Anda di halaman 1dari 35

Penggunaan Obat

Rasional

Apt. Elvina Triana Putri., M.Farm


Art Of Study
• Penggunaan obat yang rasional dalam praktek
• Mengenal dan Identifikasi berbagai masalah penggunaan obat yang tidak rasional
• Identifi kasi berbagai dampak ketidakrasionalan penggunaan obat
• Identifi kasi berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya penggunaan obat yang
tidak rasional
• Upaya dan intervensi untuk mengatasi masalah penggunaan obat yang tidak
rasional.
• Indikator POR
1.1 Penggunaan Obat Rasional

WHO :

“Penggunaan Obat Rasional adalah apabila pasien menerima pengobatan sesuai


dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan, dalam
periode waktu yang sesuai dan dengan biaya yang terjangkau oleh dirinya dan
kebanyakan masyarakat.”
WHO : pemakaian obat dikatakan rasional jika
memenuhi kriteria

1. Sesuai dengan indikasi penyakit


2. Tersedia setiap saat dengan harga terjangkau
3. Diberikan dengan dosis yang tepat
4. Cara pemberian dengan interval waktu pemberian yang tepat
5. Lama pemberian yang tepat
6. Obat yang diberikan harus efektif, dengan mutu terjamin dan aman.
WHO : Pengertian rasional
1. Sesuai dengan keperluan klinik
2. Dosis sesuai dengan kebutuhan pasien
3. Diberikan dalam jangka yang sesuai
4. Dengan biaya termurah bagi pasien dan komunitasnya
Secara Praktis, P.O.R mempunyai kriteria:
1. Tepat diagnosis
2. Tepat indikasi Penyakit
3. Tepat pemilihan obat (khasiat, keamanan, mutu, biaya)
4. Tepat dosis, cara dan lama pemberian
5. Tepat penilaian terhadap kondisi pasien
6. Tepat peracikan dan pemberian informasi
7. Kepatuhan pasien
8. Tepat dalam melakukan upaya tindak lanjut
9. Tepat dispensing dan penyerahan obat
10. Waspada efek samping
11. Efektif, aman , mutu tercapai
2.2 Beberapa Pertimbangan Dalam
Pemilihan Obat

1. Manfaat (efecacy)
2. Kemanfaatan dan keamanan obat sudah terbukti (safety)
3. Resiko pengobatan yang paling kecil dan seimbang dengan manfaat dan
keamanan yang sama dan terjangkau oleh pasien (affordable)
4. Kesesuaian/suittability (cost)
Secara umum dan dalam konteks yang lebih luas penggunaan obat
yang tidak rasional dapat memberi dampak:

1. Terjadinya pemborosan biaya dan anggaran masyarakat,


2. Resiko efek samping dan resistensi,
3. Ketersediaan obat kurang terjamin,
4. Mutu pengobatan dan pelayanan kesehatan buruk,
5. Memberikan persepsi yang keliru tentang pengobatan pada masyarakat.
2.3 Langkah-Langkah Menerapkan Penggunaan
Obat Secara Rasional
• WHO action programme on essential drugs (1994)
1. Menentukan masalah pasien atau melakukan diagnosis.
2. Menetapkan tujuan pengobatan
3. Memeriksa kerasionalan penggunaan obat yang dipilih
4. Membuat resep
5. Memberi informasi, instruksi dan hal-hal yang perlu diwaspadai
6. Melakukan monitoring
2.4 Upaya Implementasi Pengobatan Rasional

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kerasionalan penggunaan


obat yaitu:
• Upaya regulasi
Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan berperan dalam pengaturan yang
dapat mendukung penggunaan obat yang rasional
• Upaya pendidikan
Pengajaran penggunaan obat rasional dalam kurikulum Fakultas. Bagi para tenaga
kesehatan dapat diberikan post service training melalui berbagai program pelatihan dan
penyegaran mengenai penggunaan obat rasional. Pendidikan dan pelatihan juga
diberikan bagi petugas pelayanan kesehatan lain serta masyarakat.
• Upaya manajerial
Dalam upaya ini termasuk pembentukan Komisi farmasi dan Terapi (KFT) di RS,
Penetapan daftar Obat Essensial, penyusunan pedoman pengobatan.
Upaya yang dapat dirinci sebagai berikut:

• Pendidikan dan pelatihan P.O.R


• Pendidikan berkelanjutan dan supervisi
• Pengaturan promosi industri obat
• Penyusunan dan revisi berkala pedoman pengobatan
• Drug surveillance
• Informasi obat
• Monitoring dan evaluasi
• Pemberdayaan KFT
• Ketersediaan sumber daya
2.5 Peran Pasien Demi Tercapainya Penggunaan Obat
Rasional/POR (Rational Drug Use/RDU
Apa saja yang bisa dilakukan pasien dalam mendukung terwujudnya POR/RDU?

Agar tercapai
Tepat Pasien

Agar Agar tercapai


tercapai Tepat Indikasi
Tepat Biaya

Agar
tercapai
Tepat Obat
2.6 Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional
Penggunaan obat yang tidak rasional dikategorikan (ciri-ciri):

• Peresepan berlebih (over prescribing), yaitu memberikan obat yang sebenarnya tidak
diperlukan untuk penyakit yang bersangkutan.
• Pemberian obat dengan dosis lebih banyak dari yang dianjurkan, obat yang
diberikan lebih dari yang diperlukan untuk pengobatan penyakit tersebut.
• Peresepan kurang (under prescribing), yaitu jika pemberian obat kurang dari yang
seharusnyadiperlukan, baik dosis, jumlah maupun lama pemberian.
• Peresepan majemuk (multiple prescribing), yaitu jika memberikan beberapa obat untuk
suatu indikasipenyakit yang sama, pemberian lebih dari satu obat untuk
penyakityang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.
• Peresepan salah (incorrect prescribing), yaitu Pemberian obat untuk indikasi yang keliru
dengan resiko efek samping
Contoh lain ketidakrasionalan penggunaan obat
dalam praktek sehari hari
• Penggunaan obat yang memiliki potensi toksisitas lebih besar, sementara obat
lain dengan manfaat yang sama tetapi jauh lebih aman tersedia.

• Contoh: Pemberian metilprednisolon atau deksametason untuk mengatasi


sakit tenggorok atau sakit menelan.padahal tersedia ibuprofen yang jelas lebih
aman dan effi cacious.
Cont_
• Penggunaan obat yang harganya mahal, sementara obat sejenis dengan mutu
yang sama dan harga lebih murah tersedia.

• Contoh: Kecenderungan untuk meresepkan obat bermerek yang relatif


mahal padahal obat generik dengan manfaat dan keamanan yang sama dan
harga lebih murah tersedia.
Cont_
• Penggunaan obat yang belum terbukti secara ilmiah manfaat dan
keamanannya.

• Contoh: Terlalu cepat meresepkan obat obat baru sebaiknya dihindari karena
umumnya belum teruji manfaat dan keamanan jangka panjangnya, yang
justru dapat merugikan pasien.
2.7 Dampak Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional
• Dampak pada mutu pengobatan dan pelayanan

contoh :
 Penyakit diare akut non spesifik umumnya mendapat antibiotik dan obat injeksi sementara,
pemberian oralit (yang lebih dianjurkan) kurang banyak dilakukan akibatnya risiko dehidrasi
pada anak menjadi lebih tinggi sehingga dapat membahayakan keselamatan.
ISPA non pneumonia pada anak umumnya mendapat antibiotik yang sebenarnya tidak perlu.
Tidak mengherankan angka kematian bayi dan balita akibat ISPA dan diare masih cukup tinggi
di Indonesia
• Dampak terhadap biaya pengobatan

1. Pemakaian obat tanpa indikasi yang jelas


2. Pemakaian obat pada pasien yang sama sekali tidak memerlukan terapi obat, merupakan
pemborosan dan membebani pasien.
3. Peresepan obat mahal, meskipun terdapat obat yang lebih murah
Contoh: ISPA non pneumonia → antibiotik.
• Dampak terhadap kemungkinan efek samping dan efek lain yang
tidak diharapkan

• Resiko terjadinya penularan penyakit (misalnya hepatitis & HIV) meningkat


pada penggunaan injeksi yang tidak tepat, (misalnya 1 jarum suntik
digunakan untuk lebih dari satu pasien).
• Kebiasaan memberikan obat dalam bentuk injeksi akan meningkatkan resiko
terjadinya syok anafi laksis.
• Terjadinya resistensi kuman terhadap antibiotika merupakan salah satu akibat
dari pemakaian antibiotika yang berlebih (overprescribing), kurang
(underprescribing), maupun pemberian pada kondisi yang bukan merupakan
indikasi (misalnya infeksi yang disebabkan oleh virus).
• Dampak terhadap mutu ketersediaan obat
• Dampak Psikososial
Ketergantungan terhadap intervensi obat maupun persepsi yang keliru
terhadap pengobatan
2.8 Upaya Mengatasi Masalah Penggunaan Obat Yang
Tidak Rasional

A. Upaya pendidikan (educational strategies)


1. Pendidikan selama masa kuliah (pre-service) : memcahkan kasus dan maslah
klinis
2. Sesudah menjalankan praktek profesi
3. Pendidikan post-service antara lain:
- Pendidikan berkelanjutan (contining-medical education)
- Informasi pengobatan (academic based detailing)
- Seminar-seminar, buletin dan lain-lain
-Sarana pendidikan yang dapat digunakan untuk intervensi
Cont_
B. Upaya manajerial (managerial strategies)
1. Pengendalian kecukupan obat
Melalui sistem informasi manajemen obat. Dengan Sistem ini setiap penggunaan dan permintaan
obat oleh unit pelayanan kesehatan dapat terpantau, sehingga kecukupan obat dapat dikendalikan
dengan baik.
2. Perbaikan sistem suplai
Melalui penerapan konsep obat esensial nasional. Disini mengandung arti bahwa di tingkat pelayanan
kesehatan tertentu hanya tersedia obat yang paling dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat dan
tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau. Untuk Rumah Sakit, konsep obat esensial ini
diaplikasikan dalam bentuk Formularium Rumah Sakit.
Cont_
3. Pembatasan sistem peresepan dan dispensing obat.
Untuk itu perlu disediakan buku pedoman pengobatan di masing-masing pusat pelayanan
kesehatan, formulirformulir resep dengan jumlah R/ yang terbatas, dan sebagainya.

4. Pembentukan dan pemberdayaan Komite Farmasi dan Terapi


(KFT) di Rumah-rumah Sakit.
Komite Farmasi dan Terapi mempunyai tugas dan fungsi untuk meningkatkan/menerapkan Penggunaan
Obat secara Rasional di Rumah Sakit.
Cont_
5. Informasi Harga
Akan memberi dampak sadar biaya bagi para provider serta pasien/masyarakat.

6. Pengaturan pembiayaan.
Bentuk pengaturan ini dapat merupakan pembiayaan berbasis kapitasi dan cost-sharing.
• Adapun sarana pendidikan yang dapat digunakan untuk intervensi antara lain:
- Media cetak: buletin, pedoman pengobatan.
- Pendidikan tatap muka (face to face education): kuliah penyegaran,
seminar.
- Media elektronik: radio, televisi, video.
- Media lain.
c. Intervensi regulasi (regulatory strategies)
Di negara maju pun sistem pengendalian kebutuhan obat melalui
regulasi juga dilakukan.
• Hal ini antara lain didasarkan pada kenyataan bahwa biaya obat secara nasional
merupakan komponen terbesar dari anggaran pelayanan kesehatan.
• Strategi regulasi dilakukan dalam bentuk kewajiban registrasi obat bagi obat jadi
yang beredar, peraturan keharusan peresepan generik, pelabelan generik, dan lain-
lain.
• DOEN, Formularioum Obat
3. Informasi / sumber-sumber informasi

a. Upaya informasi
• Intervensi informasi bagi dokter.
• Informasi ilmiah untuk menunjang praktek keprofesian agar bebas dari pengaruh
promosi industry farmasi.
• Intervensi apoteker untuk mengenai obat
• Intervensi informasi bagi pasien / masyarakat untuk mentaati upaya pengobatan
b. Informasi yang disampaikan ke pasien antara lain:

• Penyakit yang diderita


• Jenis dan peran obat yang diberikan dalam proses penyembuhan.
• Informasi mengenai cara, frekuensi, lama pemberian obat.
• Kemungkinan resiko efek samping.
• Cara penanggulangan efek samping.
• Apa yang harus dilakukan, jika dalam periode tertentu belum memberikan
c. Jangan memberikan injeksi bila:
• Tanpa indikasi yang jelas
• Tidak dapat menyediakan satu jarum untuk satu pasien
• Tidak dapat menyediakan adrenalin dan cartison di samping obatsuntik yang ada.
• Tidak mengetahui cara penangaaanan syok anafilaksis.
2.9 Pedoman Pengobatan

Dengan menggunakan pedoman pengobatan maka:


1. Pasien hanya akan menerima pilihan obat yang baik (paling bermanfaat, aman,
ekonomik dan rasional serta tersedia setiapsaat diperlukan).
2. Pelaksanaan pengobatan mencerminkan standard keprofesianyang tinggi.
3. Kesediaan setiap obat lebih terjamin.
4. Pelaksanaan program pengobatan lebih efisien.
5. Secara formal memberi pengamanan hukum bagi dokter.
2.10 Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Yang Rasional

 Tujuan
1. Untuk menilai apakah kenyataan praktek penggunaan obatyang dilakukan telah sesuai dengan pedoman
yang disepakati
2. Manfaat Pemantauan: Dengan pemantauan ini dapat dideteksi adanya kemungkinan pemakaian obat
yang berlebih (over prescribing), kurang (under prescribing), boros (extravagant prescribing), maupun tidak tepat
(incorrect prescribing).
3. Perencanaan obat. -- Perencanaan obat dapat dilakukan dengan cara pemantauan penggunaan obat
secara langsung, mulai dari anamnesis sampai penyerahan obat. Pantau kecocokan antara gejala/tanda-
tanda (symptoms/signs), diagnosis dan pengobatan yang diberikan
4. Kesesuaian pengobatan yang diberikan dengan pengobatan yang ada
Pemakaian obat tanpa indikasi yang jelas (antibiotik untuk ISPA non peneumonia)
5. Praktek polifarmasi
6. Ketepatan indikasi
7. Ketepatan jenis, jumlah, cara dan lama pemberian.
8. Monitoring dan evaluasi.
Empat parameter utama yang akan dinilai dalam monitoring dan evaluasi penggunaan obat yang rasional
adalah:
• Penggunaan standar pengobatan
• Proses pengobatan (Penerapan SOP)
• Ketepatan diagnostik
• Ketepatan pemilihan intervensi pengobatan

Keempat parameter tersebut dijabarkan dalam indikator penggunaan obat:


• Rata-rata jenis obat per kasus
• Presentase penggunaan obat antibiotik
• Presentase penggunaan injeksi.
3.1 Kesimpulan

Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu terapi obat terpenting terhadap
pasien. Obat adalah alat utama terapi yang digunakan dokter untuk mengobati pasien yang
memiliki masalah kesehatan. Walaupun obat menguntungkan pasien dalam banyak hal,
beberapa obat yang menimbulkan efek yang berbahaya akibat efek samping yang
ditimbulkan, memberikan obat dengan tepat, memantau respon dan membantu pasien
menggunakannya dengar benar dan berdasarkan pengetahuan akan dapat meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan pada pasien.
TUGAS
• Jelaskan definisi obat rasional ?
• Uraikan kriteria yang digunakan untuk mengukur penggunaan obat rasional ?
• Bagaimana upaya yang perlu dilakukan tenaga kesehatan dalam meningkatkan
penggunaan obat rasional ?
• Jelaskan tujuan dari monitoring penggunaan obat rasional ?
• Jelaskan hubungan medication error dan obat rasional ?

Anda mungkin juga menyukai