Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

RASIONALITAS PENGOBATAN

PENGANTAR FARMASI KLINIK

Nama : Silvianus Tommy


NIM : 18.4840118.1299
Dosen Pengampu : Apt. Nurul Fatimah. M.Sc.

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SAMARINDA


SAMARINDA
2020
KATA PENGANTAR
Rasa syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Rasionalitas
Pengobatan ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenihi tugas mata kuliah
Pengantar Farmasi Klinis yang dibimbing oleh Ibu Apt. Nurul Fatimah. M.Sc. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi tim
penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Apt. Nurul Fatimah. M.Sc., selaku dosen
mata kuliah Pengantar Farmasi Klinik yang telah memberikan tugas ini sehingga saya
mendapatkan wawasan dan menambah pengetahuan sesuai dengan bidang studi yang
ditekuni.
Saya menyadari bahwa, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan dan saya terima
dengan senang hati demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................1
C. Tujuan.....................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................2
A. Penggunaan Obat Yang Rasional...........................................................................2
B. Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional.................................................................3
C. Upaya Untuk Mengatasi Masalah Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional..........3
D. Indikator Penggunaan Obat Yang Rasional...........................................................4
E. Pemantauan Dan Evaluasi Penggunaan Obat Yang Rasional................................4
BAB III PENUTUP.....................................................................................................5
A. Kesimpulan.............................................................................................................5
B. Saran.......................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................6
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penggunaan obat dikatakan rasional menurut WHO apabila pasien menerima obat
yang tepat untuk kebutuhan klinis, dalam dosis yang memenuhi kebutuhan untuk jangka
waktu yang cukup, dan dengan biaya yang terjangkau baik untuk individu maupun
masyarakat.Konsep tersebut berlaku sejak pertama pasien datang kepada tenaga
kesehatan, yang meliputi ketepatan penilaian kondisi pasien, tepat diagnosis, tepat
indikasi, tepat jenis obat, tepat dosis, tepat cara dan lama pemberian, tepat informasi,
dengan memperhatikan keterjangkauan harga, kepatuhan pasien, dan waspada efek
samping. Pasien berhak mempertanyakan hal-hal itu kepada tenaga kesehatan. Jika pasien
menerima pengobatan yang tidak sesuai dengan definisi penggunaan obat. Penggunaan
obat yang tidak rasiona dapat menimbulkab dampak morbilitas dan mortilitas yang serius
terutama pada pasien anak dengan infeksi dan pasien dengan penyakit kronis (WHO,
2002), dan pada skala besar secara signifikan meningkatkan kejadien efek samping serta
tingginya biaya pengobatan (Quick et al., 1997).
Penggunaan obat yang tidak rasional merupakan masalah serius dalam pelayanan
kesehatan karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Di banyak negara, pada
berbagai tingkat pelayanan kesehatan, berbagai studi dan temuan telah menunjukan
bahwa penggunaan obat jauh dari keadaa optimal dan rasional. Banyak hal yang dapat
ditingkatkan dalam penggunaan obat pada umumnya dan khususnya dalam peresepan
obat (prescribing), secara singkat, penggunaan obat (khususnya adalah peresepan obat),
dikatakan tidak rasional apabila kemungkinan memberikan manfaat sangat kecil atau
tidak ada sama sekali, sehingga tidak sebanding dengan kemungkinan efek samping atau
biayanya (Vance dan Millington, 1986).

B. Rumusan Masalah
1. Apa keriteria penggunaan obat dikatakan rasional?
2. Apa ciri-ciri penggunaan obat dikatakan tidak rasional?
3. Bagaimana upaya untuk mengatasi masalah penggunaan obat yang tidak rasional?
4. Apa saja indikator penggunaan obat yang rasional?
5. Apa yang dimaksud pemantauan dan evaluasi penggunaan obat yang rasional?

C. Tujuan
1. Mengetahui keriteria penggunaan obat dikatakan rasional
2. Mengetahui ciri-ciri penggunaan obat dikatakan tidak rasional
3. Mengetahui upaya untuk mengatasi masalah penggunaan obat yang tidak rasional
4. Mengetahui indikator penggunaan obat yang rasional
5. Mengetahui pemantauan dan evaluasi penggunaan obat yang rasional
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penggunaan Obat yang Rasional
Menurut world health Organization menjelaska bahwa definisi penggunaan obat yang
rasional adalah apabila pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya,
dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan, dalam periode waktu yang sesuai dan dengan
biaya yang terjangkau oleh dirinya dan kebanyakan masyarakat. Dengan empat kata kunci
yaiutu kebutuhan klinis, dosis, waktu dan biaya yang sesuai.
Penggunaan obat yang dapat dianalisa adalah penggunaan obat melalui bantuan tenaga
kesehatan maupun swamedikasi oleh pasien. Berikut ini keriteria suatu obat dikatakan
rasional menurut Peraturan Kementerian Kesehatan adalah:
1. Tepat Diagnosis
Penggunaan obat harus berdasarkan penegakan diagnosis yang tepat. Ketepatan
diagnosis menjadi langkah awal dalam sebuah proses pengobatan karena ketepatan
pemilihan obat dan indikasi akan tergantung pada diagnosis penyakit pasien.
Contohnya : Anamnesis: Diare, Disertai darah dan lendir.
Diagnosis: Bukan amoebiasis.
Terapi: Bukan metronidazol
bila pemeriksa tidak jeli untuk menanyakan adanya darah dalam feses, maka bisa saja
diagnosis yang dibuat menjadi kolera. Untuk yang terakhir ini obat yang diperlukan
adalah tetrasiklin. Akibatnya penderita amoebiasis di atas terpaksa mendapat tetrasiklin
yang sama sekali bukan antibiotik pilihan untuk amoebiasis.
2. Tepat Indikasi
Pasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai diagnosa dokter. Setiap obat
memiliki spektrum terapi yang spesifik. Antibiotik, misalnya diindikasikan untuk infeksi
bakteri. Dengan demikian, pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk pasien yang
memberi gajala adanya infeksi bakteri.
3. Tepat Pemilihan Obat
Berdasarkan diagnosis yang tepat maka harus dilakukan pemilihan obat yang tepat.
Pemilihan obat yang tepat dapat ditimbang dari ketepatana kelas terapi dan jenis obat
yang sesuai dengan diagnosis. Selain ini, obat juga harus terbukti manfaat dan
keamanannya. Obat juga harus merupakan jenis yang paling mudah didapatkan. Jenis
obat yang digunakan pasien juga seharusnya seminimal mungkin.
4. Tepat Dosis
Dosis obat digunakan harus sesuai range terapi obat tersebut. Obat mempunyai
karakteristik farmakodinamik maupun farmakokinetik yang mempengaruhi kadar obat
didalam darah dan efek terapi obat. Dosis juga harus disesuaikan dengan kondisi pasien
dari segi usia, berat badan, maupun kelainan tertentu.
5. Tepat Cara pemberian
Cara pemberian yang tepat harus mempertimbangkan keamanan dan kondisi pasien.
Hal ini juga berpengaruh pada bentuk sediaan dan saat pemberian obat. Misalnya pasien
anak yang tidak mampu menelan tablet dapat diganti dengan sirup atau puyer.
6. Tepat Interval Waktu Pemberian
Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhaa mungkin dan praktis, agar mudah
ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari (misalnya 4 kali
sehari), semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum 3 x
sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam.
7. Tepat Lama Pemberian
Lama pemberian meliputi frekuensi dan lama pemberian yang harus sesuai
karakteristik obat dan penyakit. Frekuensi pemberian akan berkaitan dengan kadar obat
dalam darah yang menghasilkan efek terapi. Contohnya penggunaan antibiotik dalam
penggunaannya diberikan tiga kali sehari selama 3-5 hari akan membunuh bakteri
patogan yang ada. Agar terapi berhasil dan tidak terjadi resistensi maka frekuensi dan
lama pemberian harus tepat.
8. Waspada Terhadap Efek Samping
Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan
yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, karena itu muka merah setelah
pemberian atropin bukan alergi, tetapi efek samping sehubungan vasodilitasi pembuluh
darah di wajah. Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan pada anak kurang dari 12
tahun, karena menimbulkan kelainan pada gigi dan tulang yang sedang tumbuh
9. Kepatuhan Pasien
Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan ketidaktaatan minum
obat umumnya terjadi pada keadaan berikut:
a. Jenis dan/atau jumlah obat yang diberikan terlalu banyak
b. Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering
c. Jenis sediaan obat terlalu beragam
d. Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi
e. Pasien tidak mendapatkan informasi/penjelasan yang cukup mengenai cara
minum/menggunakan obat
f. Timbulnya efek samping (misalnya ruam kulit dan nyeri lambung), atau efek ikutan
(Urine menjadi merah karena minum rifampisin) tanpa diberikan penjelasan terlebih
dahulu.
10. Obat yang Diberikan Harus Efektif dan Aman Dengan Mutu Terjamin
Untuk efektif dan aman serta terjangkau, digunakan obat-obat dalam daftar obat
esensial. Pemilihan obat dalam daftar obat esensial didahulukan dengan
mempertimbangkan efektivitas, keamanan dan harganya oleh para pakar di bidang
pengobatan dan klinis.
11. Tepat Informasi
Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting dalam
menunjang keberhasilan terapi. Contoh peresepan rifampisin akan mengakibatkan urine
penderita menjadi merah. Jika hal ini tidak diinformasika ada kemungkinan dimana
penderita akan berhenti meminum obat karena penderita mengira kencing disertai darah.
12. Tepat Tindak Lanjut (follow-up)
Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah dipertimbangkan upaya tindak
lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau timbul efek samping.
Contoh terapi teofilin sering memberikan gejala takikardi. Jika hal ini terjadi, maka dosis
obat perlu ditinjau ulang atau bisa saja obatnya diganti.
13. Tepat Penyerahan Obat (dispensing)
Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah obat dan
pasien sendiri sebagai konsumen. Proses penyiapan dan penyerahan harus dilakukan
secar tepat, agar pasien mendapatkan obat sebagaimana harusnya.
14. Tepat Pasien
Obar yang akan digunakan oleh pasien mempertimbangkan kondisi individu yang
bersangkutan. Riwayat alergi, adanya penyakit penyerta seperti kelainan ginjal atau
kerusakan hati, serta kondisi khusus misalnya hamil, laktasi, balita, dan lansia harus
dipertimbangkan dalam pemilihan obat.
15. Tepat Harga
Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas atau untuk keadaan yang sama sekali tidak
memerlukan terapi obat merupakan pemborosan dan sangat membebani pasien, termasuk
peresepan obat yang mahal.

B. Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional


Ciri-ciri penggunaan obat yang tidak rasional dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Peresepan yang berlebih yaitu jika memberikan obat yang sebenarnya tidak diperlukan
untuk penyakit yang bersangkutan. Seperti pemberian antibiotik pada ISPA non
pneumonia (umumnya disebabkan oleh virus).
2. Peresepan Kurang yaitu jika pemberian obat kurang dari yang seharusnya diperlukan
baik dalam hal dosis, jumlah maupun lama pemberian. Contoh tidak memberikan
Oralit pada anak yang menderita diare.
3. Peresepan majemuk yaitu jika memberikan beberapa obat untuk satu indikasi penyakit
yang sama padahal satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan
satu jenis obat. Seperti pemberian puyer pada anak dengan batuk pilek berisi :
Amoksisilin, Paracetamol, Gliseril guaiakolat, Deksametason, CTM dan Luminal.
4. Peresepan salah yaitu mencakup pemberian obat untuk indikasi yang keliru, untuk
kondisi yangsebenarnya merupakan kontraindikasi pemberian obat dan memberikan
kemungkinan resiko efek samping yang lebih besar seperti meresepkan asam
mefenamat untuk demam padahal ada obat parasetamol yang lebih aman.

C. Upaya Untuk Mengatasi Masalah Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional


Untuk mengatasi maslah penggunaan obat yang tidak rasional diperlukan bebrapa
upaya perbaikan dan intervensi, baik di tingkat provider yaitu peresep dan penyerahan obat
dan pasien/masyarakat hingga sistem kebijakan obat nasional, antara lain sebagai berikut:
1. Upaya Pendidikan
a. Pendidikan selama masa kuliah
b. Sesudah menjalankan praktek keprofesian
c. Pendidikan past service seperti pendidikan berkelanjutan, informasi pengobatan,
seminar, buletin dan lain-lain
d. Disediakan sarana pendidikan yang dapat digunakan seperti mmateri cetak buletin,
pedoman pengobatan dan media lain (televisi, video dan lain-lain)
2. Upaya Peningkatan Pengelolaan
a. Pengendalian kecukupan obat melalui sistem informasi manajemen obat
b. Perbaikan sistem suplai melalui penerapan konsep obat esensial nasional yaitu dengan
menyedikan obat yang paling dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat
c. Pembatasan sistem peresepan dan dispensing obat untuk itu perlu disediakan buku
pedoman pengobatan
d. Pembentukan dan pemberdayaan Komite Farmasi dan Terapi
e. Informasi harga, akan memberikan dampak sadar biaya bagi para provider serta
pasien/masyarakat
f. Pengaturan pembiayaan.
3. Intervensi regulasi (regulatory strategies)
Umumnya paling mudah ditaati, mengingat sifatnya yang mengikat secara formal
serta memiliki kekutan hukum. Dengan cara ini setiap penyimpangan terhadap
pelaksanaannya akan mempunyai akibat hukum. Namun demikian pendekatan ini sering
dirasa kaku dan dianggap membatasi profesi.

D. Indikator Penggunaan Obat yang Rasional


Bertujuan untuk melakukan pengukuran terhadap capaian kebrhasilan upaya dan
intervensi dalam peningkatan penggunaan obat yang rasional dalam pelayanan kesehatan
diantaranya sebagai berikut:
1. Indikator inti
a. Indikator peresepan
1) Rerata jumlah item dalam tiap resep
2) Peresentase peresepan dengan nama generik
3) Peresentase peresepan dengan antibiotik
4) Peresentase peresepan dengan suntikan
5) Persentase peresepan yang sesuai dengan Daftar Obat Esensial
b. Indikator pelayanan
1) Rerata waktu konsultasi
2) Rerata waktu penyerahan obat
3) Persentase obat yang sesungguhnya diserahkan
4) Persentase obat yang dilabel secara adekuat
c. Indikator fasilitas
1) Pengetahuan pasien mengenai dosis yang benar
2) Ketersediaan Daftar Obat Esensial
3) Ketersediaan key drugs
2. Indikator tambahan
a. Persentase pasien yang diterapi tanpa obat
b. Rerata biaya obat tiap peresepan
c. Persentase biaya untuk antibiotik
d. Persentase biaya untuk suntikan
e. Peresepan yang sesuai dengan pedoma pengobatan
f. Persentase pasien yang puas dengan pelayanan yang diberikan
g. Persentase fasilitas kesehatan yang mempunyai akses kepada informasi yang obyektif.

E. Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat yang Rasional


1. Tujuan pemanatauan penggunaan obat yang rasional
Adalah untuk menilai apakah kenyataan praktek pengggunaan obat yang dilakukan
telah sesuai dengan pedoman yang disepakati.
2. Manfaat pemantauan penggunaan obat yang rasional
Yaitu dapat mendeteksi adanya kemungkinan pemakaian obat yang berlebih, atau
kurang bahkan pemakaian obat yang boros serta dapat bermanfaat alam perencanaan
obat.
3. Hal-hal yang perlu dipantau dalam penggunaan obat yang rasional
a. Kecocokan antara gejala (symstoms), diagnosis dan pengobatan yang diberikan
b. Kesesuaian pengobatan yang diberikan dengan pengobatan yang ada
c. Pemakaian obat tanpa indikasi yang jelas
d. Praktek polifarmasi
e. Ketepatan indikasi
f. Ketepatan jenis, jumlah, cara dan lama pemberian
g. Kesesuaian obat denga kondisi pasien

4. Monitoring dan evaluasi


a. Indikator peresepan
Ada 4 parameter utama yang akan dinilai dalam monitoring dan evaluasi
penggunaan obat yang rasional yaitu penggunaan standar pengobatan, proses
pengobatan (penerapan) SOP), ketepatan diagnostik, dan ketepatan pemilihan
intervensi pengobatan.
b. Pengumpulan data peresepan
c. Cara pengisian
d. Pengolahan/penyajian data
e. Pengiriman laporan
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemberian obat yang aman, bermutu dan bermanfaat adalah tujuan utama dalam
pengobatan pasien. Untuk menjamin obat yang aman, bermutu dan bermanfaat maka
penggunaan obat yang rsional merupakan bagian yang terpenting yang perlu diperhatikan
oleh tenaga kesehatan terutama oleh tenaga farmasi.

B. Saran
Saya menyadari bahwa, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan dan saya terima
dengan senang hati demi kesempurnaan makalah ini dan semoga makalah ini diharapkan
dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, (2011). Modul Penggunaan Obat Rasional.


Jakarta: Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Quick, J.D., Rankin, J.R, Laing, R.O., O’Connor.R.W (1997). Managing Drug Supply.
second edition. Boston: Kumarin Press.
Vance A.M., Millington W.R. (1986). Principle of Irrational Drug Therapy. International
Journal of Health Sciences 16 (3), 355-361.
World Health Organization. (2002). Promoting Rational Use of Medicine: Core Components.
Geneva: WHO Policy Perspecctive on Esssential Drug
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20180329/3525429/inilah-penggunaan-obat-
rasional-yang-harus-dipahami-masyarakat/
https://moko31.wordpress.com/2018/06/17/kriteria-penggunaan-obat-rasional/

Anda mungkin juga menyukai