1. Tepat diagnosis, penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang
tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa
mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan
sesuai dengan indikasi yang seharusnya.
2. Tepat Pemilihan Obat, keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis
ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang harus memiliki efek terapi sesuai
dengan spekrum penyakit. Contoh: Gejala demam terjadi pada hampir semua kasus infeksi dan
inflamasi. Untuk sebagian besar demam, pemberian parasetamol lebih dianjurkan, karena
disamping efek antipiretiknya, obat ini relatif paling aman dibandingkan dengan antipyretik
lainnya. Pemberian antiinflamasi nonsteroid (misalnya ibuprofen) hanya dianjurkan untuk demam
yang terjadi akibat peradangan atau inflamasi.
3. Tepat Indikasi penyakit, setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Antibiotik,
misalnya diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian, pemberian obat ini hanya
dianjurkan untuk pasien yang memberi gejala adanya infeksi bakteri.
PENGGUNAAN OBAT RASIONAL
Penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria (Kemenkes RI, 2011) :
4. Tepat Dosis. Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek
terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi
yang sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek samping, sebaliknya dosis yang terlalu kecil
tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan.
5. Tepat cara pemberian. Obat antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula
antibitoik tidak boleh dicampur dengan susu, karena akan membentuk ikatan, sehingga menjadi
tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan efektivitasnya.
6. Tepat interval waktu pemberian. Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin
dan praktis, agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari
(misalnya 4 kali sehari), semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum
3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam.
7. Waspada terhadap Efek Samping Obat. Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping,
yaitu efek yang tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, karena itu
bila terjadi muka atau wajah menjadi merah setelah pemberian obat (misalnya atropin), ini bukan
alergi, tetapi efek samping sehubungan vasodilatasi pembuluh darah diwajah. Pemberian
tetrasiklin tidak boleh dilakukan pada anak kurang dari 12 tahun, karena menimbulkan kelainan
pada gigi dan tulang yang sedang tumbuh
PENGGUNAAN OBAT RASIONAL
Penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria (Kemenkes RI, 2011) :
8. Tepat penilaian kondisi pasien. Respon individu terhadap efek obat sangat beragam. Beberapa
kondisi harus dipertimbangkan sebelum memutuskan pemberian obat :
• B-bloker (misalnya propanolol) hendaknya tidak diberikan pada penderita hipertensi yang memiliki
riwayat asma, karena obat ini memberikan efek bronkospasme.
• Antiinflamsi nonsteroid (AINS) sebaiknya juga dihindari pada penderita asma, karena obat golongan
ini terbukti dapat mencetuskan serangan asam.
• Peresepan beberapa jenis obat seperti simetidin, klopropamid, aminoglikosida dan allupurinol pada
usia lanjut hendaknya ekstra hati-hati, karena waktu paruh obat-obat tersebut memanjang secara
bermakna, sehingga rtesiko efek toksisnya juga meningkat pada pemberian secara berulang.
• Peresepan kuinolon (misalnya siprofloksasin dan ofloksasin), tetrasiklin, doksisiklin dan
metronidazol pada ibu hamil sama sekali harus dihindari, karena memberi efek buruk pada janin
yang dikandung.
9. Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta tersedia setiap saat
dengan harga yang terjangkau. Untuk efektif dan aman serta terjangkau, digunakan obat-
obat dalam daftar obat esensial. Pemilihan obat dalam daftar obat esensial didahulukan
dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan dan harganya oleh para pakar di bidang
pengobatan dan klinis. Untuk jaminan mutu, obat perlu diproduksi oleh produsen yang
menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan dibeli melalui jalur resmi.
INDIKATOR PENGGUNAAN OBAT RASIONAL
Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur penggunaan obat secara rasional yaitu
dengan menggunakan indikator penggunaan obat WHO :
a. Indikator Peresepan
• Rata-rata jumlah item obat tiap resep
• Persentase obat generik yang diresepkan
• Persentase antibiotik yang diresepkan
• Persentase injeksi yang diresepkan
• Persentase obat yang sesuai dengan formularium rumah sakit
b. Indikator Pelayanan Pasien
• Rata-rata waktu konsultasi
• Rata-rata waktu penyerahan obat
• Persentase obat yang diberikan
• Persentase pelabelan obat dengan benar
• Persentase pasien tentang cara minum obat dengan benar
c. Indikator Fasilitas
• Ketersediaan buku DOEN atau formularium
• Ketersediaan obat-obat penting d. Indiator Pendukung atau Pelengkap
• Persentase pasien yang tidak menerima obat
• Rata-rata biaya obat per resep
• Persentase biaya obat yang dikeluarkan untuk antibiotik
INDIKATOR PENGGUNAAN OBAT RASIONAL
Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur penggunaan obat secara rasional yaitu
dengan menggunakan indikator penggunaan obat WHO :
d. Indikator Pendukung atau Pelengkap
• Persentase pasien yang tidak menerima obat
• Rata-rata biaya obat per resep
• Persentase biaya obat yang dikeluarkan untuk antibiotik
• Pesentase biaya obat yang dikeluarkan untuk injeksi
• Peresepan yang sesuai dengan pedoman pengobatan
• Persentase kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian
Faktor yang memengaruhi terjadinya penggunaan obat yang tidak
rasional
3. Informasi yang sering "bias" yang dilakukan oleh industri farmasi akan
berakibat adanya peresepan obat-obat yang tidak tepat dan tidak sesuai
dengan kebutuhan pengobatan yang diperlukan.
Menurut WHO ada empat strategi untuk memperbaiki pemakaian obat yang tidak rasional :
1. Pertama, strategi pendidikan yaitu dengan upaya meningkatkan mutu dokter selama
dalam masa pendidikan maupun sesudah menjalankan praktek keprofesian, juga
mutlak harus diikuti dengan pendidikan kepada masyarakat secara stimulant.
2. Kedua, upaya peningkatan pengelolaan yang meliputi perbaikan sistem suplai melalui
penerapan program obat esensial nasional dan pembatasan sistem dispensing dan
peresepan obat dengan menyediakan buku pedoman pengobatan di masing-masing
pusat pelayanan kesehatan.
3. Ketiga, dengan upaya intervensi regulasi. Upaya ini pada umumnya yang paling
ditaati, karena sifatnya yang mengikat secara formal serta memiliki kekuatan hukum.
4. Keempat pemberian informasi secara ringkas dapat dibagi menjadi dua yaitu
intervensi informasi bagi dokter, dan intervensi informasi kepada pasien.
Upaya Mengatasi Penggunaan Obat yang Tidak Rasional
Menurut WHO ada empat strategi untuk memperbaiki pemakaian obat yang tidak rasional :
1. Pertama, strategi pendidikan yaitu dengan upaya meningkatkan mutu dokter selama
dalam masa pendidikan maupun sesudah menjalankan praktek keprofesian, juga
mutlak harus diikuti dengan pendidikan kepada masyarakat secara stimulant.
2. Kedua, upaya peningkatan pengelolaan yang meliputi perbaikan sistem suplai melalui
penerapan program obat esensial nasional dan pembatasan sistem dispensing dan
peresepan obat dengan menyediakan buku pedoman pengobatan di masing-masing
pusat pelayanan kesehatan.
3. Ketiga, dengan upaya intervensi regulasi. Upaya ini pada umumnya yang paling
ditaati, karena sifatnya yang mengikat secara formal serta memiliki kekuatan hukum.
4. Keempat pemberian informasi secara ringkas dapat dibagi menjadi dua yaitu
intervensi informasi bagi dokter, dan intervensi informasi kepada pasien.
Upaya Mengatasi Penggunaan Obat yang Tidak Rasional
Di INDONESIA sendiri ada :