Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM KONSELING

KONSELING FARMASIS KEPADA PASIEN IBU HAMIL

Disusun oleh:
KELOMPOK 1 / GOLONGAN B2

Deadara Imaysta I1C016052


Zeyla Aulia Zein I1C016056
Laila Syelda Avianita I1C016058
Ayu Mulya Subagia I1C016060

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU - ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2019
KONSELING FARMASIS KEPADA IBU HAMIL

I. Judul
Konseling Farmasis kepada Pasien Ibu Hamil.
II. Tujuan
1. Memberikan konseling tentang obat-obatan yang sesuai dengan kondisi dan
keluhan pasien didasarkan pada indikasi obat, kontraindikasi, aturan pakai
dan efek samping yang mungkin terjadi
2. Mampu berkomunikasi efektif dan etis untuk memantapkan hubungan
professional antar farmasis dengan pasien dan dokter dalam rangka
memberikan terapi obat yang sesuai
III. Identifikasi dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran
dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat
dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali
konseling, Apoteker menggunakan three prime questions (Depkes RI,
2016).
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling (Depkes
RI, 2016):
1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau
ginjal, ibu hamil dan menyusui).
2. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis
(misalnya:TB,DM, AIDS, epilepsi).
3. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus(penggunaan
kortikosteroid dengan tappering down/off).
4. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit(digoksin,
fenitoin, teofilin).
5. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa obatuntuk
indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini jugatermasuk
pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yangdiketahui dapat
disembuhkan dengan satu jenis obat.
6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman
yang benar mengenai Obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain
tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama penggunaan Obat,
efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan
Obat (Kemenkes, 2014).
Kasus konseling kali ini adalah pasien ibu hamil. Obat dapat
menyebabkan efek yang tidak dikehendaki pada janin selama masa
kehamilan. Selama kehamilan, seorang ibu dapat mengalami berbagai
keluhan atau gangguan kesehatan yang membutuhkan obat. Banyak obat
yang dapat melintasi plasenta. Dalam plasenta obat mengalami proses
biotransformasi, mungkin sebagai upaya perlindungan dan dapat terbentuk
senyawa antara yang reaktif, yang bersifat teratogenik/dismorfogenik.
Oleh karena itu pada penggunaan obat pada wanita hamil perlu berhati-hati
(Binfar, 2006).
Pelaksanaan komunikasi dapat dilakukan berbagai cara tergantung
dari tujuan pesan dan efek yang diharapkan. Teknik komunikasi yang
lazim dilakukan adalah komunikasi informatif, komunikasi persuasif, dan
komunikasi konversif. Komunikasi informatif merupakan penyampaian
pesan berupa pemberitahuan dari seseorang kepada orang lain. Sifat
komunikasi ini dapat bersifat lisan maupun tulisan. Komunikasi persuasif
merupakan suatu proses penyampaian dengan cara membujuk sehingga
komunikan dengan kesadaran sendiri dan sukarela bersedia menerima dan
melaksanakan isi pesan. Komunikasi persuasif lebih menekankan
perubahan tingkah laku, maka teknik yang dilakukan adalah komunikasi
lisan secara langsung atau tatap muka karena komunikator mengharapkan
tanggapan saat itu juga. Komunikasi konversif merupakan proses
penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan dengan cara
paksaan. Teknik komunikasi mengandung sangsi dan apabila pesan tidak
dilaksanakan akan menanggung risiko dan akibatnya. Komunikasi ini
biasanya dalam bentuk peraturan, instruksi, keputusan dan lain sebagainya
(DepKes RI, 2009).
Pada MIMS (2019), Penggolongan obat berdasarkan faktor-faktor
resiko pada masa kehamilan dapat mengacu pada sistem penggolongan
FDA (Food and Drug Administration). Dimana, penggunaan obat-obatan
pada ibu hamil dikategorikan berdasarkan risiko terhadap sistem
reproduksi dan perkembangan janin dan besarnya perbandingan antara
risiko dan manfaat obat. Obat dari kategori D, X, dan sebagian C, mungkin
memiliki risiko yang sama besarnya tetapi kategorinya tidak sama karena
memiliki perbedaan dalam hal besarnya perbandingan risiko dan manfaat.
a. Kategori A : Studi terkontrol pada wanita tidak memperlihatkan
adanya risiko pada janin pada kehamilan trimester 1 (dan tidak ada
bukti mengenai resiko terhadap trimester berikutnya), dan kecil
kemungkinannya untuk membahayakan janin.
b. Kategori B : Studi terhadap sistem reproduksi binatang percobaan
tidak memperlihatkan adanya risiko pada janin tetapi tidak ada studi
terkontrol pada ibu hamil, atau studi terhadap reproduksi binatang
percobaan memperlihatkan adanya efek samping (selain penurunan
fertilitas) yang tidak dilaporkan terjadi pada studi terkontrol terhadap
wanita hamil trimester 1 (dan ditemukan bukti mengenai risiko pada
trisemester selanjutnya).
c. Kategori C : Studi terhadap binatang percobaan memperlihatkan
adanya efek samping pada janin (teratogenik atau embriosidal atau
lainnya), dan tidak ada studi terkontrol pada wanita, atau belum ada
studi terkontrol pada wanita dan binatang percobaan. Obat hanya
boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi
besarnya risiko terhadap janin.
d. Kategori D : Ada bukti positif mengenai risiko terhadap janin
manusia, tetapi besarnya manfaat yang diperoleh mungkin lebih besar
dari risikonya (misalnya jika obat diperlukan untuk mengatasi situasi
yang mengancam jiwa atau untuk penyakit serius yang tidak efektif
atau tidak mungkin diatasi dengan obat yang lebih aman.
e. Kategori X : studi terhadap binatang percobaan atau manusia telah
memperlihatkan adanya abnormalitas terhadap janin berdasarkan
pengalaman pada manusia ataupun pada manusia dan binatang
percobaan, dan risiko penggunaan obat pada wanita hamil jelas-jelas
melebihi manfaat yang mungkin diperoleh. Obat dalam kategori ini
dikontraindikasikan pada wanita yang sedang atau memiliki
kemungkinan untuk hamil.
Adapun tahap kegiatan konseling, yaitu (DepKes RI, 2016):
a. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien.
b. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui Three
Prime Questions, yaitu:
1) Apa yang disampaikan dokter tentang obat Anda?
2) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat
Anda?
3) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan
setelah Anda menerima terapi obat tersebut?

c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada


pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat.
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan obat.
e. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien.
2. Perumusan masalah
Ny. Ayu, seorang ibu hamil bulan ke 7 mengeluh keputihan, yang
disertai gatal-gatal didaerah kewanitaan. Gatal-gatal ini sudah dirasakan
sejak 4 hari kemarin. Keputihannya berlendir, warna coklat muda, sedikit
berbau. Ny. Ayu memiliki riwayat penyakit gatal-gatal, gatal2 terjadi saat
tidak hamil dan minum dexteem (kombinasi ctm dan dexametason)
langsung sembuh. Ini merupakan kehamilan pertama Ny. Ayu. Ny. Ayu
sangat terganggu dengan rasa gatalnya. Ny. Ayu datang bersama
suaminya. Ny. Ayu tidak pernah menderita DM maupun hipertensi. TD
120/100 mmHg. Ny. Ayu ingin menebus separuh resep terlebih dahulu
dan meminta Apoteker untuk segera menyiapkannya.
dr. Amelia Wahyu, Sp.Og

Rumah : Praktek :
Jl. Mawar No. 301 Jl. Mewangi No. 123
Purwokerto Purwokerto
Telp. 0281-323571 Telp.0281-325768
Purwokerto, 21 april 2018

R/ Deksametason 0,75mg tab No. X


S 3 dd 1
R/ Flagystatin Ovula No. X
S s dd 1 ue.
R/ Kalk tab No X
S 1 dd 1
R/ Metronidazol 500 mg tab No XV
S 1 dd 1

Pro: Ny. Ayu (30 tahun)

Rumusan masalah dari kasus diatas :


1. Bagaimana melakukan konseling yang tepat dan efektif dengan ibu
hamil?
2. Bagaimana menggali informasi yang terkait dengan permasalahan dan
keluhan yang dialami pasien?
3. Bagaimana menanyakan status alergi pasien?
4. Bagaimana menjelaskan status keamanan obat yang digunakan untuk
ibu hamil?
5. Bagaimana menjelaskan kepada pasien obat apa yang bisa ditebus
separuh, dan obat apa yang tidak bisa ditebus separuh?
6. Bagimana menjelaskan kepada pasien dan dokter terkait obat-obatan
yang diganti, dihilangkan dan atau ditambahkan?
7. Menjelaskan tentang obat-obat yang diterima oleh pasien, termasuk
indikasi, aturan pakai, kontraindikasi, interaksi, efek samping,
penyimpanan obat dan hal-hal yang harus dihindari selama pemakaian
obat?
8. Bagaimana cara mengedukasi pasien tentang cara menjaga kesehatan
saat hamil?
9. Bagaimana cara memastikan bahwa pasien memahami informasi yang
telah disampaikan?
IV. Pemecahan Masalah Sementara
1. Cara berkomunikasi yang benar dengan pasien ibu hamil diantaranya
(DepKes RI, 2009):
a. Ciptakan perhatian.
b. Mulailah dengan 5S (Salam, Sapa, Senyum, Sopan dan Santun).
c. Berbicaralah dengan penuh perhatian.
d. Ciptakan kesediaan menerima.
e. Ajukan pertanyaan bersifat pendapat.
f. Ciptakan suasana humor dan santai.
2. Menanyakan keluhan pasien (keputihan disertai gatal-gatal) dan ditanya
sudah berapa lama keputihan ituberlangsung (4 hari)
3. Untuk menanyakan status alergi pasien, apoteker perlu memastikan
pasien memiliki riwayat alergi atau tidak. Pada kasus ini pasien tidak
memiliki alergi
4. Obat-obat yang nantinya akan digunakan sesuai dengan kondisi pasien
yang sedang hamil. Jika obat yang digunakan tidak aman digunakan
untuk ibu hamil, maka obat tersebut dapat digantikan dengan obat yang
lain atau dihilangkan.
5. Berdasarkan obat yang diresepkan, pasien mendapatkan deksametason,
flagystatin ovula, kalk dan metronidazol. Flagystatin ovula mengandung
metronidazol dan nystatin yang merupakan obat untuk infeksi campuran
pada vagina karena Trichomonas vaginalis & Candida albicans (MIMS,
2016), sehingga flagystatin ovula tidak boleh diambil setengahnya untuk
mecegah kekebalan bakteri. Metronodazol tablet yang diresepkan oleh
dokter direkomendasikan untuk dihilangkan karena flagystatin ovula
sudah mengandung metronidazol. Sehingga obat yang dapat diambil
separuh adalah kalk, karena penggunaan deksametason dihentikan.
Untuk obat dapat diambil separuh dengan syarat pasien harus mengambil
sisa obat separuhnya sesegera mungkin sebelum obat yang telah didapat
habis. Menjelaskan kepada pasien bahwa obat tersebut sangat penting
untuk mengatasi keluhan keputihan pada pasien. Untuk menebus kembali
obat sisa maka apoteker perlu memberikan copy resep.
6. Cara menjelaskan kepada dokter tentang ada obat yang tidak digunakan
dan diganti adalah dengan cara berdiskusi dan menyampaiakan bahwa
terdapat duplikasi obat yaitu flagystatin ovula mengandung metronidazol
dan nystatin yang merupakan obat untuk infeksi campuran pada vagina
karena Trichomonas vaginalis & Candida albicans (MIMS, 2016) dan
metronodazol tablet yang diresepkan oleh dokter direkomendasikan
untuk dihilangkan karena flagystatin ovula sudah mengandung
metronidazol dikhawatirkan adanya kelebihan dosis sehingga
metronidazol tidak perlu diberikan. Dexametason merupakan obat anti
alergi dan termaksud kedalam kategori C (MIMS, 2016). Selain itu,
dexametason dapat mempengaruhi sel progenitor tulang selama
perkembangan. Selain itu, mempengaruhi jalur pensinyalan BMP, FGF,
Hedgehog, dan Wnt, yang merupakan pengatur utama skeletogenesis
dalam embrio (Cheng et al., 2014). Oleh karena itu, penggunaan
deksametason harus dipertimbangkan lebih lanjut. Berkaitan dengan
kondisi pasien yang sudah hamil 7 bulan dan sudah diresepkan
flagystatin ovula, maka deksametason direkomedasikan untuk
dihentikan. Obat yang akan diterima oleh pasien adalah flagystatin ovula
dan kalk. Penyampaian argumen dilakukan dengan bahasa yang sopan
agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dengan dokter.
7. Pemberian informasi kepada pasien terkait dengan obat-obat yang
diterima, indikasi, cara penggunaan, efek samping, kontraindikasi dan
interaksi obat kepada pasien dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh
pasien. Obat-obat yang diterima oleh pasien yaitu flagystatin ovula dan
kalk. Flagystatin ovula mengandung metronidazol dan nystatin yang
merupakan obat untuk infeksi campuran pada vagina karena
Trichomonas vaginalis & Candida albicans (MIMS, 2016). Kalk :
digunakan sebagai penambah kalsium bagi orang-orang yang butuh
kalsium lebih seperti wanita hamil, 1 x sehari 1 tablet Flagystatin ovula :
1 x sehari dengan cara memasukan ovula kedalam vagina (MIMS, 2016).

Cara penggunaan ovula :


Gambar Keterangan gambar
Cucilah tangan anda dengan air dan sabun. Jika
ovula melunak, taruhlah di dalam air dingin atau
masukkan ke dalam lemari pendingin selama 30
menit supaya mengeras kembali sebelum dibuka
bungkusnya.

Buka bungkus ovula.

Jika menggunakan ovula aplikator, letakkan ovula


pada lubang yang terdapat pada aplikator.
Pastikan bahwa sisi ovula yang ditaruh pada
aplikator adalah sisi tumpul dari ovula.

Duduklah dengan satu tangan menopang berat


tubuh anda dan tangan lainnya memegang
aplikator yang sudah dipasangi ovula. Kedua kaki
ditekuk dengan posisi terbuka untuk
mempermudah penggunaan ovula.

Masukkan ujung lancip ovula dengan bantuan


aplikator ke lubang vagina. Setelah aplikator
berada di dalam vagina, tekan tombol pada
aplikator untuk melepaskan ovula.

Jika tidak menggunakan aplikator, masukkan


ujung lancip vagina kurang lebih sedalam
telunjuk anda.

Rapatkan kedua kaki anda untuk beberapa detik.


Tetaplah duduk sekitar 5 menit untuk mencegah
ovula keluar kembali.
Bersihkan aplikator dengan air hangat dan sabun,
keringkan dan jagalah agar tetap bersih. Cucilah
tangan anda dengan sabun untuk membersihkan
obat yang mungkin menempel

(UPT Pelayanan Kesehatan, 2019)


Flagystatin ovula dikontraindikasikan pada pasien yang alergi terhadap
kandungan zat aktif yang terdiri dari metronidazol dan nystatin. Kalk
dikontraindikasikan pada pasein dengan kondisi hiperkalsemia. Pasien
tidak alergi pada obat tersebut dan tidak sedang pada kondisi
hiperkalsemia. Tidak ada interaksi yang timbul akibat penggunaan
flagystatin ovula dan kalk (Medscape, 2019). Flagystatin ovula dapat
mengakibatkan sakit kepala; pruritus, urtikaria, neuropati perifer. Kalk
efek samping pemberian obatnya yaitu mual, muntah, berkurangnya
nafsu makan, sembelit, mulut kering atau kehausan, dan meningkatnya
frekuensi buang air kecil (Medscape, 2019). Untuk obat Flagystatin ovula
disimpan di suhu dingin. Kalk disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari
cahaya langsung dan tempat yang lembap. Jangan disimpan di kamar
mandi. Jangan dibekukan (Medscape, 2019).
8. Untuk mencegah keputihan dan mengurangi rasa gatal ada baiknya
pasien membasuh organ intim dengan cairan antiseptik yang berguna
untuk membersihkan organ intim setelah Buang Air Besar (BAB), Buang
Air Kecil (BAK) dan setelah bersenggama. Penggunaan terapi herbal,
beberapa obat herbal adalah daun sirih dan bawang putih.
Memperhatikan kebersihan terutama pada bagian alat kelamin dan
menjaga tetap bersih dan kering, seperti penggunaan tisu basah harus
steril (Fermanila et. al., 2016). Pendekatan psikologik penting dalam
pengobatan keputihan, karena keputihan dapat disebabakan oleh
gangguan psikologi seperti kecemasan, depresi, hubungan yang buruk,
atau beberapa masalah psikologi yang lain yang menyebabkan emosional
(Pratiwi, 2012). Rajin berolahraga agar stamina tubuh meningkat untuk
melawan serangan infeksi. Mengkonsumsi diet yang tinggi protein.
Mengurangi makanan tinggi gula dan karbohidrat karena dapat
mengakibatkan pertumbuhan bakteri yang merugikan. Menjaga berat
badan tetap ideal dan seimbang. Kegemukan dapat membuat kedua paha
tertutup rapat sehingga mengganggu sirkulasi udara dan meningkatkan
kelembaban sekitar vagina (Army, 2007).
9. Untuk mengetahui bahwa keluarga pasien telah memahami edukasi yang
telah disampaikan adalah dengan menanyakan kembali kepada keluarga
pasien tentang informasi yang telah disampaikan.

V. Pembahasan
DAFTAR PUSTAKA
Army, Y. 2007. Media Sehat. Semarang: Arfmedia Group.
Binfar. 2006. Pedoman Pelayanan Farmasi Untuk Ibu Hamil dan Menyusui.
Jakarta : Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Departemen
Kesehatan RI.
Cheng, X., Wang, G., Lee, K.K., Yang, X. 2014. Dexamethasone Use During
Pregnancy: Potential Adverse Effects On Embryonic Skeletogenesis.
Curr Pharm Des. 20(34):5430-7.
DepKes RI. 2009. Pegangan Fasilitator Kelas Ibu Hamil. Jakarta: DepKes RI.

Depkes RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 73 tahun 2016


Tentang Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit, Departemen
Kesehatan RI : Jakarta.
Firmanila, F., Dewi, Y.I., dan Kristiani, D. 2016. Pengaruh Penggunaan Air
Rebusan Daun Sirih Merah Terhadap Keputihan pada Wanita Usia
Subur (WUS) di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Tenayan
Raya. Jurnal Ners Imdonesia. 6(1).

Gondo, H.K. 2007. Penggunaan Antibiotika pada Kehamilan. Wijaya Kusuma.


Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Medscape. 2019. Drug Interaction Checker. https://reference.medscape.com/drug-
interactionchecker . Diakses tanggal 23 Maret 2019.
MIMS. 2016. Petunjuk Konsultasi Edisi 15. Jakarta: PT Medidata Indonesia.
MIMS. 2019. http://www.mims.com/indonesia/drug/info/calciumlactate diakses
pada 23 Maret 2019
Pratiwi. 2012. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitri Maya.

UPT Pelayanan Kesehatan. 2019. https://yankes.itb.ac.id/informasi/cara-


menggunakan-ovula/ diakses 12 Maret 2019

Anda mungkin juga menyukai