok orang yang berdekatan dapat
menjadi pertanda adanya juga infeksi pada anggota keluarga lainnya.
Sehingga, dianjurkan pemberian pirantel pamoat kepada seluruh anggota
keluarga (pemberian menyeluruh), lingkungan dan pakaian untuk
memusnahkan telur-telur cacing dan mencegah terjadinya infeksi berulang.
Kontraindikasi:
Combantrin syrup tidak boleh digunakan untuk penderita yang
hipersensitifitas atau alergi terhadap pirantel pamoat.
Efek Samping:
Efek samping dari Combantrin syrup diantaranya adalah:
a) Susunan syaraf pusat: Demam, sakit kepala, pusing
b) Kulit: Rash
c) Saluran cerna: Kram abdomen, diare, mual, muntah, anoreksia dan
tenesmus.
d) Hepatik: Gangguan enzim hepar
e) Neuromuskuler: Letih dan lesu.
Peringatan:
Hati-hati penggunaan pada pasien dengan gangguan hati, anemia, malnutrisi,
ibu hamil, faktor risiko C pada kehamilan, dan tidak boleh diberikan pada usia
<2 tahun.
Dosis:
54
Dosis untuk anak dan dewasa yaitu 10 mg/kg BB, tetapi tidak lebih dari 1 gr.
Combantrin cukup diminum sekali sebelum atau sesudah makan, tidak ada
pantangan atau larangan untuk memakan sesuatun, dan tidak perlu obat
pencahar. Jumlah sendok takar yaitu 5 mL untuk sekali minum : Usia 2-6
tahun (1-2 sendok takar), usia 6-12 tahun (2-3 sendok takar), usia > 12 tahun
( 3-4 sendok takar)
( BPOM RI, 2008).
Kasus 8
55
Seorang ibu dating ke Apotek Karya Sehat ingin membeli obat untuk
sakit tenggorokan. Keluhan pasien yaitu tenggorokannya sakit sudah dua hari,
dan beliau sedang dalam keadaan menyusui.
Penyelesaian Kasus:
Degirol merupakan golongan obat bebas yang dapat dikonsumsi tanpa resep
dokter. Obat ini mengandung dequalinium klorida yang termasuk golongan
antiseptik turunan ammonium kuarterner. Dequalinium chloride berefek secara
lokal atau sistemik dengan membunuh atau memusnahkan dengan segera
bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif, dibiarkan kontak sesering
mungkin dengan tempat infeksi. Keuntungan penggunaan antiseptik turunan
ammonium kuarterner dibandingkan dengan obat sakit tenggorokan lainnya
yaitu memiliki toksisitas yang rendah, kelarutan dalam air besar, dan stabil
(Siswandono dan Soekardjo, 1995). Berdasarkan keluhan pasien, radang
tenggorokan yang dialami termasuk radang tenggorokan ringan karena tidak
o
ada tanda-tanda radang tenggorokan berat/kronis yaitu demam lebih dari 38
C, nyeri saat menelan makanan, pembesaran kelenjar getah bening di leher
(tampak dari pembengkakan leher), bengkak atau adanya nanah di amandel,
sakit kepala, mual, atau muntah, radang tidak sembuh lebih dari seminggu.
Untuk radang tenggorokan ringan dapat diobati dengan obat tanpa resep
dokter. Ibu tersebut dalam keadaan menyusui, dan degirol aman untuk ibu
menyusui dibandingkan dengan FG Troches yang mengandung antibiotik
golongan aminoglikosida yang memiliki efek samping mengurangi
pendengaran dan bahkan gangguan ginjal. Alasan lain dipilih degirol karena
merupakan obat tunggal, obat tunggal untuk ibu hamil lebih aman
dibandingkan dengan obat kombinasi yang memiliki resiko lebih kepada bayi
yang disusui ( Soleh, 2013).
Terapi yang disarankan:
Apoteker menyarankan FG Troches Meiji dan Degirol. Akan tetapi ibu
tersebut tidak memiliki resep dokter, jadi tidak dapat diberikan FG Troches
Meiji karena mengandung antibiotik Fradiomisin sulfat 2,5 mg dan
Gramisidin-S HCl 1 mg, sehingga diberikan Degirol. Degirol hanya tersedia
dalam bentuk tablet hisap, dalam setiap tabletnya mengandung Dequalinium
56
mencukupi dimana darah ibu sudah relatif bersih dari obat dan konsentrasi
obat dalam ASI juga sudah relatif rendah.
2) Memberikan edukasi kepada pasien untuk menghindari makanan yang
berminyak, mengandung es, dan makanan lain yang menyebabkan radang
tenggorokan.
3) Memberikan edukasi tentang daftar obat yang kontraindikasi terhadap ibu
menyusui seperti amfetamin, kokain, heroin, antibiotic golongan
aminoglikosida, metronidazole, ciprofloxacin, dan tetrasiklin.
(Riordan, 2000).
B. Kasus Resep
Kasus 1
Dokumen farmasi pasien:
Pada resep ini tidak ditemukan DRP, yaitu overdosis pada resep
ambroxol. Dosis ambroxol sebagai mukolitik pada anak usia 2 hingga 5
tahun adalah 7,5 mg 2 atau 3 kali sehari sedangkan pada resep diberikan
sirup ambroxol 15mg/5ml 3 kali sehari 1 sendok the (5 ml) (MIMS,
2017).
D. Plan
1) Tujuan Terapi
Dilihat dari obat yang diresepkan oleh dokter kepada pasien,
diduga pasien menderita bronkopneumonia yang disertai dengan
batuk berdahak dan adanya infeksi sehingga perlu diberikan terapi
untuk bronkopneumonia menggunakan antibiotik. Algoritma
Bronkopneumonia mengikuti saran (WHO,2014).
Kasus 2
Kasus 3
menjaga kadar gula darah tetap normal. Terapi dengan obat, dapat
digunakan injeksi insulin dan/atau obat hipoglikemik oral (Binfar, 2005).
Pasien telah mengalami resistensi, sehingga membutuhkan 3 jenis terapi
obat (hipoglikemik oral + insulin prandial + insulin basa) untuk mencapai
target A1C dalam keadaan normal (NDEI, 2016). Namun perlu dilakukan
monitoring kadar gula darah agar tidak terjadi adverse drug reaction.
Gambar 4.8 Algoritma terapi penderita diabetes mellitus (NDEI, 2016).
68
Kasus 5
71
penderita dengan digitalis terapi. Namun, Kombinasi digoxin dan spironolakton dapat
merugikan jantung. Interaksi spironolakton dengan digoksin terjadi, karena indeks
terapi dari digoxin yang sempit. Spironolakton dapat meningkatkan konsentrasi
plasma digoxin dengan menghambat sekresi tubular digoxin, sehingga menurunkan
clirens digoxin (Frank, 1985).
Problem Subjective Objective Assesment Plan
Medik
Hipertensi - - Potensial ADR Solusi yang dapat
dan (Adverse Drug dilakukan adalah
Jantung Reaction) pada melakukan
kasus tersebut adjustment dose
terdapat DRP digitalis atau
(Drug Related memberikan KIE
Problem) berupa kepada pasien
interaksi antara untuk
furosemid dengan menghubungi
digoxin. dokter apabila
Penggunaan terjadi gejala
furosemid dapat toksisitas digoxin
menurunkan seperti detak
kadar kalium jantung melemah
dalam darah, yang atau tidak
mana dapat beraturan, mual,
meningkatkan muntah, diare,
efek digitalis dan kekakuan dan nyeri
meningkatkan otot (Drugs.com,
toksisitasnya. 2017).
Interaksi tersebut
bersifat
moderate.
Potensial ADR
Penggunaan
furosemid dengan
digoxin akan
meningkakan efek
digoxin. Digoxin
merupakan obat
dengan jendela
terapi sempit,
sehingga resiko
efek toksiknya
meningkat.
Direkomendasikan
Potensial ADR dengan melakukan
(Adverse Drug monitoring
Reaction) terhadap nilai
DRP (Drug kalium pasien dan
73
Kasus 6
Resep di atas merupakan resep prolanis yang ditulis oleh dokter untuk
pasien yang didiagnosa hipertensi. Pasien diberikan obat amlodipin 5 mg
sebanyak 30 tablet untuk pemakaian 1 bulan.
75
Kasus 7
77
Kasus 8
Seorang pasien datang ke Apotek Karya Sehat dengan membawa resep
tanpa obat dan yang kedua adalah pendekatan dengan obat. Dalam
penatalaksanaan DM, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah raga. Apabila
dengan langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat
dikombinasikan dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi
obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya. Dilihat dari obat yang
didaptakan pasien didalam resep, pasien tersebut menderita DM tipe II karena
obat yang digunakan adalah hipoglikemik oral, dan tekanan darah pasien yaitu
110/70 mmHg yang menunjukan bahwa pasien tidak hipertensi karena secara
umum kondisi tubuh sehat memiliki tekanan darah normal di bawah atau
setara 120/80 mmHg (Bare & Smeltzer, 2002). Menurut Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik (2005), obat-obat hipoglikemik oral terutama
ditujukan untuk membantu penanganan pasien DM Tipe II. Pemilihan obat
hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes.
Bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien,
farmakoterapi hipoglikemik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu
jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat. Pemilihan dan penentuan
rejimen hipoglikemik yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat
keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi kesehatan pasien secara
umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Apoteker Karya Sehat telah melaksanakan tugas dan
fungsinya sebagai tempat pengabdian profesi apoteker, ditunjukkan
dengan adanya sistematika yang jelas mengenai Manajemen Apotek,
Administrasi Resep, dan Pelayanan terhadap pasien. Sehingga, mahasiswa
mampu meningkatkan pengetahuan di bidang farmasi klinik dan
komunitas.
2. Pelaksanaan Prolanis (Program Pelayanan Penyakit
Kronis) dibawah naungan BPJS, pelayanan terhadap resep-resep umum,
serta pelayanan swamedikasi di Apotek Karya Sehat mampu meningatkan
kemampuan mahasiswa dalam pemecahan masalah di bidang farmasi
klinik dan komunitas.
3. Interaksi dan komunikasi mahasiswa dengan
seluruh karyawan dan praktisi farmasi klinik-komunitas di Apotek Karya
Sehat terjalin dengan baik.
B. Saran
1. Saran untuk Kegiatan Praktek Belajar
Lapangan (PBL) Unsoed, agar pelaksanaan PBL dilakukan di sarana
kesehatan lain, seperti Puskesmas, Klinik, Rumah Sakit.
2. Saran untuk Apotek Karya Sehat, agar selalu
meningkatkan mutu pelayanan serta tetap mengedepankan patient
oriented.
86
DAFTAR PUSTAKA
Frank, I.M., 1985. Pharmacocinetic interactions between digoxin and other drugs.
Sections of cardiologi, Arizona Health Science Center. JACC Vol.5
Godse, K.V. 2009. Chronic Urticaria And Treatment Options. Indian J. Dermatol.
54, 310–312.
Greenberger, P.A. 2014. Chronic Urticaria: New Management Options. World
Allergy Organ. J. Vol. 7, No. 70.
Gunawan S.G.,2007, Farmakologi dan Terapi Edisi 5, Departemen Farmakologi
dan Terapeutik, FK UI, Jakarta
Hartini, Y.S, dan Sulasmono. 2006. Apotek : Ulasan Beserta Naskah Peraturan
Perundang-undangan Terkait Apotek. Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma.
Hartini, Yustina, S. 2009. Relevansi Peraturan Dalam Mendukung Praktek Profesi
Apoteker di Apotek. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. VI, No. 2, Hlm: 97-106.
Hartono, H. 2003. Manajemen Apotik. Jakarta: Depot Informasi Obat.
James PA, Ortiz E, et al. 2014. Evidence-Based Guideline for the Management of
High Blood Pressure in Adults: (JNC8). JAMA 311 (5):507-20.
Jayaprasad, N. 2016. Heart Failure in Children, Heart Views : Official Journal of
the Gulf Heart Association, 17 (3) : 92–99.
Karnal, SK. 2012. Aggressive Treatment In Newly Diagnosed Diabetes With
Fixed Dose Combinations. Medicine Update. Vol.22, No.3, Hlm: 249-253.
Katzung, B. G., 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi XIII. Buku 3.
Translation of Basic and Clinical Pharmacology Eight Edition Alih bahasa
oleh Bagian Farmakologi Fakultas kedokteran Universitas Airlangga. Jakarta:
Salemba Medika.
Kemenkes R.I. 2014. Permenkes Nomor 34 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Pedagang
Besar Farmasi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Kemenkes R.I. 2015. Permenkes Nomor 3 Tentang Peredaran, Penyimpanan,
Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Kemenkes R.I. 2016. Permenkes Nomor 73 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Kemenkes R.I. 2017. Permenkes Nomor 9 Tentang Apotek, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Kemenkes RI. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun
2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta .
88
Kerns SC, Stankiewicz, Marzo SJ. 2009. Biller J (ed). Practical Neurology.
Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.
Lacour M, et al. 2007. Betahistine Treatment of Meniere’s Disease,
Neurophyiciatric Disease and Treatment : France (4) 429-440.
Manaf, Asman. 2009. The FDC of Glimepiride and Metformin : Its
Cardioprotective Properties And Evidence Based Data. Padang: Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas / RSUP Dr M. Jamil Padang.
Mediskus. 2018. Microlax: Kegunaan, Dosis, Efek Samping, diakses dalam
www.mediskus.com pada 12 Februari 2018.
MIMS. 2017. Petunjuk Konsultasi Edisi 16 Tahun 2016/2017. Jakarta: PT. Bhuana
Ilmu Populer.
NDEI. 2016. Diabetes Management Guideline. USA: Ashfield Healthcare
Communications.
Ortega, et al. 2015. Hypertension in the African American Populationn: A Succint
Look at Its Epidemiology, Pathogenesis, and Therapy. Nefrologia Journal Vol.
35, No. 2, Hlm: 139-145.
Oscar, Lydianita dan Muhammad Jauhar. 2016. Dasar-Dasar Manajemen
Farmasi. Jakarta : Prestasi Pustaka.
Pasyanti, N.I., dan Yonata, A. 2017. Congestif Heart Failure NYHA IV e.c.
Penyakit Jantung Rematik dengan Hipertensi Grade II. J Medula Unila. Vol. 7,
No. 2, Hlm: 1-6.
PDPI. 2003,.PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik): Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia, Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Perkeni. 2011. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia
2011. Semarang: PB PERKENI.
SDCEP, 2013, Management of Acute Dental Problem, Guidiance for Healthycare
Proffesional, Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme.
Syamsuni, A. 2006. Ilmu Resep. Yogyakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran.
Tan, B.J. 1995. Cefixime Use In Children: When And Why. Can. J. Infect. Dis. (6)
204–205.
Tatro, David. S., 2003, A to Z Drug Facts, Facts and Comparisons, USA.
Tjay, T.H., dan Kirana Rahardja. 1993, Swamedikasi. PT. Elex Media
Komputindo. Jakarta.
Ulfayani. 2008. Laporan Latihan Kerja Profesi di Apotek Buhamala, Medan..
VMedika. 2018. Neuropiron-V, diakses dalam web www.VMedika.com
89
Weber, PC. 2008. Weber PC (ed).Vertigo and Disequilibrium. New York: Thieme
Medical Publishers.
WHO. 2014. Reficed WHO Clasification and treatment of Chilhood Pneumonia at
Health Facilities : Evidence Summaries, WHO publication, Swizerland.